Reaksi Inti
6.1 Mengenal Reaksi Inti
Salah satu jenis reaksi yang kita kenal selama ini adalah reaksi kimia, misalnya
2H2+ O2 → 2H2O
Na + Cl → Na++ Cl−→ NaCl
Pada reaksi kimia yang pertama terjadi pengelompokan ulang atom sehingga terbentuk molekul baru. Pada reaksi kimia yang kedua terja-di perpindahan elektron antar atom sehingga terbentuk ion positif dan ion negatif, yang kemudian membentuk molekul. Pada reaksi kimia, perubahan terjadi pada tingkat atom atau elektron, tanpa merubah jenis inti.
Berbeda dengan reaksi kimia, reaksi inti terjadi pada tingkat in-ti. Reaksi inti bisa berupa pengelompokan ulang nukleon (misalnya peluruhan α) atau perubahan suatu nukleon menjadi nukleon yang lain (misalnya peluruhan β) pada suatu inti, sehingga terbentuk inti baru. Reaksi peluruhan merupakan salah satu contoh reaksi inti yang berlangsung secara spontan. Meskipun demikian, tidak semua reaksi inti berlangsung secara spontan. Untuk kasus tak spontan, suatu inti target (T ) harus ditembak lebih dahulu dengan proyektil (p) dengan energi kinetik tertentu. Sebagai hasilnya akan terbentuk inti baru
atau inti residu (R) dan partikel emisi (x). Reaksinya dapat ditulis sebagai
p + T → R + x, (6.1)
atau dalam notasi yang lebih ringkas1
T (p, x) R. (6.2)
Jenis proyektil yang biasa dipakai antara lain adalah netron (n atau
1
0n), proton (p atau 11p), deuteron (d atau 21H), triton (t atau 31H), helium-3 (h atau 32He), atau partikel alfa (α atau 42He). Suatu reak-si inti antara lain harus memenuhi hukum kekekalan nomor atom Z, nomor massa A, dan massa-energi.
Contoh : Memahami reaksi inti
Carilah inti xi pada reaksi berikut: 59Co (p, x1)59Ni, 27Al (p, n) X2,
32Si (α, γ) X3,197Au 12C, x4
206At, dan116Sn (x5, p)117Sn.
Penyelesaian
• Untuk59Co (p, x1)59Ni, notasi lengkapnya adalah5927Co (p, x1)5928Ni. Kita pakai hukum kekekalan nomor atom (Z) dan nomor massa (A):
– hukum kekekalan Z: 27 + 1 = Zx1 + 28 → Zx1 = 0 – hukum kekekalan A: 59 + 1 = Ax1 + 59 → Ax1 = 1
– dapat disimpulkan bahwa x1 memiliki nomor atom 0 dan nomor massa 1, sehingga x1 = n
• Untuk27Al (p, n) X2, notasi lengkapnya adalah27
13Al (p, n) X2 se-hingga X2 memiliki nomor atom 14 dan nomor massa 27, atau
1Jika kita ingin menyertakan energi reaksinya, maka penulisannya adalah p + T → R + x + Q,
atau
X2 =2714Si
• Untuk32Si (α, γ) X3, notasi lengkapnya adalah3214Si (α, γ) X3 se-hingga X3 memiliki nomor atom 16 dan nomor massa 36, atau X3 =36
16S
• Karena notasi lengkapnya adalah197 79 Au 12
6 C, x4206
85 At, maka x4 memiliki nomor atom 0 dan nomor massa 3, atau x4 = 3n
• Karena notasi lengkapnya adalah 116
50 Sn (x5, p)11750 Sn, maka x5 memiliki nomor atom 1 dan nomor massa 2, atau x5 = d.
6.1.1 Klasifikasi reaksi inti
Reaksi inti dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok, tergan-tung pada batasan pengelompokannya.
• Berdasarkan perlu tidaknya pemicu, kita kenal reaksi spontan (misalnya peluruhan radioaktif) dan reaksi tak spontan (misal-nya reaksi yang terjadi pada reaktor nuklir atau akselerator).
• Berdasarkan nilai energi reaksi Q-nya, kita mengenal reaksi ek-sotermik atau eksoergik (Q positif) dan reaksi endotermik atau endoergik (Q negatif). Reaksi eksotermik bisa berlangsung se-cara spontan. Sebaliknya reaksi endotermik (Q negatif) hanya dapat terjadi jika proyektil dipercepat atau dinaikkan tempe-raturnya sehingga energi kinetiknya Tp lebih besar dari energi yang dibutuhkan |Q|, yang dapat dituliskan sebagai Tp > −Q atau Q + Tp > 0. Nanti akan ditunjukkan bahwa energi ambang untuk reaksi endotermik adalah Tp ≥ −Qmp+mT
mT
.
• Berdasarkan ada atau tidak adanya interaksi antara proyektil dan target, kita mengenal reaksi hamburan (proyektil terham-burkan oleh target tanpa terjadi kontak antara keduanya) ma-upun reaksi non hamburan (proyektil berinteraksi dengan tar-get). Ada dua jenis hamburan yang kita kenal yaitu hamburan elastik (elastic shape scattering, jika inti produk sama dengan
inti reaktan) dan hamburan tak elastik (inelastic scattering, ji-ka inti produk sama dengan inti reaktan, tetapi dalam keadaan tereksitasi).
• Berdasarkan ukuran inti produk dan reaktan, kita mengenal aksi fisi (pembelahan, di mana produk lebih kecil dibanding re-aktan) dan reaksi fusi (penggabungan, di mana produk lebih besar dibanding reaktan). Kedua jenis reaksi ini akan dibahas tersendiri.
• Berdasarkan perpindahan nukleon dari proyektil ke inti target, kita kenal reaksi memungut (pick up reaction, bila inti tar-get mendapat tambahan nukleon dari proyektil) dan reaksi pe-lepasan (stripping reaction, bila inti target kehilangan nukle-on karena diambil proyektil). Cnukle-ontoh reaksi pelepasan adalah
16O (d, t)15O dan 41Ca (h, α)40Ca, sedang contoh reaksi tang-kapan adalah23Na (h, d)24Mg dan 90Zr (d, p)91Zr.
• Berdasarkan kekekalan jumlah proton dan jumlah netron, kita mengenal reaksi di mana jumlah proton dan jumlah netronnya tetap, seperti peluruhan alfa. Di samping itu ada juga reaksi yang melibatkan perubahan netron menjadi proton (atau se-baliknya), seperti peluruhan beta, sehingga jumlah proton dan jumlah netronnya tidak tetap. Reaksi pertama terkait dengan gaya nuklir kuat, sedang reaksi kedua terkait dengan gaya nuklir lemah.
• Berdasarkan mekanisme terjadinya reaksi, kita mengenal reak-si langsung (direct reaction, di mana reaktan langsung bere-aksi dan menghasilkan produk, tanpa melalui inti perantara), dan reaksi tak langsung atau reaksi majemuk (compound rea-ction, di mana reaktan bereaksi membentuk inti majemuk se-bagai perantara, yang kemudian meluruh menjadi inti produk). Ada dua perbedaan antara reaksi langsung dan reaksi tak lang-sung. Pertama, reaksi tak langsung berlangsung dalam rentang 10−18− 10−16s (waktu tersebut sekaligus merupakan umur paro
inti majemuk), dan lebih lama dibanding waktu untuk reaksi langsung (10−22s, yang merupakan waktu tempuh proyektil da-lam inti). Kedua, distribusi anguler dari partikel emisi untuk reaksi langsung cenderung memiliki puncak yang lebih tajam dibanding distribusi sejenis dari reaksi tak langsung.
Suatu inti majemuk bisa jadi merupakan hasil dari berbagai reaksi, dan dapat meluruh dalam berbagai cara yang berbeda.2 Berikut disa-jikan contoh berbagai reaksi majemuk dengan inti 20Ne∗ sebagai inti majemuk perantara. 19F + p 17O + h 16O + α 14N +6Li 12C +8Be 10B +10B → 20Ne∗ → 19F + p 19Ne + n 20Ne + γ 18F + d 17F + t 17O + h 16O + α 14N +6Li 13N +7Li 12C +8Be 11C +9Be 10B +10B 9B +11B
Contoh : Menghitung waktu tempuh netron dalam inti. Hitunglah waktu tempuh netron 14 MeV dalam dalam inti U-238.
Penyelesaian
Waktu tempuh netron dalam inti adalah
t = 2R
v =
2R0A1/3 p2T /mn.
2
Cara khas terjadinya reaksi majemuk, terkait dengan jenis inti pembentuk dan inti yang dihasilkan, dikenal sebagai channel.
Misalkan kita pakai mn = 939, 57 MeV/c2 dan R0 = 1, 2 fm, maka didapatkan t = 2 × 1, 2 fm × 238 1/3 q 2×14 MeV 939,57 MeV/c2 = 26, 0233 × 10 −15m 0, 1726 c = 2, 9 × 10 −22s.
Gambar 6.1: Skema reaksi inti dalam kerangka laboratorium.
6.1.2 Energetika pada reaksi inti
Kita tinjau gambaran reaksi inti, di mana proyektil p menumbuk inti target T yang diam. Untuk reaksi tersebut, hukum kekekalan massa-energi menghasilkan
Q = (mT + mp− mR− mx) c2. (6.3)
Nilai Q tersebut akan muncul sebagai jumlahan energi kinetik partikel yang terlibat dalam reaksi, yaitu
Q = TR+ Tx− Tp. (6.4)
Kita tinjau reaksi tersebut dalam koordinat laboratorium, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.1. Prinsip kekekalan momentum linier
memberikan kita persamaan
pp = pxcos θ + pRcos φ 0 = pxsin θ − pRsin φ.
Selanjutnya, karena p = (2mT )1/2, maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai
(mRTR)1/2cos φ = (mpTp)1/2− (mxTx)1/2cos θ (mRTR)1/2sin φ = (mxTx)1/2sin θ.
Sekarang kedua persamaan di atas kita kuadratkan lalu kita jumlah-kan, di mana kita akan mendapatkan
mRTR= mxTx+ mpTp− 2 (mpTpmxTx)1/2cos θ, atau TR= Tx 1 + mx mR − Tp 1 − mp mR − 2 mR(mpTpmxTx) 1/2 cos θ.
Dengan memanfaatkan hasil terakhir, Persamaan (6.4) dapat ditulis sebagai Q = mx mRTx+ mp mRTp− 2 mR(mpTpmxTx) 1/2 cos θ. (6.5)
Persamaan terakhir dapat dipecahkan karena semua parameternya da-pat dikontrol (mpdan Tp) atau dapat diukur (mx, mR, Tx, θ). Persa-maan tersebut memberi kita nilai energi yang dilepaskan pada suatu reaksi,Q. Jika Q dapat dihitung dengan memanfatkan Persamaan (6.3), maka Persamaan (6.5) dapat dipakai untuk menghitung energi kinetik partikel emisi, Tx, Karena energi kinetik proyektil Tp biasanya sudah diketahui, maka dengan mengetahui Q dan Tx, kita juga dapat menghitung energi kinetik rekoil inti residu TR dengan menggunakan Persamaan (6.4).
Gambar 6.2: Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM)
seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2. Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum
(mp+ mT) vpm= mpvp,
kita dapatkan kecepatan pusat massa
vpm= mp mp+ mTvp.
Selanjutnya, kita dapatkan energi kinetik pusat massa, sebagai beri-kut Tpm = 1 2(mp+ mT) v 2 pm= 1 2(mp+ mT) mp mp+ mT vp 2 = 1 2mpv 2 p mp mp+ mT = Tp mp mp+ mT . (6.6)
Pada persamaan di atas, Tp = 12mpv2p adalah energi kinetik partikel dalam kerangka laboratorium. Selama reaksi, tidak seluruh energi proyektil dalam kerangka laboratorium Tp dapat dipakai untuk energi reaksi, melainkan harus dikurangi dengan energi kintik pusat massa Tpm. Dengan demikian, energi yang tersedia untuk reaksi adalah
T0 = Tp− Tpm = Tp 1 − mp mp+ mT = Tp mT mp+ mT . (6.7)
Selanjutnya suatu reaksi akan berlangsung bila Q + T0 ≥ 0. Karena T0 = Tp mT mp+mT
, maka suatu reaksi akan berlangsung bila
Tp ≥ −Q mp+ mT mT
. (6.8)
Nilai energi minimum proyektil Tp,min = −Qmp+mT mT
dikenal se-bagai energi ambang sebuah reaksi (threshold energy). Perlu diingat bahwa Q berharga negatif, sehingga nilai Tp berharga positif. Un-tuk proyektil yang bermuatan positif, dia akan mengalami gaya tolak Coloumb ketika mendekati inti target, yang besarnya diberikan oleh
Bc = 1 4πε0 (Zpe) (ZTe) Rp+ RT = Bc= e 2 4πε0 ZpZT R0A1/3T + A1/3p = 1, 22 ZpZT A1/3T + A1/3p MeV (6.9)
Dalam hal ini, nilai energi proyektil Tp pada reaksi endotermik harus memenuhi
Tp ≥ Bc− Q mp+ mT
mT
. (6.10)
Kelebihan energi partikel sebesar Bc akan dipakai sebagai energi ki-netik partikel hasil reaksi, Txdan TR. Untuk reaksi eksotermik, harus dipenuhi
Tp ≥ Bc. (6.11)
Jika suatu reaksi eksotermik melepaskan energi sebesar Q3, maka energi tersebut dipakai sebagai energi kinetik T dari partikel emisi x dan inti rekoil yang terbentuk R, atau = Tx + TR. Selanjutnya, dengan mengacu pada Persamaan (5.9), didapatkan
TX = Q 1 + mx mR = mR mx+ mR Q, (6.12) 3
Nilai Q yang dimaksud di sini juga mencakup kelebihan energi kinetik proyek-til.
dan TR= Q 1 + mR mX = mx mx+ mR Q. (6.13)
Contoh : Menghitung energi ambang reaksi Hitunglah energi ambang reaksi14N (α, p)17O.
Penyelesaian
Dengan menggunakan hukum kekekalan massa energi, didapatkan
Q = (mN −14+ mα− mp− mO−17) c2
= (14, 003074 + 4, 002603 − 1, 007276 − 16, 999131) × 931, 5 = −0, 6800 MeV
Terlihat bahwa reaksi 14N (α, p)17O adalah reaksi endotermik dan membutuhkan energi ambang agar bisa berlangsung. Besarnya energi ambang untuk reaksi tersebut adalah
Tp = −Q mp+ mT mT = − (−0, 6800) 4, 002603 + 14, 003074 14, 003074 = 0, 8742 MeV
Besar gaya tolak Coloumb adalah
Bc = 1, 22 7 × 2
141/3+ 41/3 = 4, 2026 MeV.
Dengan demikian, partikel alfa harus memiliki energi minimal sebesar 5,0768 MeV.
6.1.3 Tampang reaksi inti
Sekarang kita tinjau seberkas proyektil dengan intensitas φ0 (dalam satuan jumlah proyektil per satuan luas) yang mengenai bahan tar-get dengan kerapatan inti per satuan luas N , sehingga berkas yang diteruskan tinggal φ, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.3. Dengan demikian, berkas yang diserap oleh bahan target harusnya sebanding
kerapatan inti N , intensitas proyektil φ, serta luas efektif interaksi proyektil dan target σ, dan dapat ditulis sebagai
Gambar 6.3: Gambaran berkas sinar proyektil yang mengenai target.
∆φ = −N φσ. (6.14)
Pada persamaan di atas, σ dikenal sebagai penampang reaksi atau penampang lintang (crosssection). Karena N σ adalah kuantitas tak berdimensi, maka tampang lintang σ berdimensi luas. Satuan σ yang sering dipakai adalah barn (b), di mana 1 b = 10−28m2.
Bagaimana ungkapan tampang lintang σ untuk reaksi inti? Se-cara geometris, suatu proyektil dengan jari-jari Rp akan berinteraksi dengan inti target dengan jari-jari RT, jika jarak keduanya adalah R ≤ (Rp+ RT). Dengan kata lain, proyektil akan bereaksi dengan inti target jika berada pada lingkaran yang berpusat di pusat inti target, dengan jari jari Rp+ RT. Luas lingkaran π (Rp+ RT)2 meru-pakan permukaan efektif terjadinya reaksi, dan dikenal sebagai nilai tampang lintang. Sekalipun demikian, ada juga faktor koreksi terkait dengan rasio antara energi kinetik proyektil (dalam koordinat pusat massa) Tpm dan gaya tolak Coulumb (lihat Pers. (6.9)). Dengan de-mikian, kita dapatkan ungkapan ketergantungan σ terhadap energi proyektil Tpm(lihat Pers. (6.6)), sebagai berikut
σ = π (Rp+ RT)2 1 − Bc Tpm . (6.15)
Tampang reaksi nuklir juga dapat diukur secara eksperimen.4
Contoh : Menghitung nilai σ
Hitunglah tampang reaksi Ca-48 dan 208, jika energi kinetik Pb-208 dalam sistem laboratorium adalah Tlab = 256 MeV.
Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu jari-jari tampang lintang
Rp+ RT = R0 A1/3p + A1/3T = 1, 2 fm 481/3+ 2081/3 = 11, 47 fm,
dan gaya tolak Coulumb
BC = e 2 4πε0 ZpZT Rp+ RT = 1, 44 MeV.fm 20 × 82 11, 47 fm = 205, 9 MeV,
serta energi kinetik peoyektil dalam sistem pusat massa (Persamaan (6.6)) Tpm = Tlab mp mp+ mT = 256 207.976652 47, 952534 + 207.976652 = 208, 03 MeV.
Sekarang kita dapat menghitung tampang reaksi
σ = π (11, 47 fm)2 1 − 205, 9 208.03 = 417 b = 44, 1 mb.
Sekarang kita lihat pengaruh σ terhadap interaksi. Untuk serap-an yserap-ang kecil, kita bisa menggserap-anti ∆φ dengserap-an dφ serta menggserap-anti kerapatan atom per luas N dengan ndx di mana n adalah kerapat-an atom per satukerapat-an volume dkerapat-an dx adalah ketebalkerapat-an bahkerapat-an target. Dengan demikian, Persamaan (6.14) dapat ditulis sebagai
dφ
φ = −nσdx,
4
Silahkan lihat Abdurrouf, Pengukuran tampang reaksi neutron cepat pada bah-an struktur Mg, Si, V, Fe, Cu, dbah-an Zr, Skripsi S1, Fisika UB (1994).
atau5
φtransmisi= φ0e−nσx. (6.16)
Dengan demikian, berkas sinar yang diserap melalui bahan dengan kerapatan n, ketebalan x, dan tampang lintang σ adalah
φawal− φtransmisi= φ0 1 − e−nσx .
Biasanya nilai intensitas φ dari suatu ion dengan muatan ne dinya-takan dalam arus I, di mana hubungan keduanya adalah
φ (partikel/s) = I (coulumb/s) ne (coulumb/partikel).
Contoh : Menghitung φ
• Hitunglah intensitas proton dari arus proton yang memiliki arus sebesar 1 µA.
• Hitunglah intensitas Ar17+ dari arus Ar17+ yang memiliki arus sebesar 4 µA.
Penyelesaian
• Intensitas proton dari arus proton adalah
φ = 10
−6C/s
1, 602 × 10−19C/proton = 6, 24 × 10
12proton/s.
Dari sini didapatkan identitas untuk arus proton: 1 µA proton = 6, 24 × 1012proton/s.
• Intensitas Ar17+dari arus Ar17+dapat dihitung sebagai berikut
φ = 4 × 10
−6C/s
17 × 1, 602 × 10−19C/ion = 1, 47 × 10
12Ar17+ion/s
Jika setiap proyektil yang diserap oleh bahan berinteraksi dengan inti
5
Dalam skala makro, persamaan di atas biasa ditulis sebagai φ = φ0e−µx, di mana µ = nσ adalah koefisien serapan per satuan panjang.
target, maka intensitas inti yang bereaksi adalah
dN
dt = φ0 1 − e
−nσx . (6.17)
Untuk target dengan ketebalan (x) yang sangat kecil, maka jumlah inti yang mengalami reaksi dapat didekati sebagai
dN
dt ≈ φ0nσx.
Jika inti yang bereaksi dengan proyektil kemudian meluruh dengan laju λN , maka didapatkan laju total pembentukan inti radioaktif
dN
dt ≈ φ0nσx − λN.
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai φ d(λN )
0nσx−λN = d (λt), di mana solusinya adalah ln (φ0nσx − λN )|N0 = −λt atau φ0nσx−λN
φ0nσx = e−λt. Dari ekspresi terakhir didapatkan aktivitas radioaktif A = λN = φ0nσx 1 − e−λt. Pada akhirnya akan didapatkan
N = φ0N σ λ
1 − e−λt. (6.18)
Contoh : Menghitung aktivitas inti hasil reaksi
Hitunglah aktivitas No-254 (waktu paro 55 s) yang dihasilkan dari iradiasi Pb-208 dengan Ca-48, selama 1 menit. Asumsikan kerapatan massa Pb-208 adalah 0, 5 mg/cm2, arus Ca-48 adalah 0,5 µA partikel, dan tampang reaksi 208Pb 48Ca, 2n adalah 3,0 µb.
Penyelesaian
Karena aktivitas didefinisikan sebagai A = φN σ 1 − e−λt, maka lebih dahulu kita hitung semua komponen yang terlibat, yaitu
• N =m/ABM × NA= (0,5×10
−3)×(6,02×1023)
208 = 1, 44 × 1018atom/cm2
• σ = 3 × 10−30cm2
• λ = ln 2
55 = 1, 26 × 10−2s−1
Dengan demikian, aktivitas dari inti yang terbentuk adalah A = 7, 2 peluruhan/detik.