• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU SENI TARI RAMPAK BEDUG KEPADA SISWA TUNA RUNGU DAN SISWA TUNA GRAHITA DI SEKOLAH KHUSUS (SKh) KORPRI PANDEGLANG - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU SENI TARI RAMPAK BEDUG KEPADA SISWA TUNA RUNGU DAN SISWA TUNA GRAHITA DI SEKOLAH KHUSUS (SKh) KORPRI PANDEGLANG - FISIP Untirta Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL GURU SENI TARI

RAMPAK BEDUG KEPADA SISWA TUNA RUNGU DAN

SISWA TUNA GRAHITA DI SEKOLAH KHUSUS (SKh)

KORPRI PANDEGLANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana (S-1) Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Oleh:

WILDIANA AGHNADYA 6662100046

KONSENTRASI HUMAS

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG-BANTEN

(2)
(3)
(4)
(5)

Jangan mengeluh. Lihat saja, senja pun masih datang esok

pun matahari akan terbit kembali.

Skripsi ini aku persembahkan untuk keluarga terutama untuk

kedua orang tua mamah dan bapak. Juga untuk kakak dan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, dan tidak terlupakan shalawat beserta salam yang dicurahkan kepada Nabi Muhamad SAW sebagai junjungan kita.

Dengan segala rasa bangga dan berkat dukungan dari berbagai pihak, penulis ucapkan Alhamdulilah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Perkuliahan dengan judul Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu Dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Agus Sjafari, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si., selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Ibu Isti Nursih, S.Ip, M.I.Kom selaku dosen pembimbing satu mata kuliah skripsi.

4. Bapak Teguh Iman Prasetya, SE, M.Si selaku dosen pembimbing kedua mata kuliah skripsi.

5. Bapak Rangga G Gumelar Dipl, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam arahan pada mata kuliah dari smester 1 hingga akhir.

6. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si selaku ketua penguji sidang skripsi. 7. Seluruh Dosen FISIP Untirta yang telah memberikan ilmu yang sangat

berharga kepada penulis. Semoga ilmu yang diterima dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh staf karyawan Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta yang melayani kepentingan penulis dalam berbagai hal utnuk melancarkan jalannya skripsi.

(7)

beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan untuk penulis melaksanakan penelitian dalam menyusun laporan akhir ini.

10. Bapak Undang Rusdiana dan Mamah Ade Susilawati yang saya cintai dan telah membimbing serta mendoakan, membantu, dan memberi dorongan semangat kepada penulis. Tidak lupa kakakku Khalfi Nisfin Mariz dan

adikku Wildainy Novianida yang selalu mensupportku. 11. Rekan-rekan satu almamater yang selalu memberikan dorongan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini terutama Agnisa, Bia, Fika, Yosi, Shella, Didit, Fadli, Marwan, Adhi, Torang, Fajar, Oki dan semuanya yang tidak bisa di sebutkan satu persatu. Terimakasih kalian telah memberikan beribu moment yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya dan tidak akan pernah aku lupakan.

12. Muhamad Faisal, terimakasih untuk selalu meluangkan setiap waktu dalam kondisi apapun dan dorongannya selama ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik itu berupa saran, doa, maupun dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu.

Dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis doakan semoga Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan kalian. Akhir kata penulis berharap apa yang telah penulis lakukan dapat bermanfaat bagi pembaca umum maupun pembaca khusus. Masukan dan saran sangat penulis harapkan demi kemajuan yang lebih baik nantinya.

Serang, 10 Desember 2014

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Rumusan masalah... 1.3 Identifikasi Masalah ... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.5 Manfaat Penelitian... 1.5.1 Manfaat Teoritis... 1.5.2 Manfaat Praktis... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Tinjauan Teoritis ... 2.1.1 Definisi Ilmu Komunikasi... 2.1.1.1 Fungsi Komunikasi... 2.1.1.2 Hambatan Komunikasi... 2.1.2 Definisi Komunikasi Instruksional... 2.1.2.1 Ruang Lingkup dan Sasaran Komunikasi Instruksional...

(9)

2.1.3 Komunikasi Verbal dan Non-Verbal... 2.1.4 Tari Dalam Dunia Pendidikan... 2.1.5 Definisi Tunarungu... 2.1.5.1 Karakteristik Tunarungu ... 2.1.5.2 Kebutuan Pendidikan Dan Layanan Anak Tunarungu .... 2.1.6 Definisi Tunagrahita...

2.1.6.1 Karakteristik Anak Tunagrahita... 2.1.6.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita... 2.2 Kerangka Berpikir... 2.3 Penelitian Terdahulu... BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 3.2 Paradigma Penelitian... 3.3 Fokus Penelitian... 3.4 Instrumen Penelitian... 3.5 Informan Penelitian... 3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data... 3.7 Uji Keabsahan Data... 3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian... BAB IV HASIL PENELITIAN... 4.1 Deskripsi Objek Penelitian... 4.1.1 Sejarah Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... 4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... 4.1.3 Profil Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... 4.1.4 Sumber Daya Sekolah... 4.1.5 Struktur Organisasi... 4.2 Deskripsi Data ...

(10)

4.4 Pembahasan... 4.4.1 Komunikasi Instruksional Dalam Bentuk Verbal dan Non Verbal Yang Dilakukan Guru Saat Melatih Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu Di Sekolah Khusus KORPRI Pandeglang... 4.4.2 Komunikasi Instruksional Dalam Bentuk Verbal dan Non Verbal

Yang Dilakukan Guru Saat Melatih Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus KORPRI Pandeglang... 4.4.3Faktor Penghambat Komunikasi Instruksional Dalam Proses

Belajar Mengajar Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu Dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... BAB V PENUTUP... 5.1 Kesimpulan... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

89

93

96 99 99 100

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1Perbandingan Penelitian Terdahulu...

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... Table 4.1 Identitas Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... Table 4.2 Data Guru Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang... Tabel 4.3 Lima gerak tubuh...

41 61 65 66 93

(12)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Kerangka Berpikir...

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Sekolah Khusus (SKh) KORPRI

Pandeglang Tahun Ajaran 2014/2015... 41

67

(13)
(14)

ABSTRAK

Wildiana Aghnadya, Nim. 6662100046. Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tuna rungu Dan Siswa Tuna grahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

Pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan Untuk mencapai interaksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadu dua kegiatan mengajar dan kegiatan belajar. Proses pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang membutuhkan suatu bentuk komunikasi instruksional yang efektif antara guru kepada siswa tunarungu dan tunagrahita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi instruksional dalam bentuk verbal dan non verbal. Pendekatan pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif. Sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif dengan menggunakan key informan. Setelah dilakukan proses penelitian, maka diperoleh hasil penelitian bahwa komunikasi instruksional yang dilakukan guru menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal menggunakan bahasa lisan dengan penggunaan kata-kata yang sederhana dan tidak bertele-tele baik ke siswa tunarungu maupun tunagrahita. Komunikasi nonverbal yang digunakan guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu di SKh KORPRI Pandeglang dengan menggunakan komunikasi nonverbal gerakan tubuh dalam bentuk emblem, illustrator, effect display, regulator dan adaptor. Sedangkan bentuk komunikasi non verbal pada siswa tunagrahita lebih kepada gerakan tubuh, mimik wajah, isyarat bunyi, dan intonasi vokal.

Kata Kunci: Anak Tunarungu dan Tunagrahita, Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang, Komunikasi Instruksional

(15)

ABSTRACT

Wildiana Aghnadya, Nim. 6662100046. Instructional Communication Teacher Of Rampak Bedug Dancer To Hearing Impairment And Mental Retardation Students At Disabilities School KORPRI Pandeglang.

Education is communication within the meaning of that in the process involved two components consisting of a human, a student as a communicator and a teacheras a communicant to achieve teaching and learning interactions need for clear communication between teachers and students, so as to create to teaching and learning activities. The learning process for children with disabilities (ABK) in Disabilities Schools (SKH) KORPRI Pandeglang requires an effective approach to interpersonal communication between teachers and students with hearing impairment and mental retardation. The purpose of this research was to determine the instructional communication and rampak bedug dance teacher’s techniques for students with hearing impairment and mental retardation in SKH KORPRI Pandeglang. The purpose of this study was to determine the instructional communication in the form of verbal and non-verbal. While this research method using qualitative description method by using key informants. After done the research process, the results of the research that instuctional communication is donerampak bedug dance teacher for students with hearing impairment and mental retardation in SKH KORPRI Pandeglang using verbal and nonverbal communication. Verbal communication is done by speaking directly and instructed, and non-verbal communication is done with vocal intonation, sound cues, gestures, and facial expressions. Nonverbal communication used for deaf students are: engineering emblems, regulators, illustration and effects display. While the form of non-verbal communication in a more retarded students to body movements, facial expressions, sound signals and vocal intonation.

Keywords: Hearing impairment and mental retardation, Disabilities School KORPRI Pandeglang, Instruction Communication

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dengan relasi sosialnya dimana manusia selalu berhubungan dengan orang lain. Setiap saat manusia selalu mengadakan interaksi dengan cara berkomunikasi, begitu juga dalam dunia pendidikan. Pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya komunikasi. Dengan kata lain tidak ada perilaku pendidikan yang tidak dilahirkan oleh komunikasi, karena dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Sudah disebutkan bahwa tidak mungkin mendidik manusia tanpa komunikasi, atau memberi pelajaran tanpa berbicara, jadi proses pendidikan pasti tak terlepas dari komunikasi. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi memiliki fungsi sebagai pendidikan, sebagaimana dikatakan oleh Effendy (1984: 31) “komunikasi

berfungsi sebagai information, education dan reaction”. 1

Bila dilihat pengertian komunikasi menurut Berelson dalam Effendy (1988:14), adalah “Penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan dan lain-lain

1

Effendy, Onong Uchjana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosda Karya. Hal

31.

(17)

maka komunikator harus mempunyai kemampuan agar pesannya itu dapat dimengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh komunikan. Dengan kata lain pesan itu merupakan pikiran bersama antara komunikator dan komunikan.

Proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan efektif jika ide, gagasan dan informasi dimiliki secara bersama-sama oleh manusia yang terlibat dalam perilaku komunikasi. Begitu juga dengan komunikasi instruksional. Materi pelajaran akan dicerna dengan baik, jika materi yang disampaikan dapat dimaknai sama oleh peserta didik sebagaimana yang dimaksudkan oleh pendidik.

Komunikasi instruksional merupakan bagian kecil dari komunikasi pendidikan. Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang artinya pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau instruksi.3 Dalam dunia pendidikan kata instruksi tidak diartikan perintah tetapi diartikan dengan pengajaran atau pelajaran. Istilah pengajaran lebih bermakna pemberian ajar. Mengajar artinya memindahkan sebagian pengetahuan pendidik kepada peserta didiknya. Komunikasi instruksional merupakan komunikasi yang dipola dan dirancang secara khusus untuk mengubah perilaku sasaran dalam komunitas tertentu ke arah yang lebih baik. 4

2

Effendy, Onong Uchjana. 1989. KAMUS KOMUNIKASI. Bandung : PT.Mandar Maju. Hal 14.

3

M. Yusuf Pawit. 2010. Komunikasi Instruksional Teori dan Praktek. Jakarta. PT Bumi Aksara. Hal

3.

4

(18)

kognisi, afeksi dan konasi atau psikomotorik (Yusuf, 2010:6).5 Guru bertindak sebagai pelaksana komunikasi instruksional (komunikator) dan siswa sebagai penerimanya (komunikan). Komunikasi ini berlangsung melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki beberapa komponen yaitu siswa, guru, isi pelajaran, metode mengajar, media pembelajaran dan evaluasi.

Dalam penelitian ini, komunikasi instruksional yang disorot adalah komunikasi instruksional guru dalam mengajar seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita. Delphie (2006:2) menjelaskan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial dan fisik. Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Menurut American Asociation on Mental Deficiency mendefinisikan tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau

penyesuaian perilaku.6 Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya.

5

Ibid. Hal 6.

6

(19)

kemampuan mendengar, baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak secara kompleks.7

Dengan karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak tunarungu dan tunagrahita memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus.8

Pendidikan yang digunakan pada anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu

“Pendidikan Inklusif”. Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak-anak sebayanya disekolah regular.9 Hal ini menunjukan bahwa sekolah regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun kondisinya.

Salah satu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan seni tari untuk siswa tunarungu dan siswa tunagrahita adalah Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang. SKh KORPRI Pandeglang adalah sekolah penyelenggara pendidikan

7

Somad, Permadi dan Tati Hernawati. 1996. Ortoprdagogik Anak Tunarungu. Bandung. Depdikbud

Dirjen Pendidikan Tinggi. Hal 27

8

Blog.uinmalang.ac.id. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses 2/3/2014. 03:15

9

(20)

tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak autis, dan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya dengan visi memberdayakan anak berkebutuhan khusus menjadi berilmu, beriman, terampil dan mandiri. Saat ini murid-murid di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang mencapai kurang lebih 75 siswa dengan kriteria yang berbeda-beda mulai dari tingkat SD, SMP, sampai dengan SMA.

SKh KORPRI Pandeglang dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar didukung oleh tenaga-tenaga pengajar yang profesional dan berdedikasi tinggi, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Kegiatan belajar mengajar di SKh KORPRI Pandeglang berpedoman pada “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” atau KTSP. Penempatan siswa

diupayakan sesuai dengan kelas dan jenis kekhususannya agar program pembelajaran dapat diberikan dengan baik.10

Proses pembelajaran untuk anak tunarungu dan tunagrahita membutuhkan suatu komunikasi secara khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Sedangkan pada anak normal, proses pembelajaran tersebut tersusun dengan rapih dan logis sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Yusuf (2010:193) menyatakan bahwa hambatan yang terjadi pada pihak sasaran tidak bisa dilewatkan begitu saja.11 Apalagi, dalam penelitian ini, yang menjadi komunikan

10

Korpri-a.blogspot.com/p/profile.html. Diakses 3/03/2014. 10:35

11

M. Yusuf Pawit. 2010. Komunikasi Instruksional Teori dan Praktek. Jakarta. PT Bumi Aksara. Hal

(21)

intelektualitas dan fisik. Padahal, pada pihak sasaran inilah yang menjadi tujuan akhir dari seluruh kegiatan komunikasi instruksional. Pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator bisa saja ditafsirkan salah, terkait dengan masalah kepribadian dan kondisi pihak sasaran itu sendiri.

Hal utama yang menjadi dasar perhatian dan penting dalam penelitian ini adalah keberadaan guru dan siswa

,

penulis ingin melihat komunikasi instruksional guru dalam mengajar seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita. Seperti bentuk komunikasi yang muncul, proses belajar mengajar, metode dan media yang digunakan. Hal-hal inilah yang akan penulis amati dan teliti.

Bagi anak tunarungu dan tunagrahita, apa yang dilakukan anak normal sulit diikutinya. Seringkali stimulasi verbal dan non verbal dari lingkungan gagal ditransfer dengan baik. Bahkan, hal-hal yang sederhana sekalipun terkadang tidak mampu dicerna dengan baik (Efendi, 200:99).12 Padahal, dalam proses belajar mengajar guru menyampaikan informasi menggunakan komunikasi secara verbal dan non verbal. Tentu saja ini akan mempengaruhi pada pencapaian tujuan komunikasi instruksional. Peneliti mengambil SKh KORPRI Pandeglang sebagai tempat penelitian karena sekolah tersebut salah satu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan seni tari bagi siswa berkubuthan khusus. Oleh

12

Effendy, Onong Uchyana. 2009. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosda

(22)

diterapkan guru ketika melatih tari rampak bedug agar tujuan instruksional itu tercapai.

Melihat permasalahan yang telah di uraikan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dengan judul penelitian adalah “ Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimana komunikasi instruksional guru seni tari rampak bedug kepada Siswa tunarungu dan siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang?”

1.3Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi Masalah berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan diatas yang dapat ditarik adalah:

1. Bagaimana komunikasi instruksional guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang?

(23)

saat melatih tari rampak bedug kepada siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang?

4. Faktor apakah yang menghambat komunikasi instruksional dalam proses belajar mengajar seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan rumusan masalah dan identifikasi masalah di atas penelitian ini memiliki tujuan dalam penelitiannya, yaitu:

1. Untuk menggambarkan bagaimana komunikasi inststruksional guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

2. Untuk mengetahui instruksi dalam bentuk verbal dan non verbal yang dilakukan guru saat melatih tari rampak bedug kepada siswa tunarungu di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

3. Untuk mengetahui instruksi dalam bentuk verbal dan non verbal yang dilakukan guru saat melatih tari rampak bedug kepada siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

(24)

Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1Manfaat Teoritis

(25)

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi lembaga atau individu yang menaruh perhatian pada pentingnya pendidikan seni tari bagi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) khususnya anak tunarungu dan tunagrahita. Serta memiliki manfaat terhadap penyempurnaan pendidikan sebagai berikut:

1. Membantu peneliti untuk mengetahui komunikasi instruksional yang dilakukan guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan tunagrahita di Sekolah Khusus (Skh) KORPRI Pandeglang.

2. Memberikan gambaran dan pemahaman kepada masyarakat sekitar Kota Pandeglang mengenai pentingnya pendidikan seni tari bagi anak tunarungu dan tunagrahita, khususnya bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

(26)

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Komunikasi merupakan pengetahuan dan keterampilan paling penting yang harus dimiliki dalam berinteraksi dan berkehidupan antar manusia. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.13 Sama disini maksudnya adalah sama makna. Definisi komunikasi telah banyak ditulis dengan menekankan pada fokus yang beragam. Keragaman pengertian tersebut disebabkan perbedaan pespektif dalam melihat komunikasi sebagai fenomena sosial. Harold Laswell dalam karyanya, the structure and function of communication in society, cara yang baik menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : who says what in which channel to whom with what effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :

13

Effendy, Onong Uchyana. 2000. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosda

Karya Hal 18.

(27)

1. Komunikator (Source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (Channel, media)

4. Komunikan (Receiver, recipient, communicatee) 5. Efek (effect, impact, influence)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media menimbulkan efek tertentu.

Menurut Tubbs dan Moss (1996:5) Komunikasi diartikan sebagai proses pembentukkan makna diantara dua orang atau lebih. Dengan demikian, untuk menemukan hakikat komunikasi dibutuhkan pendekatan-pendekatan atau memilih asumsi-asumsi relevan.14

2.1.1.1 Fungsi Komunikasi

Dalam berinteraksi, manusia tidak semata-mata melakukan begitu saja kegiatan berkomunikasi tanpa mengetahui fungsi komunikasi dalam kehidupan manusia. William I. Gordon dalam menguraikan 4 fungsi komunikasi dengan uraian sebagai berikut.15

1. Fungsi komunikasi sosial

Komunikasi sebagai fungsi komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, kelangsungan hidup,

14

Ibid. Hal 18.

15

Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja

(28)

memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan, dan ketegangan melalui komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Scramm menyebutkan “ komunikasi dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak dapat mengembangkan komunikasi”

(Scramm, 1982). Komunikasi sosial pada dasarnya adalah komunikasi kultur, karena dua istilah sosial dan kultur bagaimana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan budaya menjadi perilaku komunikasi, dan komunikasi turut menentukan, memelihara, mengembangkan dan mewariskan budaya.

2. Fungsi komunikasi ekspresif

(29)

menyampaikan perasaan-perasaan (emosi), perasaan dikomunikasikan melalui pesan-pesan verbal maupun nonverbal.

3. Fungsi komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup dalam istilah antripolog sebagai rites of passage, peristiwa komunikasi yang dilakukan secara kolektif oleh suatu komunitas melalui upacara-upacara berlainan sepanjang hidup, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, ulang tahun perkawinan hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata dan menampilkan perilaku tertentu bersifat simbolik.

4. Fungsi komunikasi instrumental

(30)

Komunikasi sebagai instrumen, tidak saja digunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan. Studi komunikasi membuat lebih peka terhadap strategi yang digunakan untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi kepentingan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek, maupun jangka panjang.

2.1.1.2 Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi dapat dibedakan kedalam dua (2) hal, yaitu hambatan objektif dan subjektif. Hambatan objektif adalah gangguan atau halangan terhadap jalannya komunikasi, yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain, tapi mungkin juga disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.16 Diuraikan sebagai berikut:

1. Hambatan teknis

Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (chanel noise), misalnya gangguan

16

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Remaja

(31)

pada stasiun radio atau TV, gangguan jaringan telepon, rusaknya pesawat radio sehingga terjadi suara bising dan semacamnya.

2. Hambatan semantik

Hambatan semantik adalah gangguan komunikasi disebabkan karena kesalahan bahasa yang digunakan (Blake, 1997). Gangguan semantik sering terjadi karena: a. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai

jargon bahasa asing, sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu;

b. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan penerima pesan;

c. Struktur bahasa yang digunakan tidak seabagaimana mestinya, sehingga membingungkan penerima;

d. Latar belakang budaya menyebabkan salah persepsi terhadap symbol bahasa digunakan.

Seperti halnya gangguan teknis, maka gangguan semantik sangat peka dalam proses komunikasi.

3. Hambatan psikologis

(32)

4. Hambatan fisik

Hambatan fisik disebabkan karena kondisi geografis, misalnya jarak yang jauh, sehingga sulit dicapai, tidak ada sarana kantor pos, telepon, transportasi dan semacamnya. Dalam komunikasi anatar manusia, hambatan fisik dapa juga diartikan sebagai gangguan organik, yakni tidak berfungsinya salah satu pancaindera penerima pesan.

5. Hambatan status

Hambatan status terjadi disebabkan jarak social antara peserta komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dengan yunior atau atasan dan bawahan. Perbedaan status seperti ini biasanya menuntut perilaku komunikasi yang selalu memperhitungkan kondisi dan etika yang sudah membudaya dalam masyarakat, yakni bawahan cenderung hormat pada atasannya, atau rakyat pada raja yang memimpinnya.

6. Hambatan acuan kerangka berpikir/pendidikan

(33)

KKN cenderung menggunakan kerangka berpikir teoritis, sedangkan penduduk desa cenderung berpikir praktis. William lebih jauh mengatakan bahwa “Hambatan yang

sulit diatasi pada hakikatnya berada pada pikiran seseorang dengan orang lain”.

7. Hambatan budaya

Hambatan budaya merupakan gangguan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai dianut oleh pihak-pihak terlibat dalam komunikasi.

2.1.2 Definisi Komunikasi Instruksional

Istilah instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau instruksi.17 Sebenarnya ia merupakan himpunan bagian dari pendidikan. Jadi pendidikan mempunyai bidang kajian yang lebih luas dari pada instruksional. Demikian pula, apabila istilah komunikasi “dikawinakan” dengan pendidikan dan instruksional, terjadi istilah

komunikasi pendidikan dan komunikasi instruksional. Istilah komunikasi pendidikan lebih luas dari komunikasi instruksional.

17

M. Yusuf Pawit. 2010. Komunikasi Instruksional Teori dan Praktek. Jakarta. PT Bumi Aksara. Hal

(34)

Komunikasi instruksional merupakan himpunan bagian dari komunikasi pendidikan.18

Webster’s Third New International Dictionary of The English

language mencantumkan instruksional berasal dari kata (To Instruct) dengan arti “ memberikan pengetahuan atau informasi dengan maksud

melatih dalam berbagai bidang khusus, memberikan pengetahuan atau keahlian dalam berbagai bidang seni atau spesialis tertentu” atau dapat

berarti pula “ mendidik dalam subjek atau bidang pengetahuan

tertentu”. Disini juga dicantumkan dengan makna lain yang berkaitan

dengan komando atau perintah.19

Dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak di artikan sebagai perintah, tetapi lebih mendekati pada kedua arti yang pertama yakni pengajaran atau pelajaran. Bahkan kata tersebut sering di artikan sebagai pembelajaran.

Dalam istilah pengajaran yang menjadi dominan adalah guru, dosen, atau pengajar sebagaimana kata mengajar itu sendiri bermula dari pengajar, maka pada pelajaran titik beratnya adalah pada materi atau pesan yang diajarkan oleh pengajar.

Dalam dunia pendidikan, istilah pengajaran atau pelajaran mempunyai makna yang berbeda meskipun kedua istilah tersebut

18

Ibid. Hal 6

19

(35)

berasal dari kata yang sama “Instriction”. Oleh karena itu, kata itu

tidak di ahli bahasakan menjadi pengajaran atau pelajaran. Ia diterjemahkan menjadi pembelajaran karena kata ini lebih dapat mewakili, pengajara, pelajaran, dan belajar.20

Uraian di atas menunjukan bahwa istilah instruksional, pembelajaran, yang pada prinsipnya merupakan proses belajar yang terjadi akibat tindakan pengajar dalam melakukan fungsinya, yaitu fungsi yang memandang pihak belajar sebagai subjek yang sedang berproses menuju cita-citanya mencapai sesuatu yang bermanfaat. Dan itulah tujuan akhir proses belajar yang direncanakan pada sistem instruksional itu mengacu pada tujuan yang lebih luas, bahkan tujuan yang menjadi panutannya yaitu tujuan pendidikan

2.1.2.1 Ruang Lingkup dan Sasaran Komunikasi Instruksional Adapun sasaran atau lebih luasnya komunikan yang menjadi bagian atau komponen dari komunikasi instruksional ini adalah mayarakat tertentu yang mempunyai sifat heterogen, tetapi tidak juga selalu homogen. Sekelompok pemuda karang taruna misalnya, bisa jadi terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, status sosial, dan mungkin agama yang berbeda bisa menjadi sasaran komunikasi instruksional.

20

(36)

Dalam hal ini seorang komunikator bertindak hanya sebagai perencana atau perancang pembuat model, namun bisa pula sekaligus bertindak langsung sebagai pelaksana komunikasi instruksional di lapangan seperti halnya seorang guru, dosen, pengajar, penceramah, penyuluh, penyaji makalah dalam seminar ilmiah dan pembimbing lapangan.

2.1.2.2 Fungsi dan Manfaat Komunikasi Instruksional

Komunikasi instruksional mempunyai komunikasi edukatif , atau tepatnya mengacu pada fungsi edukatif dari fungsi komunikasi secara keseluruhan. Namun, bukan berarti fungsi-fungsi lain terabaikan. Komunikasi instruksional lebih ditekankan kepada pola perencanaan dan pelaksanaan secara operasional yang di dukung oleh teori untuk kepentingan keberhasilan efek perubahan perilaku pada pihak sasaran (komunikan).21 Efek perubahan perilaku inilah yang merupakan tujuan pokok dari pelaksaan komunikasi instruksional.

Sebagai fungsi edukasi, komunikasi instruksional bertugas mengelola proses-proses komunikasi yang secara khusus dirancang untuk tujuan memberikan nilai tambah bagi

21

(37)

pihak sasaran, atau setidaknya untuk memberikan perubahan-perubahan dalam kognisi, afeksi, dan konasi atau psikomotor dikalangan masyarakat, khususnya yang sudah dikelompokan ke dalam ranah sasaran komunikasi instruksional.

Dengan demikian, karena komunikasi instruksional mempunyai tujuan yang harus dicapai, dalam pelaksanaan kegiatannya mempunyai fungsi-fungsi “teknis”, antara lain fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Manfaat adanya komunikasi instruksional antara lain efek perubahan perilaku, yang terjadi sebagai hasil tindakan komunikasi instruksional bisa di control atau dikendalikan dengan baik. Berhasil tidaknya tujuan-tujuan instruksional yang telah di tetapkan paling tidak bisa dibantu melalui kegiatan evaluasi yang juga merupakan fungsi pengembangan tadi.

2.1.3 Komunikasi Verbal dan Non-Verbal

(38)

secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali bahasa sebagai lambang atau simbol. Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan non verbal.

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa lisan (oral communication) dan bahasa tulisan (written communication). Ada tiga ciri utama komunikasi verbal, yaitu: 22

1. Bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi non verbal. Jadi komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.

2. Komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi non verbal, sebab bila kita ke luar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat non verbal.

3. Komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa non verbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak .

Sementara komunikasi non verbal dapat didefenisikan sebagai berikut: non berarti tidak, verbal bermakna kata-kata (words). Sehingga

22

Sendjaja, S. Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Hal

(39)

komunikasi non verbal dimaknai sebagai komunikasi tanpa kata-kata. Beberapa contoh komunikasi nonverbal adalah: gerakan atau isyarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata dan sebagainya, dan menggunakan gambar untuk mengemukakan ide atau gagasannya (Sendjaja, 2005:63). 23

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerima; jadi defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan (Mulyana, 2002:198). 24

Kategori komunikasi non verbal dalam Sendjaja Sasa Djuarsa antara lain vocalics atau paralanguage, kinesic yang mencakup gerakan tubuh, lengan dan kaki, serta ekspresi wajah (facial expression), perilaku mata (eye behaviour), lingkungan yang mencakup objek benda dan artefak, proxemics yang merupakan ruang dan teritori pribadi,

23

Ibid. Hal 63

24

Mulyana, Deddy. 2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal

(40)

haptics (sentuhan), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian),

chronomics (waktu) dan olfaction (bau) (Sendjaja, 2005:6.17). 25

Fungsi komunikasi non verbal dalam kehidupan manusia di uraikan sebagi berikut:

1. Untuk menekankan, menggunakan komunikasi non verbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian verbal.

2. Untuk melengkapi dan memperkuat pesan verbal. Contoh : tersenyum saat menceritakan kisah lucu.

3. Untuk menunjukan kontradiksi. Contoh: kita mengedipkan mata, untuk member isyart bahwa yang dikatakan itu tidak benar.

4. Untuk mengatur. Misalnya menunjukkan tangan, bahwa saya belum selesai bicara atau ingin mengatakan sesuatu.

5. Untuk mengulangi. Misalnya menggerakan kepala untuk mengulang pesan verbal kita.

6. Untuk menggantikan. Misalnya mengatakan “oke” dengan tangAan anda tanpa berkata apa-apa.

Mengkomunikasikan pikiran dan perasan (makna-makna) seringkali akurat melalui gerakan tubuh, gerakan wajah, dan gerakan mata. Untuk membahas gerakan tubuh, membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal/gerakan tubuh berdasarkan asal-usul, fungsi, dan kode perilaku ini:

1. Emblim (emblems): Teknik emblem adalah perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. kapan. Emblim meliputi misalnya isyarat “jangan”, “bagus”, dan “Oke. Emblim adalah pengganti nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Kita barangkali mempelajarinya dengan cara yang pada dasarnya sama dengan kita mempelajari kata-kata tanpa sadar, dan sebagian besar melalui proses peniruan.

2. Ilustrator: ilustrator adalah perilaku nonverbal yang menyertai dan secara harfiah “mengilustrasikan” pesan verbal. Dalam mengatakan “linkaran”, “bersamaan” misalnya. Illustrator bersifat lebih alamiah,

25

(41)

kurang bebas dan lebih universal ketimbang teknik emblem. Mungkin sekali illustrator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak lahir, selain juga yang dipelajari.

3. Regulator adalah perilaku nonverbal “mengatur”, memantau, memelihara, atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan, misalnya, “lihat kedepan“ lalu apalagi?”, “saya tidak percaya” atau “tolong agak lambat sedikit”. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang diharapkan mereka. 4. Gerakan wajah (Effect Display) adalah isyarat yang terjadi karena

adanya dorongan emosional sehingga berpengaruh terhadap ekspresi muka, misalnya memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi selain itu juga kualitas atau dimensi emosi.

5. Adaptor adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi, atau dimuka umum tetapi tidak terlihat, berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya jika anda sedang sendiri mungkin anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang.

2.1.4 Tari Dalam Dunia Pendidikan

Dalam pendidikan, seni mengandung dua pengertian dasar yaitu seni sebagai subject matter dari materi pendidikan (art education), dan seni sebagai wahana pendidikan atau strategi pendidikan dalam artinya menyeluruh.26 Yang pertama lebih menekankan pada aspek materi, sedangkan yang kedua lebih menekankan pada proses dengan seni sebagai mediumnya.27

Selama ini seni di Indonesia tampaknya lebih mengacu pada pengertian yang pertama, yang menyelenggarakannya dibedakan

26

Kuliahseni.blogspot.com. Pengertian Fungsi Jenis dan Peran Seni Tari. Diakses 4/4/2014. 20:35

27

(42)

menjadi dua yakni pendidikan artistic (praktek kreasi) dan pendidikan estetis (apresiasi).

Sejak awal kehidupan, manusia hidup melalui tubuhnya dari lahir hingga mati dipenuhi oleh gerak sebagai simbolnya. Tari mempunyai medium ungkap yakni dalam ruang dan waktu. Tubuh penari merupakan

instrument (alat) tari, dan tubuh menjadi instrument yang unik untuk membuat hidup, kehidupan, dan sentral pengalaman manusia. Tubuh bukan hanya mendasari persepsi dan konsepsi manusia, tetapi juga merefleksikan apa yang telah diamati dan dikonsepsikan oleh manusia baik dalam bersikap dan berperilaku. Atas dasar itulah, bila secara wajar tari dimengerti sebagai pelajaran dari inti dan penuh dengan perencanaan, tari dapat berfungsi sebagai katalisator bagi pertumbuhan seseorang dan sebagai penyatu banyak disiplin. 28

Tari dapat dimanfaatkan sebagai alat sekaligus sebagai proses dan produk pendidikan dalam kesatuan totalitas dari kehidupan manusia. Tari dapat merupakan metode yang relatif ideal untuk mencapai keseimbangan daya tahan dan kontol tubuh, serta pembentukan jiwa melalui pengalaman emosi imajinatif dan ungkapan kreatif.

Disadari bahwa bagi anak-anak yang mengalami retardasi mental atau tidak mempunyai kemampuan beradaptasi sosial sangat memerlukan pertolongan khusus dari para ahli psikologis medis, pekerja

28

(43)

sosial, guru atau pembimbing terlatih dan tentunya orang tua yang bijaksana. Pertolongan semacam itu sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan segala kebutuhan mereka dan membantu perkembangan dalam berkomunikasi.

Sangatlah penting seorang ahli tari atau guru tari bekerjasama dengan guru-guru dan para ahli lain, karena langkah itu sangat erat hubungannya dengan informasi tentang tingkat keterbelakangan mental, seperti apakah anak termasuk dalam kategori lambat belajar (slow leaner), mampu didik (debil), mampu latih (embisil), dan kategori rawat (idiot).29 Sesungguhnya pengkategorian tingkat keterbelakangan tersebut masih sulit diandalkan ketepatannya karena memerlukan observasi yang lebih mendalam dan kesabaran yang tinggi.

Untuk itu ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan oleh apara orang tua, guru dan pembimbing kelas maupun seni, ahli medis, dan para psikolog yakni “anak-anak dengan problem-problem fisik, mental dan sosial sering mampu mengekspresikan diri secara artistic dan mampu memahami bidang-bidang seperti halnya anak-anak lain”.30 Hanya saja hal di atas memerlukan proses dan komunikasi yang baik, agar mampu memahami apa yang mereka maksud dan apa yang mereka butuhkan.

29

12099na.blogspot.com. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses 4/4/2014. 22:20

30

(44)

2.1.5 Definisi Tunarungu

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yag diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.31 Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah.32

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB), 2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),

3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), 4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),

5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan

31

Kahilla16.blogspot.com. Sekilas Pengertian Tunarungu. Diakses 10/03/2014. 19.07

32

(45)

bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran: 1. Tidak mampu mendengar,

2. Terlambat perkembangan bahasa,

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

5. Ucapan kata tidak jelas, 6. Kualitas suara aneh/monoton,

7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, 8. Banyak perhatian terhadap getaran,

9. Keluar nanah dari kedua telinga, 10. Terdapat kelainan organis telinga. 2.1.5.1 Karakteristik Tunarungu

a. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.

b. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:

1. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

(46)

3. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.

4. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.

5. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

6. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

c. Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.

Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.

2.1.5.2 Kebutuan Pendidikan dan Layanan Anak Tunarungu 1. Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu

membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis. 2. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak

(47)

kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.

3. Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem sgregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.

4. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu. 5. Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam

pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus.

2.1.6 Definisi Tunagrahita (Mental retardation)

(48)

penurunan kemampuan ayau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.33

Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.

Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.

Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia, 3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat

33

(49)

4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), 6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

2.1.6.1 Karakteristik Anak Tunagrahita

1. Secara umum karakteristik anak tunagrahita ditinjau dari segi akademik, sosial/emosional, fisik/kesehatan. Di samping perlu pula ditinjau berat dan ringannya ketunagrahitaan, sehingga perlu dibahas karakterirtik tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat dan sangat berat.

2. Pemahaman karakteristik sangat penting karena dapat menentukan layanan pendidikan bagi tiap jenis anak tunagrahita. Misalnya materi pelajaran bagi anak tunagrahita ringan lebih tinggi jika dibandingkan dengan materi pelajaran bagi anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat.

(50)

ketunagrahitaan barulah diketahui pada saat ia duduk di kelas IV SD karena di kelas sebelumnya ia dapat mengikuti pelajaran seperti anak normal dalam menyanyi, bermain dan kerja.

Setiap anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berada sesuai dengan tingkat kekurangannya. Adapun cirri ciri/karakteristik lain anak tunagrahita secara umum dapat digeneralkan ke dalam :

1. Segi Intelektualnya

a. Anak tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang disekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor bahasa yang manjaadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang diinginkannya.

b. Mereka berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu membuat suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih alternatif pilihan yang berbeda.

c. Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka memiliki ksulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.

d. Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan situasi lingkungannya.

2. Segi Tingkah Laku (Perilaku Adaptif)

(51)

b. Faktor kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut, khususnya yang berkenaan dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya.

c. Anak tunagrahita seringkali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang diberikan padanya, karena seringnya melakukan kesalahan-kesalahan pada saat melakukannya.

d. Mereka pada umunya kurang percaya diri dan seringkali menggantungkan bimbingan atau bantuan orang lain, atau dengan kata lain rasa kemampuan dirinya kurang. Mereka juga seringkali sulit dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif. 2.1.6.2Klasifikasi Anak Tunagrahita

Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga dengan anak tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya, pengelompokkan anak tunagrahita sangat diperlukan. Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.34

1. Tunagrahita Ringan (Debil)

Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

2. Tunagrahita Sedang atau Imbesil

34

(52)

Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD Umum.

3. Tunagrahita Berat atau Idiot

Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.

2.2 Kerangka Berpikir

Komunikasi pembelajaran tidak terlepas kaitanya dengan komunikasi pendidikan dan komunikasi pada umumnya. Pendidikan adalah peristiwa komunikasi yang memiliki kerangka yang sama yaitu adanya hubungan antar manusia yakni guru dengan murid. Hubungan ini mengandung unsur saling membutuhkan. Pendapat senada dikemukakakn pula oleh Mulyana (2000:4) bahwa komunikasi mempunyai fungsi hubungan. Fungsi isi yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Di lain hal, komunikasi juga dipandang sebagai suatu proses. Yakni proses pemberian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna.

(53)

dalam diri seseorang dan atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, maka proses belajar mengajar dilihat dari sudut pandang komunikasi penyampaian pesan, gagasan, ide, fakta, makna dan konsep yang sengaja dirancang sehingga dapat diterima oleh komunikan yaitu siswa.

(54)

menanggapi atau menilai isi pesan, perbuatan, pernyataan, perasaan dan menempatkan diri sebagai siswa dalam suatu kondisi.

(55)

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Komunikasi Instruksional

Guru Seni Tari Rampak

Bedug SKh KORPRI

Pandeglang

Siswa

tunarungu

Dan

siswa

tunagrahita

Bentuk

Instruksi

Verbal dan

Non Verbal

Perubahan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan

siswa

(56)

2.3 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan peneliti terdahulu. Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu

Nomor.1 Penelitian terdahulu Penelitian sekarang Nama ARDILA ANGGRAINI R

(Unpad)

Wildiana Aghnadya (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)

Judul Penelitian

Komunikasi Instruksional Guru Pada Siswa Berkebutuhan Khusus

Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang

Metode Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses penyampaian materi pembelajaran guru di kelas pada siswa berkebutuhan khusus di Madania Primary

School, untuk

mengetahui metode komunikasi instruksional yang digunakan di kelas

pada proses belajar di Madania Primary School, mengetahui media komunikasi yang digunakan di kelas, dan hambatan apa yang terjadi dalam proses

belajar mengajar.

Key Informan dan Informan penelitian ini adalah guru – guru kelas 1 sampai kelas 6 di Madania Primary School. Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi deskriptif dan akan dijelaskan secara rinci bagaimana proses penyampaian materi di Madania Primary School, metode komunikasi

instruksional yang digunakan,

(57)

media komunikasi yang

digunakan, dan

hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Hasil

Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyampaian materi pembelajaran di Madania

PrimarySchool merupakan proses yang unik. Karena dalam satu kelas mereka mempunyai dua latar belakang murid yang berbeda. Murid yang biasa dan yang mempunyai kebutuhan khusus atau special needs.Dengan dua latar belakang murid ini para guru terus berusaha untuk dapat menemukan cara mengajar yang terbaik agar muridnya dapat menerima pelajaran dan memahaminya dengan baik, walaupun dengan kebutuhan khusus yang dimilikinya.

Komunikasi instruksional yang dilakukan guru di SKh KORPRI Pandeglang menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal menggunakan bahasa lisan dengan penggunaan kata-kata yang sederhana dan tidak bertele-tele baik ke siswa tunarungu maupun tunagrahita.

Komunikasi nonverbal yang digunakan guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu di SKh KORPRI Pandeglang dengan menggunakan komunikasi nonverbal gerakan tubuh dalam bentuk emblem, illustrator, effect display, regulator dan adaptor.

Sedangkan bentuk komunikasi non verbal pada siswa tunagrahita lebih kepada gerakan tubuh, mimik wajah, isyarat bunyi, dan intonasi vokal.

Nomor 2 Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang Nama Fristyani Elisabeth Hutauruk

Yudi Perbawaningsih

(

Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Wildiana Aghnadya (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)

Judul Penelitian

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta

Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang

Metode Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Jadi, dengan metode ini peneliti memperoleh gambaran penelitian berdasarkan pengalaman subjek itu sendiri. Teknik pengumpulan data yang

(58)

digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif.

pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif uji keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah komunikasi instruksional yang diterapkan dalam mengajar anak tunagrahita adalah komunikasi secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal berupa kata-kata yang sederhana. Komunikasi non verbal yang dilakukan berupa gerakan tubuh. Selain itu, juga ditemui adanya komunikasi interpersonal. Jadi, guru mengajar secara individual. Kegiatan instruksional dimulai dengan sesi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi pelajaran. Kemudian, kegiatan instruksional diakhiri dengan kegiatan evaluasi, dimana guru melakukan penilaian terhadap siswa. Metode instruksional, yang digunakan di terdiri dari berbagai macam metode seperti metode ceramah, demonstrasi dan sebagainya. Hal yang menjadi hambatan utama dalam komunikasi instruksional adalah rendahnya tingkat intelegensi (IQ) siswa. Hal ini berpengaruh terhadap sulitnya siswa dalam menyerap materi pelajaran yang disampaikan.

Komunikasi instruksional yang dilakukan guru di SKh KORPRI Pandeglang menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal menggunakan bahasa lisan dengan penggunaan kata-kata yang sederhana dan tidak bertele-tele baik ke siswa tunarungu maupun tunagrahita.

Komunikasi nonverbal yang digunakan guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu di SKh KORPRI Pandeglang dengan menggunakan komunikasi nonverbal gerakan tubuh dalam bentuk emblem, illustrator, effect display, regulator dan adaptor.

Sedangkan bentuk komunikasi non verbal pada siswa tunagrahita lebih kepada gerakan tubuh, mimik wajah, isyarat bunyi, dan intonasi vokal.

Nomor.3 Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang Nama Khalilah (UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta)

(59)

Judul Penelitian

Komunikasi Instruksional Dalam Pengajaran Mulok di Madrasah Diniyah Awaliyah Al-Ittihad Serang Banten

Komunikasi Instruksional Guru Seni Tari Rampak Bedug Kepada Siswa Tunarungu dan Siswa Tunagrahita Di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis meneliti selama delapan kali pertemuan yakni dua bulan

kurang lebih. Untuk

mengefektifkan penelitian tidak lupa peneliti menggunakan media penelitian seperti rekaman untuk merekam proses belajar mengajar dikelas pada pelajaran dakwah selama delapan kali pertemuan yang melalui beberapa tahapan dalam penelitian, yakni tahapan pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara mendalam dan dokumen, dan juga tahapan mengolah data, tahap menganalisa data.dengan tersusunnya semua itu maka peneliti dengan mudah akan melakukan penelitin tentang komunikasi instruksional yang dilakukan didalam kelas.

Pendekatan pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif. Sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma postpositivisme. Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif uji keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data.

Hasil Penelitian

Kesimpulan dari penelitian ini ad alah komunikasi instruksional yang dibangun oleh guru atau komunikator didalam kelas menggunakan kode verbal dan Non-verbal, dan juga menggunakan media podium, buku mata pelajaran dan juga contoh-contoh dari naskah pidato yang disiapkan dengan sebaik mungkin sebelum komunikator mengkomunikasikan peannya atau materi pada mata pelajaan mulok. Untuk mendekatkan kom

Komunikasi instruksional yang dilakukan guru di SKh KORPRI Pandeglang menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal menggunakan bahasa lisan dengan penggunaan kata-kata yang sederhana dan tidak bertele-tele baik ke siswa tunarungu maupun tunagrahita.

(60)

unikator dengan komunikan, guru atau komunikator juga menggunakan komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas, dengan demikian akan terjadi komunikasi instruksional yang efektif.

dalam bentuk emblem, illustrator, effect display, regulator dan adaptor.

(61)

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif. Sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif, dimana peneliti mendeskripsikan atau mengkonstruksi wawancara-wawancara mendalam terhadap subjek penelitian. Metode penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan ini berisi kutipan-kutipan data dalam menyajikan laporan, dimana data tersebut berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumen lainnya.35

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui lebih dalam mengenai komunikasi instruksional yang dilakukan guru seni tari rampak bedug kepada siswa tunarungu dan siswa tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang. Dengan metode deskriptif kualitatif penulis ingin mengetahui dan memaparkan tetang bagaimana komunikasi instruksional dan bentuk instruksi seca averbal dan non verbal kepada siswa tunarungu dan tunagrahita di Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang.

35

(62)

Berkaitan dengan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemaham atau gambaran baik kepada masyarakat, institusi/sekolah, dan guru mengenai bagaimana pentingnya memahami dan mengetahui komunikasi yang terjadi dalam dunia pendidikan khusus antara guru seni tari rampak bedug dengan siswa tunarungu dan tunagrahita, serta bentuk komunikasi instruksional yang dilakukan guru kepada murid. Mengingat proses komunikasi dengan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) membutuhkan komunikasi khusus, sehingga pesan yang disampaikan guru kepada murid dapat terjalin dengan efektif.

3.9Paradigma Penelitian

Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan-pernyataan dan kaidah yang seharusnya di ikuti dalam menafsirkan jawaban yang didapatnya. Dengan demikian paradigma adalah ibarat sebua

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Table 4.1 Identitas Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang
Table 4.2 Data Guru Sekolah Khusus (SKh) KORPRI Pandeglang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gottman & De Claire, 2003 Dikatakan bahwa kecerdasan intelektual tidak cukup untuk meraih kesuksesan dan kesejahteraan dalam hidup, tetapi dibutuhkan kecerdasan emosi untuk

Kajian baru Bioinformatika ini tak lepas dari perkembangan biologi molekul modern yang ditandai dengan kemampuan manusia untuk memahami genom, yaitu cetak biru informasi genetik

Daerah otonom = Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki untuk periode tertentu dimana akan dijual dalam rangka pemenuhan likuiditas atau perubahan

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Pertauran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Oleh karena itu sangat perlu dilakukan kajian terhadap pembagian urusan pemerintahan pusat dan daerah dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut yang akan berimplikasi

Menurut tradisi lisan yang menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tangerang dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sunda.. yaitu

Pada umumnya industri logam kecil dan menegah yang ada di Sumatera Utara masih menggunakan teknologi konvensional dalam melakukan pemesinan terhadap produknya