• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pemeliharaan dan Pemanfaatan Ternak Sapi (Studi Pada Rumah Tangga Peternak Sapi di Kecamatan Rindi – Sumba Timur) T1 222008015 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pemeliharaan dan Pemanfaatan Ternak Sapi (Studi Pada Rumah Tangga Peternak Sapi di Kecamatan Rindi – Sumba Timur) T1 222008015 BAB IV"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Kecamatan Rindi terletak di pulau Sumba bagian utara kabupaten Sumba Timur - provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas kecamatan Rindi 366,5 km2 atau 36. 650 Ha dengan letak yang umumnya di sepanjang pantai utara berbukit dan curah hujan yang sangat rendah dan tidak merata setiap tahun. Di mana musim penghujan relatif pendek bila dibanding musim kemarau.

Secara administratif, kecamatan Rindi berbatasan dengan : 1.Sebelah utara dengan laut Sabu

(2)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :

Tabel 4.1

Luas Wilayah Kecamatan Rindi menurut Desa/Kelurahan tahun 2012

No. Desa/

Kelurahan

Luas Wilayah

Km2 Hektare Persentase

1 Tamburi 59,7 5970 14,55

2 Lailanjang 41,3 4130 13,46

3 Hanggaroru 53,2 5320 14,82

4 Kabaru 58,7 5870 8,90

5 Heikatapu 48,9 4890 14,31

6 Tanaraing 32,4 3240 9,84

7 Rindi 51,7 5170 9,56

8 Kayuri 20,6 2060 14,56

Rindi 366,5 36650 100,00

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.1 menunjukan bahwa kurang lebih 15 persen wilayah kecamatan Rindi dikuasai oleh desa Tanaraing, sedangkan wilayah paling sempit adalah desa Kayuri yang haya menguasai kurang lebih 9 persen wilayah kecamatan Rindi.

Tabel 4.2

Jarak Ibu Kota Desa/Kelurahan dengan Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten Dirinci Tiap Desa/Kelurahan tahun 2012

No. Desa/

Keluarahan

Jarak Ke

Ibu Kota Kecamatan Ibu Kota Kabupaten

1 Tamburi 14 69

2 Lailanjang 24 80

3 Hanggaroru 24 79

4 Kabaru 12 87

5 Heikatapu 4 80

6 Tanaraing - -

7 Rindi 14 82

8 Kayuri 16 67

Sumber : Rindi dalam angka 2012

(3)

diasumsikan akan sedikit memperlambat proses hubungan antara desa dengan kecamatan dalam hal pendampingan dan lain sebagainya.

Tabel 4.3

Ketinggian Wilayah Kecamatan Rindi dirinci menurut Desa tahun 2012

No Nama Desa Tinggi (dpl)

1 Tamburi 140

2 Lailanjang 265

3 Hanggaroru 262

4 Kabaru 50

5 Heikatapu 45

6 Tanaraing 15

7 Rindi 120

8 Kayuri 5

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.3 menunjukan bahwa Kayuri merupakan desa yang sering dilanda abrasi pantai karena desa ini memiliki ketinggian hanya 5 meter di atas permukaan laut, sedangkan wilayah lainnya cenderung terhindar dari abrasi pantai karena memiliki ketinggian yang relatif tinggi dari desa Kayuri.

Tabel 4.4

Wilayah Administrasi Kecamatan Rindi tahun 2012

Pembagian Wilayah Administratif Jumlah

Jumlah Desa 8

Dusun/Lingkungan 16

Rukun Wilayah 34

Rukun Tetangga (RT) 73

Rumah Tangga 1 944

Jumlah Penduduk 9 828

Luas Wilayah (Km2) 366,5

Kepadatan Penduduk per Km2 25

Sumber : Rindi dalam angka 2012

(4)

kriminalitas dan semakin berkurangnya interaksi sosial antar rumahtangga yang satu dengan lainnya.

Tabel 4.5

Jumlah Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RT/RW dan Rumah Tangga tahun 2012

No .

Desa/ Kelurahan

Ibu Kota Desa

Dusun/ Lingkungan

RW/ RK

Rukun Tetangga (RT)

Rumah Tangga

1 Tamburi Kanoru 2 4 10 215

2 Lailanjang Maulumbi 2 4 9 297

3 Hanggaroru watuuma 2 5 10 256

4 Kabaru Kabaru 2 4 8 198

5 Heikatapu Tanalingu 2 4 10 315

6 Tanaraing Tanaraing 2 5 10 211

7 Rindi Praiyawang 2 4 11 221

8 Kayuri Kayuri 2 4 8 231

Kec. Rindi 16 34 76 1944

Sumber : Rindi dalam angka 2012

(5)

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Dirinci menurut Desa Tahun 2012

No. Desa/ Kelurahan Jumlah Penduduk Luas Wilayah (Km2 ) Rumah Tangga Kepadatan Penduduk per km2

Rata-Rata ART

Desa terhadap Kecamatan (%)

1 Tamburi 1351 51.7 215 26 6 14,5

2 Lailanjang 249 32.4 297 39 4 13,46

3 Hanggaroru 1376 48.9 256 28 5 14,82

4 Kabaru 826 58.7 198 14 4 8,90

5 Heikatapu 1328 53.2 315 25 4 14,31

6 Tanaraing 913 41.3 211 22 4 9,84

7 Rindi 887 59.7 221 15 4 9,56

8 Kayuri 1352 20.6 231 67 6 14,57

Kec. Rindi 9282 366.5 1944 25 5 100,00

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.6 menunjukan bahwa walaupun desa Lailanjang sangat banyak penduduknya namun tidak diimbangi dengan luas wilayah yang memadai, sehingga diasumsikan bahwa lahan yang tersedia tidak akan mampu mengakomodir kebutuhan akan lahan dari para petani untuk menggarap lahan sebagai sumber penghidupan dan hal ini juga yang berpotensi menciptakan konflik agraria di desa ini.

Tabel 4.7

Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan tahun 2012

No. Desa/

Kelurahan Penduduk Rumah Tangga

Rata- Rata Anggota Rumah Tangga (ART)

1 Tamburi 1351 215 6

2 Lailanjang 1249 297 4

3 Hanggaroru 1376 256 5

4 Kabaru 826 198 4

5 Heikatapu 1328 315 4

6 Tanaraing 913 211 4

7 Rindi 887 221 4

8 Kayuri 1352 231 6

Kec. Rindi 9282 1944 5

Sumber : Rindi dalam angka 2012

(6)

Artinya semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka semain tinggi pula jumlah tanggungan beban rumah tangga dan sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota rumah tangga maka semakin rendah pula beban tanggungan rumah tangga.

Tabel 4.8

Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Dirinci Tiap Desa tahun 2012

No. Desa/

Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

1 Tamburi 667 684 1351 98

2 Lailanjang 662 587 1249 113

3 Hanggaroru 716 660 1376 108

4 Kabaru 437 389 826 112

5 Heikatapu 673 655 1328 103

6 Tanaraing 469 444 913 106

7 Rindi 442 445 887 99

8 Kayuri 686 666 1352 103

Kec. Rindi 4752 4530 9282 105

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa penduduk yang paling dominan adalah mereka yang berjenis kelamin laki-laki yaitu kurang lebih mencapai 51 persen dari total penduduk kecamatan Rindi.

Tabel 4.9

Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Menurut Desa tahun 2012

No. Desa/

Keluarahan

Lapangan Pekerjaan

Petani Peternak Nelayan Pedagang

1 Tamburi 727 325 31 30

2 Lailanjang 665 340 90 40

3 Hanggaroru 560 329 85 35

4 Kabaru 276 338 150 47

5 Heikatapu 676 256 - 28

6 Tanaraing 322 420 - 61

7 Rindi 315 390 - 70

8 Kayuri 653 260 95 38

(7)

Lanjutan Tabel 4.9....

No. Desa/

Keluarahan

Lapangan Pekerjaan

Industri Kerajinan PNS/

ABRI Pensiunan Lainnya

1 Tamburi 90 10 3 -

2 Lailanjang 6 15 1 -

3 Hanggaroru 56 7 1 -

4 Kabaru 20 9 2 -

5 Heikatapu 25 20 7 -

6 Tanaraing 10 35 10 -

7 Rindi 100 12 6 -

8 Kayuri 28 17 10 -

Kec. Rindi 330 125 41 -

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.9 menunjukan bahwa rupanya wilayah yang paling produktif menghasilkan padi sawah adalah desa Kabaru karena dengan luas panen yang hanya 8 Ha ternyata mampu menghasilkan 33,75 kwintal/Ha.

Tabel 4.10

Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Industri Dirinci Tiap Desa tahun 2012

No .

Desa/Kelurah an

Roti/Kue Tahu/Tempe Minyak Nabati

Unit Usaha

Tenaga

Kerja Unit Usaha

Tenaga Kerja

Unit

Usaha Tenaga Kerja

1 Tamburi 1 1 - - - -

2 Lailanjang - - - -

3 Hanggaroru - - - -

4 Kabaru 5 5 - - - -

5 Heikatapu 10 10 - - - -

6 Tanaraing 9 9 - - - -

7 Rindi - - - -

8 Kayuri 8 8 - - - -

(8)

Lanjutan Tabel 4.10....

No. Desa/Keluraha n

Kacang Bawang Gula Merah Penggaraman

Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja

1 Tamburi - - - -

2 Lailanjang - - - -

3 Hanggaroru - - - -

4 Kabaru - - 6 3 15 5

5 Heikatapu - - - - 5 3

6 Tanaraing - - 4 2 13 6

7 Rindi - - - - 4 2

8 Kayuri - - 5 3 20 15

Kec. Rindi - - 15 8 57 31

Lanjutan Tabel 4.10...

No. Desa/Kelurahan Unit Meubel Kayu Anyaman Bambu Anyaman Pandan/Lontar Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja

1 Tamburi 2 4 2 1

2 Lailanjang - - 1 1 4 4

3 Hanggaroru 3 5 1 1 - -

4 Kabaru 2 3 - - 6 3

5 Heikatapu 4 4 1 1 7 2

6 Tanaraing 7 10 - - 2 2

7 Rindi 3 2 1 1 1 2

8 Kayuri 4 5 1 1 1 1

Kec. Rindi 27 33 7 6 21 14

Lanjutan Tabel 4.10..

No. Desa/Kelurahan

Batako Batu Bata Tenun Ikat

Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Tenaga Kerja

1 Tamburi - - - - 5 10

2 Lailanjang - - - - 3 5

3 Hanggaroru - - - - 5 6

4 Kabaru - - - - 5 10

5 Heikatapu - - - - 7 5

6 Tanaraing - - - - 5 6

7 Rindi - - - - 10 9

8 Kayuri - - - - 5 7

Kec. Rindi - - - - 45 58

(9)

Tabel 4.10 menunjukan bahwa unit usaha yang paling dominan di kecamatan Rindi adalah usaha penggaraman namun kemampuan menyerap tenaga kerjanya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha tenun ikat.

Tabel 4.11

Jumlah Sarana Perekonomian Dirinci Menurut Desa tahun 2012

No. Desa/

Kelurahan Pasar Mingguan

Toko/ Kios

Restoran/

Rumah Makan KUD

1 Tamburi - 6 - -

2 Lailanjang - 5 - -

3 Hanggaroru 1 8 - -

4 Kabaru - 14 - -

5 Heikatapu - 20 - -

6 Tanaraing - 18 - -

7 Rindi - 14 - -

8 Kayuri - 20 - -

Kec. Rindi 1 105 - -

Sumber : Rindi dalam angka 2012

Tabel 4.11 menunjukan bahwa belum mendukungnya sarana perekonomian yang memadai seperti pasar merupakan salah satu factor yang mengakibatkan kurang berkembangnya sektor perdagangan di kecamatan Rindi.

Tabel 4.12

Jumlah Pedagang di Kecamatan Rindi Menurut Jenisnya, Tahun 2012

No. Desa/

Kelurahan Pedagang Besar Pedagang Menengah Pedagang Kecil Jumlah

1 Tamburi 4 5 6 16

2 Lailanjang 6 8 8 22

3 Hanggaroru 8 6 4 18

4 Kabaru 4 4 7 15

5 Heikatapu 6 5 4 15

6 Tanaraing 4 3 5 12

7 Rindi 7 6 8 21

8 Kayuri 8 4 5 17

Kec. Rindi 47 41 47 136

Sumber : Rindi dalam angka 2012

(10)

4.2 Karakteristik Informan.

4.2.1 Karakteristik Rumahtangga Peternak Sapi di Kecamatan Rindi 1. Jumlah Anggota Rumahtangga, Pendidikan dan Umur

Tabel 4.13

Jumlah Anggota Rumah Tangga, Pendidikan dan Umur

Jumlah Anggota dalam RT (orang) % Pendidikan % Umur (tahun) %

≤ 3 14 14.7 1 23 24.2 15-20 − −

4-6 27 28.4 2 49 51.6 21-30 17 17.9

7-9 23 24.2 3 15 15.8 31-40 28 29.5

≥ 10 31 32.6 4 6 6.3 41-50 20 21.1

5 2 2.1 > 50 30 31.6 Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Keterangan:

Pendidikan: 1) Tidak sekolah; 2) SD; 3) SLTP; 4) SLTA dan 5) Sarjana Umur = sesuai dengan usia informan

Tabel 4.13 menunjukan bahwa sebagian besar rumah tangga (informan) di kecamatan Rindi merupakan keluarga besar dan tingkat pendidikannya hanya sampai sekolah dasar.

2. Pekerjaan Pokok dan Pekerjaan Sampingan Informan Table 4.14

Pekerjaan Pokok dan Pekerjaan Sampingan Informan Pekerjaan pokok Pekerjaan Sampingan

Jenis Pekerjan Jumlah % Jenis Pekerjan Jumlah %

Bertani 82 86.3 Supir 3 3.2

Beternak 4 4.2 Nelayan 6 6.3

Berdagang 4 4.2 Penjahit 5 5.3

Supir 1 1.1 Tukang Kayu 5 5.3

Nelayan 1 1.1 Tenun Ikat 19 20.0

PNS 2 2.1 Honorer 4 4.2

Kontraktor 1 1.1 Kontraktor 1 1.1

Berternak 47 49.5

Tidak ada 5 5.3

Kec. Rindi 95 100 Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

(11)

3. Jumlah Ternak Sapi yang Dimiliki Informan (ekor)

Tabel 4.15

Jumlah Ternak Sapi yang Dimiliki Informan (ekor)

Range (ekor) Responden %

< 5 34 35.8

5-10 19 20.0

> 10 42 44.2

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.15 menunjukan bahwa eksistensi dari ternak sapi masih sangat dominan di kecamatan Rindi.

4. Pengalaman Pemeliharaan Ternak Sapi (tahun)

Tabel 4.16

Pengalaman Pemeliharaan Ternak Sapi (tahun)

Interval (tahun) Responden %

< 5 16 16.8

5-10 26 27.4

> 10 53 55.8

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

(12)

5. Pola Kepemilikan Ternak Sapi Tabel 4.17

Pola Kepemilikan Ternak Sapi

Pola Responden %

Milik Pribadi 63 66.3

Sistem Gaduh 8 8.4

Pribadi dan Gaduh 24 25.3

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.17 menunjukan bahwa memang kepemilikan sapi di kecamatan Rindi masih didominasi oleh individual ownership dari pada common ownership.

6. Ternak Besar Lainnya yang Dimiliki Responden Tabel 4.18

Ternak Besar Lainnya yang Dimiliki Informan

Jenis Ternak Informan %

Kerbau 5 5.3

Kuda 39 41.1

Kerbau dan Kuda 27 28.4

Tidak Memiliki keduanya 24 25.3

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4. 18 menunjukan bahwa kuda masih cukup memadai eksistensinya di kecamatan ini karena ternak ini sering digunakan sebagai alat transportasi maupun sebagai kuda pacu.

7. Ternak Kecil Lainnya yang Dimiliki Informan Tabel 4.19

Ternak Kecil Lainnya yang Dimiliki Informan

Jenis Ternak Informan %

Anjing 35 36,84

Kambing/Domba 15 15,79

Unggas (Ayam,Bebek,Itik, Angsa,Kalkun, dll) 25 26,32

Babi 20 21,05

Kec. Rindi 95 100,00

(13)

Tabel 4.19 menunjukan bahwa eksistensi dari ternak anjing sangat memadai karena nilai jual anjing yang cukup fantastis kurang lebih Rp. 350.000 per ekor dan ternak ini juga sering digunakan untuk berburu di hutan, sehingga ternak ini pun juga dikembangkan di kecamatan ini.

8. Kepemilikan Aset Selain Ternak

Tabel 4.20

Kepemilikan Aset Selain Ternak

Jenis Aset Informan %

Televisi 26 27.4

Celular phone 78 82.1

Kulkas 10 10.5

Motor 75 78.9

Tanah 95 100

Emas 13 13.7

Traktor 3 3.2

Deposito/ Tabungan 11 11.6

Dll, Asuransi, Mobil

Pick up, Penggilingan 3 3,2

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.20 menunjukan bahwa karena kemajuan teknologi maka sebagian besar responden telah memiliki dan menggunakan celular phone, sedangkan masih sangat minim informan yang memiliki tabungan atau deposito. Hal ini terjadi karena sebagian besar informan cenderung konsumtif dan hampir tidak suka untuk menginvestasikan uangnya ke lembaga keuangan seperti bank.

9. Kepemilikan Lahan Pertanian

Tabel 4.21

Kepemilikan Lahan Pertanian

Jenis Lahan Informan %

Sawah 11 11.6

Kebun 47 49.5

Sawah dan Kebun 31 32.6

Tidak ada 6 6.3

Kec. Rindi 95 100

(14)

Tabel 4.21 menunjukan bahwa sebagian besar informan memiliki kebun karena wilayah ini merupakan dry land yang notabene sangat cocok untuk berkebun.

10.Sistem Pemeliharaan Sapi

Tabel 4.22

Sistem Pemeliharaan Sapi

Sistem Pemeliharaan Informan %

Ekstensif 80 84.2

Semi Intensif 11 11,6

Intensif 4 4.2

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.22 menunjukan bahwa sistem menggembalakan ternak di padang rumput savana (ekstensif) masih sangat dominan karena pemilikan ternak sapi dalam jumlah yang sangat banyak dan budaya menggembalakan ternak yang masih sangat kuat, sehingga tidak memungkinkan untuk dipelihara secara intensif.

11.Penggunaan Obat-Obatan atau Vitamin untuk Sapi Tabel 4.23

Penggunaan Obat-Obatan atau Vitamin untuk Sapi

Jenis Obat Informan %

B-12 32 33.7

B-1 10 10.5

Panto 37 38.9

B-Comlex 16 16.8

Hematopan B-12 6 6.3

Gusanex 1 1.1

Penicilin 21 22.1

Termicin 4 4.2

Coloxin 5 5.3

Vitoxin 3 3,2

A.D.E 1 1.1

Vaksin 95 100

Midoxin 1 1,1

(15)

Tabel 4.23 menunjukan bahwa pengobatan bagi ternak sapi masih mengandalkan bantuan dari pemerintah berupa vaksin yang di dapatkan secara gratis saat melakukan sensus ternak di masing-masing desa yang dilakukan oleh para penyuluh peternakan.

12. Akses Terhadap Obat-Obatan atau Vitamin untuk Sapi

Tabel 4.24

Akses Terhadap Obat-Obatan atau Vitamin untuk Sapi

Cara Mengakses Informan %

Beli Sendiri - -

Bantuan Pemerintah 36 37.9

Beli Sendiri dan Bantuan dari Pemerintah 59 62.1

Kec. Rindi 95 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.24 menunjukan bahwa sama halnya dengan tabel sebelumnya jika obat-obatan bagi ternak sapi masih mengandalkan bantuan pemerintah. Artinya bahwa para peternak belum seutuhnya mandiri dalam mengusahakan obat-obatan bagi ternaknya.

12.Pemanfaatan Ternak Sapi

Tabel 4.25 Pemanfaatan Ternak

No Desa Jenis Pemanfaatan Jumlah %

Adat Konsumsi Dijual

1 Tamburi - 4 7 11 11,6

2 Lailanjang 1 1 13 15 15,8

3 Hanggaroru - 3 9 12 12,6

4 Kabaru - 1 9 10 10,5

5 Haikatapu 2 1 12 15 15,8

6 Tanaraing - - 10 10 10,8

7 Rindi - 6 5 11 11,6

8 Kayuri - - 11 11 11,6

Kecamatan Rindi 3 16 76 95 100

% 3,2 16,8 80 100

(16)

Tabel 4.25 menunjukan bahwa sebagian besar dimanfaatkan untuk kepentingan perdagangan (dijual) karena harga sapi yang telah berkisar sebesar Rp. 4.000.000 (sapi yang berusia 1tahun) membuat para peternak memilih untuk lebih mendahulukan motif transaksi dibandingkan motif lainnya seperti motif berjaga-jaga dan motif spekulasi.

4.3 Hasil Analisis

4.3.1 Sistem Pengembangan Ternak Sapi di Kecamatan Rindi

Pengembangan ternak sapi di Kecamatan Rindi dibagi atas tiga sistem yaitu sistem intensif (paron), sistem ekstensif (lepas) dan semi intensif (paron dan lepas). Ketiga sistem ini tentu memiliki kaitan yang sangat erat guna menjaga eksistensi dari ternak sapi dan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) dari rumah tangga peternak di kecamatan Rindi. Dari hasil observasi yang dilakukan maka diperoleh gambaran bahwa sistem pengembangan sapi secara simultan di kecamatan Rindi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.26

Sistem Pemeliharaan Sapi di Kecamatan Rindi

No

Desa

Sistem Pemeliharaan

Jumlah %

Intensif Semi Intensif Ekstensif

Responden % Responden % Responden %

1 Tamburi - - 2 18,18 9 81,82 11 100

2 Lailanjang - - 1 6,67 14 93,33 15 100

3 Hanggaroru - - 1 8,33 11 91,67 12 100

4 Kabaru - - 1 10 9 90 10 100

5 Heikatapu 2 13,33 1 6,67 12 80 15 100

6 Tanaraing 1 10 2 20 7 70 10 100

7 Rindi - - 2 18,18 9 81,82 11 100

8 Kayuri 1 9,09 1 9,0 9 81,82 11 100

Kec. Rindi 4 4,41 11 11,58 80 84,21 95 100

(17)

Tabel 4.26 menunjukan bahwa secara agregat, sistem pemeliharaan sapi yang diterapkan adalah sistem tradisional (ekstensif).1 Alasan fundamental yang mendorong sebagian besar informan memelihara sapi dengan sistem ekstensif karena faktor luas lahan penggembalaan yang memadai serta jumlah ternak sapi yang dipelihara berkisar di atas 10 ekor. Hal ini dipandang bahwa dengan melepas ternak di padang maka pemilik sapi tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam menyediakan pakan sapi dan tentunya akan mengurangi penggunaan sumber daya (tenaga) untuk mengawasi secara intens yang secara umum dilakukan secara

volunteer atau sukarela oleh anggota keluarga. Namun, sistem ini memiliki

kelemahan di mana selama kurun waktu 2012 hingga 2013 tercatat telah terjadi 45 kasus pencurian ternak besar terutama sapi.

Alasan utama informan menggunakan sistem semi intensif2 bahwa mereka (peternak) memiliki kebun yang telah ditanami rumput seperti rumput gajah dan lain sebagainya. Biasanya pada siang hari sapi akan diikat pada kebun tersebut, sedangkan pada malam hari sapi ini akan dibawa masuk ke dalam kandang dan akan diberikan pakan yang secukupnya. Di sisi lain, alasan utama dari para informan untuk memiih sistem intensif3 adalah jika jumlah sapi yang dipelihara jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan oleh faktor ketersediaan pakan sapi dengan pertimbangan bahwa semakin sedikit jumlah sapi maka akan sedikit pula jumlah pakan yang harus disediakan. Secara umum, pemeliharaan ternak secara intensif didominasi oleh ternak kuda yang dimanfaatkan sebagai kuda pacu.

Pemilihan sistem ekstensif dilatarbelakangi oleh struktur pekerjaan masyarakat di Sumba Timur yang masih berpola mix farming4 yang akibatnya

adalah masyarakat seringkali mengalami inkonsistensi dalam mengorientasikan

1

Dalam bahasa Sumba-Kambera sering dikenal dengan istilah pahallang la maradda atau sapi dilepas ke padang rumput sabana agar mereka dapat mencari makanan sendiri namun tetap dibawa kendali seorang penggembala yang dalam bahasa Sumba-Kambera disebut dengan istilah tanggu pawangu.

2

Dalam bahasa Sumba-Kambera sering dikenal dengan istilah hondu wala atau sapi diikat dan dikembangkan di dalam kandang yang permanen dan sekaligus pada siang hari sapi tersebut diikat di kebun agar ternak tersebut dapat makan rumput yang telah tersedia di kebun

3

Dalam bahasa Sumba-Kambera sering dikenal dengan istilah hondu la woka atau sapi dibiarkan diikat atau dikembangkan di dalam kandang yang permanen dan diberi pakan secara teratur

4

(18)

pekerjaannya. Hal ini terbuktinya bahwa masyarakat lebih senang memilih untuk mengolah sawah pada musim tertentu dari pada mengurus ternaknya.

Secara umum menunjukkan bahwa kegiatan pada sektor pertanian tepatnya di sub sektor peternakan khususnya pada daerah perdesaan di kabupaten Sumba Timur masih merupakan sub sektor andalan bagi sebagian besar penduduk, terutama mereka yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Hal ini tentu tidak hanya terjadi di Sumba Timur, tetapi telah menjadi kecenderungan umum yang terjadi dimana-mana, terutama di negara-negara sedang berkembang (the

third world). Kecenderungan ini mengisyaratkan bahwa sektor pertanian tepatnya

pada di sub sektor peternakan mempunyai peranan yang sangat peting dalam upaya untuk memecahkan masalah kemiskinan yang ada. Hal ini diperkuat oleh pendapat Todaro dan Smith (2004) yang menegaskan bahwa “direct attact on

rural poverty through accelerated agricultural development is necessary to raise

living standards”. Hal ini terjadi karena pada umumnya kaum miskin tinggal di

daerah perdesaan dan bekerja di sektor pertanian, sehingga kunci pengentasan kemiskinan terletak pada pembangunan sektor pertanian secara sungguh-sungguh. Peningkatan pertumbuhan gross national product saja tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan secara tuntas dan komprehensif.

4.3.2 Pemanfaatan Ternak Sapi di Kecamatan Rindi

(19)

Tabel 4.27

Pemanfaatan Sapi di Kecamatan Rindi

No Desa

Pemanfaatan Sapi

Jumlah %

Adat Konsumsi Dijual

Responden % Responden % Responden %

1 Tamburi - - 4 36,36 7 63,64 11 100

2 Lailanjang 1 6,67 1 6,67 13 86,67 15 100

3 Hanggaroru - - 3 25 9 75 12 100

4 Kabaru - - 1 10 9 90 10 100

5 Heikatapu 2 13,33 1 6,67 12 80 15 100

6 Tanaraing - - - - 10 100 10 100

7 Rindi - - 6 54,55 5 45,45 11 100

8 Kayuri - - - - 11 100 11 100

Kec. Rindi 3 3,16 16 16,84 76 80 95 100

Sumber : Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.27 menunjukan bahwa secara keseluruhan, pemanfaatan sapi yang paling banyak digunakan adalah untuk keperluan perdagangan (dijual). Alasan fundamental yang mendorong sebagian besar informan untuk cenderung memperdagangkan sapi karena permintaan sapi dari luar dan di dalam wilayah Sumba itu sendiri sangat tinggi. Permintaan sapi yang sangat tinggi ini ditenggarai bahwa jenis sapi yang dikembangkan di Sumba adalah jenis sapi ongole yang berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, dan berleher pendek, kepala, leher, gelambir (gumba) dan lutut berwarna hitam, terutama pada sapi jantan (Siliwolu, 2011). Misalnya khusus di dalam wilayah Sumba sebagian besar sapi akan dibeli oleh pemerintah lewat mekanisme tender untuk dijadikan sebagai sapi proyek yang akan dibagikan kepada masyarakat atau kelompok, sedangkan permintaan dari luar khususnya dari daerah akan sapi cukup tinggi karena komoditi ini akan di ekspor ke daerah Jawa yang akan dijadikan sebagai pasokan daging sapi regional maupun nasional. Tentu dari sini sangat nampak sekali bahwa sebagian besar informan cenderung berorientasi pada motif transaksi yang cenderung mengejar profit margin.

(20)

makanan pendamping yang menghasilkan protein hewani yang tinggi bagi masyarakat. Sementara itu, sapi banyak dikonsumsi karena jumlah sapi yang melebihi jumlah kuda dan kerbau yag memungkinkan sapi sering dan selalu dikonsumsi pada acara adat kematian maupun perkawinan, serta untuk dikonsumsi setiap hari yang akan diolah selanjutnya menjadi dendeng (daging yang dikeringkan) dan aneka jenis masakan khas Sumba Timur yang berbahandasar daging sapi.

Di sisi lain, ada kecenderungan bahwa hanya sebagian kecil informan yang memanfaatkan sapi untuk keperluan adat. Hal ini terjadi karena sebenarnya ternak yang digunakan untuk keperluan adat adalah kuda dan kerbau. Alasan utamanya karena kuda dan kerbau merupakan simbol prestise atau harga diri bagi masyarakat Sumba, sedangkan ternak sapi hanya digunakan untuk dibarter guna mendapatkan kuda dan kerbau yang akan dibawa pada saat prosesi adat kematian maupun perkawinan. Sebenarnya sapi yang dimiliki oleh rumah tangga peternak dapat dijadikan modal bagi peningkatan pendapatan di masa yang akan datang (investasi jangka panjang). Artinya sapi dapat dijual untuk keperluan sekolah dari anggota keluarga.

4.3.3 Potensi Pendapatan Rumah Tangga Peternak Sapi

(21)

Tabel 4.28

Rata-Rata Jumlah Anggota Keluarga, Ternak Sapi, Pendapatan Keluarga / Bulan, Pendapatan Perkapita / Tahun dan Pendapatan Perkapita / Bulan menurut

desa di kecamatan Rindi

Desa Rata-rata Jumlah Anggota RT Rata-rata Jumlah Ternak (ekor) Rata-rata Pendapatan Keluarga / Bulan (Rp) Rata-rata Pendapatan Perkapita / Tahun (Rp) Rata-rata Pendapatan Perkapita / Bulan (Rp) Tamburi 10 16 4.896.522 5.057.642 421.470 Lailanjang 10 12 3.680.808 3.717.682 309.806 Hanggaroru 9 12 3.598.163 7.040.264 586.688 Kabaru 6 22 6.755.441 6.897.508 574.792 Heikatapu 10 16 5.059.325 7.094.919 591.243 Tanaraing 7 13 3.941.554 4.609.619 384.135

Rindi 7 12 3.761.022 5.199.851 433.320

Kayuri 8 6 1.793.265 2.567.819 213.984

Kec. Rindi 8 13 4.171.806 5.291.332 440.944

Sumber : Data Primer (diolah), 2014

Tabel 4.28 menunjukan bahwa secara agregat maupun parsial, potensi pendapatan dari rumah tangga peternak sapi di kecamatan Rindi cukup tinggi. Hal ini terjadi karena rata-rata pendapatan rumah tangga peternak sapi / bulan di kecamatan Rindi sebesar Rp 440.944, sedangkan garis kemiskinan kabupaten Sumba Timur yang pada bulan Juli 2012 sebesar Rp 252.462.5 Artinya bahwa sebenarnya rumah tangga peternak sapi di kecamatan Rindi tidak hidup di bawah garis kemiskinan.

Rata-rata pendapatan yang berada di atas garis kemiskinan membuat rumah tangga peternak sapi masih mampu memenuhi kebutuan sehari-hari mereka. Alasan utamanya yaitu kerena sebagian besar masyarakat yang tinggal di kecamatan Rindi memiliki jenis pekerjaan yang homogen yaitu bertumpu pada sektor peternakan dan ada kecenderungan bahwa pendapatan dari masyarakat yang berada di perdesaan sebagian besar haya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer saja, sehingga konsumsinya menjadi rendah (pengeluaran

5

(22)

rendah). Sementara masyarakat yang tinggal di kota memiliki jenis pekerjaan yang heterogen seperti sebagai pegawai negeri sipil, pedagang, pegawai swasta dan sebagainya, sehingga pendapatan mereka cenderung lebih tinggi dari masyarakat yang ada di perdesaan. Artinya bahwa pendapatan dari masyarakat di kota tidak hanya digunakan untuk kebutuhan primer saja, tetapi cenderung kepada pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier (konsumsinya tinggi).

Apabila dilihat secara parsial antar desa terdapat kisaran yang cukup besar dalam hal ketimpangan pemilikan ternak. Ketimpangan terjadi di dalam desa (within village) itu sendiri, karena ada rumah tangga peternak yang memiliki sapi di atas 20 ekor, sedangkan rumah tangga peternak lainnya hanya memiliki sapi di bawah 5 ekor. Pada kasus ini, tidak ditemukan ketimpangan pemilikan sapi antar desa (between village). Hal ini tidak terjadi karena secara agregat pemilikan sapi untuk masing-masing desa berada di atas 10 ekor, kecuali desa Kayuri yang memiliki sapi di bawah 10 ekor.

Sebagai konsekuensi logis dari pemilikan sapi yang dominan oleh beberapa rumah tangga peternak tertentu maka mengakibatkan variasi pendapatan yang cukup mencolok antar masing-masing rumah tangga peternak, dengan asumsi bahwa semakin banyak jumlah sapi yang dimiliki oleh seorang peternak maka semakin besar pula peluang baginya untuk menjual ternaknya dibandingkan dengan rumah peternak yang memiliki sapi dalam jumlah yang sedikit.

Melihat variasi pendapatan rumah tangga antar desa nampak bahwa terdapat kecenderungan di desa yang rata-rata pendapatan dari hasil usaha ternak sapi yang tinggi akan menghasilkan rata-rata pendapatan rumah tangga peternak yang akan lebih tinggi, sedangkan di desa yang rata-rata pendapatan dari hasil usaha ternak sapi yang rendah akan menghasilkan rata-rata pendapatan rumah tangga peternak yang akan lebih rendah.

(23)

Gambar

Tabel 4.2  Jarak Ibu Kota Desa/Kelurahan dengan Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota
Tabel 4.3 menunjukan bahwa Kayuri merupakan desa yang sering dilanda
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk terkonsentrasi di
Tabel 4.7  Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga Menurut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pada gambar (1) merupakan tampilan jaringan kulit normal dalam mikroskop digital yang terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis

Laparoskopi miomektomi dapat dilakukan dengan melalui sayatan tunggal. Bedah laparoskopi sayatan tunggal telah dijelaskan pada bab 18. Sayatan / insisi tunggal

 Provinsi Jatim perlu jadi pelopor inovasi di atas inovasi.  Pemerintah pusat belum serius memberi

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran penilaian konsumen apotek (masyarakat) dengan penyakit kronis yang diderita mengenai pemberian informasi yang dibutuhkan

[r]

Grotevant dan Cooper, dirinya mencoba menurunkan suatu model relasi remaja dan orangtua berdasarkan ekspresi individuality dan connectedness menjadi 4 tipe relasi, yaitu :

Berdasarkan Surat Penetapan Pelaksana Pengadaan Langsung Nomor Nomor : 050/10 PnL-21/4/C.B.023/409.108/2015, tanggal 6 Juli 2015, untuk Pekerjaan Peningkatan Saluran Irigasi

Penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat kefavoritan sekolah tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan TPACK (2) Lama mengajar guru tersarang pada