• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Koperasi Sekunder dan Keterkaitannya dengan Anggot.compressed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksistensi Koperasi Sekunder dan Keterkaitannya dengan Anggot.compressed"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$& &

& &

i

4

4

4

4

8,'/"+&

8,'/"+&

8,'/"+&

8,'/"+&&&&&

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah selama ini Koperasi-koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk dan Gabungan) maupun Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan) terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun sejauhmana eksistensi dan keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum diketahui sejauhmana Koperasi Sekunder menjalankan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya, dan sebaliknya Koperasi Primer menjalankan kewajibannya kepada Koperasi Sekunder. Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian ini adalah hanya mengetahui kondisi Koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional maupun Tingkat Propinsi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya yang meliputi keterkaitan bisnis maupun aktivitas kelembagaan.

Aspek yang diukur dalam penelitian ini mencakup aspek keragaan yang terdiri dari keragaan kelembagaan dan keragaan usaha, dan aspek keterkaitan antar koperasi. Ada tujuh variabel-variabel yang termasuk dalam aspek keragaan kelembagaan, sedangkan keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya dapat dilihat dari sejauh mana Koperasi Sekunder melaksanakan fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggota. Fungsi-fungsi dimaksud dikelompokkan menjadi (1) Fungsi-fungsi kelembagaan, (2) Fungsi-fungsi usaha, dan (3) fungsi penunjang. Fungsi-fungsi tersebut merupakan hasil diskusi para pakar koperasi (focus group discussion / FGD).

Penelitian ini adalah penelitian survei dengan penarikan sampel berdasarkan metode

Purposive Sampling. Responden penelitian ini adalah pengurus Koperasi Sekunder dan

pengurus Koperasi Primer anggotanya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari Kementerian Koperasi dan UKM, BPS Tingkat Nasional dan Daerah, Dinas Koperasi Tingkat Propinsi dan Kabupaten, dan masing-masing koperasi. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisis keterkaitan

dipergunakan metode kuantitatf yaitu metode Chi-Square (uji

χ

2), dengan uji siginifikansi dengan hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (H1). H0 berarti tidak ada

keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. H1 berarti ada

keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggota. H0 diterima bila χ2! χ2 dan H0 ditolak atau terima H1 bila χ2 > χ2 α; dengan derajad bebas tertentu. Analisis

dilanjutkan dengan uji keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien kontingensi. Penelitian ini dilaksanakan pada 9 propinsi masing-masing : Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kajian tersebut antara lain :

• Berdasarkan data pada Kementerian Koperasi dan UKM dan DEKOPIN, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional masih beroperasi secara hukum. Sesuai hasil penelitian, dari jumlah tersebut terdapat 56.60 % (30 koperasi) tidak aktif lagi dan juga tidak memiliki asset khususnya kantor, tanah dan bangunan, selebihnya sebanyak 43.40 % (23 koperasi) masih aktif.

• Dari 23 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih aktif, diambil sampel sebanyak 39.13 % atau 9 koperasi. Dari jumlah sampel ini, sebanyak 55.55 % atau lima koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) setiap tahun dari tahun 2001 – 2005. Sedangkan empat koperasi lainnya hanya menyelenggarakan RAT sebanyak 2 tahun selama tahun 2001 – 2005.

(2)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

• Sesuai data BPS, populasi Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi pada 8 propinsi sampel kecuali DKI Jakarta, masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTB, dan Kalimantan Barat, sebanyak 351 koperasi. Dari populasi ini, 82.86 % (261 koperasi) masih aktif, dan 17.14 % tidak aktif. Dari koperasi aktif, terpilih 33 koperasi (12.64 %) sampel. Sebanyak 69.70 % (23 koperasi) sampel sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri, sisanya 30.30 % (10 koperasi) menempati gedung kantor berstatus pinjaman dan sewa.

• Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang tidak aktif dan juga anggotanya tidak aktif berjumlah 28 koperasi atau 52.83 % dari total populasi (53 koperasi).

• Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif tetapi tidak ada

keterkaitan diantara mereka sebanyak 33.33 % atau sebanyak 3 koperasi.

• Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya tidak aktif berjumlah 0 (nol) % dari koperasi sampel.

• Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 11.11 % atau satu koperasi sampel.

• Koperasi Sekunder Tingkat Nasional aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 55.56 % atau 5 koperasi.

• Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif dan ada keterkaitan diantara mereka namun keterkaitannya lemah sebanyak 100 % atau seluruh koperasi sampel (33 koperasi).

• Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi aktif dan anggotanya juga aktif, dan ada keterkaitan diantara mereka dan keterkaitan tersebut kuat, sebanyak 0 (nol) %.

(3)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

iii

!

!

!

!

"'"&

"'"&

"'"&

"'"&

7

7

7

7

(%)"%'"/

(%)"%'"/

(%)"%'"/

(%)"%'"/&

Dalam rangka perwujudan koperasi berkualitas sebagaimana dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009, maka diperlukan

upaya peningkatan pembinaan dan pengembangan koperasi, baik koperasi primer maupun

koperasi sekunder. Selama ini keberadaan koperasi sekunder baik tingkat nasional maupun

tingkat propinsi masih belum banyak terungkap dan untuk itulah terpanggil untuk

melakukan kajian tentang eksistensi koperasi sekunder dan keterkaitannya dengan

anggota. Kajian yang bersifat eksploratif ini dilakukan oleh tim peneliti : Togap Tambunan,

SE, MSi, Dr. Burhanuddin R., MA, Ir. Adolf B. Heatubun, MSi, dengan narasumber :

Dr.Johnny W. Situmorang dan Rudi Faisal, SH.

Tim tersebut beserta staf Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi melakukan

beberapa tahapan kegiatan pendahuluan secara intensif antara lain : penyusunan

proposal dan pembahasan TOR serta pembuatan kuisioner, setelah itu kegiatan penelitian

dilanjutkan oleh tim dengan survei dan pengambilan data, pengolahan dan analisis data

serta penulisan laporan. Hasil penelitian ini telah diseminarkan di Deputi Bidang

Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, yang dihadiri

para pejabat dari unit-unit eselon satu Kementerian Negara Koperasi dan UKM serta

instansi terkait.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim

Peneliti dan seluruh pihak yang turut mendukung terselenggaranya penelitian dan

penyusunan laporan akhir penelitian ini.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Desember 2006

Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi

(4)

8

8

8

8

"9'"/&&

"9'"/&&

"9'"/&&

"9'"/&&

::::

,$

,$

,$

,$&&&&

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 2

1.2. Dimensi Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Kajian ... 3

1.4. Ruang Lingkup ... 3

II. KERANGKA PEMIKIRAN ... 4

III. METODE KAJIAN ... 7

3.1. Obyek Penelitian ... 7

3.2. Prosedur Penelitian ... 7

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7

3.4. Metode Penarikan Sampel ... 7

3.5. Metode Analisis Data ... 8

3.5.1. Analisis Deskriptif/Kualitatif ... 8

3.5.2. Analisis Keterkaitan ... 9

3.5.2.1. Uji Chi Square (Uji χ2) ... 10

3.5.2.2. Uji Signifikansi ... 11

3.5.2.3. Koefisien Kontingensi (C) ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1. Deskripsi Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggota ... 13

4.1.1. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Aktif dan Tidak Aktif ... 20

4.1.2. Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ... 4.1.3. Koperasi Primer Anggota ... 22

4.2. Analisis Keragaan Koperasi Sampel ... 24

4.2.1. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) ... 25

4.2.2. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ... 43

4.2.3. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer ... 70

4.3. Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Koperasi Anggotanya ... 82

4.3.1. Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional dengan Anggotanya ... 83

4.3.2. Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya ... 87

4.3.2.1. Analisis Menurut Keseluruhan Fungsi ... 87

(5)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

iv

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 101

5.1. Kesimpulan ... 101

5.1.1. Keragaan Koperasi ... 101

5.1.2. Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya .. 104

5.2. Rekomendasi ... 105

5.2.1. Umum ... 105

5.2.2. Khusus ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(6)

8

8

8

8

"9'"/&&

"9'"/&&

"9'"/&&

"9'"/&&

:

:

:

:

";(5&&

";(5&&

";(5&&

";(5&&&&&&

Halaman

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian ... 8

Tabel 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang terdaftar pada Kementerian

Koperasi & UKM dan DEKOPIN ... 14

Tabel 3. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi)

yang Masih Aktif ... 17

Tabel 4. Umur dan Pelaksanaan RAT Masing-masing Koperasi

Sekunder Tingkat Nasional ... 18

Tabel 5. Rata-rata Pertumbuhan Modal, Simpanan Anggota, dan Volume Usaha Induk Koperasi Selama Tahun 2001 –

2005 ... 19

Tabel 6. Jumlah Anggota Masing-masing Koperasi Induk, Pusat,

dan Primer Anggota Tahun 2005 ... 21

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal

Luar dan SHU Koperesi Sekunder Tingkat Propinsi ... 22

Tabel 8. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal

Luar dan SHU Koperesi Primer Anggota ... 23

Tabel 9. Jumlah dan Jenis Usaha Masing-masing Koperasi

Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) ... 27

Tabel 10. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi secara

Umum ... 69

Tabel 11. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi

Primer Anggota PUSKUD ... 72

Tabel 12. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi

Primer Anggota GKSI Jateng ... 73

Tabel 13. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi

Primer Anggota PUSKOPDIT ... 74

Tabel 14. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PUSKUD MINA ... 75

Tabel 15. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi

Primer Anggota PKP – RI ... 76

Tabel 16. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PUSKOPPAS ... 77

Tabel 17. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PUSKOPPONTREN ... 78

Tabel 18. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

(7)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

v Tabel 19. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PUSKOPWAN ... 80

Tabel 20. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PUSKOPPOLDA ... 81

Tabel 21. Perkembangan Aspek-aspek Keragaan Koperasi Primer

Anggota PKSU ... 82

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi)

dengan Anggotanya ... 86

Tabel 23. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan

Koperasi Sekunder dengan Anggotanya ... 87

Tabel 24. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi

Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Keseluruhan Fungsi ... 88

Tabel 25. Fungsi-fungsi yang Paling Dominan Dilaksanakan Koperasi

Sekunder ... 91

Tabel 26. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Masing-masing

(8)

8

8

8

8

"9'"/&

"9'"/&

"9'"/&

"9'"/&

:

:

:

:

"6;"/

"6;"/

"6;"/

"6;"/&&&&

&

Gambar 1. Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan

Koperasi Primer Usaha Perikanan ... 5

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha dan Kelembagaan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya .... 6

Gambar 3. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi)... 26

Gambar 4. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha IKSP ... 29

Gambar 5. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPANG ... 30

Gambar 6. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha KJAN ... 32

Gambar 7. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPPAS ... 34

Gambar 8. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOWAN ... 36

Gambar 9. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPTI... 38

Gambar 10. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKUD ... 39

Gambar 11. Perkembangan Kelembagaan danUsaha IKPI ... 41

Gambar 12. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI ... 42

Gambar 13. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ... 44

Gambar 14. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD ... 47

Gambar 15. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha GKSI Jateng ... 49

Gambar 16. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPDIT ... 51

Gambar 17. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKUD MINA ... 53

Gambar 18. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKP-RI ... 56

Gambar 19. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPAS ... 57

Gambar 20. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPPONTREN 58 Gambar 21. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKSP ... 59

Gambar 22. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOPWAN ... 61

(9)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

vii

Gambar 24. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PUSKOP VETERAN 66

Gambar 25. Perkembangan Kelembagaan dan Usaha PKSU ... 68

Gambar 26. Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Primer Anggota

Sampel dari Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi ... 71

Gambar 27. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Semua Fungsi Keterkaitan

oleh Masing-masing Induk Koperasi dengan Anggotanya ... 85

Gambar 28. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi

Keterkaitan oleh Induk Koperasi dengan Anggotanya ... 86

Gambar 29. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi

Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder Anggotanya ... 89

Gambar 30. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi

Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder Anggotanya ... 90

Gambar 31. Trend Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi

(10)

8

8

8

8

"9'"/&

"9'"/&

"9'"/&

"9'"/&

:

:

:

:

"6.$/"%&

"6.$/"%&&&&&

"6.$/"%&

"6.$/"%&

&

Lampiran 1. Nama-nama Seluruh Koperasi Sampel ... 108

Lampiran 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional

(Induk Koperasi) yang Tidak aktif ... 110

(11)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

1

8

8

8

8

"9&&:;&&&

"9&&:;&&&

"9&&:;&&&

"9&&:;&&&

7

7

7

7

(%2"<151"%

(%2"<151"%

(%2"<151"%

(%2"<151"%&&&&

1.1. Latar Belakang

Bentuk Koperasi Sekunder, secara normatif telah diatur dalam Undang-undang

Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 Undang-undang tersebut

menyebutkan, Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan

koperasi. Secara lebih rinci dijelaskan pada bagian Penjelasan Pasal 15 bahwa ”Koperasi Sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi.” Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis

atau tingkatan. Pendirian Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal

dengan sebutan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk. Selanjutnya, dalam Pasal 6 ayat

(2) diatur tentang syarat pembentukan Koperasi Sekunder, yakni Koperasi Sekunder

dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi.

Berdasarkan definisi dan syarat pembentukan tersebut, secara formal Koperasi

Sekunder yang telah ada memiliki hierarki organisasi vertikal yang berbeda-beda antara

Koperasi Sekunder yang satu dengan yang lainnya. Sebagian Koperasi Sekunder

merupakan bentuk integrasi vertikal dengan tiga hierarki (Koperasi Primer, Pusat Koperasi

dan Induk Koperasi), dan sebagian lainnya dengan dua hierarki (Koperasi Primer dan Pusat

atau Gabungan Koperasi). Koperasi-koperasi Sekunder ini terdiri atas sekumpulan

Koperasi Primer dari beragam jenis. Beberapa diantaranya dikenal dengan sebutan

INKOPOL, INKOPAR, IKPRI, IKOPDIT, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT,

PUSKOPTI, PUSKOPKAR, PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat sebanyak 156

buah Koperasi Sekunder di tingkat nasional (Jakarta) yang terdiri dari 63 buah Koperasi

Sekunder dalam bentuk Induk, 7 buah berbentuk Gabungan, dan 142 buah lainnya dalam

bentuk Pusat (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk Koperasi

Sekunder yang tersebar di setiap propinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Secara konseptual, Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan

koperasi yang terintegrasi dengan beberapa fungsi dan peran umum koperasi. Fungsi dan

peran umum tersebut yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992

adalah : (1) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan

ekonomi dan sosialnya, dan (2) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar

kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

Berdasarkan fungsi dan peran tersebut maka kehadiran sebuah koperasi akan

(12)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

Sekunder akan menyertakan beberapa anggota koperasi baik Koperasi Primer ataupun

Koperasi Sekunder. Pada sisi kelembagaan, akan tercipta suatu struktur kelembagaan

yang bermanfaat bagi para koperasi anggotanya dan bagi pihak-pihak lain untuk

memperoleh akses ke dalam usaha bisnis. Pada sisi produksi dan penciptaan kapasitas

produksi nasional, kehadiran Koperasi Sekunder dan kelembagaannya akan turut

berkontribusi meningkatkan produksi dan kapasitas produksi usaha koperasi anggotanya.

Hal ini kemudian akan berkontribusi pada peningkatan kapasitas produksi nasional.

Manfaat lain adalah terbuka akses para anggota dan masyarakat luas pada informasi,

teknologi bisnis, peningkatan keterampilan, akses kepada pasar baik di dalam negeri

maupun di luar negeri, peningkatan modal dan peningkatan pendapatan anggota koperasi.

Semua manfaat tersebut diharapkan dapat disumbangkan oleh kehadiran Koperasi

Sekunder.

Secara normatif, fungsi sebuah Koperasi Sekunder yakni untuk membangun dan

mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi koperasi anggotanya adalah fungsi

yang penting. Undang-undang Perkoperasian yang telah disebutkan secara eksplisit

menyatakan bahwa Koperasi Sekunder adalah sebuah bentuk kelembagaan koperasi yang

kuat dan terintegrasi. Kelembagaan koperasi tersebut diharapkan mampu untuk

menjalankan fungsinya yakni membangun dan mengembangkan potensi ekonomi koperasi

anggotanya. Dalam tataran praktis, Koperasi-koperasi Sekunder diharapkan mampu

membentuk jaringan usaha dengan Koperasi-koperasi Primer dan mengembangkan

kerjasama yang saling menguntungkan. Bagaimana sesungguhnya jaringan usaha yang

terbentuk dan kerjasama yang dibangun ? Informasi dan data-data mengenai hal ini masih

sangat terbatas.

1.2. Dimensi Permasalahan

Sesuai landasan hukumnya, koperasi telah dianggap sebagai sebuah gerakan

ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkan

masyarakat yang maju, adil dan makmur. Koperasi perlu membangun dirinya dan dibangun

menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip-prinsip dan jati diri koperasi sehingga mampu

berperan sebagai sokuguru perekonomian nasional. Landasan hukum ini telah menjadikan

koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Oleh karena itu, sebagai pilar ekonomi,

pengembangan koperasi baik pada waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang

adalah hal yang mutlak dan masih diperlukan.

Fungsi Koperasi Sekunder secara spesifik menurut Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 adalah (1) berfungsi sebagai jaringan untuk menciptakan skala ekonomis dan

posisi tawar, dan (2) berfungsi sebagai ”subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan

(13)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

3 mematikan. Juga menurut Undang-undang tersebut, Koperasi Sekunder didirikan oleh dan

beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder berdasarkan kesamaan

kepentingan dan tujuan efisiensi.” Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis

maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Koperasi Sekunder dibentuk oleh

sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi”. Undang-undang tersebut memberikan peluang

kepada gerakan koperasi untuk mendirikan koperasi pada berbagai tingkatan sesuai

kebutuhannya. Hal ini kemudian menyebabkan terbentuknya banyak Koperasi Primer dan

Koperasi Sekunder.

Selama ini Koperasi-koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk dan

Gabungan) maupun Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan) terus terbentuk dan

bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun sejauhmana eksistensi dan keterkaitan

antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya hingga sekarang belum

diketahui pasti. Juga belum ketahui sejauhmana Koperasi Sekunder menjalankan

fungsi-fungsinya kepada Koperasi Primer anggotanya dan sebaliknya Koperasi Primer

menjalankan kewajibannya kepada Koperasi Sekunder. Secara spesifik, permasalahan

dalam penelitian ini adalah hanya mengetahui kondisi Koperasi Sekunder baik Tingkat

Nasional maupun Tingkat Propinsi dan bagaimana hubungan atau keterkaitan antara

Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya yang meliputi keterkaitan bisnis maupun

aktivitas kelembagaan.

1.3. Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah :

1. Mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya.

2. Mengetahui keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi

anggotanya.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain :

1. Identifikasi eksistensi Koperasi Sekunder Tingkat Nasional, Koperasi

Sekunder Tingkat Propinsi, dan Koperasi Primer anggota yang mencakup

kelembagaan dan usaha.

2. Analisis hubungan keterkaitan antara Koperasi Sekunder Tingkat Nasional

dengan Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi, Koperasi Sekunder Tingkat

(14)

"

9

&&&

::

"9&&&::

"9&&&::

"9&&&::;&&&&

;&&&&

;&&&&

;&&&&

!

!

!

!

(/"%)+"&&

(/"%)+"&&

(/"%)+"&&

(/"%)+"&&

7

7

7

7

(6$+$/"%

(6$+$/"%

(6$+$/"%

(6$+$/"%&&&&

Beberapa landasan penting yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 25

Tahun 1992 menyatakan bahwa (a) koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju,

adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata

perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; dan (b) koperasi perlu membangun dirinya untuk

menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai

sokoguru perekonomian nasional. Landasan ini memberikan kedudukan yang kuat bagi

Koperasi Indonesia sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional.

Untuk mewujudkan kedudukan sentral koperasi tersebut adalah dengan

melaksanakan fungsi secara nyata sebagai satu-satunya kunci bagi kesuksesan koperasi di

dalam perekonomian nasional. Salah satu fungsi dan peran penting koperasi di dalam

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah membangun dan mengembangkan potensi

dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk

meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Fungsi dan peran tersebut

memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara potensi dan kemampuan ekonomi yang

dimiliki para anggotanya yang perlu dikembangkan dengan potensi dan kemampuan yang

dimiliki koperasi yang mewadahi mereka. Keterkaitan tersebut diharapkan dapat terjalin

diantara Koperasi-koperasi Sekunder dan Koperasi-koperasi Primer sebagai anggotanya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa Koperasi Sekunder

memiliki bentuk koperasi yang khas. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Perkoperasian, Koperasi Sekunder tidak berbasis kepada orang (member based) melainkan pembentukannya didasarkan atas adanya kesamaan kebutuhan organisasi,

yakni Koperasi Sekunder dibentuk oleh badan hukum Koperasi Primer. Berdasarkan basis

pembentukannya, maka Koperasi Sekunder memiliki tiga azas yaitu : (1) efisiensi, (2)

mutual (saling melengkapi), dan (3) kebersamaan. Koperasi Sekunder memiliki dua fungsi

yaitu sebagai suatu jaringan dan sebagai subsidiaritas. Sebagai jaringan, Koperasi

Sekunder diharapkan mampu menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar bagi dirinya

sendiri dan bagi Koperasi Primer anggotanya. Sedangkan fungsi subsidiaritas memiliki arti

bisnis yang dilakukan anggotanya (Koperasi Primer) tidak dijalankan di tingkat Koperasi

Sekunder, sehingga tidak saling mematikan.

Secara garis besar, gambar berikut menyajikan sebuah contoh jaringan dan

(15)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

5 Gambar 1. Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Usaha Perikanan

Gambar di atas memperlihatkan keterkaitan antar kelembagaan Koperasi

Sekunder – Primer dan keterkaitan di dalam usaha-usaha yang saling mendukung

(backward and forward linkages). Dari keterkaitan sesuai jaringan yang ada, masing-masing pihak menerima manfaat yang dapat mendorong peningkatan dan pengembangan

usaha secara lebih baik. Para anggota (Koperasi Primer) mendapat manfaat peningkatan

keuntungan secara finansial, peningkatan produksi dari usaha-usaha yang dijalankan,

adanya jaminan pasar bagi produknya, akses modal, teknologi dan manajemen yang lebih

modern. Koperasi-koperasi sekunder mendapat manfaat sebagai pasar dan menerima

input dari Koperasi Primer, dan berpeluang mengembangkan bisnis yang lebih tinggi

tingkatannya sehingga dapat bersaing dengan bisnis non-koperasi. Selain itu manfaat

umum baik bagi Koperasi Sekunder maupun Koperasi Primer adalah tercipta efisiensi

usaha dan jaringan usaha yang kuat diantara mereka. Dengan demikian apabila Koperasi

Primer berkembang maka Koperasi Sekunder juga akan dapat berkembang atau jika

Koperasi Sekunder bertumbuh maka Koperasi anggotanya juga bertumbuh.

Dalam rangka mewujudkan peran umum koperasi sebagai pilar ekonomi nasional,

fungsi-fungsi Koperasi Sekunder sesuai landasan hukumnya mutlak perlu dilaksanakan.

Koperasi-koperasi Sekunder yang memiliki kapasitas menjalankan fungsinya dengan baik

dewasa ini masih sangat diperlukan guna mengembangkan dan memajukan perkoperasian

di tanah air, dan secara khusus meningkatkan usaha dan memperkuat kelembagaan KOPERASI

PRIMER

PUSAT

INDUK

Aktivitas :

• Pabrik jaring • Pabrik pengalengan • Ekspor.

Aktivitas :

• Pabrik es

• Pemasaran antar daerah • Pengadaan BBM • Kebutuhan penolong.

Aktivitas :

• Penangkapan • Pabrik es

• Pengolahan • Produksi

garam

• Pelelangan

(16)

koperasi primer. Koperasi-koperasi Sekunder dan Primer akan makin berkembang dan

dapat bersaing secara kompetitif dengan bisnis swasta jika keterkaitan mereka terbangun

dengan baik.

Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut dan arah pengembangan Koperasi Sekunder

ke depan, maka sangat diperlukan adanya informasi yang akurat tentang eksistensi

Koperasi Sekunder saat ini dan fungsi-fungsinya yang sedang dijalankan. Informasi ini

begitu berharga untuk tujuan pengembangan perkoperasian ke depan dan peningkatan

kinerja bisnis koperasi. Juga informasi tersebut berguna bagi penetapan program

pembinaan dan kebijakan peningkatan usaha dan kelembagaan koperasi ke depan.

Gambar 2 berikut menyajikan skema kerangka berpikir yang digunakan dalam

kajian ini.

Keterangan :

= Arah pembentukan koperasi

= Arah pelaksanaan fungsi dan kewajiban yang menunjukkan integrasi antar koperasi F1 = Pelaksanaan fungsi oleh Koperasi sekunder kepada koperasi primer

F2 = Pelaksanaan kewajiban oleh koperasi primer kepada koperasi sekunder

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha dan Kelembagaan antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya.

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

KOPERASI SEBAGAI PILAR PEREKONOMIAN INDONESIA

OUTPUT:

• Keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya, • Keterkaitan antar Koperasi Sekunder dengan Koperasi

anggotanya.

KOPERASI

PRIMER

KOPERASI

PRIMER

KOPERASI

PRIMER

KOPERASI

PRIMER

KOPERASI

PRIMER

KOPERASI SEKUNDER

F1

F2

(17)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

7

8

8

8

8

"9&&&:::

"9&&&:::

"9&&&:::;&&&&

"9&&&:::

;&&&&

;&&&&

;&&&&

<

<

<

<

('-2(&&

('-2(&&

('-2(&&

('-2(&&

!

!

!

!

"#$"%

"#$"%

"#$"%

"#$"%&&&&

Berdasarkan bentuk permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian, kajian ini

dapat digolongkan sebagai kajian eksploratif dan kajian evaluatif. Metode survei adalah

suatu metode yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat

penelitian dilakukan sehingga dapat diketahui kondisi variabel dalam suatu situasi tertentu

(Babie, 1973). Pengetahuan atas kondisi peubah yang telah ditentukan tersebut akan

bermanfaat untuk menjelaskan eksistensi suatu peubah atau keadaan, menjelaskan

hubungan timbal-balik antar peubah, menetapkan perubahan-perubahan keputusan ke

depan, membandingkannya dengan kondisi lain atau sebelumnya, dan untuk menilai

efektifitas suatu kebijakan atau program, disamping untuk menguji suatu hipotesis (Ary,

1979). Sifat kajian ini ditujukan untuk menelaah perkembangan keragaan dan kinerja antara

Koperasi Sekunder dan koperasi anggotanya.

3.1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini mencakup : (1) Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk

Koperasi), (2) Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi (Pusat dan Gabungan), dan (3) Koperasi

Primer Anggota.

3.2. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, data sekunder dari instansi berwenang seperti Deputi Kelembagaan Kementerian KUKM dan

Dekopin Pusat serta Dinas yang menangani pembinaan koperasi di Tingkat Propinsi,

Kabupaten/Kota. Kedua, dilanjutkan observasi lapangan untuk memperoleh data primer Koperasi Sekunder Nasional, Koperasi Sekunder Propinsi dan Koperasi Primer anggota.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 9 propinsi yang memiliki Koperasi Sekunder

masing-masing : Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Nusa Tenggara

Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.

Penelitian berlangsung selama tujuh bulan dari bulan Maret hingga September 2006.

3.4. Metode Penarikan Sampel

(18)

berdasarkan data yang tersedia (23 koperasi). Secara kuantitatif, untuk menguji keterkaitan

dengan koperasi anggotanya maka terpilih 9 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk

Koperasi) atau sebanyak 39.13 % dari populasi sebagai sampel. Sampel Koperasi

Sekunder Tingkat Propinsi dan Koperasi Primer anggota dipilih berdasarkan informasi dari

Dinas Koperasi propinsi setempat. Koperasi Sekunder dimaksud adalah yang masih aktif

dan memiliki keterkaitan dengan koperasi anggotanya. Pada Tabel 1, disajikan jumlah

sampel terpilih dari Koperasi Sekunder baik Tingkat Nasional (Induk Koperasi) maupun

Tingkat Propinsi dan Koperasi Primer anggota. Nama-nama koperasi sampel terlampir

pada Lampiran 1.

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian

No. Propinsi Jumlah Koperasi Sampel

Induk Sekunder Tk. Prop Primer Anggota

1 DKI Jakarta 9 - -

2 Jawa Timur - 4 12

3 Jawa Tengah - 3 8

4 Sumatera Barat - 4 15

5 NTT - 5 21

6 Sulawesi Selatan - 7 21

7 Sumatera Utara - 4 11

8 NTB - 4 13

9 Kalimantan Barat - 2 6

J u m l a h 9 33 107

Responden penelitian ini adalah pengurus Koperasi Sekunder dan pengurus

Koperasi Primer anggotanya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan

menggunakan Daftar Pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data

sekunder dikumpulkan dari Kementerian Koperasi dan UKM, BPS Tingkat Nasional dan

Daerah, Dinas Koperasi Tingkat Propinsi dan Kabupaten, dan masing-masing koperasi.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Deskriptif / Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjelaskan

keragaan Koperasi Sekunder dan Koperasi anggotanya. Penelitian ini dapat juga

(19)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

9 Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer anggotanya secara keseluruhan (sesuai tujuan

pertama), analisis difokuskan pada 2 (dua) aspek, yaitu pertama aspek kelembagaan dan

kedua aspek usaha. Variabel-variabel yang termasuk dalam keragaan kelembagaan

mencakup : (1) nomor dan tanggal badan hukum koperasi, (2) keanggotaan (jumlah

anggota), (3) perangkat organisasi (jumlah pengurus, pengawas & karyawan), (4) unit

usaha (jumlah & jenisnya), (5) asset fisik (jumlah & nilainya), (6) pelaksanaan RAT, dan

(7) pelatihan yang dilaksanakan (untuk pengawas, pengurus, karyawan dan anggota).

Sedangkan variabel-variabel yang termasuk keragaan usaha mencakup : (1) volume

usaha, (2) SHU, (3) modal koperasi (modal sendiri & modal luar), (4) transaksi usaha

(dengan anggota dan non anggota), (5) sumber bahan baku, (6) akses pasar, dan (7) biaya

produksi. Data-data dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan positioning. Pendiskripsian keragaan koperasi dapat ditampilkan dalam bentuk diagram dan tabulasi.

3.5.2. Analisis Keterkaitan

Peran Koperasi Sekunder dalam menunjang aktivitas koperasi anggotanya (tujuan

kedua) dapat dilihat dari keterkaitan diantara keduanya. Keterkaitan tersebut dapat dilihat

dari sejauh mana Koperasi Sekunder melaksanakan fungsi-fungsinya kepada Koperasi

Primer anggota yang dibinanya. Penelusuran mengenai keterkaitan antara Koperasi

Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya atau sebaliknya dilakukan melalui berbagai

fungsi yang dianggap selayaknya diterapkan oleh koperasi-koperasi tersebut. Fungsi-fungsi

ini dihimpun dari hasil diskusi beberapa kali dengan para pakar koperasi (focus group

discussion/FGD). Penetapan fungsi-fungsi tersebut berpedoman pada petunjuk

pemeringkatan koperasi berkualitas dan koperasi berprestasi pada Kementerian Koperasi

dan UKM. Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan menjadi (1) fungsi kelembagaan, (2)

fungsi usaha, dan (3) fungsi penunjang. Definisi fungsi adalah :

A. Kelembagaan

FA1 : memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan

FA2 : memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan)

FA3 : ikut menyusun rencana kerja dan RAPB

FA4 : memberikan pelatihan manajerial koperasi

FA5 : menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi

FA6 : memberikan pelatihan organisasi koperasi

FA7 : memberikan pelatihan keanggotaan koperasi

FA8 : mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya)

FA9 : membangun kerjasama antara koperasi anggota

FA10 : mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga

(20)

FA12 : menghadiri RAT Koperasi Sekunder

FA13 : membagikan SHU kepada anggota

FA14 : memenuhi kewajiban (simpanan pokok, wajib, dll).

B. Usaha

FB1 : membantu penyusunan business plan (rencana kerja) FB2 : membantu dan membangun jaringan pemasaran

FB3 : membantu pengolahan/proses produksi

FB4 : membantu permodalan/pembiayaan produksi

FB5 : membantu promosi

FB6 : mengadakan temu usaha.

C. Penunjang

FC1 : membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll)

FC2 : membantu manajemen

FC3 : membantu sistem informas

FC4 : membantu penyebaran informasi

FC5 : membantu image (citra) koperasi.

Fungsi FA1, FA2, FA4 sampai FA11, FA13; FB1 sampai FB6 dan FC1 sampai FC5

dilaksanakan oleh Koperasi Sekunder kepada Koperasi Primer anggota, sedangkan

fungsi F3, F12 dan F13 dilaksanakan oleh Koperasi Primer anggota kepada

Koperasi Sekunder.

3.5.2.1. Uji Chi Square (Uji

χ

2)

Keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi anggotanya dianalisis

dengan metode Chi-Square (uji

χ

2) dengan rumus sebagai berikut :

!

!

!

! !

!

!

!

=

=

=

=

h h

f

f

f

0 2

2

(

)

χ

χ

χ

χ

... (1)

keterangan :

2

χ

= Chi – Square

fo = Frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi)

(21)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

11

Chi-Square (

χ

2) merupakan teknik statistik yang memungkinkan peneliti menilai probabilitas memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata dengan frekuensi yang

diharapkan dalam kategori-kategori tertentu. Uji Chi-Square adalah uji independensi, dimana suatu variabel tidak dipengaruhi atau tidak ada hubungan dengan variabel lain.

Untuk mendapatkan nilai Chi-Square, ditempuh beberapa langkah yakni (1) data frekuensi ditabulasi, (2) dihitung frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), dan (3)

menghitung nilai Uji Chi-Square berdasarkan rumus (1). Untuk menghitung nilai dari frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), digunakan rumus pada persamaan (2).

Total

baris

f

kolom

f

f

e

=

!

!

)

(

)

(

... (2)

dimana :

fe = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Σ f kolom = Jumlah frekuensi kolom

Σ f baris = Jumlah frekuensi baris

Total = Jumlah baris dan kolom (keduanya harus sama).

3.5.2.2. Uji Signifikansi

Uji siginifkansi digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah ada hubungan yang

signifikan ataukah tidak antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini,

uji signifikansi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara

Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya melalui fungsi-fungsi yang mereka

lakukan. Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis

tandingan/alternatif (H1). H0 berarti tidak ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan

Koperasi Primer anggota. H1 berarti ada keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan

Koperasi Primer anggota.

Secara statistik dinyatakan bahwa :

H0 diterima bila : χχχχ2! χχχχ2 αααα; dengan derajad bebas

tertentu

H0 ditolak atau terima H1 bila : χχχχ2 > χχχχ2 αααα; dengan derajad bebas

tertentu.

Terima H0 memiliki arti tidak ada keterkaitan yang signifikan antara Koperasi Sekunder

dengan Koperasi Primer anggotanya. Sebaliknya H0 ditolak atau terima H1 berarti ada

keterkaitan yang signifikan antara kedua variabel. Nilai χ2 diperoleh dari hasil perhitungan

(22)

adalah nilai chi square statistik yang dapat dilihat pada tabel chi square standar. Derajad bebas (d.b) diperoleh dengan rumus :

(Jumlah baris – 1) dikalikan (jumlah kolom – 1)

Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah α = 0.01 yang

memiliki arti kita percaya bahwa 99 % hasil uji yang kita peroleh adalah sangat akurat.

Yakni jika sesuai hasil uji kita terima H1 maka berarti sebesar 99 % kita percaya bahwa

terdapat hubungan yang sangat kuat antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer

anggotanya.

3.5.2.3. Koefisien Kontingensi (C)

Koefisien Kontingensi digunakan untuk mengukur derajat hubungan, asosiasi,

atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam Tabel Kontingensi. Derajat hubungan

disini menunjukkan ada korelasi atau tidak antara kolom dan baris Tabel Kontingensi, dan

apakah hubungan tersebut kuat atau tidak kuat. Rumus koefisien kontingensi adalah :

n

C

+

=

2

2

χ

χ

... (3)

dimana :

C = Koefisien kontingensi

2

χ

= Nilai chi- square n = Besar sampel.

Nilai koefisien kontingensi (C) berkisar antara nol hingga satu. Jika C = 0 maka

tidak terdapat keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer anggotanya.

Jika C = 1 maka terdapat keterkaitan yang sangat kuat diantara keduanya, dan jika C > 0.5

maka terdapat keterkaitan antara keduanya dan keterkaitan tersebut dikatakan cukup kuat.

Sedangan jika C < 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya namun keterkaitan

(23)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

13

8

8

8

8

"9&&&:;<&&&&

"9&&&:;<&&&&

"9&&&:;<&&&&

"9&&&:;<&&&&

=

=

=

=

",$5&&2

",$5&&2"%&&

",$5&&2

",$5&&2

"%&&

"%&&

"%&&

7

7

7

7

(69">","%

(69">","%

(69">","%

(69">","%&&&&

Analisis dan pembahasan yang tertuang dalam laporan ini diarahkan untuk

menjawab kedua tujuan penelitian, yakni (1) mengetahui keragaan Koperasi Sekunder dan

koperasi anggotanya, dan (2) mengetahui peran Koperasi Sekunder dalam menunjang

aktivitas Koperasi anggotanya. Analisis dan pembahasan bersumber dari data yang

mewakili 3 kelompok koperasi sampel. Masing-masing kelompok koperasi tersebut adalah

(1) Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) sebanyak 9 koperasi, (2)

Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi yang terdiri dari 12 jenis koperasi sebanyak 33

koperasi, dan Koperasi Primer anggota dari semua Koperasi Sekunder sebanyak 107

koperasi.

4.1. Deskripsi Keberadaan Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer

Anggota

Pada masa Orde Baru banyak berita tentang keberhasilan koperasi. Koperasi

berkembang secara melembaga di dalam setiap tingkatan ekonomi masyarakat. Koperasi

tumbuh dimana-mana dan berhasil menyentuh secara luas banyak kepentingan

masyarakat kecil. Akan tetap kini jaman berubah, tidak lagi terdengar keberhasilan

spektakuler koperasi. Banyak berita muncul tentang kegagalan koperasi. Banyak koperasi

merugi dan ditinggalkan para anggotanya, bahkan sering muncul pertanyaan apakah

masyarakat masih berminat untuk berkoperasi? Fenomena ini mungkin tidak

menggembirakan tetapi itulah kenyataannya.

4.1.1. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Aktif

dan Tidak Aktif

Berdasarkan data yang ada pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan

DEKOPIN tahun 2006, terdapat 53 Koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih

beroperasi secara hukum. Koperasi-koperasi tersebut memiliki alamat yang jelas dengan

kontak person yang dapat dihubungi. Data pada Tabel 2 menyajikan nama-nama dan

(24)

Tabel 2. Nama-nama Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Terdaftar pada Kementerian Koperasi dan UKM dan DEKOPIN.

No

Induk Koperasi / Kop. Sek. Tk. Nasional

A l a m a t Kontak

Person Telepon

1 GKBI Wisma GKBI, Jl.Jend.Sudirman Lt.6, Jakatra H.SH.Johnson 5713434 2 INKOPAL

Jl. Boulevard Barat, Kelapa Gading

Jakarta Ibnu Amin 4516847

3 INKUD

Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Jakarta

Selatan Herman YL Wutun 79191740

4 INKOVERI Jl. Gajah Mada No.13 Lt.3/B-C, Jakarta H. Soetjipto 5731428 5 IKKI Jl. Bungur Besar No. 54, Jakarta Pusat Nisjwan Amin 42870755 6 INKOPPOL Jl. Tambar No. 2, Jakarta Pusat Broto Tanoyo

31931330/ 4233 7 INKOPABRI Jl. Kebon Sirih No. 61 Jakarta Pusat Bahari 3141506 8 PUSKOPELRA

Jl. Gunung Sahari Raya No. 84B

Jakarta M. Yahya 4240162/2519

9 AJINDO Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Jakarta Selatan M. Mardjito 7919740 10 KOPINDO

Jl. Lap. Roos No. 52, Tebet Jakarta

Pusat Agung Eko 8292755

11 INKOPAU

Komp. Triloka Blok A No.9B, Pancoran,

Jakarta Bangun Surartono 7990491

12 IKP – RI Jl. RP Soeroso No. 21, Gondangdia Lama Jakarta Koesmiyati W. 3100448 13 INKOPAD Jl. Letjen. S.Parman Kav.97, Jakarta Barat Prio Sadewo 5658514 14 GKSI Jl. Prof.Dr.Soepomo No. 178 Jakarta Yoyok Sunaryo 8301607 15 IKPI Jl. Ir. H.Juanda No. 2 Jakarta Pusat Wibisono Wiyono 3451118 16 INKOPTAMA Jl. Pinang No. 89 Pondok Labu Soewardi Soepardi 7691988 17 KOPENAS

Komp. Kalibata Indah, Jl.Manggis/Blok

C No.3 B.Yahya Suryanagara 8292755

18 KJAN Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta Selatan Herman/Iyan 7261563 19 INKOPKAR Jl. Tebet Barat Dalam Raya No. 15 Jakarta Andang Koesbandrio 8353631 20

Puskop Mabes

TNI Jl. Raya Bogor No. 1 Jakarta Supandi 8096084

21 INKOPPAS Jl. Sultan Agung Ruko No. 7 Jakarta Wirman Shahab 83703044 22 INKOPWAN

Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta

Selatan Endang Sutanto 7394961

(25)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

15 No

Induk Koperasi / Kop. Sek. Tk. Nasional

A l a m a t Kontak

Person Telepon

25 INKOPONTREN

Ratu Plaza Office Tower Lt.8,

Jl.Jend.Sudirman, Jkt Ai Al-Hasbi 7235511/33

26 INKOWAPI Jl. Kramat Raya No. 16 AD Jakarta Iriantini 3920069 27 INKUKINDO

Jl. S.Parman Kav 80. Slipi, Jakarta

Barat Lukmansyah H. 818978494

28 IKSP Jl. MT. Haryono Kav 52-53 Jakarta H. Soepriyono 79191228 29 INKOPANG Jl. Kyai Mada, No.62 Jakarta Aip Syaraifudin 3158416/20 30 INKOJAM

Jl. Raya Cibinong Km 39 Cibinong

Bogor. Hj.Hartati Sukarto 8752049

31

INKOPSYAH-BMT

Ruko Pomad, Jl.Raya Ps.Minggu, Km

17/12A Soewondo 7916501

32 INKOPTAMI

Jl. Taman Wijaya Kusuma Km 94,

Jakarta Muchrim Karim 5201573

33 INKOPUSMA Jl. Sawo No. 1 Cipete, Jakarta Selatan Kusnaedi, SE 5762746 34 INKOPSIM Plaza DM Lt.9, Jl.Jend.Sudirman Kav.25 Jakarta H.A.Sidik Prawiranegara 5204609 35 INKOPSI

Jl. Iskandarsyah Raya No.7 Jakarta

Selatan Gito Yohannes/Ibu Tina 7396836

36 INKOPETRI

Jl. Bukit Dieng Blok P No.3 Malang

65146 H.Hernowo,SE,MBA (034)565338

37 KDI Komp. TNI AL Jl.P.Karya No. 4 Kodamar Jakut Kol.Y.W.Kussoy 8161906705 38 IKKU DMI

Jl. Taman Wijaya Kusuma Km 80,

Jakarta Mahyudin Nawawi 34832932

39 INKOPINKRA

Jl. Bandung Blok D No.248,

Komp.Duren Jaya Bekasi M.Bachrudin Wahid 8809186

40 INKOPDIT Jl. Gunung Sahari III/7 Jakarta Marliani 4214970 41 KBI Jl. H.Zen Sarmili Kav.3 No.83, Ciracas Jakarta Timur Hj.Ida Agus Sudono 8402007/5 42

KOPERASI

INSANI Jl. RP Soeroso No. 21, Jakarta Pusat Mamiet Maryono 52992891 43 IKSI Jl. Sri Dewi Maschun, Jambi H.S.Djono 5762746 44 IKJKI Jl. Masjid No.127 Duri Kelapa, Jakarta Dr.Ali Mahsun 56966670 45 INKOBARA Ged.Perum Pekaka Lt.5, Jl.Angkasa Blok 9 Jakarta HM Husni 6540363 46

INKOMAS BUMIPUTRA

Jl. Bakti I/I Blok S Keb.Baru Jakarta

Selatan Suparwanto 7222601

47 INKOPI Ged. Golden Centrum, Jl.Majapahit No.26 Blok UV Jkt Ir.Rudi J.Pesik 3501135/36 48 KOPNAS Jl. Malawai XII - XIII/1 Jakarta Ir.Adji Gutomo/LP3I 72787276 49 INKOP RTMM

Jl. Tegal Parang Selatan No. 99

Mampang Prapatan Irbar Masri 7949824

50 INKOPAN Jl. Bekasi Timur IV No.3A Jatinegara Jakarta Timur Lili Wahid 31908722 51 INKUKILINDO Jl. Pondok Gede No.21A, Jakarta Johanes Simangkut 81316074661 52

PUSAT

KOMEGORO Jl. Dewi Sartika No. 15 D-E 6 Jakarta Subagio Anam 8009650 53

IKPI

(Perdagangan) Jl. Dr. Sahardjo No. 123, Jakarta Selatan H.Sirajuddin Sewang 8350656/57

(26)

Meskipun secara legalitas ke-53 koperasi pada Tabel 2 masih aktif, namun secara

operasional tidaklah demikian. Sesuai hasil survei dari Asisten Deputi Urusan Penelitian

Koperasi, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006, hanya terdapat 25

Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang masih aktif. Sedangkan 33

koperasi lainnya tidak aktif lagi. Pada saat dilakukan survei ke alamat masing-masing

koperasi, sebagian koperasi tidak ditemukan lagi kantornya, dan sebagian lainnya masih

ada kantor tetapi tidak ada aktivitas apapun pada kantor tersebut. Ada kantor yang tidak

ditemukan satupun pengurus koperasi berada disitu atau yang sementara sedang bekerja.

Ada koperasi yang hanya tersisa papan namanya dan ada juga yang bangunan kantornya

sudah digunakan untuk kegiatan lain. Informasi yang diperoleh pada saat survei bahwa

sebagian koperasi telah pindah alamat. Setelah ditelusuri ke alamat tersebut ternyata tidak

ditemukan lagi kantor koperasi yang bersangkutan maupun kegiatan yang dilakukan.

Upaya lain dilakukan dengan menghubungi kontak person melalui telepon, namun tidak

ada jawaban. Koperasi Sekunder yang tidak ditemukan lagi kantor maupun pengurusnya

benar-benar tidak lagi aktif beroperasi secara rutin. Pada Tabel 3 disajikan nama-nama dan

alamat Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang masih aktif.

Beberapa kendala yang ditemukan pada saat pengumpulan data ialah

Koperasi-koperasi Sekunder Tingkat Nasional yang masih aktif tidak seluruhnya memberikan respon

positif saat didatangi untuk diwawancarai. Banyak diantara koperasi tersebut tidak bersedia

diwawancarai dan ada pula yang tidak memberikan data yang diperlukan. Alasan yang

diberikan antara lain tidak ada waktu ataupun banyak kesibukan-kesibukan lain. Koperasi

Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang dapat diwawancarai dan berhasil

mengembalikan kuisioner yang diberikan antara lain (1) Induk Koperasi Simpan Pinjam

(IKSP), (2) Induk Koperasi Jasa Angkutan (INKOPANG), (3) Koperasi Jasa Audit Nasional

(KJAN), (4) Induk Koperasi Pedagangan Pasar (INKOPPAS), (5) Induk Koperasi Wanita

(INKOWAN), (6) Induk Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (INKOPTI), (7) Induk

Koperasi Unit Desa (INKUD), (8) Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI), dan (9)

Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Data ke-9 Koperasi Sekunder Tingkat

Nasional (Induk Koperasi) inilah yang digunakan sebagai bahan analisis keragaan dan

(27)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

17 Tabel 3. Koperasi Sekunder Tingkat Nasional (Induk Koperasi) yang Masih Aktif.

No.

Induk Koperasi/Koperasi

Sekunder Tk. Nasional

A l a m a t

1 INKOPPOL Jl. Tambak No. 2, Jakarta Pusat

2 IKP – RI

Jl. RP Soeroso No. 21, Gondangdia Lama Jakarta 10330

3 INKOPAD Jl. Letjen S.Parman Kav.97, Jakarta Barat

4 INKOP RTMM

Jl. Tegal Parang Selatan No. 99 Mampang Prapatan, Jaksel

5 INKOPAN

Ged. PBNU Lt IV, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat

6 INKOPONTREN Jl. Simpruk Golf IV / 104 Jakarta 12220 7 INKOPANG Jl. Kyai Maja, No.65 Blok IA, Jakarta Selatan

8 INKOPSYAH-BMT

Ruko Pomad, Jl.Raya Ps.Minggu, Km 17/12A Jakarta Selatan

9 INKOPPAS Jl. Sultan Agung Ruko No. 7 Jakarta 12970 10 IKPI Jl. Ir. H.Juanda No. 2 Jakarta Pusat 10120 11 INKOPABRI Jl. Kebon Sirih No. 61 Jakarta Pusat 10340 12 INKOPDIT Jl. Gunung Sahari III/11A Jakarta Pusat 13 INKOWAPI Jl. Kramat Raya No. 16 AD Jakarta 10420 14 IKSP Jl. Raden Saleh No. 18 Jakarta Pusat

15 INKOPTI Jl. Mampang Prapatan XI No.3, Jakarta Selatan

16 INKOPAL

Jl. Boulevard Barat, Depan Makro Kelapa Gading Jkt 14240

17 INKUD

Graha Inkud, Jl. Warung Buncit Raya 18-20, Pejaten Jakarta 12510

18 INKOPAU Komp. Trikora Blok 9B, Pancoran, Jakarta Selatan 19 INKOPKAR Jl. Tebet Barat Dalam Raya No. 15 Jakarta 12810

20 INKOPINKRA

Jl. Bandung Blok D No.248, Komp.Duren Jaya Bekasi Timur

21 KJAN Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Jakarta Selatan

22 INKOWAN

Jl. Darmawangsa Raya No. 18, Keby.Baru, Jakarta Selatan

23 GKSI Jl. Prof.Dr.Soepomo No. 178 Jakarta 24 GKBI Wisma GKBI, Jl.Jend.Sudirman Lt.6, Jakatra 25 KOPINDO Jl. Lap. Roos No. 52, Tebet Jakarta Pusat

Sumber : Survei lapangan, 2006.

Data tentang umur, pelaksanaan RAT dan jumlah anggota masing-masing

(28)

Tabel 4. Umur, Pelaksanaan RAT, dan Jumlah Anggota Masing-masing Koperasi Sekunder Tingkat Nasional

No. Induk Koperasi

Umur (thn)

RAT (kali)

Jumlah Anggota / Tahun

2001 2002 2003 2004 2005

1 IKSP 9 5 22 22 23 25 26

2 INKOPANG 9 2 33 33 33 34 36

3 KJAN 22 2 18 18 18 18 18

4 INKOPPAS 9 2 8 8 8 8 8

5 INKOWAN 16 2 8 8 8 8 8

6 INKOPTI 9 5 8 8 8 8 8

7 INKUD 28 5 28 29 29 29 29

8 IKPI 60 5 15 15 15 15 15

9 GKSI 27 5 4 4 4 4 4

Data pada Tabel 4 menunjukkan IKPI berusia 60 tahun, INKUD 28 tahun dan

GKSI 27 tahun. Ketiga koperasi ini cukup mandiri dan memiliki berbagai asset fisik secara

mandiri. Sedangkan KJAN dan INKOWAN yang masing-masing sudah berusia 22 dan 16

tahun namun hingga saat ini menempati gedung kantor yang berstatus pinjaman. IKSP,

INKOPANG dan INKOPPAS telah memiliki gedung kantor sendiri, sedangkan kantor

INKOPTI masih berstatus sebagai sewa.

Dalam hal pelaksanaan RAT, selama 5 tahun terkahir (2001 – 2005) sebanyak

44.44 % menyelenggarakan RAT sebanyak dua kali. Sedangkan 55.55 %

menyelenggarakan RAT sebanyak 4 – 5 kali. Data ini memberikan petunjuk bahwa

sebagian besar Koperasi Sekunder Tingkat Nasional sampel sudah beroperasi dengan

baik. Bagi koperasi yang menyelenggarakan RAT dengan tidak rutin dapat berarti bahwa

manajemen koperasi tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini menunjukkan bahwa

koperasi tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan benar.

Dalam hal jumlah anggota, KJAN, INKOPPAS, INKOWAN, INKOPTI, IKPI dan

GKSI tidak mengalami perubahan anggota selama 5 tahun terkahir (2001 – 2005).

Sedangkan IKSP, INKOPANG, dan INKUD mengalami pertambahan jumlah anggota yaitu

masing-masing 4, 3 dan 1 koperasi selama 5 tahun terakhir.

Sesuai kebutuhan modal untuk operasionalisasi koperasi, banyak diantara

koperasi sampel tergantung kepada modal luar. Pertumbuhan modal dan simpanan

(29)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

19 Tabel 5. Rata-rata Pertumbuhan Modal, Simpanan Anggota dan Volume Usaha

Induk Koperasi Selama Tahun 2001 – 2005

No. Induk Koperasi

Pertumbuhan (%) Modal

Sendiri

Simp. Pokok

Simp.

Wajib Modal Luar Volume Usaha

1 IKSP 6.86 1.90 46.45 47.67 213.98

2 INKOPANG 2.58 4.17 - -5.54 -11.03

3 KJAN 7.22 7.22 - - 49.70

4 INKOPPAS 0.03 - 2.21 146.79 157.07

5 INKOWAN -5.16 - 14.61 138.69 57.47

6 INKOPTI -2.16 -0.18 16.73 51.96 -236.25

7 INKUD -7.31 0.89 0.08 23.54 0.94

8 IKPI 7.65 - 6.44 - 12.49

9 GKSI 12.27 - 6.02 317.61 6.92

Modal sendiri koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan

lain-lain, penyisihan dan cadangan. Sedangkan modal luar terdiri dari kredit/hutang,

subsidi, hibah, dan bantuan. Data Tabel 5 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan modal

luar semua koperasi sampel sangat besar dan positif kecuali INKOPANG yang mengalami

pertumbuhan negatif sebasar 5.54 %. Ini menunjukkan rata-rata Induk Koperasi bergantung

pada modal luar. Hal ini berarti pengurus koperasi dalam membiayai kegiatan koperasinya,

lebih mengandalkan modal luar karena pertumbuhan modal sendiri sangat kecil bahkan

minus. Usaha yang dilakukan pengurus dalam mencukupi kebutuhan modal adalah dengan

jalan mengambil kredit/hutang. Rata-rata pertumbuhan modal sendiri INKOWAN, INKOPTI

dan INKUD adalah negatif masing-masing sebesar 5.16 %, 2.16 %, dan 7.31 %. Ini

menunjukkan bahwa kemampuan menambah modal sendiri dari dalam koperasi tidak

cukup kuat. Karena itu Induk Koperasi bersangkutan bergantung pada modal luar.

Rata-rata pertumbuhan simpanan pokok IKSP, INKOPANG, KJAN dan INKUD

adalah positif. Sementara itu bagi INKOPTI, rata-rata pertumbuhannya negatif. Rata-rata

pertumbuhan simpanan wajib semua koperasi mencapai nilai positif, dan IKSP mencapai

angka pertumbuhan yang paling besar (46.45 %). Rata-rata pertumbuhan volume usaha

semua koperasi adalah positif kecuali INKOPANG dan INKOPTI yang mencapai

pertumbuhan negatif. IKSP mencapai angka pertumbuhan positif yang paling besar (213.98

%), sedangkan INKOPTI mengalami pertumbuhan negatif paling besar (236.25 %).

Kendala-kendala yang dihadapi masing-masing koperasi sampel bervariasi. IKSP,

INKOPANG dan INKOPTI mengalami kesulitan modal. Bagi INKOPTI, modal sangat

(30)

dalam pasar bebas yang ketat sehingga ia membutuhkan bantuan fasilitasi dari pemerintah

agar tetap berdiri. INKOPPAS menghadapi kesulitan dalam hal ketidakpercayaan anggota

maupun berbagai pihak kepadanya. INKOPPAS juga meminta pemerintah untuk menunjuk

koperasi sebagai leader dalam penyaluran kredit dana bergulir.

4.1.2. Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi

Sesuai data yang terhimpun dari 33 sampel Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi,

sebanyak 69.70 % dari sampel (23 koperasi) sudah memiliki gedung kantor berstatus milik

sendiri. Sebanyak 24.24 % atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus pinjaman,

dan sebanyak 6.06 % atau 2 koperasi masih menempati gadung kantor dengan status

kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33.33 % koperasi berusia lebih dari 20 tahun, sebanyak

30.30 % berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36.36 % berusia 3 sampai 9 tahun.

Dari 33 koperasi sampel, sebanyak 54.55 % yang melakukan RAT setiap tahun

dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT empat kali sebanyak 15.15 %,

tiga kali sebanyak 12.12 %, dua kali sebanyak 6.06 %, satu kali sebanyak 6.06 %, dan

yang tidak melakukan RAT sama sekali sebanyak 6.06 %. Data ini menunjukkan masih

cukup banyak Koperasi Sekunder yang menyeleggarakan RAT setiap tahun. Ini

menunjukkan mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara

baik.

Data yang terkumpul dari 8 propinsi sampel menunjukkan 4 propinsi

masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat hampir 90 %

aktif menyelenggarakan RAT setiap tahun. Tiga propinsi masing-masing NTT, Sulawesi

Selatan dan Sumatera Utara kurang dari 50 % Koperasi Sekundernya menyelenggarakan

RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Sedangkan NTB 50 % Koperasi

Sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Bahkan

masing-masing satu Koperasi Sekunder dari NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat

hanya menjalankan RAT satu kali selama 5 tahun terakhir.

Dari sisi permodalan, hampir semua Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi

mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap

keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang

ada. Rata-rata Koperasi Sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan Koperasi Primer

anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait

dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa Koperasi Primer sampel

menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari Koperasi Sekunder dalam kegiatan

pengembangan usaha dan informasi pasar.

Pada Tabel 6 disajikan data jumlah anggota sampel Koperasi Sekunder Tingkat

Nasional (Induk Koperasi), Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi (Pusat Koperasi), dan

(31)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

21

Tabel 6. Jumlah Sampel dan Anggota Masing-masing Koperasi Induk, Pusat dan Primer Anggota Tahun 2005

No.

SEKUNDER NASIONAL SEKUNDER PROPINSI PRIMER KABUPATEN/KOTA

Nama

Jlh Angg. (koperasi)

Nama

Jlh Sampel

(unit)

Jlh Angg. (koperasi)

Nama

Jlh Sampel

(unit)

Jlh Angg. (anggota)

1 IKSP 26 PUSKSP 2 22 KSP 7 246

2 INKOPANG 36 P.KOPPAS 1 8 KOPPAS 6 50

3 KJAN 18 P.KOPWAN 3 31 KOPWAN 5 469

4 INKOPPAS 8 PUSKUD 7 405 KUD 26 1299

5 INKOWAN 8 P.MINA 1 86 KUD MINA 2 3364

6 INKOPTI 8 GKSI 1 24 KUD SUSU 4 6421

7 INKUD 29 P.KOPDIT 3 60 KOPDIT 11 2434

8 IKPI 15 PKP - RI 6 143 KP - RI 24 481

9 GKSI 4 P.KOPONTREN 1 16 KOPONTREN 1 51

10 - - P.KOPOLDA 5 27 KOPPOLDA 11 512

11 - - PKSU 2 47 KSU 9 530

12 - - PKOP.VETERAN 1 12 - - -

Pada Tabel 7 disajikan rata-rata volume usaha, modal sendiri, modal luar, dan

(32)

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi

No.

Koperasi Sekunder

Volume Usaha (Jt Rp)

Modal Sendiri (Jt Rp)

Modal Luar (Jt Rp)

SHU (Jt Rp)

1 PUSKUD 2680 9405 13686 166

2 GKSI 2169 3171 14382 75

3 P.KOPDIT 962 415 777 86

4 PUS.MINA 99 741 485 -27

5 PKP – RI 1656 721 309 54

6 P.KOPPAS 90 - - -

7 P.PONTREN 553 - 265 21

8 PUSKSP 321 66 73 21

9 P.KOPWAN 3513 477 5414 11

10 P. POLDA 381 754 73 170

11 P. VETERAN 36 259 - 8

12 PKSU 472 101 312 20

Pada Tabel 7, volume usaha PUSKOPWAN, PUSKUD, GKSI dan PKP-RI

mencapai jumlah tertinggi. Untuk modal baik modal sendiri maupun modal luar, PUSKUD

dan GKSI mencapai jumlah tertinggi. Sedangkan untuk jumlah SHU, PUSKOPPOLDA dan

PUSKUD mencapai nilai tertinggi. Sementara itu, PUSKUD MINA mencapai rata-rata SHU

negatif.

4.1.3. Koperasi Primer Anggota

Sebanyak 69.16 % Koperasi Primer sampel atau 74 koperasi sudah memiliki

gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 10.28 % atau 11 koperasi menempati

gedung kantor berstatus sewa, dan sebanyak 20.56 % atau 22 koperasi masih menempati

gedung kantor dengan status pinjaman. Dari segi usia, sebanyak 39.25 % atau 42 koperasi

(33)

!-.(/",$&2"5"6&0-/-'"%&7(%(5$'$&

23 tahun, dan sisanya 21.49 % atau 23 koperasi berusia 3 sampai 9 tahun. Dari data ini,

78.50 % Koperasi Primer sampel sudah berusia lebih dari 10 tahun.

Perkembangan Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi

dominan lebih baik. Dari 107 Koperasi Primer anggota, 59.81 % atau 64 koperasi

melaksanakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Hanya 2.80 % atau 3

koperasi yang hanya melaksanakan RAT satu kali selama 5 tahun. Sisanya 37.38 % atau

40 koperasi menyelanggarakan RAT 2 – 4 kali. Ini menunjukkan pada umumnya semua

Koperasi Primer anggota masih beroperasi secara aktif dan konsisten menjalankan RAT

setiap tahunnya.

Secara umum, Koperasi Primer sampel tetap memenuhi kewajiban mereka yakni

membayar simpanan pokok dan wajib kepada Koperasi Sekunder. Kesulitan utama yang

dihadapi Koperasi Primer adalah permodalan yang terbatas. Beberapa Koperasi Primer

sampel yang bergerak pada bidang perdagangan mengeluhkan persaingan harga yang

makin ketat dengan swalayan dan pasar modern yang ada. Kesulitan lainnya adalah

mengenai kemampuan SDM pengurus koperasi yang belum baik. Ini adalah hambatan

utama yang sering menyebabkan para anggota keluar dari keanggotannya.

Rata-rata Koperasi Primer terjalin usahanya dengan Koperasi Sekunder hanya

sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata

koperasi Primer membutuhkan campur tangan pemerintah menangani permasalahan yang

mereka hadapi mengenai bantuan permodalan, pembinaan dan pelatihan manajemen serta

kerjasama dengan berbagai pihak.

Pada Tabel 8 disajikan data rata-rata volume usaha, modal sendiri, modal luar,

[image:33.522.87.458.483.689.2]

dan SHU kelompok Koperasi Primer anggota Koperasi Sekunder Tingkat Propinsi Sampel.

Tabel 8. Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendir

Gambar

Tabel  8.  Rata-rata Jumlah Volume Usaha, Modal Sendiri, Modal Luar dan SHU                  Koperasi Primer Anggota
Gambar 3 berikut memperlihatkan keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Nasional
Gambar 3.  Keragaan Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sekunder Tingkat Nasional                     (Induk Koperasi)
Gambar 5.  Perkembangan Kelembagaan dan Usaha INKOPANG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Leptospirosis di Lingkungan IV Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan karena masyarakat masih kurang berusaha mencari berbagai sumber informasi tentang

Struktur tanah merupakan partikel-partikel tanah seperti pasir, debu, dan liat yang membentuk agregat tanah antara suatu agregat dengan agregat yang lainnya4.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan hasil analisis data maka secara umum dapat disimpulkan bahwa peningkatan kreativitas dapat dilakukan

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Ajaran Islam secara fakta masih diikuti oleh mayoritas umat muslim, dari Atlantik sampai Pasifik. Hal ini perlu untuk memberi penjelasan secara terperinci tentang

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Struktur lembaga pendidikan meliputi: struktur organisasi yang ada di lembaga tersebut, penempatan para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di dalamnya,

Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa data nilai signifikan variabel persepsi mahasiswa akuntansi mengenai lingkungan kerja eksternal auditor sebesar 0,380, untuk variabel faktor