JURNAL FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS
HKBP NOMMENSEN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN Volume 1 Nomor 1 September 2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi eksploratif pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen
Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc
Mengenali Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Dan Penanganannya Pada Anak Sejak Dini
Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog
Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak Nancy Naomi G.P. Aritonang, M.Psi, Psikolog
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan
Nenny Ika Putri Simarmata, M.Psi, Psikolog
Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan
Karina M. Brahmana, M.Psi, Psikolog
Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan
Togi Fitri Afriani Ambarita, M.Psi, Psikolog
M A J A L A H I L M I A H
F A K U L T A S P S I K O L O G I - U N I V E R S I T A S H K B P N O M M E N S E N
UHN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI
Majalah Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen
Izin Penerbitan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. ISSN : 2460-7835
Penerbit : Universitas HKBP Nommensen Penasehat : Rektor, Dr.Ir. Sabam Malau Penanggungjawab : Dekan Fakultas Psikologi, Karina M. Brahmana, M.Psi Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Frieda Simangunsong, M.Ed
2. Drs. Aman Simaremare, MS 3. Prof. Dr. Albiner Siagian
Ketua Dewan Redaksi : Nenny Ika Putri, M.Psi Redaksi Pelaksana : 1. Nancy Naomi Aritonang, M.Psi
2. Hotpascaman Simbolon, M.Psi Anggota Dewan Redaksi : 1. Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc
2. Togi Fitri A.Ambarita, M.Psi 3. Freddy Butarbutar, M.Psi
4. Ervina Sectioresti, M.Psi
5. Ervina Marimbun Siahaan, M.Psi 6. Karina M.Brahmana, M.Psi
Tata Usaha : 1. KTU, Marisi Pangaribuan, SE 2. Sondang Simanjuntak
Majalah ini terbit dua kali setahun : September dan Maret Biaya langganan satu tahun untuk wilayah Indonesia
Rp. 30.000,- dan US$5 untuk pelanggan luar negeri (tidak termasuk ongkos kirim) Biaya langganan dikirim dengan pos wesel, yang ditujukan kepada Pimpinan Redaksi
Petunjuk penulisan naskah dicantumkan pada halaman dalam Sampul di belakang majalah ini
JURNAL
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
DAFTAR ISI
Volume 1, Nomor 1, September 2015 ISSN : 2460-7835
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi eksploratif pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen
Asina Rosito, S.Psi, M.Sc
Mengenali ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Dan Penanganannya Pada Anak Sejak Dini
Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog
Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak
Nancy Naomi GP Aritonang, M.Psi, Psikolog
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan
Nenny Ika Simarmata, M.Psi, Psikolog
Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan
Karina M Brahmana, M.Psi, Psikolog
Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan
Togi Fitri Ambarita, M.Psi, Psikolog
1-21
22-32
33-43
44-65
66-78
79-91
ORANG TUA SEBAGAI MODEL UTAMA BAGI PERILAKU MAKAN SEHAT PADA
ANAK-ANAK
Nancy Naomi GP Aritonang, M.Psi, Psikolog
ABSTRAK
Obesitas adalah krisis publik yang umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Obesitas pada anak meningkat berkaitan dengan penghargaan terhadap kesehatan dan well-being pada anak. Obesitas pada masa kanak-kanak dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan pemasukan kalori dalam tubuh dengan kalori yang dibutuhkan (untuk pertumbuhan, perkembangan, metabolism, dan aktivitas fisik). Obesitas beresiko terhadap kesehatan fisik, namun membatasi asupan makan (diet) dapat menyebabkan siklus naik turunnya berat badan sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan juga.
Melakukan pencegahan terhadap obesitas pada anak lebih baik dari pada melakukan diet, diet kurang disarankan dilakukan pada anak-anak karena penerapan diet yang salah akan menyebabkan pertumbuhan akan terganggu. Makan secara benar merupakan keterampilan yang dipelajari dan bukan sesuatu yang dimiliki secara alamiah. Anak akan belajar cara makan yang benar melalui proses belajar model (modelling) dari figur yang ada di lingkungannya. Orang tua sebagai model utama yang mempengaruhi perilaku anak-anak penting memahami perilaku makan yang sehat, termasuk didalamnya tentang pola makan sehat yang dapat menjadi kebiasaan baik bagi anak-anak. Pendekatan behavioral dapat dipelajari dalam menerapkan pola makan sehat pada anak, sehingga dalam penerapannya hal tersebut dapat menjadi model yang baik bagi anak-anak.
Key words: obesitas, perilaku makan, diet, modelling, pendekatan behavioral
I. Pendahuluan
Jumlah orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan meningkat selama 30
tahun terakhir. Populasi orang obesitas di dunia meningkat setiap tahunnya. Pada 1980
jumlahnya sekitar 857 ribu dan pada 2013 menjadi 2 miliar. Indonesia termasuk negara yang
jumlah obesitasnya tinggi, yaitu peringkat 10 sebagai negara dengan orang obesitas terbanyak di
dunia (Liputan6.com, 2015). Menurut British Population Survey (BPS) pada 2014, jumlah pria
gemuk enam kali lebih banyak dari 10 tahun yang lalu. Sementara untuk wanita adalah 3,5
kalinya dibandingkan dengan tahun 2004 (Unoviana Kartika, 2014).
Obesitas dapat terjadi pada usia berapa saja, tetapi tersering pada tahun pertama
kehidupan, usia 56 tahun dan pada masa remaja (Rosana, 2007). Prevalensi anak yang
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada tahun 2007-2008 memperkirakan
16.9% dari anak-anak dan remaja dalam kelompok usia 2-19 tahun mengalami obesitas. Obesitas
pada anak ditemui pada kelompok usia prasekolah, yaitu 2-5 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan, dan meningkat 5-10% antara tahun 1976-1980, dan pada tahun 2007-2008
meningkat dari 6.5 -19.6% diantara kelompok usia 6-11 tahun. Data yang dikumpulkan dari
periode yang sama bahwa pada usia remaja (usia 12-19 tahun), obesitas meningkat dari 5.0-
18.1% (Kamik & Kanekar, 2012).
Obesitas adalah krisis publik yang umum yang terjadi pada anak-anak dan orang dewasa.
Rentang berat badan pada individu yang lebih besar daripada berat badan ideal, yang
dibandingkan dengan tinggi badannya, dinyatakan sebagai overweight atau obese. Body mass
index (BMI), suatu ukuran terhadap berat badan yang dikaitkan dengan tinggi badan, juga
menggunakan indeks antropometrik pada risiko penyakit jantung (Kamik & Kanekar, 2012).
Orang yang diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan adalah ketika BMI (body mass index)
adalah ≥ 25, dan obesitas ketika BMI ≥ 30 (NCHS, 2009, dalam Sarafino, 2011).
Menurut Ogden (2004), penderita obesitas memiliki kecenderungan yang lebih tinggi
untuk mengalami berbagai macam penyakit seperti hipertensi, sakit jantung, kanker, dan
kematian. Kamik & Kanekar (2012) menyatakan bahwa banyak masalah yang berkaitan dengan
kesehatan diasosiasikan dengan obesitas pada anak-anak. Obesitas pada masa kanak-kanak
mengarahkan pada risiko kesehatan pada masa dewasa. Masalah kesehatan berkaitan dengan
obesitas tidak hanya secara fisik tetapi psikologis dan sosial juga.
Lebih lanjut dikatakan oleh Kamik & Kanekar (2012), bahwa anak-anak yang obesitas
memiliki body-image negatif, yang mengarahkan pada self-esteem yang lebih rendah.
Anak-anak merasa depresi dan cemas tentang masalah obesitas yang dialaminya dan ini berakibat
negative pada perilaku mereka. Ini juga merefleksikan secara negatif pada akademik dan
perkembangan sosial mereka. Mereka merasa didiskriminasikan secara sosial dan distigma oleh
teman sebaya dan orang dewasa.
Obesitas pada anak meningkat berkaitan dengan penghargaan terhadap kesehatan dan
well-being pada anak. Obesitas pada masa kanak-kanak dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan pemasukan kalori dalam tubuh dengan kalori yang dibutuhkan (untuk
pertumbuhan, perkembangan, metabolism, dan aktivitas fisik). Normalnya, jumlah kalori yang
beraktivitas, akan mengarahkan pada obesitas. Faktor-faktor yang menyebabkan obesitas pada
masa kanak-kanak adalah faktor genetika, behavioral, dan lingkungan Kamik & Kanekar (2012).
Obesitas beresiko terhadap kesehatan fisik, namun membatasi asupan makan (diet) dapat
menyebabkan siklus naik turunnya berat badan sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan
juga (Ogden, 1996). Usaha untuk makan lebih sedikit telah menjadi sinonim dengan diet dan
penelitian menemukan bahwa antara 61 sampai 89% populasi wanita berusaha untuk mengurangi
asupan makanan mereka beberapa kali dalam kehidupannya. Sebagai tambahan, diet juga
ditemukan dilakukan oleh remaja dan anak gadis berusia 9 tahun (Wardle & Beales, 1986; Hill et
al., 1994, dalam Odgen, 1996).
Diet tidak sepenuhnya efektif dalam mengatasi kelebihan berat badan maupun obesitas.
Menurut Ogden (1996) penderita obesitas yang mengikuti diet memiliki kecenderungan untuk
berpusat pada makanan, yang selanjutnya memunculkan tingkah laku makan berlebihan.
Penelitian terbaru menemukan bahwa fluktuasi berat badan memiliki efek negatif terhadap
kesehatan, dapat menyebabkan kematian dan gangguan penyakit jantung. Terus berusaha diet
dan gagal merugikan kesehatan fisik daripada terus menjadi obesitas secara konsisten (Brownell,
et al, 1989, dalam Ogden 1996).
Fenomena diet pada anak-anak masih meragukan, mengingat bahwa anak-anak sedang
pada masa pertumbuhan, yang membutuhkan kalori dengan kecukupan gizi. Kebanyakan orang
tua merasa khawatir menerapkan diet pada anak-anak, karena khawatir anaknya kekurangan
vitamin atau kekurangan gizi, sehingga cenderung membiarkan anak memakan makanan
sebanyak yang diinginkannya.
Makan secara benar merupakan keterampilan yang dipelajari dan bukan sesuatu yang
dimiliki secara alamiah. Obesitas merupakan salah satu faktor resiko yang dialami individu yang
kurang aktif bergerak dan mengkonsumsi makanan mengandung lemak juga kalori tinggi.
Kebiasaan ini juga meningkatkan bahaya penyakit yang terkait dengan tingginya tekanan darah,
penyakit jantung dan kanker. Orang tua berperan penting dalam menentukan perilaku makan
anak (Ogden, 1996).
Penelitian terdahulu mengenai obesitas didasari oleh asumsi bahwa obesitas makan
dengan cara yang berbeda dan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan individu yang
memiliki berat badan normal (Ferster et al., 1962, dalam Odgen, 1996). Externality theory dari
stimulus eksternal seperti bentuk, rasa, dan bau dari makanan, dan bahwa stimulus itu dapat
menyebabkan makan berlebihan, individu obesitas sangat responsif terhadap stimulus eksternal
bahkan sampai tidak dapat mengendalikan diri (Odgen, 1996).
Perilaku makan dipengaruhi oleh stimulus internal dan stimulus eksternal. Pada
umumnya individu yang memiliki berat badan normal makan terutama karena internal cues atau
isyarat dari dalam diri (seperti karena lapar, atau kepuasan), sementara individu penderita
obesitas cenderung kurang responsif terhadap internal cues namun sangat responsif terhadap
external cues, seperti waktu, tampilan makanan, rasa makanan, dan sejumlah ciri-ciri makanan.
Juga diungkapkan bahwa responsifitas yang berlebihan terhadap external cues tersebut
menyebabkan obesitas (Schachter & Rodin 1974, dalam Odgen, 1996).
External Cues dalam hal ini juga termasuk stimulus makanan yang dilihat anak pada
televisi ataupun media sosial yang dilihatnya sehari-hari. Seperti iklan coklat pada televisi yang
menggambarkan anak-anak yang senang setelah memakan coklat, menjadi stimulus eksternal
pada anak-anak untuk menkonsumsinya. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar dari peer group
ataupun teman sebayanya, tentang pola makan yang umum dimakan oleh anak sebanyanya. Pola
makan makanan cepat saji (fast food) sering diadopsi anak-anak melalui teman-teman
sekolahnya yang dilihatnya secara langsung. Anak-anak yang dalam tahap perkembangan
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, cenderung mengikuti pola perilaku orang terdekat ataupun
orang-orang yang ada disekelilingnya. Secara sadar ataupun tidak sadar anak-anak sering
mengikuti pola makan teman sebaya atau orang tuanya.
Pada umumnya orang dewasa yang obesitas, sudah gemuk sejak masa kanak-kanak. Oleh
karena itu pencegahan berat badan berlebih harus dimulai sejak awal (Sarafino, 2011).
Anak-anak yang obesitas pada masa kAnak-anak-kAnak-anak cenderung untuk tetap obesitas hingga masa dewasa.
(Serdula, et.all, 1993, dalam Sarafino, 2011). Namun masalah yang umum dalam mencegah
terjadinya obesitas pada masa kanak-kanak: lebih dari sepertiga orangtua dengan anak yang
overweight menegaskan bahwa anak mereka berada pada berat badan yang tepat (Jeffrey, et.all,
dalam Sarafino, 2011).
Pencegahan terhadap obesitas pada anak-anak harus dimulai dari orang tua dan keluarga.
Orang tua sebagai figur modeling utama bagi anak-anak berperan penting dalam menentukan
pola makan anak-anak hingga dewasa. Kebiasaan orang tua memakan makanan yang sehat akan
Modelling atau belajar model adalah proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat,
dilakukan secara sadar atau tidak. Belajar model ini sinonim dengan imitasi, identifikasi dan
belajar melalui observasi (Monks, dkk, 2006). Menurut Bandura (dalam Monks, dkk, 2006),
kebanyakan tingkah laku orang terjadi karena pengamatan atau belajar model.
Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan akan belajar model dari figur orang tua.
Menurut Freud, pada masa kanak-kanak, anak akan mengidentifikasikan diri dengan orang tua,
yaitu anak perempuan dengan ibunya dan anak laki-laki dengan ayahnya. Anak-anak akan
meniru dan mengikuti perilaku orang tua yang menjadi figur modelnya. Orang tua yang
menunjukkan perilaku yang positif, misal, memakan makanan yang sehat, akan diikuti oleh
anaknya dengan kebiasaan memakan makanan sehat. Orang tua sebagai model utama dalam
perilaku anak, sebaiknya memiliki pengetahuan tentang pola makan yang sehat, terutama untuk
mencegah anak memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Pola makan sehat dapat diajarkan
orang tua secara langsung kepada anak-anak, melalui beberapa pendekatan behavioral. Teknik
modelling dan associated learning dapat diterapkan dalam membiasakan anak dalam memiliki
pola makan yang sehat. Pendekatan behavioral ini mengasosiasikan perilaku makan sehat dengan
hadiah (rewarding eat behavior, atau food as a reward), juga mengasosiasikan perilaku makan,
yang sehat dan tidak sehat dengan konsekuensi fisiologis (food and physiological consequences)
yang dipelajari anak sebagai sesuatu yang sebaiknya dihindari ataupun diikuti.
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Defenisi Obesitas
Definisi obesitas didasarkan pada rasio berat badan berbanding tinggi badan, yang
kemudian dibandingkan dengan rata-rata berat badan berbanding tinggi badan individu dalam
populasi dan juga berdasaarkan pengukuran lemak di tubuh (Ogden, 1996).
Stunkard (1984, dalam Ogden, 1996) mengemukakan bahwa obesitas dapat dikategorikan
ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
1) Mild (20-40% kelebihan berat badan),
3) Severe ( lebih dari 100% kelebihan berat badan).
Obesitas juga didefinisikan berdasarkan Body Mass Index (BMI), yang dihitung
berdasarkan kuadrat dari berat badan (kg)/tinggi badan (m2). Dari perhitungan ini individu
dikategorikan:
1) memiliki berat badan normal jika memiliki nilai BMI: 20-24,9.
2) obesitas tingkat 1 jika nilai BMI: 25-29,9.
3) obesitas tingkat 2 jika nilai BMI: 30-39,9.
4) obesitas tingkat 3 jika nilai BMI: 40 ke atas.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran BMI ini adalah, kategori BMI tidak dapat
diterapkan pada individu yang sedang dalam masa pertumbuhan (anak-anak), wanita hamil, atlet
berotot.
2.2. Eating Behavior (Perilaku makan)
Selama tahun 1960-an dan 1970-an, teori tentang perilaku makan menekankan peran
asupan makanan dalam memprediksi berat badan. Penelitian terdahulu mengenai obesitas
didasari oleh asumsi bahwa obesitas makan dengan cara yang berbeda dan dalam jumlah yang
lebih besar dibandingkan individu yang memiliki berat badan normal (Ferster et al., 1962, dalam
Odgen 1996). Perkembangan pendekatan terhadap perilaku makan menekankan pada pentingnya
belajar dan pengalaman dan fokus pada perkembangan preferensi makanan pada masa
kkanak. Penelitian Davis (1928, 1939, dalam Odgen, 1996) dalam studinya pada bayi dan
anak-anak untuk menguji respon anak-anak-anak-anak terhadap diet yang dipilihnya sendiri, menemukan bahwa
anak-anak mampu memilih diet yang konsisten dengan pertumbuhan dan kesehatan, dan bebas
dari masalah-masalah pemberian makanan.
2.3. Social Learning (Belajar sosial)
Belajar sosial menggambarkan akibat dari mengobservasi perilaku orang lain yang
terkadang berkaitan dengan modelling atau „observational learning’. Studi awal mengeksplorasi tentang dampak dari sugesti sosial pada perilaku makan anak dan mengarahkan anak untuk
mengobservasi dari sekumpulan model peran membuat anak-anak memiliki pola makan yang
berbeda-beda (Duncker, 1938, dalam Odgen, 2004). Model yang dipilih adalah anak lain, orang
perubahan yang lebih besar pada preferensi makanan pada anak-anak jika model adalah anak
yang lebih besar, seorang teman atau fictional hero. Orang dewasa yang tidak dikenal tidak
memiliki dampak pada preferensi makanan. Pada studi lainnya, peer modelling digunakan untuk
mengubah preferensi anak-anak tentang sayur (Birch, 1980, dalam Odgen, 2004).
Sikap orang tua terhadap makanan dan perilaku makan adalah sesuatu yang utama dalam
proses belajar sosial. Wardle, 1995 (dalam Odgen, 2004) menyatakan bahwa sikap orangtua
secara jelas mempengaruhi anak secara tidak langsung melalui pembelian makanan dan
penyediaan makanan di rumah; mempengaruhi kebiasaan dan preferensi anak. Beberapa bukti
mengindikasikan pada orang tua yang mempengaruhi perilaku makan anak mereka. Sebagai
contoh, Klesges,et al, 1991 (dalam Odgen, 2004) menemukan bahwa anak-anak memilih
makanan yang berbeda ketika mereka diamati orangtua mereka dibandingkan dengan ketika
mereka tidak diamati. Selain itu, Contento,et al.,1993 (dalam Odgen, 2004) menemukan
hubungan antara motivasi kesehatan ibu dan kualitas diet anak-anak. Perilaku dan sikap anak
menjadi pusat dari proses belajar sosial dengan penemuan penting bahwa ada asosiasi positif
antara orang tua dan diet anak-anak.
Lowe et al. 1998 (dalam Odgen, 2004) menyatakan bahwa preferensi makanan dapat
ditingkatkan dengan menawarkan reward pada konsumsi makanan target, sepanjang konteks
simbolik dari reward adalah positif, dan tidak mengindikasikan bahwa memakan makanan target
adalah aktivitas yang bernilai rendah. Sepanjang anak tidak berpikir bahwa „saya ditawarkan
suatu reward untuk memakanan sayuran saya‟, disamping sayur menjadi hal negatif kemudian
rewards dapat diberikan.
2.4. Modelling
Modelling atau belajar model adalah proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat,
dilakukan secara sadar atau tidak. Belajar model ini sinonim dengan imitasi, identifikasi dan
belajar melalui observasi (Monks, dkk, 2006). Menurut Bandura (dalam Monks, dkk, 2006),
kebanyakan tingkah laku orang terjadi karena pengamatan atau belajar model. Odgen (1996),
menyatakan bahwa faktor belajar sosial adalah penting dalam pemilihan makanan. Hal ini
termasuk significant people dalam lingkungannya, terutama orang tua dan juga media, yang
sering menawarkan informasi penting baru, menggambarkan peran model dan mengilustrasikan
2.5.Pendekatan Behavioral Terhadap Perilaku Makan
Beberapa pendekatan behavioral yang berkaitan dengan perilaku makan, yaitu:
1. Associative learning
Belajar asosiatif berkaitan dengan dampak dari faktor-faktor, yang dipertimbangkan
sebagai reinforcers dengan operant conditioning. Dalam hal perilaku makan, penelitian
menemukan bahwa makanan dapat dipasangkan dengan aspek lingkungan. Termasuk
didalamnya, makanan dipasangkan dengan suatu reward, digunakan sebagai suatu reward
dan dikaitkan dengan konsekuensi fisiologis.
2. Rewarding eating behavior.
Beberapa penelitian sering menguji efek rewarding perilaku makan seperti: “jika anda
memakan sayur, makan saya akan menyenangkanmu”. Sebagai contoh, Birch et al., 1980
(dalam Ogden, 2014) memberikan anak-anak makanan yang diasosiasikan dengan atensi
positif orang dewasa dibandingkan dengan situasi yang lebih netral, dan hal ini
menunjukkan preferensi pada makanan tertentu. Penelitian akhir dalam menggunakan
video untuk mengubah perilaku makan menemukan bahwa menghadiahkan konsumsi
sayuran dapat meningkatkan perilaku tersebut (Lowe et al. 1998, dalam Ogden, 2004).
3. Food as the reward.
Penelitian akhir mengeksplorasi dampak penggunaan makanan sebagai suatu reward. Pada
studi ini mengasosiasikan makanan dengan perilaku lainnya, seperti “jika anda berperilaku
baik, anda akan diberikan biscuit”. Birch et al.,1980 (dalam Odgen, 2014) meneliti
anak-anak dengan makanan sebagai suatu reward, sebagai sebuah makanan ringan ataupun
dalam suatu situasi non-sosial (kontrol). Hasilnya menemukan bahwa penerimaan makanan
terhadap makanan meningkat ketika makanan diberikan sebagai suatu reward, tetapi
kondisi netral lain tidak memiliki efek. Memberikan makanan sebagai suatu reward
meningkatkan preferensi terhadap makanan.
Asosiasi antara makanan dan reward menekankan suatu peran bagi kontrol orang tua
melebihi perilaku makan. Beberapa penelitian menempatkan dampak dari control sebagai suatu
studi mengindikasikan bahwa orang tua sering percaya bahwa akses terbatas pada makanan dan
larangan untuk memakan makanan adalah strategi tepat untuk meningkatkan preferensi makanan
2.6. Modelling Perilaku Makan Sehat Orang Tua Pada Anak-Anak
Berikut beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan orang tua sebagai modelling
perilaku makan sehat pada anak-anak, yaitu:
1. Associated learning, yaitu mengasosiasikan perilaku makan sehat dengan reward (hadiah),
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Rewarding eat behavior, yaitu menghadiahkan anak-anak sesuatu yang diinginkan ketika
anak-anak memakan makanan sehat.
Misal. Jika anak menghabiskan makanannya, anak diperbolehkan bermain, Jika anak
memakan sayuran setiap waktu makan, anak akan diajak bermain di taman bermain pada
akhir minggu.
b. Food as the reward , yaitu memberikan makanan sebagai reward atau hadiah atas perilaku
makan sehat yang ditunjukkan anak.
Misal. Jika anak memakan sayurannya, maka anak bisa memakan pudding, Jika anak
menghabiskan susunya, maka anak akan diberikan biscuit.
2. Food & physiological consequences, yaitu konsekuensi fisik yang dihubungkan dengan
perilaku makan yang tidak sehat atau tidak sehat.
a. Orang tua sebagai figur model menunjukkan pada anak-anak, ketika ia memakan makanan
sehat dan merasa puas dengan hasilnya (perut nyaman dan merasa berenergi/kuat). Dengan
demikian maka akan tumbuh belief (keyakinan) pada anak, bahwa memakan makanan
sehat akan membuatnya menjadi kuat dan sehat.
b. Ketika orang tua memakan makanan kurang sehat, misal. Makanan fast food seperti nugget
atau mie instan, orang tua menunjukkan bahwa ia merasa perutnya sakit dan kepalanya
pusing. Dengan demikian maka anak akan mengasosiasikan makanan fast food dengan
kesakitan.
III. KESIMPULAN
Tingkat obesitas semakin meningkat belakangan ini, termasuk pada anak-anak. Masalah
dalam mencegah terjadinya obesitas pada masa kanak-kanak adalah bahwa kebanyakan
yang tepat. Pemilihan makan dapat dipengaruhi oleh belajar sosial. Orang tua sebagai role model
bagi anak berperan penting dalam menentukan perilaku makan anak.
Orang tua dapat menerapkan pendekatan behavioral dalam membiasakan anak untuk
memakan makanan yang sehat, termasuk mengasosiasikan makanan dengan hadiah, ataupun
mengasosiasikan makanan dengan konsekuensi fisik. Orang tua juga sebaiknya membiasakan
memakan makanan sehat di depan anak, dan memilih makanan sehat sebagai pola konsumsi di
DAFTAR PUSTAKA
Rosana. C. (2007). Dinamika Psikologis Remaja Putri yang Mengalami Obesitas. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Kamik & Kanekar. (2012). Childhood Obesity: A Global Public Health Crisis. USA: International Journal Prevention Medical [on-line]
Lipuran6.com, 2015. Orang Dewasa Obesitas tertinggi di dunia.
http://health.liputan6.com/read/2152649/orang-dewasa-obesitas-di-ri-tertinggi-di-dunia, [Artikel online]
Monks, dkk. (2006). Psikologi Perkembangan (Revisi III). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ogden, J. (2004 ). Health Psychology: A Text Book (3th Ed). USA: McGraw-Hill, Inc.
Ogden, J. 1996. Health Psyckology: A Text Book. Buckhingham Philadelphia: Open University Press.
Sarafino, E.P. (2002). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (6th Ed). USA: John Wiley & Sons, Inc
Unoviana Kartika. (2014). Jumlah orang gemuk terus bertambah.