• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : proses bisnis, unit kerja rekam medis, sistem informasi rumah sakit A. PENDAHULUAN - Index of /file

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kata kunci : proses bisnis, unit kerja rekam medis, sistem informasi rumah sakit A. PENDAHULUAN - Index of /file"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

62

TINJAUAN PROSES BISNIS UNIT KERJA REKAM MEDIS DALAM MENUNJANG SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT

DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MARANATHA BANDUNG

Anastasia Febrina Dwijayanti *, Imelda Retna Weningsih **

Program D3 Perekam dan Informasi Kesehatan STIKes Santo Borromeus Padalarang

Jalan Padalarang Kav. 8 Blok B No. 1 Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat  : weningsihimelda@gmail.com,anas.febrina@gmail.com,

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah ditemukannya beberapa pekerjaan yang belum dikerjakan diantaranya kodefikasitindakan, indexing dan beberapa laporan eksternal di UKRM RSGM Maranatha. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi proses bisnis UKRM dalam menunjang SIRS di RSGM Maranatha. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kuantitatif, menggunakan teknik sampel jenuh. Instrumen yang digunakan yaitu pedoman wawancara dan tabel ceklist. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu kebijakan belum terdokumentasi, terdapat pekerjaan yang belum dikerjakan pada rawat jalan 7 pekerjaan, gawat darurat 7 pekerjaan dan rawat inap 12 pekerjaan. Kesesuaian proses bisnis UKRM dengan ketentuan KemenKes mencapai 51% artinya pekerjaan di UKRM RSGM Maranatha dianggap kurang. Pekerjaan yang belum sesuai KemenKes sebanyak 12 pekerjaan. Pembuatan laporan internal belum mencapai 100% sedangkan laporan ekternal 12.5%. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan proses bisnis UKRM belum ada kebijakan, keterbatasan jumlah petugas dan pemahaman petugas pada pekerjaan di UKRM. Pengguna informasi yang dihasilkan UKRM RSGM Maranatha digunakan oleh KemenKes sedangkan Direktur dan manajemen belum menggunakan informasi tersebut. Kesimpulan penelitian yakni terdapat proses bisnis UKRM RSGM Maranatha yang belum dikerjakan dan belum sesuai KemenKes sehingga potensial memiliki kemungkinan mempengaruhi SIRS di RSGM Maranatha. Penulis menyarankan pembuatan BPPRM, kebijakan unit, proses bisnis baru dan pelaksanaan sosialisasi.

Kata kunci : proses bisnis, unit kerja rekam medis, sistem informasi rumah sakit

A. PENDAHULUAN

Memberikan kesejahteraan kepada masyarakat merupakan salah satu kewajiban yang perlu dipenuhi oleh pemerintah Indonesia demi kemajuan negeri. Sebuah negeri yang tinggi angka kesehatannya merupakan salah satu negeri yang makmur. Dalam mengupayakannya diperlukan lembaga/ institusi khusus yang dapat menunjang upaya kesehatan. Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Kewajiban rumah sakit salah satunya yaitu wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Salah satu unit dalam rumah sakit yang memiliki peranan dalam sistem informasi rumah sakit adalah unit kerja rekam medis (UKRM). Dalam melakukan pekerjaannya, Perekam Medis

wajib melakukan proses pencatatan/ perekaman sampai dengan pelaporan, berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan terdapat beberapa pekerjaan/kegiatan belum dikerjakan diantaranya pekerjaan/kegiatan distribusi yang dilakukan oleh petugas non RM

bahkan oleh pasien, penataan (assembling) belum dikerjakan dengan presentase 100%, kodefikasi tindakan belum dikerjakan dengan dengan presentase 100%, indexing belum dikerjakan dengan dengan presentase 66%, pembuatan laporan eksternal belum dikerjakan dengan presentase 87,5% dan pengiriman laporan secara kontinu belum dikerjakan secara konsisten (laporan bulanan). Penataan (assembling) perlu dilakukan untuk menata lembar-lembar yang terdapat dalam rekam medis yang mana hal ini diperlukan salah satunya untuk memilah lembaran kosong yang tidak digunakan agar map rekam medis tidak cepat tebal karena lembaran yang tidak digunakan tersebut.

(2)

63 B. LANDASAN TEORI

1. Proses Bisnis

a. Pengertian Bisnis Proses

Proses bisnis secara umum merupakan sebuah diagram yang menggambarkan alur terstruktur dan terencana dari suatu rangkaian proses kegiatan pada suatu organisasi/ perusahaan. Proses bisnis erat kaitannya dengan penyediaan sebuah layanan, termasuk juga sistem informasi. Devenport (1993) menyatakan bahwa proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas yang dapat diukur, terstruktur dan memberikan nilai keluaran bagi pengguna (pelanggan/konsumen). Definisi ini menekankan pada bagaimana suatu proses atau pekerjaan dilaksanakan di suatu organisasi atau perusahaan. (I Putu Agus Eka Pratama, 2014 : 41)

Bussiness process is a set of activities and tasks that logically group together to accomplish a goal or produce something of value for the

benefit of the organization,

stakeholder or customer. (Claudia W. Brogan, MS Ed & Deb Bara, M A, 2009)

b. Kriteria Menentukan Proses Bisnis Dalam menentukan proses bisnis, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu proses bisnis :

1) Harus memiliki batasan, masukan, dan keluaran yang jelas,

2) Harus terdiri dari aktivitas yang berurutan sesuai waktu dan ruang,

3) Harus memiliki

pelanggan/penerima hasil proses,

4) Harus memberikan nilai tambah kepada penerima,

5) Tidak berdiri sendiri, melainkan harus terkait dengan struktur organisasi

6) Tidak selalu terjadi dalam satu unit kerja, melainkan bisa

melibatkan unit-unit kerja lainnya.

c. Manfaat Memetakan Proses Bisnis Pemetaan proses bisnis bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut.

1) Sebagai gambaran visual mengenai proses bisnis organisasi secara logis dan utuh. 2) Sebagai dasar penentuan pengelolaan tanggung jawab, aliran kerja atau informasi, dan tugas pokok setiap posisi dalam organisasi.

3) Sebagai alat pengendalian dan pemantauan antara satu bagian dengan bagian yang lain. 4) Membantu individu atau unit

kerja melihat peran dan kontribusi yang diberikan oleh masing-masing dalam proses bisnis organisasi.

d. Acuan Proses Bisnis

1) Goal (Tujuan): Tujuan utama dari segi manfaat bagi kesehatan penduduk yang didukung oleh proses bisnis.

2) Objective (Sasaran): Sebuah

pernyataan konkret menjelaskan apakah proses bisnis berusaha untuk mencapai, menunjuk ke langkah-langkah terukur kinerja. 3) Aturan: Satu set kriteria yang

mendefinisikan atau membatasi beberapa aspek dari proses bisnis. 4) Pemicu: Event, tindakan, atau negara yang memulai kursus pertama tindakan dalam proses bisnis.

5) Pengaturan tugas: Himpunan kegiatan yang dibutuhkan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam proses bisnis.

6) Input: Informasi yang diterima oleh proses bisnis dari sumber luar proses.

(3)

64 8) Hasil: Hasil melakukan proses

bisnis, yang menunjukkan tujuan memiliki atau belum terpenuhi. (Claudia W. Brogan, MS Ed & Deb Bara, M A., 2009 : 8)

2.

Penyelenggaraan Unit Rekam Medis di Rumah Sakit

a. Pendaftaran Pasien

Pengumpulan yang lengkap dan keakuratan informasi dalam identifikasi pasien merupakan bagian penting dari proses pendaftaran pasien. Untuk keperluan statistik, metode untuk menghitung semua pertemuan rawat jalan dan rawat inap setiap hari adalah penting.

b. Identifikasi Pasien

Informasi identifikasi merupakan bagian penting dari catatan kesehatan pasien. Ini harus mencakup informasi yang cukup untuk secara unik mengidentifikasi pasien individu

c. Indeks Utama Pasien/ Master Patient Index (MPI)

Indeks adalah suatu keharusan bagi setiap rumah sakit, klinik kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan primer. MPI sebagai panduan untuk lokasi item. Indeks dapat berbentuk tabel, file, atau katalog, daftar item yang menyediakan informasi untuk memudahkan akses ke item. Indeks Utama Pasien/ Master Patient Index (MPI) adalah daftar permanen, yang berisi nama-nama dari semua pasien yang pernah dirawat atau dirawat di rumah sakit atau klinik (juga disebut Patients' Index, Master Person Index, Patient’s Master Index, or Master File). Karena Indeks Utama Pasien/ Master Patient Index (MPI) adalah kunci untuk menemukan catatan kesehatan pasien, itu dianggap sebagai salah satu alat yang paling penting dipertahankan di departemen catatan kesehatan, klinik atau pusat layanan kesehatan primer.

d. Sistem Penomoran 1) Sistem Nomor Seri

Pada sistem nomor seri, setiap pasien berkunjung ke RS selalu mendapat nomor RK yang baru. Serial penomoran

tidak digunakan secara luas hari ini dan hanya berguna di rumah sakit kecil dengan tingkat rendah diterima kembali. (IFHRO, 2007)

2) Sistem Nomor Unit

Unit Numbering System

mnyediakan sebuah kesatuan rekaman yang mana merupakan gabungan dari semua data rawat inap maupun rawat jalan. Setiap pasien yang berkunjung hanya diberikan satu (1) nomor RM baik untuk kunjungan Rawat Jalan maupun Rawat Inap. (Edna K. Huffman, 1972 )

3) Sistem Nomor Seri Unit

Serial-Unit Numbering System merupakan gabungan sistem seri dan unit. Setiap pasien berkunjung ke RS, kepadanya diberikan satu nomor baru, tetapi RM nya yang terdahulu digabungkan dan disimpan di RM dengan nomor yang paling baru, sehingga berkasnya tetap 1 unit. (Edna K. Huffman, 1972 : 176)

e. Distribusi Catatan Kesehatan

Distribusi catatan adalah bagian yang sangat penting dari penanganan rekaman. Hal ini memang tidak cukup untuk menekankan pengambilan yang cepat dari permintaan yang mendesak tanpa menekankan kebutuhan transportasi rekam medis dengan cepat.

f. Sistem Pengarsipan (Filing System)

Sistem identifikasi catatan dan pengarsipan harus berjalan seiring, sebagai sistem pengarsipan tergantung pada sistem identifikasi yang digunakan. Pengarsipan adalah susunan sistematis catatan dalam urutan tertentu sehingga referensi dan pengambilan mudah dan cepat.

g. Sistem Penyimpanan 1) Sentralisasi

(4)

65 Tujuan utama dari departemen catatan kesehatan adalah untuk mempertahankan catatan medis terus menerus dari pasien, yang tersedia setiap saat. Cara terbaik untuk mencapai tujuan ini adalah untuk membangun sistem unit rekam terpusat.

Dalam sistem satuan catatan terpusat, sentralisasi mengacu pada pengajuan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat catatan pasien di satu lokasi.

Idealnya, untuk kontrol yang baik, semua informasi medis tentang pasien harus disimpan dalam satu folder, dalam satu lokasi atau file. Hal ini membuat pengambilan informasi yang mudah karena diajukan di satu tempat di bawah satu nomor.

2) Desentralisasi

Catatan pasien yang diajukan di beberapa tempat perawatan pasien. Ini mungkin di bawah unit yang sama nomor atau dengan angka sama sekali tidak terkait. Ini adalah kebijakan yang tepat untuk menjaga ruang penyimpanan di bawah pengawasan ketat oleh profesional informasi kesehatan catatan manajemen / kesehatan.

h. Kodefikasi

Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistic morbiditas dan mortalitas. Penerapan Pengodean Sistem ICD digunakan untuk:

1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan

2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan

4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis-related groups)

untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan

5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaaan pelayanan medis

7) Menentukan bentuk pelayanan yang

harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman

8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis

(Gemala Hatta, 2008 : 134)

i. Indeks Data Pelayanan Pasien

Pelayanan penting dari departemen rekam medis adalah pengambilan rekam medis khusus yang mungkin dibuat menurut penggunaan daftar data penyakit, operasi, dan indeks dokter. Banyak rumah sakit, mempunyai banyak informasi lengkap mengenai penyakit dan terapi yang dimasukkan dalam rekam medis tetapi jarang dibuka dan hanya disimpan di rak penyimpanan. Kepala departemen rekam medis dapat melakukan banyak untuk mengurangi situasi ini. Ia dapat menginformasikan anggota staf medis dan rumah sakit bagian perawatan indeks

dalam departemennya dan

memperkenalkan mereka dengan menggunakan potensi informasi-informasi tersebut. Banyak dokter dan personel rumah sakit hanya menyadari keberadaan mereka.

Dokter atau staf komite medis mungkin menggunakan indeks penyakit dan operasi untuk pengambilan rekam medis dengan tujuan :

1) Untuk melihat kembali kasus sebelumnya dari penyakit yang diberikan dalam permintaan untuk menyediakan pengetahuan/ wawasan ke dalam pengelolaan masalah kesehatan pasien saat ini

(5)

66 3) Untuk mendapatkan data tentang

pemanfaatan telah dipakai rumah sakit dan untuk membangun keperluan rumah sakit untuk peralatan baru, tempat tidur dan lainnya dalam berbagai departemen. 4) Untuk mengevaluasi kualitas pelayanan

di rumah sakit. (Peer Preview)

Kegunaan lain dari indeks mungkin termasuk:

1) Menyediakan data pelayanan pasien yang diperlukan untuk peninjauan akreditasi

2) Menempatkan rekaman jika dokter hanya mengingat diagnosa dan/atau operasi dan bukan nama pasien

3) Menyediakan data mengenai praktek pengobatan medis di rumah sakit dalam rangka kualitas untuk terakreditasi magang Program Dan residen

4) Menyediakan bahan pembelajaran untuk mahasiswa medis, mahasiswa keperawatan dan lainnya.

Indeks penyakit dan operasi harus

tailor-made untuk menemukan keperluan

dari institusi yang mereka layani. Perencanaan yang teliti akan hasil dalam sebuah sistem pengindeksan yang mana akan melayani staff medis dan staff rumah sakit dengan baik dan menaikkan efisiensi dari pengoperasian pengindeksan itu sendiri.

Pertimbangan yang dapat diberikan dalam mengerjakan indeksing :

1) Jika Dokter diperlukan untuk mengisi hearts lembar Ringkasan pada saat pasien keluar pasien, indeksing mungkin dapat dilakukan sebelum Rekaman diajukan dalam berkas tidak lengkap dokter. Pendekatan ini menjamin indeks yang sangat saat ini.

Bagaimanapun jika Dokter

menambahkan atau mengganti diagnosis pada saat penyelesaian, pelayanan harus diambil untuk membuat tambahan keperluan dan koreksi naskah ke indeks. Berarti petugas bahwa indek Suami hanles catatan dua kali.

2) Indeksing mungkin dapat dilakukan Penghasilan kena pajak Dokter melengkapi catatan dan telah diperiksa kelengkapannya dikirimkan personil Rekam Medis. Indeksing pada waktu itu

adalah langkah terakhir sebelum record dikirim ke Berkas Tetap. Pendekatan ini menghilangkan penanganan ganda catatan di stasiun pengindeksan. Bagaimanapun, indeks tidak akan menjadi saat ini, terutama jika Dokter lambat dalam melengkapi grafik mereka.

3) Ketika sebuah departemen memiliki kekurangan sementara personil, indeks penyakit dan operasi dapat ditunda hingga tugas caught up. Hal ini dilakukan dengan mengirimkan semua catatan menyelesaikan ke file permanen setelah memeriksa, kemudian menarik di lain waktu untuk mengindeks. Daftar harian pasien keluar digunakan untuk mengamankan semua catatan yang membutuhkan.

(Edna K. Huffman, 1972:299)

j. Statistik

Definisi yang digunakan untuk pengumpulan data statistik pemanfaatan rumah sakit bervariasi dari satu negara ke negara. Untuk memungkinkan Anda untuk mengenali istilah yang digunakan di Unit ini, berikut ini adalah daftar definisi yang digunakan di beberapa negara. Jika negara Anda memiliki definisi yang berbeda untuk item, atau jika item tersebut dikenal dengan istilah yang berbeda, mengubah satu di Unit ini dengan yang digunakan oleh rumah sakit / negara.

k. Laporan

Penting untuk memastikan bahwa laporan ini disusun secara tepat waktu dan akurat karena langsung atau tidak langsung, ini adalah salah satu cara departemen catatan kesehatan dievaluasi. Laporan yang membandingkan data dan indikator yang dipilih selama periode waktu yang berbeda mungkin berguna. Sehingga sebelum melanjutkan untuk mengumpulkan atau menghitung informasi statistik apapun, catatan kesehatan profesional harus mencari tahu apa yang dibutuhkan, bagaimana dan kapan itu akan digunakan.

(6)

67 sederhana dan mudah dibaca dengan fakta-fakta penting disorot. Meskipun sebagian besar laporan akan dalam bentuk tabel, mereka akan lebih mudah untuk dibaca jika alat bantu visual seperti grafik, grafik batang dan diagram pie yang digunakan untuk menggambarkan dengan jelas apa angka-angka menunjukkannya.Selain itu, laporan harus jelas dan ringkas, dan meninggalkan keraguan seperti mewakili angka.

l. Retensi Rekam Kesehatan

Retensi berarti transfer catatan dari aktif untuk penyimpanan tidak aktif, untuk mikrofilm, atau akhirnya kehancuran. Hal ini berlaku umum bahwa catatan kesehatan harus disimpan selama mereka sedang digunakan untuk perawatan pasien, dan tujuan penelitian dan pengajaran mediko legal. Jika ruang tidak tersedia, keputusan harus dibuat untuk menentukan panjang catatan waktu harus disimpan dalam file aktif'.

3.

Data

a.Pengertian Data

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan).

Robert N. Antony dan John Dearden berpendapat bahwa data adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal datum atau data item. Sedangkan menurut Jogyanto dalam bukunya yang berjudul Analisis dan Desain Sistem Informasi, data merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan nyata.

Maka berdasarkan teori di atas penulis simpulkan bahwa data adalah kumpulan keterangan nyata yang menggambarkan suatu kejadian yang dipakai sebagai dasar dalam sebuah kajian.

4.

Pengertian Sistem

Sistem merupakan suatu kesatuan yang untuk dan terdiri dari berbagai faktor yang berhubungan satu sama lain saling mempengaruhi, yang kesemuanya dengan

sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan. (Sabarguna, 2005)

A “system” is conveniently defined as any collection of components that work together to achieve a common objective. The objective in the case of health information system then is to improve health services management through optimal information support. (Design And Implementation of Health Information System-WHO, 2000)

Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan prosedur yang saling berkaitan dan saling terhubung untuk melakukan suatu tugas bersama-sama. (Sistem Informasi dan Implementasinya, 2014:14)

5.

Informasi

a. Pengertian Informasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat di bagian- bagian amanat itu.

Information is data that has been processed into a form that is meaningful to the recipient and is of real perceived value in current or prospective decisions (Gordon B. Davis- Moekijat, 1991)

Informasi merupakan kumpulan data yang diolah menjadi lebih berguna dan lebih berarti bagi penggunanya (I Putu Agus Eka P., 2014:7)

6.

Sistem Informasi

a. Pengertian Sistem Informasi

Sistem informasi secara teknis didefinisikan sebagai sekumpulan komponen yang saling berhubungan, mengumpulkan (atau mendapatkan),

memproses, menyimpan dan

mendistribusikan informasi untuk menunjang pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengawasan, sistem informasi juga dapat membantu manajer

dan karyawan menganalisis

permasalahan, menggambarkan hal-hal yang rumit dan menciptakan produk baru (Indriani, 2013:8; Laudon dan Laudon, 2007)

(7)

68 dalam organisasi atau di lingkungan sekelilingnya. Tiga aktivitas di dalam sistem informasi akan memproduksi informasi yang dibutuhkan organisasi untuk membuat keputusan, mengendalikan operasi, menganalisis permasalahan dan menciptakan produk baru (Indriani, 2013:8; Laudon & Laudon, 2007).

7.

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit se-Indonesia. Sistem Informasi ini mencakup semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Hal ini diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang.

Ketentuan umum bagi rumah sakit yakni bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang merupakan suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit. Tujuan penyelenggaraan SIRS adalah untuk:

a. merumuskan kebijakan di bidang perumahsakitan

b. menyajikan informasi rumah sakit secara nasional

c. melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi penyelenggaraan rumah sakit secara nasional.

Pelaporan SIRS terdiri dari:

a. pelaporan yang bersifat terbarukan setiap saat (updated) : ditetapkan berdasarkan

kebutuhan informasi untuk

pengembangan program dan kebijakan dalam bidang perumahsakitan

b. pelaporan yang bersifat periodik : dilakukan satu kali dalam satu bulan dan satu kali dalam satu tahun.

Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman sistem informasi rumah sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Pada saat Peraturan ini berlaku, semua rumah sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan ini,

paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Peraturan ini diundangkan.

Formulir pelaporan SIRS terdiri dari 5 (lima) Rekapitulasi Laporan (RL), diantaranya: 1) RL 1 berisikan Data Dasar Rumah Sakit

yang dilaporkan setiap waktu apabila terdapat perubahan data dasar dari rumah sakit sehingga data ini dapat dikatakan data yang yang bersifat terbarukan setiap saat (updated)

2) RL 2 berisikan Data Ketenagaan yang dilaporkan periodik setiap tahun

3) RL 3 berisikan Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit yang dilaporkan periodik setiap tahun

4) RL 4 berisikan Data Morbiditas/ Mortalitas Pasien yang dilaporkan periodik setiap tahun

5) RL 5 yang merupakan Data Bulanan yang dilaporkan secara periodik setiap bulan, berisikan data kunjungan dan data 10 (sepuluh) besar penyakit.

(Menteri Kesehatan RI No. 1171/ MENKES/ PER/VI/2011)

2. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu untuk memaparkan fenomena yang terjadi dengan desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian kuantitatif.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kebijakan Mengenai Penyelenggaraan dan Operasional Unit Kerja Rekam Medis di RSGM Maranatha

a. Kebijakan Penyelenggaraan Unit Kerja Rekam Medis

(8)

69 sesuatu yang diputuskan. Sehingga dalam sebuah institusi, surat keputusan digunakan sebagai payung hukum bagi unit kerja dalam menjalankan tugasnya.

Kebijakan yang terdokumentasi diperlukan untuk regulasi di dalam unit dan antar unit terutama apabila jumlah personil semakin bertambah seiring dengan rumah sakit yang semakin berkembang. Kebijakan yang terdokumentasi biasanya digunakan untuk pelatihan/sosialisasi. Petugas lama maupun petugas yang masih baru agar dapat mengetahui kebijakan yang berlaku di institusi tempatnya bekerja. Hal ini untuk menunjang pelayanan rumah sakit. Sehingga penting bagi setiap petugas untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang berlaku di rumah sakit, dengan harapan untuk dipahami dan sebagai pencegahan terhadap kesalahpahaman yang mungkin terjadi.

Ditinjau dari segi isi, kebijakan secara tertulis memang telah tertulis dalam prosedur tetap, namun jika ditinjau berdasarkan teori, isi dari kebijakan yang ditulis bukan merupakan isi dari kebijakan, karena isi sebenarnya lebih mengarah pada ruang lingkup petugas dan bukan merupakan kebijakan. Isi dari kebijakan belum dapat mempertegas aktivitas yang harus dikerjakan di unit kerja rekam medis mengenai apa yang harus dilakukan, mengapa hal tersebut harus dilakukan dan batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh petugas. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan dapat mencapai tujuannya yakni untuk menjelaskan dan menilai pelaksanaan proses kerja bila terjadi suatu kesalahan administrative yang mana sifatnya melindungi rumah sakit dan petugas.

b. Kebijakan Operasional Unit Kerja Rekam Medis

Berdasarkan data hasil penelitian, terdapat 12 kebijakan operasional di Unit Kerja Rekam Medis.

Kebijakan-kebijakan tersebut belum dibuat dalam bentuk tertulis (terdokumentasi). Dampak yang potensial ditimbulkan apabila kebijakan dibuat tertulis : 1) Hal ini dapat berguna bagi petugas,

terutama bagi petugas baru. Petugas baru dipastikan akan diberikan pengarahan terlebih dahulu sebelum menjalankan tugasnya. Pengarahan biasanya akan dilakukan secara lisan, namun demikian belum dapat menjamin petugas akan langsung memahami, sehingga hal ini dapat diatasi salah satunya dengan meminta petugas untuk mempelajari kebijakan yang tertulis tersebut.

2) Menjadi jaminan bagi petugas tersebut agar dapat mencegahnya untuk melakukan kesalahan dalam bekerja.

Dengan adanya kebijakan yang terdokumantasi, petugas baru tidak semata- mata mengandalkan penyampaikan kebijakan yang mungkin disampaikan oleh pimpinan atau melalui petugas yang lama. Ini untuk menghindari kesalahan dan keraguan dalam penyampaian kebijakan. Kebijakan yang tidak dibuat secara tertulis maka tidak terdapat pula landasan hukum yang kuat sebagai perlindungan bagi pelaksana kebijakan. Hal ini dapat dirasakan manfaatnya apabila terdapat komplain terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh petugas. Petugas dapat memperlihatkan dokumen kebijakan yang telah dibuat oleh rumah sakit sebagai jaminan bahwa apa yang telah dikerjakannya telah memenuhi aturan rumah sakit. 3) Diperlukan sebagai bukti otentik

(9)

70 lebih kuat jika dibandingkan

dengan kebijakan yang

disampaikan secara lisan. Hal ini dikarenakan, pada dokumen tertulis, memungkinkan adanya bukti pengesahan dari pimpinan dalam bentuk tanda- tangan pimpinan.

4) Dapat dipakai sebagai tolak ukur petugas ketika harus melakukan evalusi kerja. Apa yang petugas kerjakan sudah sesuai dan sudah konsisten dengan kebijakan yang dibuat dapat diukur dengan mengulas kembali kebijakan yang telah ditulis. Apabila kebijakan tidak dibuat dalam bentuk tertulis maka kebijakan tidak memiliki landasan yang kuat untuk pelaksanaan tugas sehingga hal ini potensial menimbulkan persepsi yang berbeda dari satu petugas dengan petugas lain.

5) Dapat menjadi dokumen sejarah bila telah dibuat kebijakan yang

baru. Kebijakan yang

terdokumentasi dapat menjadi referensi awal bagi pimpinan sebelum membuat kebijakan yang baru. Dapat dipakai oleh pimpinan pula untuk melakukan pengawasan kerja terhadap petugas.

6) Antisipasi terhadap human error. Petugas potensial lupa terhadap hal yang telah disampaikan secara lisan. Hal ini potensial terjadi terutama pada petugas dengan volume kerja yang tinggi. Sehingga dengan adanya kebijakan tertulis, maka hal ini dapat digunakan sebagai review petugas agar tidak menyimpang dari kebijakan yang telah ditetapkan. Ini dapat terjadi terutama pada pekerjaan yang dalam pengerjaannya memerlukan pemahaman tugas yang tepat, seperti pada pekerjaan penerimaan pasien asuransi tertentu.

Dalam hal kebijakan, penting bagi sebuah kebijakan memiliki isi tepat agar meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Mengenai isi kebijakan

yang telah dibuat, pada kebijakan yang telah ada di unit kerja rekam medis RSGM Marantha terdapat beberapa kebijakan yang potensial dapat menimbulkan dampak di waktu mendatang. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan mengenai:

1) Penerimaan pasien gawat darurat pada jam malam dikerjakan bagian keperawatan/asisten bagian farmasi. Dampak yang potensial ditimbulkan yakni :

a.Dalam hal legalitas akses data, data dan informasi mengenai pasien merupakan hal yang cukup sensitive karena berisi informasi pribadi pasien. b.Pencapaian hasil kerja potensial

tidak maksimal.

2) Pelaporan ekternal tidak terdapat kebijakan mengenai batas waktu pengerjaan. Dampak yang potensial terjadi:

a. penumpukkan laporan yang dapat mengakibatkan bertambahnya beban kerja jika terjadi dalam skala besar

b. pada keadaan darurat yang membutuhkan laporan yang bersangkutan terdapat kemungkinan laporan belum siap c. sulitnya melakukan pengontrolan

penyakit yang berpotensi menular

2. Proses Bisnis Unit Kerja Rekam Medis di RSGM Maranatha

Proses bisnis unit kerja rekam medis di RSGM Maranatha berdasarkan tabel 4.1 dapat terlihat pekerjaan yang telah dikerjakan maupun yang belum dikerjakan, pekerjaan yang dikerjakan bukan oleh petugas rekam medis dan pekerjaan yang belum dikerjakan secara konsisten. Terdapat 12 pekerjaan yang belum dikerjakan. Dampak yang potensial ditimbulkan apabila pekerjaan belum dikerjakan yakni, pada pekerjaan: a. Penerimaan pasien rawat inap.

Apabila tidak melalui rekam medis maka dampaknya adalah :

(10)

71 tempat tidur. Data tersebut digunakan untuk dapat mengetahui tingkat pemakaian tempat tidur yang dapat terkait dengan bagian keuangan atau bagian pengadaan peralatan. 2) Tidak dapat diketahui tempat

tidur yang kosong, sehingga petugas bagian pendaftaran potensial kesulitan apabila memerlukan informasi yang cepat untuk kepentingan pasien gawat darurat

b. Identifikasi pasien. Dampak yang potensial terjadi apabila tidak dilakukan yakni:

1) Pasien potensial dibuatkan rekam medis baru dan diberikan nomor rekam medis baru

2) Tidak dapat memastikan apakah terdapat perubahan pada identitas pasien

3) Tidak adanya pencegahan pada pasien agar tidak melakukan

pelanggaran terhadap

administrasi (pasien kabur dan tidak membayar) yang biasanya ditanggulangi dengan melakukan pengecekan pada masa berlaku kartu pengenal dan menyakan secara lisan alamat yang bersangkutan.

c. KIUP. Dampak yang potensial ditimbulkan apabila tidak dibuat adalah:

1) Menyulitkan apabila diperlukan untuk mengidentifikasi nomor catatan kesehatan

2) Mempersulit dalam menemukan catatan karena KIUP merupakan panduan dalam menemukan rekam medis. Hal ini karena KIUP sebagai kunci untuk menemukan catatan kesehatan pasien dan dianggap sebagai salah satu alat yang paling penting dipertahankan di departemen catatan kesehatan yang dalam hal ini unit kerja rekam medis.

d. Penggunaan kode warna untuk map/sampul

 Apabila tidak dilakukan maka potensial dampak yang ditimbulkan yakni :

a) Tidak dapat memudahkan dalam membedakan rekam medis yang potensial

memiliki beberapa

kepentingan yang berbeda. b) Apabila terdapat rekam

medis yang salah

meletakkan, maka dapat memudahkan dalam proses filling

e. Perencanaan terhadap rekam medis yang tidak aktif. Dampak belum adanya perencanaan terhadap rekam medis tidak aktif yaitu :

1) Apabila rak penyimpanan rekam medis sudah penuh, maka penyediaan rak penyimpanan dan ruang penyimpanan bagi rekam medis baru.

2) Menyulitkan pimpinan untuk mempersiapkan rak maupun ruangan apabila rekam medis sudah semakin bertambah 3) Menghambat proses filling

karena petugas potensial akan membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan penelusuran rekam medis

4) Menghambat proses penyusutan rekam medis karena belum terdapat kepanitiaan untuk mempersiapkan kegiatan penyusutan

f. Penyusutan/pemusnahan rekam medis. Penyusutan/pemusnahan rekam medis diperlukan untuk dapat mempersiapkan tempat penyimpanan bagi rekam medis baru. Apabila penyusutan/pemusnahan rekam medis belum dikerjakan maka :

(11)

72 2) Menyebabkan kebutuhan rak dan

ruang penyimpanan rekam medis meningkat sehingga memerlukan penambahan biaya untuk pengadaannya.

g. Kodefikasi tindakan

1) Dampak yang potensial ditimbulkan apabila tidak dikerjakan :

a) Tidak adanya

pengelompokkan tindakan

b) Mempersulit dalam

pembuatan pelaporan data tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien c) Mempersulit ketika akan

digunakan untuk

kepentingan cross check data dengan bagian keuangan, ini karena cross check data harus melihat langsung pada rekam medis sehingga memerlukan waktu yang lebih lama

d) Menyulitkan dalam

mengetahui apakah pasien yang telah mendaftar untuk melakukan pendaftaran untuk dilakukan tindakan benar- benar telah dilakukan tindakan/oprasi atau tidak. 2) Kegunaannya :

a) Untuk kepentingan laporan salah satunya laporan penggunaan alat.

b) Hasil dari laporan yang berhubungan dengan input dari kode tindakan yakni untuk kepentingan keuangan dan pengambilan keputusan.

c) Guna membantu

mempercepat proses audit tersebut. Pada beberapa rumah sakit, tim audit dari bagian keuangan biasanya akan melakukan audit rekam medis secara langsung untuk melakukan

cross check terhadap

penggunaan alat. Hal ini biasanya dilakukan apabila

terdapat perbedaan jumlah yang potensial terjadi antara laporan yang terdapat dalam keuangan dengan laporan penggunaan alat dari bagian pengadaan alat/bahan.

d) Sebagai bahan dalam kepentingan pengambilan keputusan yang dapat berupa pengambilan keputusan untuk kebutuhan penambahan alat atau dapat disinkronkan dengan kodefikasi penyakit untuk kepentingan

pengembangan/

penambahan alat baru dikarenakan perkembangan penyakit yang potensial timbul di rumah sakit atau karena jumlah pasien dengan penyakit tertentu semakin bertambah jumlahnya.

h. Penataan (assembling)

1) Apabila belum dilakukan, dapat menyebabkan tidak tertatanya lembaran pada rekam medis, selain itu lembaran yang kosong pada rekam medis potensial menyebabkan semakin tebalnya rekam medis sehingga rekam medis mudah rusak.

2) Sedangkan dengan dilakukannya assembling dapat :

a) Mengurangi ruang

penyimpanan bagi rekam medis yang mungkin terpakai akibat terisi oleh rekam medis yang tebal tersebut.

b) Memudahkan bagi petugas ketika ingin melihat riwayat pasien atau pelayanan yang telah diterima pasien.

(12)

73 memerlukan waktu yang lebih panjang untuk mencari hasil laboratorium atau hasil pemeriksaan penunjang lainnya karena susunan yang tidak teratur.

i. Indeks dokter. Dampak yang potensial ditimbulkan apabila tidak dikerjakan :

a) Mempersulit untuk mengetahui apakah terdapat dokter yang melakukan tindakan yang bersifat komersial

b) Mempersulit dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja dokter c) Mempersulit dalam mengetahui

jumlah pasien pada setiap dokter yang mana hal ini diperlukan bagian keuangan

j. Indeks penyakit dan operasi. Dampak yang potensial ditimbulkan apabila tidak dikerjakan :

1) Pengambilan rekam medis menjadi kurang praktis ketika terdapat kasus tertentu yang ingin dicari. Hal ini biasanya digunakan untuk keperluan pendidikan.

2) Menyulitkan dalam menemukan rekam medis dimana dokter yang bersangkutan hanya ingat diagnosa atau operasinya, sedangkan nama pasien yang bersangkutan lupa. Ini potensial terjadi pada dokter pembimbing residen atau dokter yang sedang melakukan riset

3) Menghambat dalam

mempercepat akses informasi yang diperlukan untuk kepentingan studi dan kepentingan lainnya.

4) Menyulitkan petugas dalam menyajikan data yang diperlukan dalam survey kemampuan rumah sakit atau untuk menyusun keperluan alat/sarana baru. k. Pelaporan internal

1) Dampak yang potensial ditimbulkan apabila belum dilakukan analisa pada pelaporan

yakni mempersulit pimpinan untuk menggunakan laporan yang diterima, karena dengan data mentah, pimpinan akan memerlukan waktu yang lebih lama dalam menerjemahkan laporan terutama pada laporan yang disajikan dalam bentuk angka.

2) Dampak yang potensial ditimbulkan apabila laporan internal belum dibuat:

a) Menyulitkan pihak rumah sakit dalam melakukan control terhadap pelaksanaan kegiatan di rumah sakit

b) Menyulitkan dalam

melakukan evaluasi terhadap

aspek-aspek yang

mendukung pelaksanaan kegiatan di rumah sakit 3) Dampak apabila laporan tidak

dikirimkan ke pihak pimpinan, yakni :

a) Pimpinan potensial tidak

dapat mengetahui

perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di rumah sakit.

b) Pimpinan sulit mengetahui sejauh mana pemanfaatan fasilitas yang telah disediakan.

c) Informasi yang disajikan potensial telah bersifat tidak terbarukan sehingga memiliki pengaruh yang kecil atau bahkan tidak

berpengaruh dalam

pengambilan keputusan d) Mengurangi nilai dari hasil

kerja yang telah dilakukan petugas bagian statistik karena pimpinan potensial tidak mengetahui laporan-laporan yang potensial memiliki dampak besar

dalam pengambilan

keputusan.

(13)

74 1) Dampaknya apabila belum

dikerjakan yakni :

a) Tidak memenuhi ketentuan DepKes

b) Menyulitkan pihak DepKes dalam melakukan kontrol terhadap rumah sakit 2) Dampaknya apabila tidak

dikumpulkan secara rutin atau tidak tepat waktu adalah :

a) Pengumpulan laporan yang tidak rutin atau terlambat akan menurunkan nilai dari laporan tersebut karena laporan potensial bersumber dari data lama

b) Keterlambatan penanganan terutama apabila terdapat kasus baru yang dapat merupakan wabah

3. Kesesuaian Proses Bisnis pada Unit Kerja Rekam Medis Berdasarkan Aturan yang Dibuat oleh Kementrian Kesehatan

Proses bisnis yang terdapat pada unit kerja rekam medis di RSGM Marantha apabila dibandingkan dengan aturan yang dibuat oleh kementrian kesehatan dapat terlihat yang telah sesuai maupun yang belum sesuai. Berdasarkan keseluruhan pelaksanaan rekam medis pada masing- masing pelayanan dapat digambarkan perbandingannya pada gambar 4.1

Diagram 4.1 Perbandingan Persentase Kesesuaian Pelaksanaan Proses Bisnis Unit Kerja Rekam Medis per Pelayanan

Persentase kesesuaian kegiatan pelayanan rekam medis pada rawat jalan sebesar 56% dari 100%, gawat darurat sebesar 56% dari 100% sedangkan pada

rawat inap sebesar 42% dari 100%. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa pelaksanaan pekerjaan unit kerja rekam medis tidak jauh berbeda bahkan sama antara pelayanan yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan pembagian skor, pada skor 3 terdapat 4 pekerjaan yang belum sesuai ketentuan Kemenkes dan 2 pekerjaan belum dilakukan secara konsisten. Dampak pada setiap pekerjaan apabila belum sesuai ketentuan Kemenkes yakni :

a. Identifikasi data pasien.

Apabila dalam identifikasi pasien, petugas tidak melakukan secara konsisten pembaharuan data dan memastikan data yang tercantum belum berubah, maka berdampak pada unit lain yang menggunakan data tersebut. Data yang potensial sering berubah adalah alamat dan nomor telepon pasien. Bagian keuangan dan farmasi merupakan bagian yang memerlukan kedua data tersebut untuk kepentingan penyelesaian administrasi pasien ataupun untuk kepentingan menghubungi pasien ketika petugas melakukan kesalahan dalam pemberian obat.

b. Pengambilan rekam medis.

Pembuatan outguide dalam

pengambilan rekam medis yang digantikan oleh buku keluar masuk rekam medis memang dirasa lebih praktis, namun memiliki kelemahan dalam segi pengontrolan rekam medis yang belum kembali ke rak penyimpanan.

c. Distribusi. Dampak apabila distribusi dilakukan bukan oleh petugas rekam medis atau bahkan oleh pasien/pihak pasien adalah :

1) Tidak memenuhi prosedur yang telah tertulis. Berdasarkan prosedur yang tertulis, mengenai distribusi rekam medis, isi prosedur berbunyi: “Petugas menyerahkan rekam medis ke perawat pada klinik yang dituju”, sehingga hal ini menunjukkan

Raw at Jalan 56%

(14)

75 bahwa pelaksanaannya belum memenuhi prosedur yang tertulis. 2) Ancaman terhadap keamanan dan

kerahasiaan informasi pasien. Rekam medis dibawa oleh pihak pasien yang berpotensi keluarnya informasi mengenai pasien. 3) Rekam medis berpotensi besar

dapat dengan mudah dibawa keluar dari rumah sakit.

4) Rekam medis secara fisik terancam keamanan isinya, dalam hal ini lembaran di dalamnya potensial hilang atau tercecer. 5) Potensial memberikan peluang

bagi pihak yang ingin menyalahgunakan informasi pasien sehingga potensial merugikan pasien.

d. Penerimaan rekam medis

1) Dampak yang potensial timbul apabila pengumpulan rekam medis yang dipinjam mengalami keterlambatan yakni:

a) Berpengaruh pada proses pengolahan data yang terdapat dalam rekam medis. Hal ini dapat menghambat petugas untuk melakukan pengolahan data.

b) Berpengaruh pada pelayanan berikutnya dimana pasien potensial melakukan kunjungan satu hari setelah menerima pelayanan pada hari tersebut.

e. Penamaan. Dampak apabila tidak dilakukan atau belum dilakukan secara konsisten yaitu:

1) Nama menjadi bagian yang unik sehingga cenderung untuk dilihat paling awal oleh dokter sehingga dapat menghambat petugas medis untuk mengetahui secara cepat identitas pasien berupa gender dan status pasien (sudah/belum menikah) yang biasa digunakan untuk melakukan komunikasi pada saat kontak dengan pasien. 2) Mempersulit proses identifikasi

pada pasien yang memiliki nama yang sama atau nama yang bersifat

androgini (nama yang dapat digunakan untuk laki-laki atau perempuan)

Pada skor 4 juga terdapat 4 pekerjaan yang belum sesuai ketentuan Kemenkes. Dampak setiap pekerjaan apabila belum sesuai ketentuan Kemenkes yakni : a. Korespondensi rekam medis.

Dampaknya apabila dilakukan bukan oleh petugas rekam medis yakni dapat berpengaruh pada saat petugas membaca diagnosa pasien sehingga hal ini potensial menyulitkan petugas dalam membaca diagnosa yang ditulis oleh dokter

b. Analisa kuantitatif. Pada analisan kuantitatif apabila petugas rekam medis tidak mendata nama petugas medis yang belum melengkapi rekam medis ataupun melakukan perhitungan terhadap rekam medis yang belum dilengkapi, maka dampaknya yakni : 1) Potensial mempersulit dalam

melakukan penilaian kinerja dan evaluasi petugas medis dalam melakukan pencatatan

2) Tidak dapat memenuhi salah satu syarat mutlak yang harus ada apabila rumah sakit akan melakukan akreditasi.

c. Laporan eksternal. Dampak yang potensial ditimbulkan apabila pengiriman laporan eksternal belum dilakukan sesuai ketentuan maka dapat meyulitkan pihak DepKes dalam melakukan kontrol terhadap rumah sakit seperti yang disampaikan dalam Juknis SIRS 2011 pasal 6 disampaikan bahwa, “Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SIRS di rumah sakit.”.

4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Proses Bisnis Unit Kerja Rekam Medis di RSGM Maranatha

Pelaksanaaan proses bisnis rekam medis di RSGM Maranatha dipengaruhi beberapa faktor diantaranya:

(15)

76 b. Keterbatasan pemahaman petugas

mengenai pelaksanaan pekerjaan c. Belum dapat mengerjakan pekerjaan

karena keterbatasan jumlah petugas untuk mengerjakan pekerjaan. Adapun pengaruh faktor-faktor tersebut dalam pelaksanaan proses bisnis unit kerja rekam medis antara lain : a. Belum terdapat kebijakan. Hal

tersebut mempengaruhi karena : 1) Kebijakan merupakan salah satu

landasan bagi petugas di bagian operasional untuk dapat melakukan pekerjaan di unitnya. 2) Kebijakan mencakup pekerjaan

yang harus dikerjakan, pelayanan yang spesifik, batas-batas pelayanan, peran dan kewenangan petugas.

3) Kebijakan memiliki tujuan yakni agar proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif dan konsisten/uniform dalam meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

4) Kebijakan yang spesifik potensial mempengaruhi pelaksanaan rutin agar dapat terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dalam kebijakan mengenai periode pengumpulan laporan ekternal yang belum ada batas waktu pengerjaan dan pengumpulannya sehingga potensial berpengaruh pada penilaian DepKes terhadap rumah sakit.

b. Keterbatasan pemahaman petugas mengenai pelaksanaan pekerjaan sehingga belum dikerjakan. Hal tersebut mempengaruhi karena : 1) Berpengaruh terhadap hasil yang

hendak dicapai.

2) Petugas potensial belum mengetahui kepentingan dari pekerjaan yang dilakukannya. c. Belum dapat mengerjakan pekerjaan

karena keterbatasan jumlah petugas untuk mengerjakan pekerjaan. Hal tersebut mempengaruhi karena : 1) Ketika jumlah petugas lebih kecil

jumlahnya dibandingkan dengan

pekerjaan yang harus dikerjakan, maka kemungkinan kecil seluruh pekerjaan dapat dikerjakan. 2) Hal lain yang ditimbulkan yakni

kurang maksimalnya hasil akhir yang ingin dicapai.

3) Hal ini terlihat dalam pekerjaan distribusi dimana pekerjaan tersebut dalam prosedur tetap disampaikan bahwa distribusi dilakukan oleh petugas rekam

medis, namun pada

pelaksanaannya karena

keterbatasan jumlah petugas menyebabkan pekerjaan tersebut dilakukan oleh perawat bahkan oleh pasien/pihak pasien. Sehingga dalam hal ini keterbatasan jumlah petugas mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan di unit kerja rekam medis.

5. Informasi yang Dihasilkan dari Unit Kerja Rekam Medis di RSGM Maranatha

Berdasarkan input data yang dilakukan di unit kerja rekam medis, informasi yang dihasilkan di unit kerja rekam medis RSGM Maranatha diantaranya merupakan

informasi yang mencakup

pengelompokkan antara jumlah pasien, wilayah, jumlah dan penggolongan penyakit. Berdasarkan tugas pokok unit kerja rekam medis yang tercantum pada uraian tugas, informasi yang dihasilkan telah sesuai yakni telah terdapat rekapitulasi data rekam medis, penggolongan jumlah dan jenis penyakit namun berdasarkan standar yang ditetapkan oleh kemenkes, masih terdapat beberapa informasi yang belum dihasilkan dari unit kerja rekam medis. Informasi tersebut diantaranya mengenai:

a. Pengklasifikasian jenis operasi (kecil, sedang, besar)

b. Laporan konsultasi

(16)

77 a. Jumlah pasien meninggal akibat

kecelakaan untuk mengetahui apakah pada daerah tertentu rawan kecelakaan, sehingga informasi ini dapat digunakan pihak terkait seperti pemerintah setempat agar dapat melakukan identifikasi terhadap kasus tersebut.

b. Jumlah pasien rujukan. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui korelasi antara penyedia pelayanan satu dengan lainnya, hal ini menjadi penting untuk mengetahui apakah rekam medis rumah sakit dapat memenuhi kebutuhan ketika pasien akan mendapatkan pelayanan di penyedia pelayanan lainnya.

Untuk laporan internal sesuai buku pedoman penyelenggaraan rekam medis rumah sakit, terdapat laporan yang dapat dihasilkan berdasarkan data yang dikumpulkan yakni :

a. Pasien masuk dan keluar rumah sakit (diklasifikasikan menjadi: pasien umum, anak)

b. Lamanya pasien dirawat

(diklasifikasikan menjadi: pasien umum, anak)

c. Pembuatan LOS (lenght of stay) d. Persentasi pemakaian tempat tidur

(BOR) (diklasifikasikan menjadi: pasien umum, anak)

e. Kegiatan pembedahan dan tindakan medik lain yang diklasifikasikan berdasarkan operasi besar, sedang dan kecil.

f. Kegiatan rawat jalan meliputi jumlah kunjungan pasien, laporan konsultasi, laporan kegiatan penunjang medis. Berdasarkan software medic first terdapat format master diagnosa keperawatan yang mana pada format lainnya terdapat pula master diagnosa. Dalam hal ini penulis belum dapat mengetahui perbedaan antara keduanya, namun secara teori, diagnosa hanya dapat ditegakkan oleh dokter, sehingga dalam hal ini kepentingan dari pembuatan format tersebut belum dapat diketahui dengan pasti. Pada laporan ekternal, laporan eksternal yang dapat dikerjakan namun belum dibuat yakni sebesar 87.5% yang

mana dalam hasil penelitian secara rinci diuraikan dalam tabel 4.8. Apabila melihat dari fenomena yang ada, terdapat 25% laporan ekternal yang potensial kecil dapat dilakukan karena merupakan laporan yang memerlukan data pasien rawat inap.

Hal ini dikarenakan jumlah pengguna pelayanan rawat inap yang tidak selalu ada setiap bulannya sehingga potensial kecil laporan tersebut dapat dikerjakan secara rutin. Perbandingan antara laporan ekternal yang telah dibuat dengan laporan ekternal yang belum dibuat adalah 1:7. Perbandingan tersebut dapat menunjukkan bahwa sebagian besar laporan belum dikerjakan sehingga hal ini dapat berdampak bagi monitoring terhadap rumah sakit tersebut.

6. Pengguna/End User Informasi yang Dihasilkan oleh Unit Kerja Rekam Medis di RSGM Maranatha

Pengguna informasi yang dihasilkan oleh unit kerja rekam medis di RSGM Maranata hanya digunakan oleh Departemen Kesehatan saja. Informasi tersebut dibuat dalam bentuk laporan eksternal. Namun meskipun telah digunakan oleh Dinas Kesehatan, informasi yang dikirimkan belum merupakan informasi yang terbarukan. Informasi yang tepat waktu dan bersifat terbarukan penting terutama untuk membantu pihak Dinas Kesehatan agar dapat memonitoring keadaan di rumah sakit. Kepentingan monitoring juga tentu akan dilakukan oleh pimpinan untuk mengetahui keadaan rumah sakit yang dipimpinnya. Pimpinan biasanya akan membutuhkan informasi untuk mengetahui mengenai:

a. Perkembangan jumlah pasien dari waktu-waktu sebelumnya

b. Sejauh mana fasilitas rumah sakit dimanfaatkan

c. Kemungkinan kebutuhan penambahan pegawai baru atau alat/fasilitas di bagian pelayanan

d. Kinerja petugas medis yang bekerja di rumah sakit

(17)

78 rangka mempromosikan layanan fasilitas.

Informasi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan bagi pimpinan. Petugas rekam medis dalam hal ini sebenarnya dapat membantu pimpinan untuk menyiapkan informasi tersebut. Hal ini karena informasi yang terdapat pada rekam medis telah mencakup seluruh kegiatan pelayanan yang berlangsung di rumah sakit. Mulai dari pasien melakukan

pendaftaran, mendapatkan

terapi/menggunakan alat-alat medis sampai pada pasien pulang, data tersebut pada akhirnya akan tercatat seluruhnya dalam rekam medis. Sehingga penting bagi data tersebut untuk diolah menjadi informasi agar memiliki nilai yang lebih berguna.

Informasi tersebut tidak hanya akan dipakai untuk kepentingan yang berhungan dengan perawatan pasien atau hanya untuk kepentingan pelaporan. Rekam medis dapat digunakan oleh bagian yang bertugas untuk melakukan audit laporan keuangan maupun audit mutu pelayanan. Audit keuangan biasanya akan menggunakan rekam medis dalam melakukan cross check terhadap catatan perawatan pasien yang akan dibandingkan dengan besar tagihan yang dikeluarkan oleh pasien. Sehingga dalam hal ini rekam medis menjadi bukti tertulis bahwa pasien telah menerima tindakan dan tarif yang dikeluarkan telah sesuai dengan tindakan yang didapat oleh pasien.

Sedangkan bagi petugas di bagian audit mutu pelayanan dapat melakukan pengecekan pada jenis pelayanan tertentu. Sebagai contoh bagian audit mutu pelayanan akan dapat mudah dalam melakukan identifikasi kinerja dokter apabila terdapat indeks dokter. Pada indeks dokter dapat terlihat jumlah pasien pada dokter tersebut dan status keluar pasien. Tim audit mungkin saja akan melihat pada rekam medis pasien yang dirawat dokter tersebut. Untuk standar kepentingan rumah sakit pendidikan, pengarsipan rekam medis secara sistematis dan terkomputerisasi diperlukan sehingga

memudahkan pengaksesan data bagi penelitian.

7. Kemungkinan Hubungan antara Proses Bisnis Unit Kerja Rekam Medis dengan Sistem Informasi Rumah Sakit di RSGM Maranatha

Berdasarkan hasil penelitian, proses bisnis unit kerja rekam potensial memiliki hubungan dengan sistem informasi rumah sakit. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel 4.17 yang mana apabila pekerjaan dikerjakan maka akan menimbulkan data yang apabila diproses dengan cara tertentu akan berpengaruh pada output yang dihasilkan. Berdasarkan obsevasi yang penulis lakukan, penulis mendapatkan contoh mengenai proses bisnis yang potensial memiliki hubungan, yaitu pada pekerjaan pendaftaran pasien rawat inap. Apabila pendaftaran tersebut tidak dikerjakan/ tidak terdapat kegiatan tersebut, maka tidak akan terdapat informasi mengenai pasien yang hendak menerima pelayanan rawat inap.

E. SIMPULAN

1. Kebijakan di RSGM Maranatha mengenai unit kerja rekam medis belum dapat mengakomodasi dalam melaksanakan pekerjaan rekam medis.

2. Proses bisnis unit kerja rekam medis di pelayanan rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat ada yang belum dikerjakan. Pekerjaan unit kerja rekam medis yang belum dikerjakan antara lain pada rawat jalan sebanyak 7 pekerjaan, gawat darurat sebanyak 7 pekerjaan sedangkan rawat inap sebanyak 12 pekerjaan.

(18)

79 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan proses bisnis unit kerja rekam medis antara lain belum adanya kebijakan dari pimpinan, keterbatasan jumlah petugas dan pemahaman petugas pada salah satu pekerjaan di unit kerja rekam medis. 5. Informasi yang dihasilkan oleh unit

kerja rekam medis mencakup informasi pasien, keberadaan berkas RM, jumlah pasien yang diklasifikasikan per klinik dan per kelas, informasi penyakit per wilayah. Laporan internal mengacu pada pedoman DepKes belum mencapai 100% sedangkan laporan ekternal baru mencapai 12,5%.

6. Informasi yang dihasilkan oleh unit kerja rekam medis di RSGM Maranatha digunakan oleh Departemen Kesehatan Kota Bandung, sedangkan Direktur dan manajemen belum menggunakan informasi tersebut.

7. Proses bisnis unit kerja rekam medis potensial memiliki kemungkinan hubungan dengan sistem informasi rumah sakit. Apabila dalam proses bisnis terdapat bagian yang tidak dikerjakan, maka berpengaruh terhadap informasi yang dihasilkan dalam sistem informasi rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prof. Dr. 2010. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Ed.

Rev. VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bahan kuliah semester V Metodologi Penelitian. 2014. Pertemuan II (Desain dan Jenis Penelitian)

Bahan kuliah semester IV Sistem Informasi Manajemen dan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. 2014. Pertemuan II (Pengenalan Sistem Informasi)

Bahan kuliah semester V Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. 2014. Bussiness Process

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. 2006.

Pedoman Penyelenggaraan & Prosedur

Rekam Medis Rumah Sakit. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI

Hatta, Gemala R. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia

Huffman, Edna K. 1994. Health Information

Management Tenth Edition. AHIMA

IFHRO. 2007. Education Modules for Basic Health

Record Practice. WHO

Irawati, D. Retno Indriani. 2013. Pengembangan Sistem Informasi Jasa

Pelayanan Bagi Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro

Kristianto, Andri. 2008. Perancangan Sistem Informasi dan Aplikasinya. Yogyakarta: Gava Media

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Juknis Sistem

Informasi Kesehatan (SIRS). Jakarta :

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor

269/MENKES/PER/III/2008, tanggal 12 Maret

2008, tentang Rekam Medis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2008.

Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

1171/MENKES/PER/VI/2011, tanggal 15 Juni

2011, tentang Sistem Informasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2011

Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 55 tahun 2013, tanggal 23 Agustus 2013, tentang Penyelenggaraan Pekerja Perekam Medis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2013.

Murdani, Eti. 2007. Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Rawat Jalan Untuk Mendukung Evaluasi Pelayanan Di Rsu Bina

Kasih Ambarawa. Doctoral dissertation.

Universitas Diponegoro.

(19)

80

. Sistem Informasi dan Implementasinya. Bandung:

Informatika

Presiden Republik Indonesia. Undang- undang

Dasar No. 36 tahun 2009, tanggal 13 Oktober

2009, tentang Kesehatan, Jakarta 2009.

Presiden Republik Indonesia. Undang- undang

Dasar No. 44 tahun 2009, tanggal 28 Oktober

2009, tentang Rumah Sakit, Jakarta 2009.

Tathagati, Arini. 2014. Step by Step Membuat

Standar Operasional Prosedure. Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian diukur dalam 10 (sepuluh) aspek yaitu Tampilan Website, Kemudahan Untuk Membaca Tulisan, Komposisi Warna Website, Struktur Menu Yang Disajikan,

Berdasarkan pengamatan secara langsung yang telah dilakukan penulis pada Best Jeans Garment didapati bahwa produktivitas pekerja menurun dan seringnya pekerja

5 tahun 2011 Tentang KetertibanUmum Dan Ketentraman Masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja merupakan unsure pelaksana Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemainan bahasa yang dikembangkan ini tidak hanya berlaku sebagai apersepsi dalam pembelajaran, melainkan juga dapat digunakan sebagai kegiatan inti pebelajaran dan seba- gai

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan Pengetahuan dan keterampilan serta sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan administrasi materi hasil

Hivyo mtafiti ametumia nadharia ya ndani nnje ili iongoze utafiti katika kuchambua mtindo, lugha na ujumbe wa majina ya mitaa ya Mjini Unguja.. 2.2.2 Nadharia ya

1etiap orang memiliki kebutuhan hidup. $rang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa rasio daging buah pisang mas dan daging buah naga merah berpengaruh nyata terhadap kadar air,