• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi ttg Orang dan Atribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Persepsi ttg Orang dan Atribusi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Inferensi sosial.

Dalam pendahuluan telah diuraikan bahwa selain memersepsi benda, manusia juga melakukan persepsi tentang orang ayau sekelompok orang, yang disebut sebagai persepsi social. Tujuannya adalah untuk memahami orang atau orang – orang lain. Berbeda dengan persepsi sebelumnya, persepsi social ini bersifat objektif. Dalam kehidupan kita sehari – hrai sering kali terjadi kita sudah mendengar nama – nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa dengan mereka. Kadan – kadang saat kita belum berjumpa dengan orang tersebut, kita sudah mempunyai kesimpulan tentang orang tersebut dari data – data yang kita peroleh. Inilah yang dinamakan inferensi social.

Namun, sebelum anda mempelajari inferensi social, ada baiknya anda ketahui lebih dahulu perbedaan antara persepsi benda dan persepsi social.

A. PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN PERSEPSI SOSIAL.

Persesi mengenai orang (person perception) dan persepsi mengenai obyek / benda akan berbeda. Bagaimana perbedaan dua persepsi tersebut? Marilah kita simak contoh berikut.

Sekelompok mahasiswa diminta untuk persepsinya tentang ruang kuliah mereka. Kelompok yang sama diminta persepsinya tentang seorang artis ternama yang sering dibicarakan dalam acara infotainment di TV sebutlah, misalnya Shopia Latjuba. Persepsi mereka tentang ruang kuliah mereka relative lebih seragam dibandingkan dengan persepsi mereka tentang Shopia Latjuba mengapa?

Menurut Rahmat (2003) ada empat perbedaan anatara persepsi obyek dan persepsi tentang orang ; yang disebutnya persepsi interpersonal.

Pertama. pada persepsi obyek, stimuli dianggap sebagai panca indra melalui benda – benda fisik : gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli samapai kepada kita melalui lambing – lambing verbal atau grafis yang

Modul

5

Persepsi Tentang Orang Dan Atribusi

(2)

disampaikan pada pihak ke tiga. Pihak ketiga ini dapat mengurangi kecermatan kita. Pada contoh Sophia Latjuba tadi misalnya, kita sudah cukup banyak memiliki informasidirinya dari berbagai sumber (TV, majalah, tabloid) sebelum kita berjumpa dengannya, yang kemudian mempengaruhi persepsi kita.

Kedua. Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, kita hanya menaggapi sifat - sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang orang, kita mencoba memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra kita. Kita coba memahami bukan saja perilaku orang, tetapi motiv atau mengapa orang berperilaku. Itulah sebabnya mengapa kita harus memepelajari atribusi.

Ketiga. Saat melakukan persepsi obyek, obyek tidak bereaksi kepada kita. Kita tidak memeberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi kepada orang lain, berbagai factor telibat seperti factor – factor personal kita, karakteristik orang lain yang dipersepsi maupuun hubungan antara kita dengan orang tersebut.

Keempat. Objek relative tetap, tapi orang cenderung berubah –ubah. Ruang kuliah yang diamati mahasiswa relative sam dari waktu kewaktu, tetapi manusia yang diamati selau berubah. Ada kemungkinan orang yang dipesepsi kemarin sedang gembira, tetapi hari ini dia sedih. Mungkin saja tadi pagi kita mempersepi orang saat ia berada di tempat ibadah, lain kali ia berada diruang pesta sehingga ia menampilkan perilaku yang berbeda.

B. INFERENSI SOSIAL

Dari keempat perbedaan yang dikemukakan oleh Rahmat, member penjelasan kepada kita bahwa mempersepsi orang lebih sulit dan lebih mungkinj untuk tidak cermat dari pada mempersepsi benda.

Dalam hal person perception, Waber (1992) menyebut istilah inferensi social. Inferensi social berarti mengerti apa yang kita pelajari tentang orang atau orang lain. Kita mendengar nama – nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa dengan mereka. Dengan kata lain, inferensi social berarti apa yang kita pelajari tentang orang atau orang lain.

(3)

Kontak pertama kita dengan orang lain tidak selalu merupakan “interaksi tangan pertama” atau secara langsung. Suatu waktu kita juga harus bertemu dengan orang yang sebelumnya hanya kita kenal melalui telepon atau surat; sebelumnya kita belum bertemu secara tatap muka dengan orang tesebut. Diantara jaringan social kita, kita mendengar nama – nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa dengan mereka. Pada saat itu pun, yakni saat kita belum berjumpa dengan tersebut dari data – data yang kita peroleh. Iferensi social kita umumnya dating dari empat sumber. Yakni (1) inormasi social tentang oranglain, (2) penampilan, (3) petunjuk nonverbal, (4) implikasi tindakan – tidakan orang lain. Kita akan membahas sumber inferensi social ini satu persatu.

Informasi Sosial.

Pada dasarnya, manusia adalah mawkhluk yang selalu membutuhkan informasi tentang orang lain yang berada disekitar dirinya. Suatu hari anda melihat orang yang anda kenal, sedang berjalan terburu – buru, setelah berlari membawa buku – buku yang tebal dan dengan penampilan yang rapi. Untuk mencari tahu mengapa ia melakukan itu, anda tentu akan berusaha mencari informasi pada orang yang anda anggap tahu. Anda mungkin bisa bertanya pada sahabatnya atau langsung berteriak padanya, “hei kenapa kok buru – buru?”

Bisa juga, saat kita baru saja bertemu dengan teman sekolah setelah sekian tahun berpisah, kita tidak hanya mencari tahu tentang kabarnya secara fisik, tetapi juga informasi tentnag dirinya. Kita bisa saja menanyakan tentang apa yang dilakukannya saat ini, bisnis apa yang digelutinya, tempat tinggalnya, keluarganya, dan hal lainnya.

Menurut pandangan Psikologi Kognitif, manusia adalah makhluk pengolah informasi. Informasi itu dibutuhkan sebagai suatu cara manusia bertahan hidup sebagai makhluk social. Manusia akan berusaha mencari terbaru tentang orang yang ada disekitarnya. Informasi social ini ada beberapa bentuk, yaitu;

a. Trait (Sifat, Pembawaan)

(4)

Apalagi saat tahu anda sedang mengalami kesulitan, ia dengan senang hati membantu. Darisitu anda mengatakan, bahwa orang ini adalah orang baik. Sebaliknya, saat ada orang yang bersikap berlawanan dari itu, kita akan mengatakan di bukanlah orang yang baik. Kita akan dengan mudah menyimpulkan sikap seseorang berdasarkan pengetahuan kita tentang orang itu.

Trait ini merupakan suatu generalisasi tentang sikap sesorang. Mengenai nilai kebenaran yang ada di dalamnya tentu tidak mutlak sepenuhnya. Bisa saja orang akan berperilaku berbeda saat menghadapi situsai dan keadaan yang berbeda pula.

b. Nama

Shakespare bertanya, What is in a name? terhadap pertanyaan ini kita dapat menjawab bahwa nama bisa sangat berarti. Setiap manusia mempunyai nama yang membedakan dirinya dengan orang lain. Berbagai penelitian menunjukan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan mudah diingat daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya relative dan tergantung dari budaya dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih mudah untuk di ucapkan disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relative sulit diucapkan.

Misalnya, seorang teman saya pernah berkata bahwa ia bisa lebih mudah mengingat salah seorang teman kami yang bernama Diana karena nama itu langsung mengingtakan saya pada lagu “Koes Plus” yang berjudul sama. Bisa saja dari nama yang mengacu pada hal tertentu seperti itu bisa membuat kita berusaha mnecari informasi tentang dirinya.

Sebuah studi yang dilakukan Harari dan McDavid (1973) menunjukan betapa nama bisa mempengaruhi penilaian. Mereka meminta guru - guru yang berpengalaman untuk menilai karangan kelas 5.

Suatu karangan yang sama diberi nama pengarang yang berbeda, yakni diambil dari suatu kelompok nama – nama yang dianggap bagus (Karen, Lisa, David, Michael) dan kelompok nama – nama yan dianggap jelek (Elmer, Hubert, Berta, Adelle) ternyata penelitian menunjukan bahwa karangan yang dibuat oleh nama – nama yang menarik dinilai lebih tinggi dari pada karangan dengan nama jelek.

(5)

Nama Perempuan Ranking Menurut

Secara definisi, stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu yang dianggap sebagai suatu kebenaran. Misalnya, ada orang yang beranggapan bahwa orang yang bersuku Batak memiliki sikap dan karakteristik keras, selalu terburu – buru, dan tidak sabar. Hal ini dianggap suatu kebenaran meskipun nilai kebenarannya masih diragukan. Suatu waktu orang tersebut bisa saja bertemu dengan orang bersusku Batak dengan sifat berbeda dari yang ada dalam persepsi orang tersebut sebelumnya. Stereotype itu muncul karena dari dalam kepala yang sudah ada karakter satu kelompok tertentu dan hal itu diberlakukan untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok itu.

(6)

Hal ini terjadi dengan stereotype itu kita langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan apa yang telah kita persepsikan sebelumnya. Akibatnya, kita mendapatkan penilaian social yang lebih tepat.

Menurut psikologi kognitif, pengalaman – pengalaman baru yang diterima seseorang akan masuk dalam “laci” kategori yang ada dalam memori, berdasarkan kesamaannya dengan masa lalu. Besama itu, semua sifat yang berada pada kategori pengalaman itu dikenakan pada pengalaman baru. Dengan cara seperti ini, orang memperoleh informasi tambahan dengan segera sehingga membantu dalam mengambil keputusan yang cepat atau dalam meramalkan peristiwa.

Mesalnya saja, selam ini anda selalu mempunyai persepsi dan stereotype bahwa anak perempuan bersifat lebih sabar, cekatan, dan teliti dalam mengerjakan sesuatu. Anda pun beranggapan bahwa pekerjaan yang selalu membutuhkan kesabaran dan ketelitian seperti menyulam atau menjahit akan selalu bisa lebih baik jika dikerjakan oleh perempuan. Dengan demikian, pada suatu saat anda akan memerlukan seseorang untuk menjahit baju anda, otomatin dan tanpa berpikir panjang, anda meminta tolong pada perempuan.

Dari situ adna pun melakukan suatu simplifikasi terhadap kelompok tertentu berdasarkan persepsi yang telah dimiliki sebelumnya. Adna menyimpulkan dengan mudah suatu pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya melalui kelompok tertentu dan melakukan generalisasi kepada semua orang yang masuk dalam kelompok itu.

Efek stereotype yang kedua adalah oversimplikasi dan prejudice. Stereotype dengan mudahnya membuat kita menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas. Berlawanan dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negativf karena generalisasi yang dilakukan membuat kita bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu. Misalnya saja, paman saya percaya bahwa anak nuda masakini tidak mau lagi dengan kebudayaan dalam negri. Ia yakin bahwa anak muda zaman sekarang tidak ada yang mau mempelajari budayanya sendiri, sehingga suatu waktu ia bertemu dengan anak yang tertarik untuk mempelajari budaya dalam negri, ia akan cenderung meremehkan dan merendahkan minat si anak muda itu.

(7)

Penampilan

Saya yakin anda pasti pernah mendengar perkataan “jangan menilai seseorang dari penampilannya” atau don’t judge a book by its cover. Akan tetapi, apakah memang benar penampilan bisa dijadikan dasar dalam menilai seseorang?

Tidak bisa dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan saat kita bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Penampilah fisik seseorang kita juga bisa memperoleh data – data social yang penting tentang dirinya.

Apa yang ada dalm pikiran anda saat melihat seorang laki – laki berpakaian rapih, berkemeja licin yang dimasukan kedalm celananya, menggunakan dasi, menggunakan handphone keluaran terbaru, lengkap dengan sepatu tertutup dan potongan rambut yang rapi. Saat itu anda sudah bisa mulai memperoleh data – dat social dirinya

Anda akan beranggapan bahwa orang itu adalah seorang businessman yang cukup sibuk,seorang pimpinan perusahaan, staf perusahaan dan lain sebagainya. Artinya, hanya dari penampilannya fisiknya saja, anda bisa memperoleh data – data tentang pekerjaannya, usia, status, tingkat pendidikan dan lainnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penampilan ini.

DAYA TARIK FISIK

Apa yang bagus dan menarik bisa berbeda daan bisa bersifat relatif untuk setiap orang. Meskipun begitu, untuk sebagian besar orang, daya tarik fisik memiliki konsekuensi tersendiri bagi pesepsi seseorang.

Ada dua bentuk efek yang mungkin timbul. Pertama adalah apa yang di sebut halo efect,cara kita menilai suatu karakteristik penting pada seseorang dapat mempengaruhi cara informasi yang lain tentang orang itu kita interprestasikan. Apabila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat maka kit beranggapan bahwa ia memiliki sifat - sifat tertentu yang berkaitan dengan sifat sebelumnya. Itulah halo effect.

(8)

Efek yang kedua adalah apa yang di sebut the physical attractiveness streotype (steroetype daya tarik fisik). Memang apa yg di sebut sebagai penampilan bagus itu sifatnya relatif dan berbeda untuk setiap orang. Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok masyarakat tertentu,sudah ada semacam standar tentang apa atau siapa yang di sebut berpenampilan terbaik. Hal - hal menarik dan bagus akan di nilai baik atau lebih baik daripada hal yang tidak menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti penampilanya maka kita memiliki the physical attrativeness stereotype.

Penelitian menunjukan bahwa hubungan karakter seseorang dengan penampilan merupakan sesuatu streotype yang di generelisasikan dan belum tentu benar. Kita juga mungkin sering kali melakukan hal ini. Seseorang dengan daya tarik fisik dan menarik sering di hubungkan dengan kesuksesan hidup. Mereka yang secara fisik menarik akan cenderung memperoleh kesempatan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik dari segi fisik sehingga akibatnya ia akan lebih cepat jalanya menuju kesuksesan.

SIGMA

Mereka yang di anggap memiliki daya tarik fisik cenderung di berikan label sosial yg baik sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya tarik mendapatkan label yang kurang menyenangkan. Label - label sosial buruk yang di berikan pada sesuatu itu di sebut sebagai stigma. Stigma dapat menjadi sumber prasangka sosial mulai dari penjauhan diri hingga diskriminasi.

Misalnya, negara berkembang sering di berikan label buruk atau stigma sebagai negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, buruknya tingkat pendidikan, tingginya tingkat kelahiran, rendahnya tingkat kesehatan,tingginya tingkat korupsi,dan lain lain. Contoh lain, AIDS umunya masih dianggap sebagai stigma. Di masyarakat, penyakit ini masih di berikan label negatif, terlepas dari berbagai penyebab orang mendapatkan penyakit tersebut.

C. PETUNJUK NONVERBAL

(9)

Ekspresi wajah seseorang memegang peranan penting dalam interaksi dengan sesama. Petunjuk wajah di anggap merupakan sumber persepsi yang dapat di andalkan.

Ekspresi wajah menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat bepengaruh saat interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling dalam mengenali perasaan orang lain. Seseorang yang dapat tersenyum menunjukan bahwa ia adalah orang yang ramah dan sedamg gembira hatinya. Tentunya cara kita bicara dengan dia akan berbeda dengan mereka, yang saat kita temui tampak mengerut keningnya dan cemberut. Saat itu kita memersepsikan dia sedang marah dan suasana hatinya tidak baik.

B. Kontak mata

Kontak mata menunjukan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat interaksi dengan orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghidari kontak mata yang terlalu sering dengan mereka. Sebaliknya, kalau sedang berinteraksi dengan orang yang amat kita senangi kontak mata akan dilakukan sesering mungkin.

Bentuk dan cara seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan perhatian tertentu. Kita akan tahu saat seseorang sedang senang, ia akan membuka mata lebar - lebar dan berbinar binar saat bebicara. Sebaliknya, pupil matanya akan mengecil jika ia tidak tertarik dengan orang yang mengajaknya berbicara atau dengan topik yg di bicarakan.

C. Gesture

Gerakan tubuh (gesture) yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri. Gerakan di sini bisa berupa gerakan tangan, lengan, maupun kepala. Beberapa gerakan memiliki arti tertentu. Misalnya, jari tangan( telunjuk dan jari tengah) yang memiliki huruf V menunjukan tanda damai atau kemenangan (victory). Dalam beberapa kasus, gestures ini memberikan informasi yang lebih dari sekedar kata - kata yang di keluarkan. Untuk menunjukan bahwa kita tidak mengetahui sesuatu hal, kita bisa menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu misalnya. Hal itu sudah bisa menunjukan bahwa kita memang tidak mengerti tentang sesuatu.

(10)

gerakan tubuh orang tersebut. Misalnya, seseorang ketakutan hingga tangan dan lututnya terlihat gemetar. Saat di tanya, apakah ia takut, ia menjawab bahwa ia tidak takut. Namum, meilhat gerakan tubuhnya itu sukar bagi kita untuk mempercayai kata - kata itu.

D. Suara

Suara yang kita keluarkan bisa memberikan pengaruh besar dalam menunjukan emosi dan perasaan. Cara kita menggunakan bahasa ( yang tertulis maupun terucap )di sebut dengan paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendahnya suara (volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara, dan kecepatan berbicara. Suara yang keras dan tinggi bisa di persepsilkaan sebagai suara orang yang sedang marah. Sementara suara orang yang pelan, ragu- ragu sedikit gemetar, bisa di persepsikan sebagai suara orang yang gugup dan takut.

Suara penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal seseorang. Anak kecil pun dapat mengetahui bahwa suara yang lembut berarti kasih sayang, suara meninggi dan keras berarti kemarahan atau suara memanjang dan kecil berarti penyesalan.

E. Tindakan

Dalam membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan diri atau memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain. Ia akan mencoba mengerti dan memahami alasan atau penyebab mengapa orang lain melakukan suatu tindakan. Nah, proses seseorang mencari alasan atau penyebab itu di sebut sebagai atribusi.

D. PEMBENTUKAN KESAN

Bagimanakah orang mengkombinasikan informasi untuk membuat inferensi social dan penilaian? Para peneliti mengidentifikasikan tiga jenis proses yang terjadi ketika menerapkan persepsi interpersonal. (1) pembentukan konsep social, (2) pengorganisasian kesan, dan (3) pengolahan informasi social.

(11)

Beberapa peneliti mengatakan bahwa pengalaman sosial merupaka sesuaatu yang di bentuk oleh kita sendiri saat kita menginterprestasikan pengalaman kita dan memberikan makna di dalamnya. Misalnya, kita terbiasa untuk membagi orang -orang yang kita temui menjadi beberapa kelompok usia tertentu, seperti anak - anak, ramaja, orang dewasa, orang tua.

Padahal bagaimanapun, seseorang pasti akan berinteraksi dengan segala jenis kelompok usia, dan tidak memberikan perbedaan secara ketat menurut usianya, sehingga bisa di katakan, pengelompokan usia yang kita lakukan itu merupakan suatu konsep di kepala kita, yang membantu kita mengorganisasikan kehidupam sosial.

Nah,katagori - katagori atau kelompok kualitass yang membantu kita berfikir tentang manusia sekitar kita seperti itu adalah seuatu konsep sosial. Konsep itu bisa berupa kelompok usia, ras, gender, dan hubungan keluarga, yang nantinya membedakan kita antara teman dan musuh, lelaki dan perempuan, dan perbedaan lainya yang menentukan bagaimana kita akan berperilaku dan menilai orang lain.

Konsep Sosial terbentuk melalui berikut.

a. Pengalaman

Melalui pengalaman hidupnya, manusia mengembangkan cara untuk membedakan di antara berbagai katagori manusia yang di temuinya. Beberapa pengalaman yang dialami menjadi berbeda tergantung dari saat kita pertama kali diproses dan di terima oleh diri kita. Hal ini terbentuk suatu katagori alami (natural caragories). Dalam persepsi seseorang,jenis katagori ini dapat di bedakan berdasarkan tindakan yang berbeda yang di lakukan seseorang, tanpa melihat dari mana kelompok orang itu.

Misalnya, seorang perempuan yang sedang berbicara disebuah kelas dihadapan banyak pelajar,secara alami ini akan berbeda dengan perempuan yang sedang berlari ke taman. Satu perempuan yang sama bisa bertindak di waktu dan tempat yang berbeda, dan sebagai seorang pengamat, kita akan bisa membedakannya berdasarkan gerakan -gerakan yang melakukan dan tindakannya itu.

(12)

b. Belajar

Konsep sosial juga di pelajari melalui asosiasi, peneguhan, dan pengujian hipotesis. Seorang anak cenderung untuk memperoleh dan menggunakan konsep sosial yang sama seperti orang tuanya karena ia belajar dari orang tuanya tentang hal - hal yang sama. Orang dewasa biasanya akan menggunakan pengujian hipotesis dengan memperkirakan atau menebak suatu konsep untuk mengatekorikan seseorang, dan melakukan peneguhan atau penegasan dari perkiraan itu menurut pengalaman yang sudah di peroleh sebelumnya.

Misalnya, dosen baru anda berpakaian sedikit aneh dan tidak seperti pendidik lainya pada umumnya. Saat itu anda akan berpikir, apakah ia tidak tahu cara berpakaian yang benar atau memang sengaja melakukan itu untuk mengespresikan dirinya? Dugaan -dugaan, itu akan anda tegaskan melalui pertanyaan yang anda berikan padanya atau mungkin pada dosen anda langsung. Dari situ anda bisa memperoleh informasi yang penting tentangnya sehingga mempengaruhi interaksi di masa mendatang denganya. Kita belajar dari pengalaman yang sudah dialami sebelum berinteragsi dengan seseorang.

c. Bahasa

Beberapa kata bisa secara spesifik menjelaskan seseorang daripada kalau kita menggunakan objek atau peristiwa tertentu. Kata-kata yang di gunakan untuk menjelaskan sesuatu bisa mempengaruhi kualitas yang kita terima tentangnya. Sehingga bisa di katakan, bahasa membentuk konsep dan juga makna atau arti katanya. Misalnya, dalam menulis sebuah berita, surat kabar terkadang menulis perempuan berusia 19 tahun dengan kata -kata “gadis berusia 19 tahun". Penggunaan -kata -kata gadis dan bukan perempuan biasa mempengarui cara berpikir dan persepsi orang yang membacanya.

Saat konsep- konsep itu sudah mulai terbentuk maka terciptalah suar label yang dilekatkan pada orang-orang tertentu. Ada beberapa kriteria labeling itu tercipta. Diantaranya :

a. Melalui kemiripan atau kesamaan

(13)

dirinya dan tidak henti- hentinya membicarakan dirinya sendiri, kita beri label sebagai orang yang sombong dan egois. Saat suatu waktu kita bertemu dengan orang lain yang juga sering melakukan hal yang sama ,secara otomatis kita akan melakukan label yang sama terhadap orang itu.

b. Motivasi

Sama seperti self- serving yang bisa menggangu persepsi seseorang, hal yang sama juga mengakibatkan bias pada impresi terhadap seseorang. Misalnya, saat kita memperoleh nilai jelek di satu mata kuliah, kita bisa saja menilai bahwa dosen kita adalah orang yang tidak adil. Atau, saat tim favorit kita dikalahkan dalam satu pertandingan, kita juga akan menilai tim lawan sebagai tim yang bermain curang.

c. Konteks

Sikap dan perilaku bisa memiliki arti yang berbeda pada konteks yang berbeda. Misalnya, kita tersenyum saat menonton sebuah acara komedi ditelevisi. Disini makna senyuman itu adalah karena kita merasakan ada sesuatu yang lucu dan merupakan ekspresi perasaan. Perilaku yang sama ini akan memiliki arti yang berbeda saat kita tersenyum pada seseorang yang lucu melainkan untuk menunjukan sikap ramah dan terbuka terhadap orang lain. Perilaku yang sama ini, di konteks yang berbeda, menimbulkan makna yang juga berbeda.

Pengorganisasi Kesan

Pembentukan kesan yang lain berfokus pada kuntitas dan keberagaman informasi sosial hrus di pahami secara keseluruhan. Manusia merupakan makluk pengolah informasi dan mengorganisasikan kesan berdasarkan proses tertentu sehingga saat kesan itu di bentuk, ada suatu proses kognitif dalam setiap individu.

Para peneliti mengidentifikasi ada beberapa strategi yang di gunakan untuk mengorganisasikan kesan.

(14)

Salah satu study clasik psikologi sosial dari solomon asch menentukan beberapa sifat pribadi mempengarui cara menginterprestasi orang lain. Misalnya, apabila seseorang disebut memiliki sifat"hangat" dan "cerdas" maka jenis "cerdas" yang di maksud akan berbeda jika orang tersebut diinterprestasikan "dingin" dan "cerdas". Dimensi "hangat-dingin" menjadi pusat (central) bagi pembentukan kesan, yang nantinya akan mempengaruhi keseluruhan penilaian kita mengenai orang lain.

Para peneliti lain menyebutkan bahwa segala carakternya (sosial atau intelektual). Misalnya, karakter sosial-baik, seperti "hangat" memberi konteks yang penting bagi sifat intelektual, seperti"cerdas" orang yang cerdas dan hangat berbeda berbeda dari jenis kecerdasan lainya, jadi, karakter adalah salah satu yang memberikan konteks tambahan untuk pembentukan kesan.

b. Primacy versus rencency

Urutan informasi yang di terima seseorang dapat mempengaruhi kesan yang terbentuk. Sebagian besar penelitian pada persepsi seseorang dan komunikasi persuasif menyebutkan bahwa kesan pertama meninggalkan kesan yang amat penting. Memberikan nilai lebih pada informasi pertama yang di terima merupakan suatu primacy effect. Primacy effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat menentukan.

Namun, pada beberapa situasi, informasi terakir bisa memberikan pengaruh yang tertunda dalam pembentukan kesan. Misalnya, saat akan memasuki kelas baru, kita di beri tahu bahwa dosen baru akaan memberikan mata kuliah itu adalah orang yang tegas, disiplin, dan keras. Kita bisa membuktikan sendiri kebenaran cerita itu. Jika kita lebih mengandalkan pada informasi terakir dan menganggap itu lebih berpengaruh maka hal itu di sebut sebagai recency effect.

C. Salience

(15)

Misalnya, biasanya kita akan lebih mengetahui atau memperhatikan seseorang yang berbicara dengan suara keras dalam suatu tempat yang tenang, dan lebih memperhatikan orang yang sedang berjalan diantara sekelompok orang yang sedang duduk. Kita akan lebih mudah mengenal atau mengetahui seorang lelaki yang sedang berada diantara sekelompok perempuan atau sebaliknya.

Segala hal yang membuat seseorang terlihat berbeda dalam konteks sosial membuatnya lebih dikenal atau diketahui daripada oranglain. Ia akan menarik perhatian daripada suasana atau situasi yang ada di sekitarnya.

Proses pembentukan kesan yang terjadi dalam persepsi interpersonal yang ke tiga adalah:

Pengolahan Informasi Sosial

Informasi sosial yang di peroleh seseorang memberikan dasar bagi orang tersebut untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sosialnya penelitian menunjukan dua proses spesifik yang di lakukan orang saat bergerak dari kesan yang diperolehnya menuju tindakan yang dilakukannya, yakni imperssion intergration dan social judment (penilaian sosial).

a. Impression integration

Bagaimanakah mengintegerasikan berbagai kesan dan makna yang berbeda terhadap seseorang? Ada beberapa strategi untuk mengintegrasikan kesan – kesan itu:

1.) Evaluasi

Keputusan yang paling penting yang kita buat tentang orang lain adalah apakah kita menyukai atau tidak menyukainya. Melalui kebaikan dan keburukan seseorang ini berarti suatu evaluasi yang kita berikan kepada orang lain.

2.) Averaging

(16)

yang kurang penting). Pemberian nilai dan bobot ini, lalu dikombinasikan untuk kemudian kesan rata – rata pun dihitung.

3.) Consistency

Konsistensi berarti suatu kesan yang kita miliki tentang seseorang, menentukan kesan lain yang kita peroleh tentang orang itu. Misalnya, apabila informasi awal yang kita peroleh tentang seseorang kita nilai positif atau baik maka kesan berikutnya tentang orang itu juga akan dinilai dengan baik secara konsisten. Halo effect adalah salah satu kencenderungan prinsip konsistensi dalam pembentukan kesan.

4.) Positivity

Beberapa penilitian menunnjukan, manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam hal yang positif. Bias positif ini merupakan perpanjangan dari keinginan manusia untuk memperoleh pengalaman yang selalu baik.

b. Sosial judgment

Sebelum kita bertindak, kita membuat keputusan social. Kesimpulan yang paling penting terletak pada penilaian kita terhadap orang lain. Ada dua penerapan dari penilaian social sebagai berikut:

1.) Personality

Seberapa baguskah seseorang menilai kepribadian orang lain?

Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab karena sampai saat ini tidak ada suatu ukuran yang jelas untuk mengukur kepribadian seseorang. Model hubungan social terhadap persepsi kepribadian seseorang mengatakan bahwa penilaian yang kita lakukan terhadap orang lain akan ditentukan dengan tiga hal : anda orang yang dinilai atau diukur, dan hubungan yang terjalin antara anda berdua. Dengan demukian, tidak ada satu penilaian yang objektif terhadap kepribadian orang lain.

2) Deception

(17)

Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang tidak benar dari seseorang. Biasanya tanda – tanda itu lebih terlihat dari gerakkan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu juga juga suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seeseorang sedang berbohong. Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu.

Atribusi

Dalam penddahuluan disebutkan bahwa dalam persepsi social selain mempersepsi keadaan dan perasaan orang lain melalui komuikasi verbal dan nonverbal yang ditampillkan, ada yang lebih permanen dan menetap yang ada dibalik segala yang tampak saat koomunikasi berlangsung. Hal yang terakhir ini akan dijelaskan melalui atribusi dan teori – teori yang dikemukakan para ahli. Disamping itu, kita akan berkenalan dengan naïve psychology yang menjelaskan atribusi internal dan atribusi eksternal.

A. PENGERTIAN ATRIBUSI

Untuk mempermudah penjelasan tentang atribusi, marilah kita simak contoh kasus berikut:

(18)

Setiap hari kita selalu bertemu dengan orang lain, baik yang kita kenal maupun tidak. Ddisaat itu,, disadari atau tidak, kita memperhatikan segala tindakan yang mereka lakukan dan setelah itu, mulai berfikir: mengapa ya? Mereka melakkukan hal itu.

Saat kita mulai melakukan penelitian dan mencoba menjelaskan perilaku seseorang maka kita melakukan proses atribusi.. di saat itu,, kita berusaha memahami perilaku orang yang sedang kita amati.atribusi adalah proses menyimpulka motiv, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia melakukan atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain.

Atriibusi mengenai orang lain bisa mengacu pada atribusi tentang perilaku orang lain, pertanyaan penting yang muncul disini adalh ; kkapa kita mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang benar – benar menunjukan disposisinya, sepeti kepribadian, sikap, suasana hati, atatu kondisi internal lainnya? Sebaliknya kapankah kita mengatakan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada atribusi situasional yang melatarbelakanginya.

Kita tahu bahwa seseorang tidak selalu mengatakan atau melakukan hal – hal yang mereka yakini. Kadangkala kita sendiri suka mencoba tersenyum dan bertindak riang kepada anak yang menyambut kita pulang disore hari. Padahal kita tahu bahwa saat itu kita sedang lelah setelah bekerja seharian. Akan tetapi kitat etap mencoba untuk tersenyum dan memberikan perhatian kepada anak kita.

Jadi bagaimana kita bias tahu saat seseorang memang benar – benar melakukan apa yang ada dalam hatinya?

Ada prinsip – prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal tersebut:

(19)

yang ditemukan, baru kita mencari atribusi internal di dirinya. Dari situ kita bisa menyimpulkan berarati orang itu benar – benar menyayangi anak – anaknya atau orangb itu memiliki prinsip bahwa keluarga adalah segala – gallanya.

2. Factor penting lain untuk melihat perilaku seseorang adalah dari harapan atau dugaan yang kita miliki tentang perilaku orang, berdasarkan informasi yang telah kita miliki tentang orang itu. Informasi tertentu itu bisa membuat kita lebih mengenalnya daripada ketika kita melihatnya melakukan satu hal kita bisa saja mendengarkan seseorang membicarakan masalah tertentu sebelumnya, atau kita mungkin pernahmendengarnya mebicarakan masalah lain yang berhubungan dengan itu.. misalnya saja, selam ini anda tahu benar bahwa teman anda adalah seorang pendukung gerakan persamaan perrempuan di masyarakat. Suatu saat anda bertemu dengan orang tuanya dan makan bersama dengann mereka. Ketika itu, anda melihat teman anda mengangguk – anggukan kepanya saat orang tuanya mengeluarkan pernyataan yang cenderung konservativ terhadap hal yang diyakinkan.

Sebelumnya, anda sudah memiliki atribusi tertentu dengan tentang anda sehubungan dengan nilai yang ia yakini. Dari informasi itu, anda akan merasakan masalalu dan persepsi (bahwa dia adlah orang yang liberal) . ketika kemmudiann ada factor eksternal, yaitu orang tuanya, anda memperoleh informasi tetangganya yang membentuk atribusi baru tentangnya.

Pada dasarnya Kulik (1983) menyebutkan bahwa seseorang melakukan atribusi tentang orang lain sesuai dengan kema yang ada di dalam dirinnya. Jika seseorang berperilaku sesui dan konsiten ddenganskema itu, kita akan percaya bahwa hal itu terjaid karena sesuatu yang ada didalam diiriinya. Akan tetapi saat dia sikapnya berbeda, kita akan percaya bahwa itu terjadi karena situasi yang mendukungnya.

B. NAiVE PSYCHOLOGY

(20)

internal), seperti suasana hati, kepribadian, kemampuan,, koondiisi kesehatan atau keinginan. Kedua, yang bersala dari lingkungtan atau luar dari oorang yang bersangkutan (atribusi eksternal), seperti yang ditekankan rdari luar, ancaman, keadaan cuaca dan lain sebagainya.

Misalnya, seseorang mendapatka IP yang jelek. Penyebabnya ddapat saja karena mahasiswa tersebut malas, tidak pernah belajar atau bodoh, atau karena mahasiswa tersebut sedang ada masalah dirumahnya, dan sebagainya.

Factor – factor internal atau eksternal menjadi penyebab perilaku orang juga dapat dilihat dari dimensii apakah factor tersebut stabil atau tidak stabil. Misalnya, tingkat intelegensi seseorang adalah factor internal yang stabil, sementara suasana hatinya adalah berasala dari factor internal.

Penilaian tentang apakah factor tersebut tetap atau tidak tetap akan mempengaruhi persepsi kita terhadap orang lain. Misalnya, jika teman adalah seorang pemarah, kita akan menilai hal itu disebabkann ioleh factor internal yang tetap (karena ia memang sering marah). Akan tetapi seseorang teman lain yang terkenal periang suatu hari kita temukan sedang marah – marah.. pada saat itu tentu kita menilai bahwapastilah ada sesuatu yang membuatnya marah.

Dimensi lain untuk melihat penyebab perilaku orang adalah apakah factor tersebut dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan. Perilaku seseoranng kita pahami sebagai sesuatu yang bisa dikendalikan atau sebaliknya, tidak bisa dikendalikan. Keduanya bisa muncul bersamaan dengan unsure dimensi yang lain. Misalnya upaya seorang pelajar dalam memperoleh nilai tebaik saat ujian. Hal itu merupakan factor internal yang tidak stabil, tetapi bisa dikendalikan. Sesuatu upaya bisa dimilki seseorang, tetapi juagb tidak bisa dimilki. Apakah siswa itu mau belajar atau tidak adalah sepenuhnya yang dapat dikendalikannya.

(21)

C. TEORI – TEORI ATRRIBUSI

Berikut anda akan pelajari ndua teori atribusi yang penting untuk anda ketahui. 1. Correspondent infrence theory (teori penyimpulan terkait)

Teori ini difokuskan pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri deikmebangkan oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan bahwa dalam menjelaskan suatu kejadian tertentu, kita akan mengacu pada tujuan atau keinginan seseorang sesuai dengan sikap dan perilakunya. Saan ingin memahami perilaku seseorang dengan informasi yang terbatas (seseorang yang tidak atau kurang kita kenal), kita akan menyimpulkan dari hal yang sesuai dengan apa yang kita lihat acuan.

Menurut teori ini, perilaku merupakan sumber informasi yang kaya. Dengan demikian, apabila kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan. Misalnya seorang pemuda yang sangat sering mengirim sms ke teman gadisnya dapat dikatakan menaruh perhatian istimewa kepada sang gadis. Orang yang sedang berwajah murung kuta anggap ia sedang bersedih,dan sebagainya.

Teori ini selanjutnya menjelaskan, atribusi itu dilihat sebagai suatu hal yang stabil dan merupakan disposisi internal. Misalnya, saat akan menuju kesuatu tempat, anda melihat seorang pria dan wanita bertengkar hebat dan saling beradu argumen. Anda memperhatikan bahwa seorang pria ini menaikan nada bicaranya dan wanita itu menangis. Tentu anda befikir mengapa mereka berdua sampai melakukan itu? Jika anda melakukan hal sesuai teori ini, anda menyimpulkan bahwa seorang pria itu berkeinginan untuk membuat san wanita menangis dan dia mengekspresikan marahnya untuk mengendalikan pasangannya. Anda akan menyimpulkan bahwa pria itu memiliki sifat emosional dan pemarah. Ia buka pria yang biasa saat itu anda lihat sedang marah – marah. Tindakan yang agresif merupakan suatu acuan yang sesuai dengan pemikiran kita bahwa ia memang orang yang agresif.

2. Casual analysis theory (Teori Analisis Kasual)

(22)

Menurut Kelley, parapengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuwan yang naif, mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya seupaya bisa dimengerti. Dengan kesimpulan yang diperoleh, pengamat menentukan atribusi apa yang harus dilakukan. Tidak seperti teori sebelumnya, dalam teori ini, suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab – akibatnya.

Menurut teori ini, ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab terjadinya sesuatu; Diantaranya:

a. Kejadian yang tidak terduga

Stimuli yang sering terjadi adalah kejadian – kejadian tidak terduga yang dialami manusia setiap hari. Misalnya, rencana liburan bersama keluarga yang sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya tetapi tiba – tiba harus dibatalkan karena alasan tertentu. Disitu ada konsekuensi yang tidak terduga dan tidak bisa dijelaskan. Setelah itu, kita akan mencoba mencari tahu alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Saat kita mencari arti dari kejadian itu, ddan mengeluarka perannya “mengapa?” , dan disitu kita melakukan suatu analisis kasual.

b. Kejadian negatif

Bahkan suatu kejadian tidak bisa kita duag sebelumnya dan sangat tidak mnyenangkan, kita pasti akan berusaha untuk mencari alasan terjadinya hal tersebut. Hal ini berhubungan dengan motivasi hedonik, yaitu suatu keinginan untuk menghindari rasa sakit dan menciptakan kepastian dalam diri. Kalau kita bisa memahami dengan baik apa yang menyebabkan kegagalan dan hala yang mngecewakan itu, kita pasti akan berusaha untuk mencegahnya. Kejadian negatif yang menimpa diri kita membuat kita untuk mencari penyebabnya untuk kemudian mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

c. Kejadian eksteem

(23)

d. Sikap ketergantungan

Tidak semua yang dilakukan orang membuat kita tertarik untuk mencari alasan mengapa hal itu dilakukan. Kita akan lebih tertarik untuk mencari alasan dari tindakan orang yang memiliki pengaruh dalam kehidupan kita. Begitu besar pengaruh mereka, samapai – sampai kita tergantung pada segala hal yang mereka lakukan. Anak – anak akan memberi perhatian dan lebih memikirkan mengapa orang tua mereka melakukan perilaku tertentu. Hal ini dikarenakan orang tua memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seorang anak dan anak itu sanagat tergantung padanya. Sama seperti seorang pelajar yang berusaha mencari tahu apa yang diprioritaskan gurunya.

e. Mempertahankan skemata

Skemata merupakan serangkaian ide tantang pengalaman dan kejadian – kejadian. Saat kita menemukan informasi baru yang mengganggu skemata kita, kita akan berusaha keras untuk menganalisis dan memahaminya, kita biasanya akan berusaha untuk menyesuaikan informasi baru itu denga skemata sebelumnya yang duah ada dan cenderung untuk tidak mengubah skema itu.

Misalnya, selam ini anda memiliki kesan yang baik dengan teman satu kelas anda, katakanlah si B bahwa dia adalah orang yan jujur, baik hati, ramah, dan mau menolong siapa saja. Samapai suatu hari , anda bertemu teman baik anda yang mengatakan si B tidaklah seperti yang dikeenal selam ini. Teman anda ini ternyata memiliki pengalam buruk dengan B. Gambaran yang diberikannya tentan B merusak skema yang anda miliki sebelumnya. Tentu hal ini meresahkan anda karena penilaian anda bisa saja salah. Di satu sisi, anda juga akan berusaha mempertahankan skema yang telah dimiliki. Salah satunya dengan menduga bahwa teman teman anda baru saja mengenal B dan baru satu kali mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dengan B atau bertemu dengan B saat kondisi yang kurang enak. Anda akan cenderung untuk mempertahankan skema sebelumnya dengan berbagai cara.

Teori Analisis Kasual menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal.

(24)

Apakah susatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi yang sama? Makin banyak yang melakukannnya, makin tinggi kosensus; makin sedkit yang melakukannya, makin rendah kosensus

b. Konsistensi

Apakah perilaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama dimasa lalu dalam kondisi yang sama? Jika iya, berarti konsistensinya tinggi; jika tidak maka konsistensinya rendah.

c. Distingsi dan kekhasan

Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dan situasi yang berbeda – eda? Kalu iya, maka distingsinya tinggi; kalau tidak, naka distingsinya rendah.

Meurut Kelley, bila ketiga hal tersebut tinggi maka orang akan melakukan atribusi kausalitas tinggi. Misalnya, ibu marah kepada tukan sayur keliling, begitu pula ibu – ibu lain di kompleks (berarti kosensus tinggi); ibu juga pernah bertengkar dengan pedagan sayur itu sebelumnya (konsistensi tinggi); ibu tidak pernah bertengkar dengan pedagan sayur lain (kekhasan tinggi). Maka kita akan menyimpulkan bahwa ibu marah karena ulah si tukang sayur (eksternal), bukan karena watak ibu (internal).

D. BIAS – BIAS DALAM ATRIBUSI (ATTRUTIONAL BIASES)

Dalam menganalisis suatu perilaku tertentu, kita tentunya menemukan beberapa bias atau kesalahan sebagai bentuk lain dari kognisi social. Ada dua jenis bias dalam atribusi:

1. Bias Kognitif (Cognitive Biases)

(25)

manusia adalah makhluk yang jarang menggunakan logikannya. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam bias kognitif ini.

a. Salience

Hal ini membuat kita melihat stimuli sebagai hal yang paling berpengaruh dalam membentuk persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna atau baru atau apapun yang sering bergerak akan mendapatkan perhatian yang lebih dari pada yang diam atau stabil. Sesweorang yang berpakaian berwarna merah akan lebih menonjol dan menarik perhatian diantara orang – orang yang berpakain hitam. Dengan demikian, segala yang bersifat menonjol (salience) akan dianggap sebagai penyebab dominan.

b. Memberikan atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)

Salah satu konsekuensi dari bias ini adalh kita lebih sering menjelaskan perilaku seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai kepribadian dan perilakunya secara umum, sementara situasi disekitarnya tidak bisa kita perhatikan.

Misalnya, saat kita hendak mencari informasi dari bagian administrasi suatu perusahaan, petugas yang melayani kita disana bertindak tidak sopan. Berbicar ketus dan acuh tak acuh. Dari situ kita menyimpulkan bahwa orang itu adalah orang yang dingin dan tidak ramah terhadap orang lain. Kita akan cenderung mengacuhkan bahwa sebelumnya petugas itu sudah terlalu lelah melayani orang. Mungkin memanng situasi kerja yang membuatnya bersikap tidak ramah, dan bukan kepribadiannya yang sesungguhnya.

Memberikan atribusi lebih lebih pada diposisi dan tidak menghiraukan situasi yang ada merupakan hal yang biasa terjadi yang disebut sebagai kesalahan atribusi yang mendasar (the fundamental attribution eror).

c. Pelaku vs Pengamat

Salah saut hal yang menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalahhal itu biasanya terletak pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering terlalu menekankan pada peran factor eksternal.

(26)

tertentu, mereka hanya boleh menonton televise setelah mengerjakan PR, dan sebagainya. Bagaimana sebenarnya peraturan – peraturan ini diartikan?

Anak – anak, dalam hal ini, berlaku sebagai pengamat, sering melihat peraturan itu sebagai diposisi. Mereka menganggap orang tua adalah orang yang kejam, otoriter, tidak mau mengerti, kuno, konservativ, tua, dan seterusnya. Sementara itu para actor, yaitu orang tua biasanya akan menjelaskan perilaku mereka dari sisi situasionalnya. Mereka hanya berusaha melakukan hal yang terbaik untuk anak – anak, hanya menjalankan peran sebagai orang tua, atau hanya sekedar member respons terhadapsikap anak yang selalu melawan dan tidak bertanggung jawab.

Bagaimana kemudian anak – anak berulang kali melanggar peraturan – peraturan itu? Bagaimana keduanya mengimpretasikan keadaan?

Pengamat, kali ini adalah pihak orang tua, mengartikan dari segi disposisinya. Mereka melihat anak – anak adalah orang yang selalu memberontak, nakal, tidak bisa bertanggung jawab, dan seterusnya. Sementara pelaku, yaitu anak – anak, mengimpretasikan perilaku mereka sebagai suatu hal yang disebabkan oleh situasi. Pesta ulang tahun yang mereka datangi amatlah menyenangkan sehingga mereka terlambat pulang, peraturan orang tua terlalu ketat, orang tua tidak bisa mengerti mereka.

Pendeknya, pihak pengamat akan terus memperhatikan aspek disposisi sebagai penyebab suatu kejadian, sementara para pelaku akan memperhatikan aspek situasionalnya.

2. Bias Motivasi (Motivational Biases)

(27)

Contoh yang paling gampang munkin saat kita mengatribusikan kesuksesan karena penyebab – penyebab internal, seperti kemampuan diri, kerja keras atau nilai positif lainnya secara umum. Kita juga akan cenderung untuk menyalahkan kegagalan yang kita alami pada factor – factor eksternal seprti sedang tidak beruntung, kondisi politik, cuaca yang buruk, dan seterusnya.

Misalnya saat kita memperoleh nilai A dan B 4 mata kuliah di semester lalu, kita akan beranggapan bahwa hal itu memang disebabkan karena kita mampu dan berusaha keras memperolehnya. Sementara saat anda meneybut factor eksternal seperti soal ujuan yang susah, sedang tiadka beruntungatau tugas yang terlalu sulit untuk dikerjakan.

Jadi, memang kesuksesan dalam diri akan menunjuk pada factor internal kita, sementara kegagalan akan disebabkan pada factor eksternal.

E. ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)

Banyak pembahasan mengenai atribusi adalah atribusi tentang orang lain. Padahal, manusia juga melakukan atribusi terhadap diri sendiri.

Salah satu hal yang menarik dalam teori atribusi adalah orang memiliki persepsi berdasarkan kondisi internalnya sendiri, sama seperti saat mereka memiliki persepsi tentang kondisi orang lain. Sama seperti atribusi tentang orang lain, dalam atribusi tentang diri sendiri kita juga mencari sebab – akibat suatu tindakan yang kita lakukan.

Hal ini tentunya juga berhubungan dengan atribusi disposisi dan situasional yang ada. Saat kita bisa mengenal dan memahami dengan baik factor – factor ekstenal yang mendorong kita melkukan suatu hal, kita bisa dengan mudah menyebutnya sebagai tindakan yang didasarkan pada atribusi eksternal atau situasional. Sebaliknya, saat factor eksternal itu tidak ada, berarti atribusi disposisi (internal) bisa lebih menjelaskan perilaku kita.

Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan emosi.

1. Sikap

(28)

tentang diri orang lain. Oleh karenanya, yang dilakukan manusia adalah mencoba menilai sikap diri kita sendiri dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan.

Ketika kita mengamati perilaku kita dalam situasi dimana tidak ada tekanan eksternal yang kuat, kita berasumsi bahwa ekspresi kita merupakan sikap diri kita yang sebenarnya dan kita membuat atribusi internal. Sebaliknya, saat terdapat tekanan eksternal yang kuat bagi kita untuk melakukan sesuatu, skiap kita lebih disebabkan oleh factor eksternal.

Misalnya, ketika anda ditunjuk menjadi ketua dalm suatu kegiatan, mau tidak mau anda berperan dan menjalankan tugas sebagai ketua. Ini artinya, anda bersikap demikian karena factor eksternal. Sebaliknya, jika adnda tidak terpilih sebagai ketua, tetapi tetap bekerja keras untuk kegiatan itu dan menunjukan tanggung jawab yang besar, mak itu lebih disebabkan oleh factor internal dalam diri anda.

2. Motivasi

Dalam elemen ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu untuk ganjaran atau imbalan yang tinggi. Ini berarti manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan suatu hal “saya mau melakukannya karena saya dibayar tinggi untuk itu” sementara melakukan hal yang sama dengan imbalan yang sedikit atau lebih rendah akan membuat manusia memiliki atribusi internal.

Hal tersebut mengarah pada dugaan bahwa imbalan atau ganjaran yang minim membuat kepentingan interistik seseorang (untuk melakukan sesuatu) semakin besar karena ida bertindak berdasarkan interinsik dan bukannya kepentingan interistik.

3. Emosi

(29)

Saat sedang menonton acara komedi di TV, secara psikologis kita terdorong untuk tertawa; maka kita bisa menyebut diri kita sedang senang atau bahagia. Dalam kasus tertentu, perilaku interpretasi kita terhadap situasi smembuat kita memberikan lebel kognitif tertentu sehingga kita bisa menginterpretasikan pengalaman internal diri kita sendiri. Akan tetapi, harus tetap diingat bahwa sudut pandang ini sekali lagi menekankan adanya ambiguitas keadaan internal seseorang sehingga akibatnya persepsi diri amat tergantung dari kondisi lingkungan dan persepsi tentang perilaku diri kita sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Önerilen malzemelerden bazıları kıvrılmış Kevlar -49 içeren PMA veya PEA gibi esnek polimerler, PHEMA içerisine heliks yapıda PET fiberlerinden oluşan malzemelerin yeterli

- Mempunyai capsula articularis yang menutupi daerah medial, lateral dan posterior persendian. - Bagian anterior, ditutupi

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Maka secara keseluruhan faktor yang paling dominan mempengaruhi motivasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru adalah faktor pemeliharan,

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kesehatan di Lingkungan Badan

Basil Pertanian, laboratorium Bangszl Percontohzn Pengolahan Basil Fertanian dan laboratorium k a a t lenelitian dan Pengem- bangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra (POJK Informasi nasabah Asing) dan Surat