commit to user
iPEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
OLEH :
RIZKA MAGHFIRAINI K8407008
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iiPEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
Oleh :
RIZKA MAGHFIRAINI K8407008
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
vABSTRAK
Rizka Maghfiraini. K8407008. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH
ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP DENGAN
KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemandirian Belajar, (2) Hubungan antara Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar. Penelitian ini mengambil lokasi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogogoro Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011, sejumlah 116 siswa. Sampel diambil dengan teknik Cluster random sampling sejumlah 46 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket sebagai teknik pengumpulan data pokok, sedangkan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pendukung. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan Pearson’s Correlation (Product Moment) untuk menguji hipotesis hubungan antara X1 dengan Y, dan X2 dengan Y, sedangkan untuk mengetahui hubungan
secara bersama-sama antara X1 dan X2 dengan Y menggunakan regresi ganda.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx1y = 0,621, dan ρ = 0,000 dengan SR =
48,99 % dan SE = 35,39%. (2) Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx2y = 0,630 dan ρ = 0,000 dengan SR = 51,01 % dan SE = 36,85%.
commit to user
viRizka Maghfiraini. K8407008. RELATIONSHIP BETWEEN
PARENTING PATTERNS AND PEER GROUP SOCIAL INTERCOURSE WITH STUDENTS’ INDEPENDENCE LEARNING OF THE ELEVENTH GRADE IS OF SMA NEGERI 1 JOGOROGO, NGAWI IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, Surakarta,
This study aimed to determine: (1) Relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, (2) Relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, (3) Relationship between Parenting Patterns and Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning. This research was taken place in class XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo.
The method used in this research was descriptive quantitative. The total populations in this study were 116 students taken from all students in grade XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo in the 2010/2011 Academic Year. Total samples data were 46 students taken by cluster random sampling technique. The primary data used was questionnaire while the documentation used as supporting data. The data analysis technique used was Pearson's Correlation (Product Moment) to test the hypothesis relation between X1 with Y, and X2 with Y technique analysis. While to know the relationship among X1 and X2 with Y used multiple regression analysis technique.
Based on the results of this study it can be concluded that: (1) There was a significant positive relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx1y = 0,621, and ρ = 0,000 with SR = 48,99 % and SE = 35,39%. (2)
There was a significant positive relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx2y = 0,630 and ρ = 0,000 with SR = 51,01 % and
commit to user
vii“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah, sesungguhnya (urusan) yang lain dan
hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap”.
(Q,S Alam Asyroh: 5-8)
“Mereka akan memperoleh hasil usaha mereka, sedang kamu pun akan
memperoleh pula hasil usahamu”
(Q.S Al-Baqarah: 144)
Kebahagiaan kita yang terbesar tidak bergantung pada kondisi hidup kita, tetapi
disebabkan oleh hati nurani, kesehatan yang baik, pekerjaan dan kebebasan untuk
mengejar segala tujuan dengan jalan yang syah.
commit to user
viiiKarya ini kupersembahkan untuk :
1. Ibu/ Bapak yang senantiasa mendidik,
membimbing dengan penuh kesabaran serta
doa yang selalu menyertaiku.
2. Kakak-kakakku dan keponakanku yang
selalu memberi motivasi dan keceriaan.
3. Teman-teman seperjuangan Sosiologi
Antropologi UNS angkatan 2007.
4. Sahabat-sahabat kos “Wisma Melati” yang
menjadi teman sekaligus keluargaku
ditempat aku menimba ilmu.
commit to user
ixAlhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmad dan hidayatNya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, guna memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapai banyak hambatan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut
dapat peneliti atasi. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd ketua jurusan Pendidikan Ilmu Sosial.
3. Drs. MH. Sukarno, M. Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi
selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan izin penulisan skripsi
serta yang selalu memberikan dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan
kewajiban akademik.
4. Dr. Zaini Rohmad, M. Pd pembimbing I dan Drs. Haryono, M. Pd selaku
pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan
kepada peneliti sehingga skrisi ini dapat peneliti selesaikan dengan lancar.
5. Bapak ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi yang secara
tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada peneliti.
6. Drs. Santoso Kepala sekolah SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah memberikan
izin kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian.
7. Guru pembimbing, Staf, dan siswa SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah
meluangkan waktu untuk membantu memberikan bimbingan, informasi, dan
memberikan data.
8. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak mungkin peneliti
commit to user
xsaran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
semua pihak.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
xiJUDUL ……….
PENGAJUAN ...
PERSETUJUAN ……….
PENGESAHAN ………...
ABSTRAK ………...
ABSTRACT ……….
MOTTO ………...
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ………...
DAFTAR GAMBAR ………...
DAFTAR TABEL ………...
DAFTAR LAMPIRAN ………...
I. PENDAHULUAN ………...
A. Latar Belakang Masalah ………...
B. Identifikasi Masalah ………...
C. Pembatasan Masalah ……….
D. Perumusan Masalah ………...
E. Tujuan penelitian ………...
F. Manfaatn Penelitian ………...
1. Manfaat Teoretis ……….
2. Manfaat Praktis ………...
II. LANDASAN TEORI ………
A. Tinjauan Pustaka ………...
1. Tinjauan Tentang Kemandirian Belajar ………...
2. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua ………
commit to user
xiiC. Kerangka Berfikir ………....
D. Hipotesis ………...
III. METODE PENELITIAN ……….
A. Tenpat dan Waktu Penelitian ………
1. Tempat Penelitian ……...………...
2. Waktu Penelitian ………...
B. Populasi dan Sampel ……….
1. Populasi ……….
2. Sampel ………...
3. Teknik Sampling ………...
C. Teknik Pengumpulan Data……….
D. Rancangan Penelitian……….
E. Teknik Analisis Data……….
1. Uji persyaratan Analisis……….
2. Uji Hipotesis….………..
IV. HASIL PENELITIAN ………...
A. Deskripsi Data………...
B. Pengujian Persyaratan Analisis………..
C. Pengujian Hipotesis………...
D. Pembahasan Hasil Analisis Data………...
V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………
A. Simpulan………
B. Implikasi………
C. Saran………..
DAFTAR PUSTAKA……….
commit to user
xiiiHalaman
Gambar 1. Skema Keranga Berfikir………... 43
Gambar 2. Struktur organisasi SMA Negeri 1 Jogorogo………... 75
Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh orang tua (X1) ………... 80
Gambar 4. Grafik Histogram Pergaulan Peer Goup (X2)……… 81
Gambar 5. Grafik histogram Grafik Histogram Kemandirian belajar (y).. 82
Gambar 6. Grafik Normalitas ……… 83
Gambar 7. Grafik Normal P-Plot of Regression Standardized Residual 83 Gambar 8. Grafik Scatterplot... 85
Gambar 9. Plot perhatian orang tua dengan kemandirian belajar……….. 86
commit to user
xivHalaman
Tabel 1. Waktu Penelitian……….. 44
Tabel 2. Hasil uji validitas pola asuh orang tua………. 59
Tabel 3. Hasil uji validitas pergaulan peer group... 60
Tabel 4. Hasil uji validitas kemandirian belajar………. 61
Tabel 5. Hasil uji reabilitas pola asuh orang tua……… 62
Tabel 6. Hasil uji reabilitas pergaulan peer group………. 62
Tabel 7. Hasil uji reabilitas kemandirian belajar……… 63
Tabel 8. Uji Multikolinearitas……… 84
Tabel 9. Uji Autokorelasi………. 85
Tabel 10. Hasil Uji korelasi pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar……… 89
Tabel 11. Hasil Uji korelasi pergaulan peer group dengan kemandirian belajar……… 90
Tabel 12. Hasil uji koofisien determinasi……….. 91
Tabel 13. ANOVA………. 91
commit to user
xvHalaman
Lampiran 1. Matrik Angket ….………...…... 108
Lampiran 2. Angket Penelitian ……….………. 111
Lampiran 3. Tabulasi Data Try Out ……….. 116
Lampiran 4. Validitas Try Out Angket …….………. 119
Lampiran 5. Reliabilitas Try Out Angket ……….. 130
Lampiran 6. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pola Asuh Orang Tua ... 134
Lampiran 7. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pergalan Peer Group ... 135
Lampiran 8.Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Kemandirian Belajar 136
Lampiran 9. Output Dari Hasil Olah Data Melalui SPSS 17.0 ………….. 137
Lampiran 10. Surat Permohonan Penyusunan Skripsi kepada Dekan FKIP UNS ……….. 156
Lampiran 11. Surat Keputusan Menyusun Skripsi dari Dekan FKIP UNS 157
Lampiran 12.Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta ……… 158
Lampiran 13. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari KesBangPoLinMas Ngawi ... 159
Lampiran 14. Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada SMA Negeri 1 Jogorogo………...……… 160
Lampiran 15. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMA Negeri 1 Jogorogo ………... 161
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting sekaligus menjadi kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia, karena pendidikan bagi manusia merupakan
suatu proses menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam
seluruh dimensi kepribadian. Pendidikan memiliki tanggung jawab terbesar dan
menjadi tumpuan haparan bangsa untuk terciptanya manusia-manusia cakap,
mandiri, berbudaya, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta dapat
membangun dirinya sendiri. Kemandirian belajar diperlukan untuk mampu
beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin maju.
Seperti yang dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 dinyatakan :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sangat komplek dan menjadi
tanggung jawab bersama. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, salah
satunya disebutkan untuk dapat menciptakan kemandirian.
Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya.
Perkembangan akan mengantarkan seorang anak menuju proses pendewasaan, dan
pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) anak sedang mempersiapkan diri
menuju proses pendewasaan diri tersebut. Ada banyak pilihan bagi siswa untuk
dapat mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang
di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam
commit to user
berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu tergantung pada
orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang tua maupun teman sebayanya.
Kemandirian mencakup pengertian kebebasan untuk siap tidak lagi
bergantung pada orang lain. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa
“Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas
sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan
dan kapasitasnya”. Kemandirian berarti bukan tidak memerlukan orang lain, tetapi
tetap memerlukan orang lain dan bimbingan dari orang lain dengan tingkat
ketergantungan yang rendah. Kemandirian merupakan salah satu unsur penting
yang dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar disekolah maupun diluar
sekolah .
Dalam kaitannya dengan kemandirian belajar, Knowles, M yang dikutip
dari Kusmadi (2002: 2) menyatakan bahwa “Kemandirian belajar menunjukkam
bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru
yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta
mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.
Untuk itu siswa dituntut untuk kreatif dalam mencari bahan pelajaran, serta tidak
memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan bahan pelajaran yang
disediakan oleh sekolah.
Kemandirian belajar merupakan perilaku yang ada pada seseorang untuk
melakukan kegiatan belajar karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena
pengaruh dari luar. Belajar merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan siswa
dan bukan semata-mata karena tekanan guru maupun pihak lain. Adanya sikap
mandiri dalam diri siswa, maka tujuan belajar akan dicapai sebagaimana yang
diharapkan. Kemandirian belajar juga merupakan suatu cara untuk melakukan
kegiatan belajar yang baik, sehingga perlu dilakukan dalam kegiatan belajar
dewasa ini, bahkan ditekankan pada sebuah keharusan. Dimasa depan nantinya
anak akan dituntut untuk dapat hidup dalam kompleksitas kehidupan, modernitas,
dan globalisasi yang penuh persaingan dan membutuhkan penguasaan ilmu
commit to user
Dalam melakukan kegiatan belajar, suatu hal yang sering menjadi
permasalahan adalah bagaimana cara untuk melakukan kegiatan belajar adalah
cara untuk melakukan kegiatan belajar yang tepat. Kusmadi (2002: 3-4)
mengemukakan bahwa “Secara umum belajar secara mandiri sangat
menguntungkan bagi subjek belajar, karena belajar secara mandiri mendorong
subjek belajar memberdayakan lingkungan dan sumber belajar secara optimal”.
Berdasarkan keterangan tersebut bahwa dengan kemampuan subjek belajar yang
optimal dengan sendirinya, maka subjek belajar dapat mengenali, memilih, serta
menggunakan sumber-sumber tersebut untuk keperluan belajarnya tanpa rasa
ketergantungan pada orang lain.
Kemandirian merupakan unsur penting dalam setiap belajar sehingga
subjek belajar harus memiliki hal tersebut. Pada dasarnya kemandirian merupakan
bagian dari kepribadian seseorang. Menurut Allport dalam buku Elizabeth B.
Hurlock yang berjudul Perkembanagan Anak alih bahasa Meitasari Tjandrasa
“Kepribadian ialah susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri
suatu individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap
lingkungan”. Faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada
kemandirian. Menurut Hurlock dalam buku Kadar Kemandirian dan Kadar
Kooperatif Dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Di Daerah
Istimewa Yogyakarta mengemukakan bahwa Kepribadian seseorang dipengaruhi
oleh keluarga misalnya perlakuan ibu terhadap anak, sekolah misalnya perlakuan
guru dan teman sebaya, media komunikasi massa misalnya surat kabar, televisi,
dan alat permainan, agama misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan
individu yang menuntut sikap tertentu (Dwi Siswoyo ,1989: 9).
Berdasarkan pendapat tersebut dikatakan bahwa kemandirian dapat
terbentuk karena pengaruh dari lingkungan keluarga, sekolah, media komunikasi
massa, agama, dan pekerjaan individu yang menuntut sikap tertentu. Maka
semakin banyak dan semakin besar faktor yang berpengaruh tersebut, maka akan
semakin mudah pula seseorang membentuk kapasitas kemandiriannya, dan begitu
commit to user
Dalam penelitian ini keluarga lebih ditekankan pada pola asuh orang tua
kepada anak. Pola asuh yang dimaksud adalah dalam mendidik, memelihara, dan
membesarkan anak. Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua
merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua
menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”.
Dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak, orang tua biasanya
mempunyai kecenderungan pada arah tertentu. Baik buruknya orang tua dalam
mendidik, memelihara, dan membesarkan anak akan memberikan kesan tersendiri
kepada anak sehingga akan berhubungan dengan perilaku anak.
Pola asuh orang tua adalah tanggung jawab orang tua dalam rangka
pembentukan kedewasaan anak. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak terbagi
menjadi beberapa bentuk. Menurut Elizabeth Hurlock dalam buku berjudul
Perkembangan Anak yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1993: 205),
“Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan anak, yaitu otoriter, permisif
atau demokratis…”. Berdasarkan pendapat diatas pola asuh orang tua terhadap
anak terbagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter, permisif atau liberal, dan pola
asuh demokratis.
Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam
memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak kepada anak,
bersifat kaku dan keras tanpa tahu perasaan anak. Pada pola asuh permisif atau
liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak
untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan batasan-batasan dan
kendali dari orang tuanya. Orang tua bahkan tidak pernah memberikan aturan dan
pengarahan kepada anak. Berbeda dengan pola asuh demokratis yang ditandai
dengan komunikasi yang baik, antara orang tua dengan anak sehingga selalu
terjadi komunikasi timbal balik, orang tua memberikan kebebasan pada anak
untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak
dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Hal tersebut
commit to user
yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh
orang tua dibedakan atas :
1. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.
2. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.
3. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.
Dengan berbagai pola asuh tersebut harus disesuaikan dengan`kepribadian
anak, karena hal tersebut berhubungan dengan sikap dan perilaku anak dalam
kehidupan sehari-hari. Orang tua harus berperan sebagai seorang pemimpin dalam
sebuah keluarga, tetapi pemimpin yang baik harus dapat bertindak sebagai teman
bagi anak. Orang tua tetap harus menjaga kewibawaan sebagai orang tua agar
anak dapat tetap bersikap hormat.
Dari ketiga pola asuh yang dijelaskan diatas, pola asuh yang paling baik
diterapkana dalah pola asuh demokratis. Karena dengan menanamkan pola asuh
ini orang tua akan dengan mudah mengadakan hubungan timbal balik atau
hubungan saling memberi dan menerima antara orang tua dengan anak. Dan orang
tua akan menerapkan aturan-aturan tersebut dan tidak merasa terkekang. Bahkan
dengan pola asuh ini anak akan merasa terbuka, dan menghargai orang tuanya.
Mengingat bahwa dalam menuju kemandirian belajar, seorang siswa akan
senantiasa melepaskan rasa ketergatungan pada orang tuanya. Maka seorang anak
menginginkan kebebasan dan kebijakan orang tua dalam berperilaku untuk
mencapai tujuan belajarnya. Untuk itu walaupun orang tua memberikan
pengawasan kepada anak, orang tua tetap perlu memberikan kebebasan secara
bertahap dan menumbuh kembangkan tanggung jawab sebagai seorang siswa
dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Pola asuh dari orang tua terhadap anak
juga akan terbawa pada perilaku anak jika sudah berada dalam lingkungannya dan
commit to user
Selaian faktor keluaraga faktor yang berhubungan dengan kemandirian
belajar adalah pergaulan peer group atau pergaulan kelompok teman sebanya.
Setelah keluar dari lingkungan keluarganya, anak akan tumbuh dan berkembang
dalam dua dunia, yaitu dunia orang dewasa (orang tua, guru, pemimpin
masyarakat, pejabat, dan lain-lain) dan dalam dunia sebayanya (teman sekolah,
teman bermain, teman dalam organisasi, dan teman-teman lainnya). Pada masa
remaja dimana kehidupan anak banyak ditentukan oleh lingkungan sebayanya.
Kelompok sebaya ini sering disebut dengan peer group. Ada sejumlah unsur
pokok dalam pengertian kelompok sebaya (peer group) menurut ST.Vembriarto
(1990: 60), yaitu :
1. Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang berhubungan diantara anggota intim, 2. Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan usia atau status atau posisi sosial, 3. Istilah kelompok sebaya dapat merujuk kelompok anak-anak, kelompok remaja atau kelompok dewasa.
Anak memasuki kelompok sebaya secara alamiah dan bermula sejak dia
memasuki kelompok permainan dengan anak-anak dilingkungan tetangganya.
Setelah memasuki sekolah, anak terlibat dalam kelompok sebaya yang lebih besar,
yaitu teman-teman sekelasnya. Anak akan menghadapi kemungkinan pilihan
kelompok sebanyanya yang bermacam-macam, yaitu dari teman sekolah, teman
bermain, atau teman dalam suatu organisasi. Anak harus dapat betul-betul
memilih teman dalam bergaul agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak
baik dan dapat membawa dampak negatif bagi anak. Seperti halnya yang
dikemukakan oleh Kohlberg dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan (2006: 73)
“kehidupan remaja pada saat ini ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga
tindakan cenderung ingin disesuaikan dengan apa yang diharapkan lingkungan
sebayanya.
Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan
penting dalam penyesuaian diri anak dan persiapan bagi kehidupan dimasa
mendatang, serta berpengaruh terhadap pandangan dan perilaku, karena remaja.
commit to user
lain terlalu tinggi sehingga seorang anak yang masih mempunyai tanggung jawab
terhadap kebutuhan belajarnya akan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapainya sendiri. Karena salah satu sifat yang muncul pada remaja adalah
berusaha melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dan bergabung dengan
dengan teman-teman sebayanya.
Suatu kelompok sebaya atau peer group dapat menimbulkan hubungan
timbal balik bagi para anggotanya, sehingga dalam kelompok itu dapat saling
bertukar informasi, melatih kreatifitas dalam mencari bahan pelajaran, bertukar
pengalaman dan dapat saling berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan
dalam belajar. Dengan belajar mandiri tidak dimaksudkan anak-anak untuk belajar
secara individualis, bahkan sebaliknya. Situasi dibina untuk belajar berkelompok
dan setiap anak menjadi patner sesamanya. Dalam kelompok ditanamkan rasa
kebersamaan, kesadaran untuk bekerja sama dan bergotong royong, saling
mambantu dan mengoreksi tanpa merasa tersinggung, menghargai pendapat dan
pendirian sesamanya, serta mampu membedakan antara seseorang sebagi persona
dengan pendapat orang lain.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas akan muncul
berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Dalam dunia pendidikan diperlukan kemandirian belajar untuk mampu
beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin
berkembang.
2. Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga faktor
yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian.
3. Setiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda sehingga pola asuh yang
commit to user
4. Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan
penting dalam pembentukan perilaku anak.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah sangat diperlukan dalam penelitian agar
permasalahan yang diteliti dapat dikaji dan dijawab secara mendalam serta tidak
menimbulkan meluasnya masalah yang dikaji. Pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kemandirian belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu
perilaku dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan mengaktualisasikan
diri secara optimal dengan tidak hanya bergantung dengan penyediaan
(supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, namun mampu
berinisiatif, mampu bekerja sendiri, bertanggung jawab atas pekerjaannya,
serta memiliki tingkat ketergantungan yang relatif rendah pada orang lain
untuk mencapai tujuan belajarnya.
2. Pola asuh orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebiasaan
orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara, dan membesarkan
anak.
3. Pergaulan peer group atau kelompok teman sebaya yang dimaksudkan dalam
penelitian ini merupakan suatu hubungan sosial antar individu atau antar
kelompok yang memiliki persamaan usia atau status/posisi sosial. Dalam
penelitian ini adalah pergaulan kelompok sebaya remaja.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar
commit to user
2. Apakah ada hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian
belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri?
3. Apakah ada hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua dan
pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA
Negeri?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan faktor yang penting di dalam melakukan
penelitian sebab dengan adanya tujuan, penelitian akan dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai arah penelitian yang akan dicapai. Tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian
belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.
2. Untuk mengetahui hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian
belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.
3. Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua
dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS
SMA Negeri.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil
penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
ilmu pengetahuan khususnya yang ada kaitannya dengan permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.
b. Dapat berguna dalam bidang ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang
commit to user
penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya yang menaruh pada bidang
pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai masukan bagi siswa akan pentingnya kemandirian belajar
sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain dalam belajar.
b. Bagi Orang tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua untuk
dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan anak-anaknya untuk
menciptakan lingkungan keluarga yang lebih kondusif.
c. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan memberikan masukan
bagi sekolah dalam usaha untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa.
d. Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan bagi
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan pengkajian terhadap pengetahuan tentang
konsep-konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang relevan dengan
permasalahan. Dalam permasalahan ini peneliti menggunakan teori-teori sebagai
berikut:
1. Tinjauan Tentang Kemandirian belajar a. Pengertian Kemandirian Belajar
1) Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang dapat mengantarkan
manusia pada sukses dalam menjalankan hidup dan kehidupan bersama dengan
orang lain. Menurut Basri (2000: 53) “Kemandirian berasal dari kata mandiri yang
dalam bahasa Jawa berarti berdiri sendiri”. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan
bahwa “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas
sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan
perkembangan dan kapasitasnya”. Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57)
menyatakan “Kemandirian adalah kemampuan mengakomudikasi sifat-sifat baik
manusia, untuk ditampilkan didalam sikap dan perilaku yang tepat mendasarkan
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu”. Sementara menurut Gea
(2002: 146) “Mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan
dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri”.
Orang yang mandiri senantiasa akan mampu berdiri sendiri seperti yang
dijelaskan oleh Mudjijono (1997: 85) bahwa, “Pengertian berdiri sendiri bukan
berarti harus bekerja sendiri tanpa kerjasama dengan siapapun dan bukan
merupakan menyendiri atau tertutup”. Pada dasarnya orang seseorang tidak dapat
hidup tanpa bantuan dan campur tangan orang lain, hanya saja orang yang mandiri
commit to user
kecil, karena secara kodrati manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup
sendiri dan lepas dari orang lain.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian
mengandung unsur :
a) Berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain.
b) Sedikit bimbingan dalam melakanakan tugas sehari-hari dengan penuh
percaya diri.
c) Mengandalkan kekuatan sendiri dengan penuh inisiatif tetapi tetap
bertanggung jawab.
2) Pengertian Belajar
Winkel (1996: 53) menyatakan bahwa, “Belajar adalah aktivitas mental
(psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap”. Pendapat
lain dikemukakan oleh Slameto (1995: 2) yang menyatakan bahwa, “Belajar
adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian belajar
mengandung unsur :
a) Aktivitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan menghasilkan
perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap.
b) Suatu usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara
keseluruhan.
3) Pengertian Kemandirian Belajar
Berdasarkan uraian diatas kita dapat ketahui bahwa pengertian
kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya dengan kertgantungan yang
relatif kecil pada bantuan orang lain. Sedangkan pengertian belajar adalah usaha
commit to user
tingkah laku, baik potensial maupun aktual yang berbentuk
kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan).
Menurut Brookfield yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2) dikatakan
bahwa, “Kemandirian belajar merupakan suatu kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dengan menetukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya,
menggunkan sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, dan
melakukan kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya”.
Sedangkan menurut Knowles, M yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2)
menyatakan bahwa, “Kemandirian belajar menunjukkam bahwa siswa tidak
bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus
menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu
bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.
Menurut Haris Mudjiman (2009: 7), “Belajar mandiri dalam kegiatan belajar
aktif yang mendorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetisi
guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau
kompetisi yang dimiliki”. Dalam belajar mandiri seorang siswa harus mempunyai
keberanian didalam mengutarakan pendapat, aktif bertanya, berdiskusi atau minta
penjelasan kepada guru, teman, atau kepada orang lain bila belum jelas. Siswa
yang mempunyai sikap kemandirian akan tampak, karena didalam melakukan
tugas-tugas atau kegiatan belajar akan bersungguh-sungguh dalam mencari data
atau informasi dari berbagai sumber dan tidak menggantungkan pada arahan,
bimbingan, dan pengawasan dari orang lain.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian
belajar mengandung unsur :
a) Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dengan mengaktualisasikan diri
secara optimal dan sadar akan kebutuhan belajarnya.
b) Tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang
commit to user
c) Kegiatan belajar guna mengatasi suatu masalah yang dibangun dengan
pengetahuan atau kompetisi yang dimiliki serta mampu berinisiatif serta
memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
b. Ciri-ciri Kemandirian Belajar
Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57) mengungkapkan
ciri-ciri kemandirian dalam diri anak antara lain yaitu:
1) memiliki kepribadian, 2) jujur dan mampu bersaing, 3) berani merebut kesempatan, 4) dapat dipercaya, 5) mempunyai cita-cita, 6) sikap rajin, 7) senang bekerja atau bekerja keras, 8) tekun, gigih, dan disiplin, 9) mampu bekerja sama, 10) terbuka pada kritik dan saran, 11) tidak mudah putus asa.
Mudjijono (1997: 86) mengemukakan ciri-ciri sikap mandiri dalam diri
anak yaitu, “1) dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, 2) tidak mudah
dipengaruhi orang lain, 3) percaya diri akan berhasil, 4) dapat mengatasi
masalah”.
Sedangkan menurut Haris Mudjiman (2009: 14) ciri-ciri belajar mandiri
adalah sebagi berikut:
1) Kegaitan belajarnya bersifat Selfdirecting – mengarahkan diri sendiri, tidak dependent.
2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang luar.
3) Tidak mau didikte guru, karena tidak mengharap jawabannya secara terus menerus diberitahu what to do.
4) Orang dewasa mengharapkan immediate application dari apa yang dipelajari dan tidak dapat menerima delayed application.
5) Lebih senang dengan problem-cetered learning dari pada content-centered learning.
6) Lebih senang dengan partisipasi aktif dari pada pasif mendengarkan ceramah guru.
7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki (konstruktivistik), karena sebagai orang dewasa mereka tidak datang belajar ‘dengan kepala kosong.
commit to user
9) Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan - dalam batas tertentu – bersama siswa atau gurunya.
10)Activities are experimental, not transmittedand absorved – belajar harus dengan berbuat, tidak cukup hanya mendengarkan dan menyerap.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian
belajar mengandung unsur :
1) Jujur dan mampu bersaing
Orang yang mandiri akan selalu objektif. Ia akan selalu berbuat jujur dengan
segala konsekuensinya dan akan bersaing dengan sehat.
2) Berani merebut kesempatan
Seseorang yang mandiri cenderung memiliki sikap yang berani, karena
memandang kesempatan tidak akan datang dua kali sehingga kesempatan yang
datang akan dimanfaatkan sebaik mungkin.
3) Senang bekerja atau bekerja keras
Kemandirian merupakan pengaktualisasian diri sendiri secara optimal, dan
semua potensi akan dapat berkembang jika dilakukan dengan kerja keras.
4) Tekun, gigih, dan disiplin
Orang yang mandiri akan tekun, guigih, dan disiplin dalam mencapai
keberhasilan karena tidak suka bergantung pada orang lain.
5) Terbuka pada kritik dan saran
Kritik dan saran dijadikan untuk membangun dan memperbaiki diri.
6) Tidak mudah putus asa
Orang yang mandiri akan melakukan segala sesuatu dengan optimal, untuk itu
tidak akan mudah putus asa.
7) Dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dalam batas tertentu
Orang yang mandiri bukan berarti tidak memerlukan orang lain, tidak akan
selalu bergantung pada orang lain namun tetap membutuhkan orang lain
dalam batas tertentu. Dalam kaitannya dengan belajar, orang yang mandiri
tidak akan bergantung terus menerus kepada guru atau teman.
commit to user
Dengan mengenali potensi yang ada pada dirinya, orang yang mandiri akan
percaya memperoleh suatu kemandirian.
9) Dapat mengatasi masalah
Orang yang mandiri akan dapat mengatasi masalahnya dengan
kemampuannya sendiri dangan sekecil mungkin melibatkan orang lain.
10)Paham terhadap tujuan dalam aktifitas belajarnya.
c. Karakteristik Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar merupakan perilaku yang dapat mengantarkan
manusia pada sukses dalam menjalani hidup dan kehidupan bersama dan dengan
orang lain. Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah,
disusul dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk
mengatasi suatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi suatu masalah.
Orang yang memiliki kemandirian belajar merupakan ciri dari manusia yang
berkualitas. Dengan demikian karakteristik manusia yang berkualitas menurut
Hadari nawawi dan Mimi Martini (1994: 56-57) yaitu:
Karakteristik manusia yang berkualitas adalah individu yang memiliki kepribadian mandiri dengan sifat dan sikap rajin, senang bekerja, sanggup bekerja keras, tekun, gigih, berdisiplin, berani merebut kesempatan, jujur, mampu bersaing dan mampu pula bekerja sama, dapat dipercaya dan mempercayai orang lain, mempunyai cita-cita dan tahu apa yang harus diperbuat untuk mewujudkannya, terbuka pada kritik dan saran, tidak putus asa.
Dengan demikian kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan
orang lain. Maka belajar mandiri secara fisik dapat berupa kegiatan belajar
mandiri, atau bersama orang lain, dengan atau tanpa bantuan guru professional.
d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga
faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian.
commit to user
“Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh keluarga misalnya perlakuan ibu
terhadap anak, Sekolah mialnya perlakuan guru dan teman sebaya, Media
Komunikasi massa misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan individu
yang menuntut sikap tertentu”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Suhartini (2005: 4) yang mengatakan
bahwa “Kemandirian dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, kecerdasan
emosional seseorang, serta tingkat pendiddikan”. Bimo Walgito (1997: 46)
mengemukakan bahwa “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian
adalah faktor indogen dan eksogen”.
Penjelasan lebih lanjutnya yaitu sebagai berikut:
1)Faktor indogen yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri yang terdiri dari
a) Faktor fisiologi yaitu kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Kondisi
siswa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki
kondisi fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya,
sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya.
b) Faktor sikologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi kemandirian
misalnya bakat, minat, dan keceerdasan. Anak yang memiliki bakat, minat,
dan kecerdasan akan memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka
akan mengarahkan diri sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.
2)Faktor eksogen yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri sendiri yaitu
a) Faktor yang berasal dari keluarga. Peran orang tua sangat menentukan
perkembangan anak-anaknya. Watak, sikap, kemandirian anak akan
terbentuk karena pengaruh keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga
akan sangat berpengaruh terhadap besarnya tingkan kemandirian.
b) Faktor yang berasal dari sekolah yaitu proses belajar dan pergaulan dengan
teman. Disekolah anak akan berinteraksi dengan guru dan
teman-temannya. Guru akan mengarahkan siswa dalam ketercapaian kedewasaan
dan kemandirian dalam belajar. Sedangkan dengan teman sekolahnya
kemandirian belajar akan terbentuk karena adanya rasa persaingan dalam
commit to user
c) Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan
pergaulan masyarakat. Lingkungan masyarakat secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar mengandung unsur :
1)Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) antara lain :
a) Usia dan jenis kelamin
Semakin bertambah usianya maka akan semakin tinggi kemandiriannya,
namun antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kemandirian yang
berbeda. Perempuan mengalami kesulitan yang lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki.
b) Kecerdasan Emosional seseorang
Kecerdasan emosional merupakan himpunan bagian dari kecerdasan yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan emosi baik pada diri sendiri
maupun orang lain. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi anak
akan memiliki kemampuan mandiri sebab bisa mengendalikan dan
mengarahkan diri dalam bertindak.
c) Kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Siswa yang memiliki kondisi
fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya, sehingga siswa
akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya.
d) Faktor sikologis. Anak yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan akan
memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka akan mengarahkan diri
sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.
2)Faktor yang berasal dari luar diri seseorang (faktor eksternal) antara lain :
a) Keluarga
Dalam keluarga akan selalu mengalami sebuah hubungan antara orang tua
dengan anak maupun anak dengan anak, sehingga antara anggota keluarga
yang satu dengan anggota keluarga yang lain tidak dapat lepas dari
pengaruh yang terjadi akan menentukan hasil perkembangan aspek-aspek
commit to user
watak, dan kepribadian. Kepribadian inilah nantinya yang akan
mempengaruhi kemandirian dalam diri anak.
b) Sekolah
Didalam sekolah akan terjadi inetraksi antara siwa dengan guru dan siswa
dengan teman-temannya. Melalui interaksi dengan guru, maka guru akan
mengarahkan pada siswa dalam rangka ketercapaian kemandirian subjek
belajar. Sedangkan dalam interaksi dengan teman disekolah, subjek
kemandirian akan terbentuk karena memiliki ego yang sama
mengakibatkan persaingan yang harus dilakukan dengan sendiri.
c) Masayarakat
Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan
pergaulan masyarakat. Lingkungan masayarakat secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang
d) Media komunikasi massa
Isi dari media massa akan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang,
maka seseorang harus dapat memilih media yang baik agar dapat
menciptakan kapasitas kemandirian yang baik.
e) Agama
Agama akan mengajarkan sesuatu yang baik, termasuk sifat jujur, disiplin,
kerja keras, tanggung jawab, dan yang lainnya. Sifat tersebut merupakan
ciri kemandirian. Dengan memiliki keyakinan agama yang kuat dan
mengaktualisasikan maka akan mempengaruhi kemandiriannya.
f) Pekerjaan atau aktifitas
Pekerjaan atau aktifitas menuntut orang untuk memilliki kecakapan tertentu
seperti, kerja keras, disiplin, inisiatif, dan tanggung jawab. Jika seseorang
menampilkan sifat-sifat tersebut secara kontinue akan berpengaruh pada
kapasitas kemandirian seseorang.
commit to user
Melalui pendidikan formal, ranah koqnitif, afektif, dan psikomotor
terbentuk, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin
tinggi pula tingkat kemandiriannya.
e. Validitas Kemandirian Belajar
Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah
disusul dengan timbulnya niat untuk melakukan kegiatan belajar secara sengaja
untuk menguasai suatu kompetensi yang dikuasai untuk mengatasi masalah. maka
belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan
belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan
motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu
sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di
dunia nyata. Kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain.
Menurut Knowles, M yang dikutip dari Kusmadi (2002:2) menyatakan bahwa
“Kemandirian belajar menunjukkan bahwa siswa tidak bergantung pada
penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga
mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan
merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.
Tentang ciri kemandirian belajar Gea (2002:145) menyebutkan beberapa
hal yaitu “Percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan
keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab”. Kemandirian bukanlah
kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar
Kemandirian merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan selama
bertahun-tahun. Basri (2000:53) menyatakan bahwa “Kemandirian merupakan
hasil dari pendidikan. kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi
dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki
dapat berkembang secara utuh”. Secara singkat dikatakan bahwa kemandirian
belajar merupakan hasil dari proses belajar.
commit to user
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu kemandirian belajar
dengan indikator-indikatornya, yaitu:
1)Tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar
2)Tidak bergantung pada orang lain
3)Percaya diri
4)Mempunyai inisiatif yang tinggi
Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemandirian belajar
adalah siswa yang memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar, tidak
bergantung pada orang lain, percaya diri, mempunyai inisiatif yang tinggi.
2. Tinjauan Pola asuh orang tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantara yaitu
mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anak-anaknya orang tua dipengaruhi
oleh budaya yang ada dilingkungannya. Disamping itu juga diwarnai oleh
sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra putrinya.
Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan anak.
Menurut Soedomo Hadi (2003: 22) mengatakan bahwa “Orang tua adalah
ayah dan ibu yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya”.
Sedangkan menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua
merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua
menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”.
Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana yaitu
kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan membesarkan anak
dirumah. Kebiasaan yang dimaksud, menunjukkan adanya kecenderungan yang
mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak. Pola asuh orang
tua juga dapat dikatakan sebagai perwujudan tanggung jawab dalam pembentuk
kedewasaan anak. Kebiasaan ini cenderung mengarah pada pola tertentu yang
selaras dengan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki sebagai pimpinan dalam
commit to user
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian pola asuh
orang tua mengandung unsur :
1) Perlakuan orang tua terhadap anak.
2) Kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh, memelihara, dan
membesarkana anak.
3) Memiliki pola atau kecenderungan tertentu.
b. Bentuk-Bentuk Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua dalam membesarkan anak terbagi menjadi beberapa
bentuk. Elizabeth Hurlock dalam buku Perkembangan Anak yang diterjemahkan
Meitasari Tjandrasa (1999: 205) “Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan
anak, yaitu otoriter, permisif atau demokratis…”. Sedangkan cara-cara
kepemimpinan yang diujicobakan Lewin, Lippit dan White dalam sebuah
eksperimen antara lain otoriter, demokratis, dan atau laisses faire (WA Gerungan,
1990: 131).
Selain itu disebutkan juga dalam buku Perkembangan Anak yang
diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh orang tua
dibedakan atas :
a. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasrkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.
b. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol. c. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan
kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.
Menurut Elizabeth B Hurlock dalam T.O. Ihromi (1999: 51) “pola asuh
yang digunakan orang tua kepada anak-anaknya bersifat otoriter, demokratis dan
permisif“. Sedangkan menurut Roe dalam jurnal TRIADIK (2002: 111)
commit to user
1) Pola asuh orang tua yang suka memberikan perhatian sangat berlebihan kepada anak, yang bisa teralu melindungi atau terlalu menurut. Orang tua yang terlalu melindungi memenuhi kebutuhan fisik anak secara cepat tetapi kurang dalam memuaskan kebutuhan cinta dan penghargaan. Orang tua yang menuntut kebutuhan fisik dan kebutuhan cinta, tetapi cinta diberikan sebagai pengganti dari pencapaian dan kepatuhan anak.
2)Pola pengasuhan orang tua yang cenderung menghindar, yaitu yang mengabaikan kebutuhan fisik anak atau menolak anak secara emosional. 3)Pola pengasuhan orang tuanyang menerima atau mencintai anak, yaitu
yang memuaskan kebutuhan anak pada hampir semua level.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa pola asuh
orang tua terbagi menjadi tiga unsur, yaitu:
1) Pola asuh bersifat otoriter
2) Pola asuh bersifat liberal (Laissez faire)
3) Pola asuh bersifat demokratis
c. Karakteristik Pola Asuh Orang Tua
1) Pola asuh otoriter
Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam
memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak, dan orang tua
memiliki peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anak. Orang tua selalu
mengatur kehidupan anak dan cenderung menghukum jika tidak sesuai dengan
keinginan orang tua. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darnel powell dan
Derek S Hopson (penerjemah: Lala herawati, 2002: 162), “Orang tua yang otoriter
selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah tidak menghukum berarti
memanjakan anak”. Pola asuh orang tua semacam ini biasanya menerapkan
hukuman secara fisik.
Karakteristik orang tua yang otoriter menurut Suherman (2002: 8) adalah :
a) Orang tua menentukan segala sesuatu
b) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya
c) Keinginan atau cita-citanya tidak dapat perhatian
commit to user
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh
orang tua yang bersifat otoriter mengandung unsur :
a) Segala sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan anak ditentukan oleh
orang tua.
b) Orang tua memberikan aturan-aturan yang kaku dalam mendidik anak.
c) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau tanpa
ada konsultasi.
Dimana hal seperti ini dapat menyebabkan hubungan antara anak dan orang
tua menjadi renggang sehingga komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar
karena hanya terjadi komunikasi yang satu arah, dimana orang tua yang
menentukan segala sesuatu.
2) Pola asuh demokratis
Pada pola asuh demokratis ditandai dengan komunikasi yang baik, antara
orang tua dengan anak selalu terjadi komunikasi timbal balik dan hubungan
memberi dan menerima. Aturan-aturan yang diberikan dapat diterima anak karena
mendapatkan penjelasan dan alasan yang jelas. Yang lebih utama yaitu anak
diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya.
Menurut Moh Shochib (1998: 4), “Pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis
menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dengan orang tua dan
adanya kehangatan yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orang tua
sehingga ada pertautan perasaan”.
Orang tua berperan sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga. Menurut
Gerungan (1990:40), “Pada tipe kepemimpinan demokratis, pemimpin bertindak
sebagai teman yang memberikan bantuan kepada anggota kelompoknya yang
mana bantuan itu diperlukan dan memberikan keterangan tugas sebaik-baiknya”.
Menurut Sukarna (1990: 47), “Kepemimpinan demokratik dalam mengambil
keputusan tidak atas kehendak sendiri tapi didasarkan atas pertimbangan
commit to user
ini yang dimaksud pemimpin adalah orang tua dan yang disubut bawahan adalah
anak.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh
orang tua yang bersifat demokratis mengandung unsur :
a) Pola asuh yang memiliki komunikasi dua arah yaitu antara anak dan orang
tua sehingga mampu bekerja sama.
b) Mempertimbangkan suatu keputusan.
c) Menerima pendapat kritik, atau saran.
3) Pola asuh permisif / liberal (Laissez faire)
Pada pola asuh liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan
batasan-batasan dan kendali dari orang tuanya. Semua keputusan diserahkan
kepada anak serta orang tua jarang memberikan pengarahan pada anak. Anak
sidikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab dan kewajiban. Hal tersebut
didukung oleh pendapat menurut Suherman (2000: 9) “Pada orang tua yang
menunjukkan sikap liberal, orang tua mempunyai anggapan bahwa anak dianggap
sebagai manusia dewasa yang dapat mengambil tindakan atau keputusan sendiri
menurut kehendaknya tanpa bimbingan”.
Menurut Darlene Powell dan Derek S. Hopson (penerjmah: Lala Herawati,
2002: 163), “Orang tua yang bebeas tidak menerapkan disiplin yang cukup kepada
anak-anak. Mereka percaya bahwa anak didorong untuk berfikir secara mandiri”.
Menurut Gerungan (1990: 133). “Pemimpin yang liberal menjalankan peranan
yang pasif, sebagai seseorang yang hanya menonton saja. … ia berada
ditengah-tengah kelompok, tetapi tidak berinteraksi, dan berperilaku seperti seorang
penonton”.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh
orang tua yang bersifat liberal (Laissez faire) mengandung unsur :
a) Orang tua cenderung acuh karena anak sudah dianggap dewasa.
b) Orang tua yang bertanggung jawab dalam keluarga tidak menerapkan
commit to user
c) Orang tua tidak menerapkan disiplin atau aturan yang cukup kepada
anak-anaknya.
d. Faktor-faktor Pola Asuh Orang Tua
Dalam menentukan pola asuh terhadap anaknya, orang tua terkadang tidak
hanya menggunakan satu pola saja, namun ada kemungkinan menggunakan
gabungan antara pola asuh otoriter, liberal, dan demokratis. Namun demikian ada
kecenderungan dalam orang tua untuk lebih menyukai atau menggunakan pola
asuh tertentu. R. Diniarti M. Soe’oed yang dikutip T.O Ihromi (1999: 52)
menyebutkan faktor yang mempengaruhi penggunaan pola asuh orang tua
terhadap anak, yaitu:
1)Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka 2)Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat
disekitarnya 3)Usia orang tua 4)Kursus-kursus
5)Jenis kelamin orang tua 6)Status sosial ekonomi 7)Konsep peranan orang tua 8)Jenis kelamin anak 9)Usia anak
10) Kondisi anak
Sedangkan AN Markum (1999: 49) faktor yang mempengaruhi pola asuh
orang tua yaitu:
1)Faktor bawaan anak
2)Faktor kebasaan orang tua
3)Faktor kepribadian orang tua
Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95)
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah
sebagai berikut :
1)Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua 2)Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
3)Usia orang tua
commit to user
5)Jenis kelamin orang tua6)Status sosial ekonomi
7)Konsep mengenai peran orang tua dewasa 8)Jenis kelamin anak
9)Situasi 10)Usia anak
Bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi
pola asuh orang tua adalah :
1) Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka
2) Usia orang tua dan anak
3) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya
4) Kursus-kursus
5) Jenis kelamin orang tua
6) Status sosial ekonomi
7) Konsep peranan orang tua
8) Jenis kelamin anak
9) Faktor bawaan anak
10) Faktor kebiasaan orang tua
11) Faktor kepribadian orang tua
Untuk lebih jelanya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Usia orang tua dan anak
Orang tua dengan usia muda biasanya cenderung memilih pola asuh
demokratis atau liberal, sedangkan yang usianya tua biasanya cenderung
mengunakan pola asuh yang otoriter. Dan biasanya pola asuh yang otoriter
digunakan untuk mendidik anak kecil.
2. Lingkungan Masyarakat
Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya
Orang tua kerapkali menyamakan pola asuh seperti yang ada dilingkungannya.
commit to user
Orang tua yang yang telah mengikuti kursus persiapan persiapan perkawinan,
khususnya kursus pemeliharaan anak akan lebih siap dan mengerti tentang
kebutuhan anak sehingga menerapkan pola asuh demokratis.
4. Jenis kelamin orang tua
Umumnya seorang ibu lebih mengerti tentang anak sehingga menggunakan
pola asuh demokratis. Biasanya orang tua memperlakukan anak sesuai dengan
jenis kelaminnya. Anak perempuan biasanya dijaga lebih ketat dan cenderung
lebih otoriter, sedangkan anak laki-laki cenderung lebih demokratis atau
liberal.
5. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi orang tua akan mempengaruhi sikap dan perilaku.
Dengan sikap dan perilaku tersebut akan mempengaruhi juga pada pola asuh
orang tua kepada anaknya.
6. Pendidikan orang tua
Orang tua yang berpendidikan tinggi biasanya cenderung menggunakan pola
asuh demokratis atau liberal, karena selalu mengikuti perkembangan zaman
dan lebih luwes. Sedangkan orang tua yang kurang berpendidikan cenderung
menggunakan pola asuh otoriter.
7. Faktor bawaan anak
Pembawaan yang ada pada diri setiap anak selalu berbeda-beda, ini nantinya
sangat mempengaruhi pola asuh yang diberikan oleh orang tua.
8. Faktor kebiasaan orang tua
Kebiasaan orang tua akan mempengangaruhi bentuk pola asuh yang
diterapkan pada anak.
9. Faktor kepribadian orang tua
Orang tua yang berkepribadian baik akan menerapkan pola asuh yang baik
pada anak, sebaliknya orang tua yang memiliki kepribadian yang buruk akan
mempengaruhi pola asuh kepada anak.
commit to user
Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya dulu
mendidik mereka. Bila orang tua menganggap pola yang diterapkan orang tua
mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai
pola yang mereka terima, dan begitupun sebaliknya
e. Validitas Pola Asuh Orang Tua
Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua merupakan
perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan
kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”. Menurut T.O.
Ihromi (1999: 51-52) :
1. Dalam pola asuh otoriter orang tua memiliki kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya, setiap pelanggalaran dikenakan hukuman. Sedikit sekali atau tidak pernah ada pujian atau tanda-tanda yang membenarkan tingkah laku anak apabila mereka melaksanakan aturan tersebut. Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada kebebasan berbuat kecuali perbuatan yang sudah ditetapkan oleh peraturan. Orang tua tidak mendorong anak untuk mengambil keputusan sendiri atas perbuatannya, tetapi menentukan bagaimana harus berbuat. Dengan demikian anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengendalikan perbuatan-perbuatannya.
2. Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan. Orang tua menekankan aspek pendidikan ketimbang aspek hukuman. Hukuman tidak pernah kasar dan hanya diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus ia lakukan. Apabila perbuatan anak sesuai dengan apa yang patut ia lakukan, orang tua harus memberikan pujian. Orang tua yang demokratis adalah orang t