• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUPDENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUPDENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010 2011"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

OLEH :

RIZKA MAGHFIRAINI K8407008

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

RIZKA MAGHFIRAINI K8407008

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Rizka Maghfiraini. K8407008. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH

ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP DENGAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemandirian Belajar, (2) Hubungan antara Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar. Penelitian ini mengambil lokasi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogogoro Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011, sejumlah 116 siswa. Sampel diambil dengan teknik Cluster random sampling sejumlah 46 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket sebagai teknik pengumpulan data pokok, sedangkan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pendukung. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan Pearson’s Correlation (Product Moment) untuk menguji hipotesis hubungan antara X1 dengan Y, dan X2 dengan Y, sedangkan untuk mengetahui hubungan

secara bersama-sama antara X1 dan X2 dengan Y menggunakan regresi ganda.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx1y = 0,621, dan ρ = 0,000 dengan SR =

48,99 % dan SE = 35,39%. (2) Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx2y = 0,630 dan ρ = 0,000 dengan SR = 51,01 % dan SE = 36,85%.

(6)

commit to user

vi

Rizka Maghfiraini. K8407008. RELATIONSHIP BETWEEN

PARENTING PATTERNS AND PEER GROUP SOCIAL INTERCOURSE WITH STUDENTS’ INDEPENDENCE LEARNING OF THE ELEVENTH GRADE IS OF SMA NEGERI 1 JOGOROGO, NGAWI IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, Surakarta,

This study aimed to determine: (1) Relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, (2) Relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, (3) Relationship between Parenting Patterns and Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning. This research was taken place in class XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo.

The method used in this research was descriptive quantitative. The total populations in this study were 116 students taken from all students in grade XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo in the 2010/2011 Academic Year. Total samples data were 46 students taken by cluster random sampling technique. The primary data used was questionnaire while the documentation used as supporting data. The data analysis technique used was Pearson's Correlation (Product Moment) to test the hypothesis relation between X1 with Y, and X2 with Y technique analysis. While to know the relationship among X1 and X2 with Y used multiple regression analysis technique.

Based on the results of this study it can be concluded that: (1) There was a significant positive relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx1y = 0,621, and ρ = 0,000 with SR = 48,99 % and SE = 35,39%. (2)

There was a significant positive relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx2y = 0,630 and ρ = 0,000 with SR = 51,01 % and

(7)

commit to user

vii

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu

telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah, sesungguhnya (urusan) yang lain dan

hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap”.

(Q,S Alam Asyroh: 5-8)

“Mereka akan memperoleh hasil usaha mereka, sedang kamu pun akan

memperoleh pula hasil usahamu”

(Q.S Al-Baqarah: 144)

Kebahagiaan kita yang terbesar tidak bergantung pada kondisi hidup kita, tetapi

disebabkan oleh hati nurani, kesehatan yang baik, pekerjaan dan kebebasan untuk

mengejar segala tujuan dengan jalan yang syah.

(8)

commit to user

viii

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Ibu/ Bapak yang senantiasa mendidik,

membimbing dengan penuh kesabaran serta

doa yang selalu menyertaiku.

2. Kakak-kakakku dan keponakanku yang

selalu memberi motivasi dan keceriaan.

3. Teman-teman seperjuangan Sosiologi

Antropologi UNS angkatan 2007.

4. Sahabat-sahabat kos “Wisma Melati” yang

menjadi teman sekaligus keluargaku

ditempat aku menimba ilmu.

(9)

commit to user

ix

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmad dan hidayatNya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini, guna memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapai banyak hambatan.

Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut

dapat peneliti atasi. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang

terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd ketua jurusan Pendidikan Ilmu Sosial.

3. Drs. MH. Sukarno, M. Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi

selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan izin penulisan skripsi

serta yang selalu memberikan dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan

kewajiban akademik.

4. Dr. Zaini Rohmad, M. Pd pembimbing I dan Drs. Haryono, M. Pd selaku

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan

kepada peneliti sehingga skrisi ini dapat peneliti selesaikan dengan lancar.

5. Bapak ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi yang secara

tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada peneliti.

6. Drs. Santoso Kepala sekolah SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah memberikan

izin kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

7. Guru pembimbing, Staf, dan siswa SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah

meluangkan waktu untuk membantu memberikan bimbingan, informasi, dan

memberikan data.

8. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak mungkin peneliti

(10)

commit to user

x

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya peneliti

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi

semua pihak.

Surakarta, Juni 2011

(11)

commit to user

xi

JUDUL ……….

PENGAJUAN ...

PERSETUJUAN ……….

PENGESAHAN ………...

ABSTRAK ………...

ABSTRACT ……….

MOTTO ………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR LAMPIRAN ………...

I. PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Identifikasi Masalah ………...

C. Pembatasan Masalah ……….

D. Perumusan Masalah ………...

E. Tujuan penelitian ………...

F. Manfaatn Penelitian ………...

1. Manfaat Teoretis ……….

2. Manfaat Praktis ………...

II. LANDASAN TEORI ………

A. Tinjauan Pustaka ………...

1. Tinjauan Tentang Kemandirian Belajar ………...

2. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua ………

(12)

commit to user

xii

C. Kerangka Berfikir ………....

D. Hipotesis ………...

III. METODE PENELITIAN ……….

A. Tenpat dan Waktu Penelitian ………

1. Tempat Penelitian ……...………...

2. Waktu Penelitian ………...

B. Populasi dan Sampel ……….

1. Populasi ……….

2. Sampel ………...

3. Teknik Sampling ………...

C. Teknik Pengumpulan Data……….

D. Rancangan Penelitian……….

E. Teknik Analisis Data……….

1. Uji persyaratan Analisis……….

2. Uji Hipotesis….………..

IV. HASIL PENELITIAN ………...

A. Deskripsi Data………...

B. Pengujian Persyaratan Analisis………..

C. Pengujian Hipotesis………...

D. Pembahasan Hasil Analisis Data………...

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………

A. Simpulan………

B. Implikasi………

C. Saran………..

DAFTAR PUSTAKA……….

(13)

commit to user

xiii

Halaman

Gambar 1. Skema Keranga Berfikir………... 43

Gambar 2. Struktur organisasi SMA Negeri 1 Jogorogo………... 75

Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh orang tua (X1) ………... 80

Gambar 4. Grafik Histogram Pergaulan Peer Goup (X2)……… 81

Gambar 5. Grafik histogram Grafik Histogram Kemandirian belajar (y).. 82

Gambar 6. Grafik Normalitas ……… 83

Gambar 7. Grafik Normal P-Plot of Regression Standardized Residual 83 Gambar 8. Grafik Scatterplot... 85

Gambar 9. Plot perhatian orang tua dengan kemandirian belajar……….. 86

(14)

commit to user

xiv

Halaman

Tabel 1. Waktu Penelitian……….. 44

Tabel 2. Hasil uji validitas pola asuh orang tua………. 59

Tabel 3. Hasil uji validitas pergaulan peer group... 60

Tabel 4. Hasil uji validitas kemandirian belajar………. 61

Tabel 5. Hasil uji reabilitas pola asuh orang tua……… 62

Tabel 6. Hasil uji reabilitas pergaulan peer group………. 62

Tabel 7. Hasil uji reabilitas kemandirian belajar……… 63

Tabel 8. Uji Multikolinearitas……… 84

Tabel 9. Uji Autokorelasi………. 85

Tabel 10. Hasil Uji korelasi pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar……… 89

Tabel 11. Hasil Uji korelasi pergaulan peer group dengan kemandirian belajar……… 90

Tabel 12. Hasil uji koofisien determinasi……….. 91

Tabel 13. ANOVA………. 91

(15)

commit to user

xv

Halaman

Lampiran 1. Matrik Angket ….………...…... 108

Lampiran 2. Angket Penelitian ……….………. 111

Lampiran 3. Tabulasi Data Try Out ……….. 116

Lampiran 4. Validitas Try Out Angket …….………. 119

Lampiran 5. Reliabilitas Try Out Angket ……….. 130

Lampiran 6. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pola Asuh Orang Tua ... 134

Lampiran 7. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pergalan Peer Group ... 135

Lampiran 8.Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Kemandirian Belajar 136

Lampiran 9. Output Dari Hasil Olah Data Melalui SPSS 17.0 ………….. 137

Lampiran 10. Surat Permohonan Penyusunan Skripsi kepada Dekan FKIP UNS ……….. 156

Lampiran 11. Surat Keputusan Menyusun Skripsi dari Dekan FKIP UNS 157

Lampiran 12.Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta ……… 158

Lampiran 13. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari KesBangPoLinMas Ngawi ... 159

Lampiran 14. Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada SMA Negeri 1 Jogorogo………...……… 160

Lampiran 15. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMA Negeri 1 Jogorogo ………... 161

(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting sekaligus menjadi kegiatan yang

universal dalam kehidupan manusia, karena pendidikan bagi manusia merupakan

suatu proses menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam

seluruh dimensi kepribadian. Pendidikan memiliki tanggung jawab terbesar dan

menjadi tumpuan haparan bangsa untuk terciptanya manusia-manusia cakap,

mandiri, berbudaya, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta dapat

membangun dirinya sendiri. Kemandirian belajar diperlukan untuk mampu

beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin maju.

Seperti yang dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 dinyatakan :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sangat komplek dan menjadi

tanggung jawab bersama. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, salah

satunya disebutkan untuk dapat menciptakan kemandirian.

Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya.

Perkembangan akan mengantarkan seorang anak menuju proses pendewasaan, dan

pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) anak sedang mempersiapkan diri

menuju proses pendewasaan diri tersebut. Ada banyak pilihan bagi siswa untuk

dapat mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang

di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam

(17)

commit to user

berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu tergantung pada

orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang tua maupun teman sebayanya.

Kemandirian mencakup pengertian kebebasan untuk siap tidak lagi

bergantung pada orang lain. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa

“Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas

sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan

dan kapasitasnya”. Kemandirian berarti bukan tidak memerlukan orang lain, tetapi

tetap memerlukan orang lain dan bimbingan dari orang lain dengan tingkat

ketergantungan yang rendah. Kemandirian merupakan salah satu unsur penting

yang dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar disekolah maupun diluar

sekolah .

Dalam kaitannya dengan kemandirian belajar, Knowles, M yang dikutip

dari Kusmadi (2002: 2) menyatakan bahwa “Kemandirian belajar menunjukkam

bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru

yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta

mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.

Untuk itu siswa dituntut untuk kreatif dalam mencari bahan pelajaran, serta tidak

memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan bahan pelajaran yang

disediakan oleh sekolah.

Kemandirian belajar merupakan perilaku yang ada pada seseorang untuk

melakukan kegiatan belajar karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena

pengaruh dari luar. Belajar merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan siswa

dan bukan semata-mata karena tekanan guru maupun pihak lain. Adanya sikap

mandiri dalam diri siswa, maka tujuan belajar akan dicapai sebagaimana yang

diharapkan. Kemandirian belajar juga merupakan suatu cara untuk melakukan

kegiatan belajar yang baik, sehingga perlu dilakukan dalam kegiatan belajar

dewasa ini, bahkan ditekankan pada sebuah keharusan. Dimasa depan nantinya

anak akan dituntut untuk dapat hidup dalam kompleksitas kehidupan, modernitas,

dan globalisasi yang penuh persaingan dan membutuhkan penguasaan ilmu

(18)

commit to user

Dalam melakukan kegiatan belajar, suatu hal yang sering menjadi

permasalahan adalah bagaimana cara untuk melakukan kegiatan belajar adalah

cara untuk melakukan kegiatan belajar yang tepat. Kusmadi (2002: 3-4)

mengemukakan bahwa “Secara umum belajar secara mandiri sangat

menguntungkan bagi subjek belajar, karena belajar secara mandiri mendorong

subjek belajar memberdayakan lingkungan dan sumber belajar secara optimal”.

Berdasarkan keterangan tersebut bahwa dengan kemampuan subjek belajar yang

optimal dengan sendirinya, maka subjek belajar dapat mengenali, memilih, serta

menggunakan sumber-sumber tersebut untuk keperluan belajarnya tanpa rasa

ketergantungan pada orang lain.

Kemandirian merupakan unsur penting dalam setiap belajar sehingga

subjek belajar harus memiliki hal tersebut. Pada dasarnya kemandirian merupakan

bagian dari kepribadian seseorang. Menurut Allport dalam buku Elizabeth B.

Hurlock yang berjudul Perkembanagan Anak alih bahasa Meitasari Tjandrasa

“Kepribadian ialah susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri

suatu individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap

lingkungan”. Faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada

kemandirian. Menurut Hurlock dalam buku Kadar Kemandirian dan Kadar

Kooperatif Dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Di Daerah

Istimewa Yogyakarta mengemukakan bahwa Kepribadian seseorang dipengaruhi

oleh keluarga misalnya perlakuan ibu terhadap anak, sekolah misalnya perlakuan

guru dan teman sebaya, media komunikasi massa misalnya surat kabar, televisi,

dan alat permainan, agama misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan

individu yang menuntut sikap tertentu (Dwi Siswoyo ,1989: 9).

Berdasarkan pendapat tersebut dikatakan bahwa kemandirian dapat

terbentuk karena pengaruh dari lingkungan keluarga, sekolah, media komunikasi

massa, agama, dan pekerjaan individu yang menuntut sikap tertentu. Maka

semakin banyak dan semakin besar faktor yang berpengaruh tersebut, maka akan

semakin mudah pula seseorang membentuk kapasitas kemandiriannya, dan begitu

(19)

commit to user

Dalam penelitian ini keluarga lebih ditekankan pada pola asuh orang tua

kepada anak. Pola asuh yang dimaksud adalah dalam mendidik, memelihara, dan

membesarkan anak. Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua

merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua

menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”.

Dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak, orang tua biasanya

mempunyai kecenderungan pada arah tertentu. Baik buruknya orang tua dalam

mendidik, memelihara, dan membesarkan anak akan memberikan kesan tersendiri

kepada anak sehingga akan berhubungan dengan perilaku anak.

Pola asuh orang tua adalah tanggung jawab orang tua dalam rangka

pembentukan kedewasaan anak. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak terbagi

menjadi beberapa bentuk. Menurut Elizabeth Hurlock dalam buku berjudul

Perkembangan Anak yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1993: 205),

“Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan anak, yaitu otoriter, permisif

atau demokratis…”. Berdasarkan pendapat diatas pola asuh orang tua terhadap

anak terbagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter, permisif atau liberal, dan pola

asuh demokratis.

Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam

memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak kepada anak,

bersifat kaku dan keras tanpa tahu perasaan anak. Pada pola asuh permisif atau

liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak

untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan batasan-batasan dan

kendali dari orang tuanya. Orang tua bahkan tidak pernah memberikan aturan dan

pengarahan kepada anak. Berbeda dengan pola asuh demokratis yang ditandai

dengan komunikasi yang baik, antara orang tua dengan anak sehingga selalu

terjadi komunikasi timbal balik, orang tua memberikan kebebasan pada anak

untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak

dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Hal tersebut

(20)

commit to user

yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh

orang tua dibedakan atas :

1. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.

2. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.

3. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.

Dengan berbagai pola asuh tersebut harus disesuaikan dengan`kepribadian

anak, karena hal tersebut berhubungan dengan sikap dan perilaku anak dalam

kehidupan sehari-hari. Orang tua harus berperan sebagai seorang pemimpin dalam

sebuah keluarga, tetapi pemimpin yang baik harus dapat bertindak sebagai teman

bagi anak. Orang tua tetap harus menjaga kewibawaan sebagai orang tua agar

anak dapat tetap bersikap hormat.

Dari ketiga pola asuh yang dijelaskan diatas, pola asuh yang paling baik

diterapkana dalah pola asuh demokratis. Karena dengan menanamkan pola asuh

ini orang tua akan dengan mudah mengadakan hubungan timbal balik atau

hubungan saling memberi dan menerima antara orang tua dengan anak. Dan orang

tua akan menerapkan aturan-aturan tersebut dan tidak merasa terkekang. Bahkan

dengan pola asuh ini anak akan merasa terbuka, dan menghargai orang tuanya.

Mengingat bahwa dalam menuju kemandirian belajar, seorang siswa akan

senantiasa melepaskan rasa ketergatungan pada orang tuanya. Maka seorang anak

menginginkan kebebasan dan kebijakan orang tua dalam berperilaku untuk

mencapai tujuan belajarnya. Untuk itu walaupun orang tua memberikan

pengawasan kepada anak, orang tua tetap perlu memberikan kebebasan secara

bertahap dan menumbuh kembangkan tanggung jawab sebagai seorang siswa

dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Pola asuh dari orang tua terhadap anak

juga akan terbawa pada perilaku anak jika sudah berada dalam lingkungannya dan

(21)

commit to user

Selaian faktor keluaraga faktor yang berhubungan dengan kemandirian

belajar adalah pergaulan peer group atau pergaulan kelompok teman sebanya.

Setelah keluar dari lingkungan keluarganya, anak akan tumbuh dan berkembang

dalam dua dunia, yaitu dunia orang dewasa (orang tua, guru, pemimpin

masyarakat, pejabat, dan lain-lain) dan dalam dunia sebayanya (teman sekolah,

teman bermain, teman dalam organisasi, dan teman-teman lainnya). Pada masa

remaja dimana kehidupan anak banyak ditentukan oleh lingkungan sebayanya.

Kelompok sebaya ini sering disebut dengan peer group. Ada sejumlah unsur

pokok dalam pengertian kelompok sebaya (peer group) menurut ST.Vembriarto

(1990: 60), yaitu :

1. Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang berhubungan diantara anggota intim, 2. Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan usia atau status atau posisi sosial, 3. Istilah kelompok sebaya dapat merujuk kelompok anak-anak, kelompok remaja atau kelompok dewasa.

Anak memasuki kelompok sebaya secara alamiah dan bermula sejak dia

memasuki kelompok permainan dengan anak-anak dilingkungan tetangganya.

Setelah memasuki sekolah, anak terlibat dalam kelompok sebaya yang lebih besar,

yaitu teman-teman sekelasnya. Anak akan menghadapi kemungkinan pilihan

kelompok sebanyanya yang bermacam-macam, yaitu dari teman sekolah, teman

bermain, atau teman dalam suatu organisasi. Anak harus dapat betul-betul

memilih teman dalam bergaul agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak

baik dan dapat membawa dampak negatif bagi anak. Seperti halnya yang

dikemukakan oleh Kohlberg dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan (2006: 73)

“kehidupan remaja pada saat ini ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga

tindakan cenderung ingin disesuaikan dengan apa yang diharapkan lingkungan

sebayanya.

Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan

penting dalam penyesuaian diri anak dan persiapan bagi kehidupan dimasa

mendatang, serta berpengaruh terhadap pandangan dan perilaku, karena remaja.

(22)

commit to user

lain terlalu tinggi sehingga seorang anak yang masih mempunyai tanggung jawab

terhadap kebutuhan belajarnya akan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang

dihadapainya sendiri. Karena salah satu sifat yang muncul pada remaja adalah

berusaha melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dan bergabung dengan

dengan teman-teman sebayanya.

Suatu kelompok sebaya atau peer group dapat menimbulkan hubungan

timbal balik bagi para anggotanya, sehingga dalam kelompok itu dapat saling

bertukar informasi, melatih kreatifitas dalam mencari bahan pelajaran, bertukar

pengalaman dan dapat saling berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan

dalam belajar. Dengan belajar mandiri tidak dimaksudkan anak-anak untuk belajar

secara individualis, bahkan sebaliknya. Situasi dibina untuk belajar berkelompok

dan setiap anak menjadi patner sesamanya. Dalam kelompok ditanamkan rasa

kebersamaan, kesadaran untuk bekerja sama dan bergotong royong, saling

mambantu dan mengoreksi tanpa merasa tersinggung, menghargai pendapat dan

pendirian sesamanya, serta mampu membedakan antara seseorang sebagi persona

dengan pendapat orang lain.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas akan muncul

berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Dalam dunia pendidikan diperlukan kemandirian belajar untuk mampu

beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin

berkembang.

2. Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga faktor

yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian.

3. Setiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda sehingga pola asuh yang

(23)

commit to user

4. Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan

penting dalam pembentukan perilaku anak.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah sangat diperlukan dalam penelitian agar

permasalahan yang diteliti dapat dikaji dan dijawab secara mendalam serta tidak

menimbulkan meluasnya masalah yang dikaji. Pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemandirian belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu

perilaku dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan mengaktualisasikan

diri secara optimal dengan tidak hanya bergantung dengan penyediaan

(supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, namun mampu

berinisiatif, mampu bekerja sendiri, bertanggung jawab atas pekerjaannya,

serta memiliki tingkat ketergantungan yang relatif rendah pada orang lain

untuk mencapai tujuan belajarnya.

2. Pola asuh orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebiasaan

orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara, dan membesarkan

anak.

3. Pergaulan peer group atau kelompok teman sebaya yang dimaksudkan dalam

penelitian ini merupakan suatu hubungan sosial antar individu atau antar

kelompok yang memiliki persamaan usia atau status/posisi sosial. Dalam

penelitian ini adalah pergaulan kelompok sebaya remaja.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar

(24)

commit to user

2. Apakah ada hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian

belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri?

3. Apakah ada hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua dan

pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA

Negeri?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan faktor yang penting di dalam melakukan

penelitian sebab dengan adanya tujuan, penelitian akan dapat memberikan

gambaran yang jelas mengenai arah penelitian yang akan dicapai. Tujuan yang

akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian

belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian

belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.

3. Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua

dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS

SMA Negeri.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil

penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

ilmu pengetahuan khususnya yang ada kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Dapat berguna dalam bidang ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang

(25)

commit to user

penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya yang menaruh pada bidang

pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai masukan bagi siswa akan pentingnya kemandirian belajar

sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain dalam belajar.

b. Bagi Orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua untuk

dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan anak-anaknya untuk

menciptakan lingkungan keluarga yang lebih kondusif.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan memberikan masukan

bagi sekolah dalam usaha untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa.

d. Bagi Peneliti

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan bagi

(26)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan pengkajian terhadap pengetahuan tentang

konsep-konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang relevan dengan

permasalahan. Dalam permasalahan ini peneliti menggunakan teori-teori sebagai

berikut:

1. Tinjauan Tentang Kemandirian belajar a. Pengertian Kemandirian Belajar

1) Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang dapat mengantarkan

manusia pada sukses dalam menjalankan hidup dan kehidupan bersama dengan

orang lain. Menurut Basri (2000: 53) “Kemandirian berasal dari kata mandiri yang

dalam bahasa Jawa berarti berdiri sendiri”. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan

bahwa “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas

sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan

perkembangan dan kapasitasnya”. Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57)

menyatakan “Kemandirian adalah kemampuan mengakomudikasi sifat-sifat baik

manusia, untuk ditampilkan didalam sikap dan perilaku yang tepat mendasarkan

situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu”. Sementara menurut Gea

(2002: 146) “Mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan

dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri”.

Orang yang mandiri senantiasa akan mampu berdiri sendiri seperti yang

dijelaskan oleh Mudjijono (1997: 85) bahwa, “Pengertian berdiri sendiri bukan

berarti harus bekerja sendiri tanpa kerjasama dengan siapapun dan bukan

merupakan menyendiri atau tertutup”. Pada dasarnya orang seseorang tidak dapat

hidup tanpa bantuan dan campur tangan orang lain, hanya saja orang yang mandiri

(27)

commit to user

kecil, karena secara kodrati manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup

sendiri dan lepas dari orang lain.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian

mengandung unsur :

a) Berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain.

b) Sedikit bimbingan dalam melakanakan tugas sehari-hari dengan penuh

percaya diri.

c) Mengandalkan kekuatan sendiri dengan penuh inisiatif tetapi tetap

bertanggung jawab.

2) Pengertian Belajar

Winkel (1996: 53) menyatakan bahwa, “Belajar adalah aktivitas mental

(psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan

perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap”. Pendapat

lain dikemukakan oleh Slameto (1995: 2) yang menyatakan bahwa, “Belajar

adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian belajar

mengandung unsur :

a) Aktivitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan menghasilkan

perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap.

b) Suatu usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara

keseluruhan.

3) Pengertian Kemandirian Belajar

Berdasarkan uraian diatas kita dapat ketahui bahwa pengertian

kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi

berbagai kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya dengan kertgantungan yang

relatif kecil pada bantuan orang lain. Sedangkan pengertian belajar adalah usaha

(28)

commit to user

tingkah laku, baik potensial maupun aktual yang berbentuk

kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan).

Menurut Brookfield yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2) dikatakan

bahwa, “Kemandirian belajar merupakan suatu kegiatan belajar yang dilakukan

oleh siswa dengan menetukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya,

menggunkan sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, dan

melakukan kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya”.

Sedangkan menurut Knowles, M yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2)

menyatakan bahwa, “Kemandirian belajar menunjukkam bahwa siswa tidak

bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus

menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu

bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.

Menurut Haris Mudjiman (2009: 7), “Belajar mandiri dalam kegiatan belajar

aktif yang mendorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetisi

guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau

kompetisi yang dimiliki”. Dalam belajar mandiri seorang siswa harus mempunyai

keberanian didalam mengutarakan pendapat, aktif bertanya, berdiskusi atau minta

penjelasan kepada guru, teman, atau kepada orang lain bila belum jelas. Siswa

yang mempunyai sikap kemandirian akan tampak, karena didalam melakukan

tugas-tugas atau kegiatan belajar akan bersungguh-sungguh dalam mencari data

atau informasi dari berbagai sumber dan tidak menggantungkan pada arahan,

bimbingan, dan pengawasan dari orang lain.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian

belajar mengandung unsur :

a) Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dengan mengaktualisasikan diri

secara optimal dan sadar akan kebutuhan belajarnya.

b) Tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang

(29)

commit to user

c) Kegiatan belajar guna mengatasi suatu masalah yang dibangun dengan

pengetahuan atau kompetisi yang dimiliki serta mampu berinisiatif serta

memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

b. Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57) mengungkapkan

ciri-ciri kemandirian dalam diri anak antara lain yaitu:

1) memiliki kepribadian, 2) jujur dan mampu bersaing, 3) berani merebut kesempatan, 4) dapat dipercaya, 5) mempunyai cita-cita, 6) sikap rajin, 7) senang bekerja atau bekerja keras, 8) tekun, gigih, dan disiplin, 9) mampu bekerja sama, 10) terbuka pada kritik dan saran, 11) tidak mudah putus asa.

Mudjijono (1997: 86) mengemukakan ciri-ciri sikap mandiri dalam diri

anak yaitu, “1) dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, 2) tidak mudah

dipengaruhi orang lain, 3) percaya diri akan berhasil, 4) dapat mengatasi

masalah”.

Sedangkan menurut Haris Mudjiman (2009: 14) ciri-ciri belajar mandiri

adalah sebagi berikut:

1) Kegaitan belajarnya bersifat Selfdirecting – mengarahkan diri sendiri, tidak dependent.

2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang luar.

3) Tidak mau didikte guru, karena tidak mengharap jawabannya secara terus menerus diberitahu what to do.

4) Orang dewasa mengharapkan immediate application dari apa yang dipelajari dan tidak dapat menerima delayed application.

5) Lebih senang dengan problem-cetered learning dari pada content-centered learning.

6) Lebih senang dengan partisipasi aktif dari pada pasif mendengarkan ceramah guru.

7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki (konstruktivistik), karena sebagai orang dewasa mereka tidak datang belajar ‘dengan kepala kosong.

(30)

commit to user

9) Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan - dalam batas tertentu – bersama siswa atau gurunya.

10)Activities are experimental, not transmittedand absorved – belajar harus dengan berbuat, tidak cukup hanya mendengarkan dan menyerap.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian

belajar mengandung unsur :

1) Jujur dan mampu bersaing

Orang yang mandiri akan selalu objektif. Ia akan selalu berbuat jujur dengan

segala konsekuensinya dan akan bersaing dengan sehat.

2) Berani merebut kesempatan

Seseorang yang mandiri cenderung memiliki sikap yang berani, karena

memandang kesempatan tidak akan datang dua kali sehingga kesempatan yang

datang akan dimanfaatkan sebaik mungkin.

3) Senang bekerja atau bekerja keras

Kemandirian merupakan pengaktualisasian diri sendiri secara optimal, dan

semua potensi akan dapat berkembang jika dilakukan dengan kerja keras.

4) Tekun, gigih, dan disiplin

Orang yang mandiri akan tekun, guigih, dan disiplin dalam mencapai

keberhasilan karena tidak suka bergantung pada orang lain.

5) Terbuka pada kritik dan saran

Kritik dan saran dijadikan untuk membangun dan memperbaiki diri.

6) Tidak mudah putus asa

Orang yang mandiri akan melakukan segala sesuatu dengan optimal, untuk itu

tidak akan mudah putus asa.

7) Dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dalam batas tertentu

Orang yang mandiri bukan berarti tidak memerlukan orang lain, tidak akan

selalu bergantung pada orang lain namun tetap membutuhkan orang lain

dalam batas tertentu. Dalam kaitannya dengan belajar, orang yang mandiri

tidak akan bergantung terus menerus kepada guru atau teman.

(31)

commit to user

Dengan mengenali potensi yang ada pada dirinya, orang yang mandiri akan

percaya memperoleh suatu kemandirian.

9) Dapat mengatasi masalah

Orang yang mandiri akan dapat mengatasi masalahnya dengan

kemampuannya sendiri dangan sekecil mungkin melibatkan orang lain.

10)Paham terhadap tujuan dalam aktifitas belajarnya.

c. Karakteristik Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar merupakan perilaku yang dapat mengantarkan

manusia pada sukses dalam menjalani hidup dan kehidupan bersama dan dengan

orang lain. Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah,

disusul dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk

mengatasi suatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi suatu masalah.

Orang yang memiliki kemandirian belajar merupakan ciri dari manusia yang

berkualitas. Dengan demikian karakteristik manusia yang berkualitas menurut

Hadari nawawi dan Mimi Martini (1994: 56-57) yaitu:

Karakteristik manusia yang berkualitas adalah individu yang memiliki kepribadian mandiri dengan sifat dan sikap rajin, senang bekerja, sanggup bekerja keras, tekun, gigih, berdisiplin, berani merebut kesempatan, jujur, mampu bersaing dan mampu pula bekerja sama, dapat dipercaya dan mempercayai orang lain, mempunyai cita-cita dan tahu apa yang harus diperbuat untuk mewujudkannya, terbuka pada kritik dan saran, tidak putus asa.

Dengan demikian kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan

orang lain. Maka belajar mandiri secara fisik dapat berupa kegiatan belajar

mandiri, atau bersama orang lain, dengan atau tanpa bantuan guru professional.

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga

faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian.

(32)

commit to user

“Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh keluarga misalnya perlakuan ibu

terhadap anak, Sekolah mialnya perlakuan guru dan teman sebaya, Media

Komunikasi massa misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan individu

yang menuntut sikap tertentu”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Suhartini (2005: 4) yang mengatakan

bahwa “Kemandirian dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, kecerdasan

emosional seseorang, serta tingkat pendiddikan”. Bimo Walgito (1997: 46)

mengemukakan bahwa “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian

adalah faktor indogen dan eksogen”.

Penjelasan lebih lanjutnya yaitu sebagai berikut:

1)Faktor indogen yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri yang terdiri dari

a) Faktor fisiologi yaitu kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Kondisi

siswa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki

kondisi fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya,

sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya.

b) Faktor sikologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi kemandirian

misalnya bakat, minat, dan keceerdasan. Anak yang memiliki bakat, minat,

dan kecerdasan akan memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka

akan mengarahkan diri sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.

2)Faktor eksogen yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri sendiri yaitu

a) Faktor yang berasal dari keluarga. Peran orang tua sangat menentukan

perkembangan anak-anaknya. Watak, sikap, kemandirian anak akan

terbentuk karena pengaruh keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga

akan sangat berpengaruh terhadap besarnya tingkan kemandirian.

b) Faktor yang berasal dari sekolah yaitu proses belajar dan pergaulan dengan

teman. Disekolah anak akan berinteraksi dengan guru dan

teman-temannya. Guru akan mengarahkan siswa dalam ketercapaian kedewasaan

dan kemandirian dalam belajar. Sedangkan dengan teman sekolahnya

kemandirian belajar akan terbentuk karena adanya rasa persaingan dalam

(33)

commit to user

c) Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan

pergaulan masyarakat. Lingkungan masyarakat secara langsung maupun

tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan Faktor-faktor yang

mempengaruhi kemandirian belajar mengandung unsur :

1)Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) antara lain :

a) Usia dan jenis kelamin

Semakin bertambah usianya maka akan semakin tinggi kemandiriannya,

namun antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kemandirian yang

berbeda. Perempuan mengalami kesulitan yang lebih besar dibandingkan

dengan laki-laki.

b) Kecerdasan Emosional seseorang

Kecerdasan emosional merupakan himpunan bagian dari kecerdasan yang

melibatkan kemampuan memantau perasaan emosi baik pada diri sendiri

maupun orang lain. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi anak

akan memiliki kemampuan mandiri sebab bisa mengendalikan dan

mengarahkan diri dalam bertindak.

c) Kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Siswa yang memiliki kondisi

fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya, sehingga siswa

akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya.

d) Faktor sikologis. Anak yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan akan

memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka akan mengarahkan diri

sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.

2)Faktor yang berasal dari luar diri seseorang (faktor eksternal) antara lain :

a) Keluarga

Dalam keluarga akan selalu mengalami sebuah hubungan antara orang tua

dengan anak maupun anak dengan anak, sehingga antara anggota keluarga

yang satu dengan anggota keluarga yang lain tidak dapat lepas dari

pengaruh yang terjadi akan menentukan hasil perkembangan aspek-aspek

(34)

commit to user

watak, dan kepribadian. Kepribadian inilah nantinya yang akan

mempengaruhi kemandirian dalam diri anak.

b) Sekolah

Didalam sekolah akan terjadi inetraksi antara siwa dengan guru dan siswa

dengan teman-temannya. Melalui interaksi dengan guru, maka guru akan

mengarahkan pada siswa dalam rangka ketercapaian kemandirian subjek

belajar. Sedangkan dalam interaksi dengan teman disekolah, subjek

kemandirian akan terbentuk karena memiliki ego yang sama

mengakibatkan persaingan yang harus dilakukan dengan sendiri.

c) Masayarakat

Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan

pergaulan masyarakat. Lingkungan masayarakat secara langsung maupun

tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang

d) Media komunikasi massa

Isi dari media massa akan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang,

maka seseorang harus dapat memilih media yang baik agar dapat

menciptakan kapasitas kemandirian yang baik.

e) Agama

Agama akan mengajarkan sesuatu yang baik, termasuk sifat jujur, disiplin,

kerja keras, tanggung jawab, dan yang lainnya. Sifat tersebut merupakan

ciri kemandirian. Dengan memiliki keyakinan agama yang kuat dan

mengaktualisasikan maka akan mempengaruhi kemandiriannya.

f) Pekerjaan atau aktifitas

Pekerjaan atau aktifitas menuntut orang untuk memilliki kecakapan tertentu

seperti, kerja keras, disiplin, inisiatif, dan tanggung jawab. Jika seseorang

menampilkan sifat-sifat tersebut secara kontinue akan berpengaruh pada

kapasitas kemandirian seseorang.

(35)

commit to user

Melalui pendidikan formal, ranah koqnitif, afektif, dan psikomotor

terbentuk, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin

tinggi pula tingkat kemandiriannya.

e. Validitas Kemandirian Belajar

Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah

disusul dengan timbulnya niat untuk melakukan kegiatan belajar secara sengaja

untuk menguasai suatu kompetensi yang dikuasai untuk mengatasi masalah. maka

belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan

belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan

motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu

sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di

dunia nyata. Kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Menurut Knowles, M yang dikutip dari Kusmadi (2002:2) menyatakan bahwa

“Kemandirian belajar menunjukkan bahwa siswa tidak bergantung pada

penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga

mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan

merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.

Tentang ciri kemandirian belajar Gea (2002:145) menyebutkan beberapa

hal yaitu “Percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan

keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab”. Kemandirian bukanlah

kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar

Kemandirian merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan selama

bertahun-tahun. Basri (2000:53) menyatakan bahwa “Kemandirian merupakan

hasil dari pendidikan. kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi

dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki

dapat berkembang secara utuh”. Secara singkat dikatakan bahwa kemandirian

belajar merupakan hasil dari proses belajar.

(36)

commit to user

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu kemandirian belajar

dengan indikator-indikatornya, yaitu:

1)Tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar

2)Tidak bergantung pada orang lain

3)Percaya diri

4)Mempunyai inisiatif yang tinggi

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemandirian belajar

adalah siswa yang memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar, tidak

bergantung pada orang lain, percaya diri, mempunyai inisiatif yang tinggi.

2. Tinjauan Pola asuh orang tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantara yaitu

mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anak-anaknya orang tua dipengaruhi

oleh budaya yang ada dilingkungannya. Disamping itu juga diwarnai oleh

sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra putrinya.

Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan anak.

Menurut Soedomo Hadi (2003: 22) mengatakan bahwa “Orang tua adalah

ayah dan ibu yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya”.

Sedangkan menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua

merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua

menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”.

Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana yaitu

kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan membesarkan anak

dirumah. Kebiasaan yang dimaksud, menunjukkan adanya kecenderungan yang

mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak. Pola asuh orang

tua juga dapat dikatakan sebagai perwujudan tanggung jawab dalam pembentuk

kedewasaan anak. Kebiasaan ini cenderung mengarah pada pola tertentu yang

selaras dengan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki sebagai pimpinan dalam

(37)

commit to user

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian pola asuh

orang tua mengandung unsur :

1) Perlakuan orang tua terhadap anak.

2) Kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh, memelihara, dan

membesarkana anak.

3) Memiliki pola atau kecenderungan tertentu.

b. Bentuk-Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua dalam membesarkan anak terbagi menjadi beberapa

bentuk. Elizabeth Hurlock dalam buku Perkembangan Anak yang diterjemahkan

Meitasari Tjandrasa (1999: 205) “Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan

anak, yaitu otoriter, permisif atau demokratis…”. Sedangkan cara-cara

kepemimpinan yang diujicobakan Lewin, Lippit dan White dalam sebuah

eksperimen antara lain otoriter, demokratis, dan atau laisses faire (WA Gerungan,

1990: 131).

Selain itu disebutkan juga dalam buku Perkembangan Anak yang

diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh orang tua

dibedakan atas :

a. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasrkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.

b. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol. c. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan

kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.

Menurut Elizabeth B Hurlock dalam T.O. Ihromi (1999: 51) “pola asuh

yang digunakan orang tua kepada anak-anaknya bersifat otoriter, demokratis dan

permisif“. Sedangkan menurut Roe dalam jurnal TRIADIK (2002: 111)

(38)

commit to user

1) Pola asuh orang tua yang suka memberikan perhatian sangat berlebihan kepada anak, yang bisa teralu melindungi atau terlalu menurut. Orang tua yang terlalu melindungi memenuhi kebutuhan fisik anak secara cepat tetapi kurang dalam memuaskan kebutuhan cinta dan penghargaan. Orang tua yang menuntut kebutuhan fisik dan kebutuhan cinta, tetapi cinta diberikan sebagai pengganti dari pencapaian dan kepatuhan anak.

2)Pola pengasuhan orang tua yang cenderung menghindar, yaitu yang mengabaikan kebutuhan fisik anak atau menolak anak secara emosional. 3)Pola pengasuhan orang tuanyang menerima atau mencintai anak, yaitu

yang memuaskan kebutuhan anak pada hampir semua level.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa pola asuh

orang tua terbagi menjadi tiga unsur, yaitu:

1) Pola asuh bersifat otoriter

2) Pola asuh bersifat liberal (Laissez faire)

3) Pola asuh bersifat demokratis

c. Karakteristik Pola Asuh Orang Tua

1) Pola asuh otoriter

Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam

memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak, dan orang tua

memiliki peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anak. Orang tua selalu

mengatur kehidupan anak dan cenderung menghukum jika tidak sesuai dengan

keinginan orang tua. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darnel powell dan

Derek S Hopson (penerjemah: Lala herawati, 2002: 162), “Orang tua yang otoriter

selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah tidak menghukum berarti

memanjakan anak”. Pola asuh orang tua semacam ini biasanya menerapkan

hukuman secara fisik.

Karakteristik orang tua yang otoriter menurut Suherman (2002: 8) adalah :

a) Orang tua menentukan segala sesuatu

b) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya

c) Keinginan atau cita-citanya tidak dapat perhatian

(39)

commit to user

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh

orang tua yang bersifat otoriter mengandung unsur :

a) Segala sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan anak ditentukan oleh

orang tua.

b) Orang tua memberikan aturan-aturan yang kaku dalam mendidik anak.

c) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau tanpa

ada konsultasi.

Dimana hal seperti ini dapat menyebabkan hubungan antara anak dan orang

tua menjadi renggang sehingga komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar

karena hanya terjadi komunikasi yang satu arah, dimana orang tua yang

menentukan segala sesuatu.

2) Pola asuh demokratis

Pada pola asuh demokratis ditandai dengan komunikasi yang baik, antara

orang tua dengan anak selalu terjadi komunikasi timbal balik dan hubungan

memberi dan menerima. Aturan-aturan yang diberikan dapat diterima anak karena

mendapatkan penjelasan dan alasan yang jelas. Yang lebih utama yaitu anak

diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya.

Menurut Moh Shochib (1998: 4), “Pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis

menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dengan orang tua dan

adanya kehangatan yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orang tua

sehingga ada pertautan perasaan”.

Orang tua berperan sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga. Menurut

Gerungan (1990:40), “Pada tipe kepemimpinan demokratis, pemimpin bertindak

sebagai teman yang memberikan bantuan kepada anggota kelompoknya yang

mana bantuan itu diperlukan dan memberikan keterangan tugas sebaik-baiknya”.

Menurut Sukarna (1990: 47), “Kepemimpinan demokratik dalam mengambil

keputusan tidak atas kehendak sendiri tapi didasarkan atas pertimbangan

(40)

commit to user

ini yang dimaksud pemimpin adalah orang tua dan yang disubut bawahan adalah

anak.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh

orang tua yang bersifat demokratis mengandung unsur :

a) Pola asuh yang memiliki komunikasi dua arah yaitu antara anak dan orang

tua sehingga mampu bekerja sama.

b) Mempertimbangkan suatu keputusan.

c) Menerima pendapat kritik, atau saran.

3) Pola asuh permisif / liberal (Laissez faire)

Pada pola asuh liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan

batasan-batasan dan kendali dari orang tuanya. Semua keputusan diserahkan

kepada anak serta orang tua jarang memberikan pengarahan pada anak. Anak

sidikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab dan kewajiban. Hal tersebut

didukung oleh pendapat menurut Suherman (2000: 9) “Pada orang tua yang

menunjukkan sikap liberal, orang tua mempunyai anggapan bahwa anak dianggap

sebagai manusia dewasa yang dapat mengambil tindakan atau keputusan sendiri

menurut kehendaknya tanpa bimbingan”.

Menurut Darlene Powell dan Derek S. Hopson (penerjmah: Lala Herawati,

2002: 163), “Orang tua yang bebeas tidak menerapkan disiplin yang cukup kepada

anak-anak. Mereka percaya bahwa anak didorong untuk berfikir secara mandiri”.

Menurut Gerungan (1990: 133). “Pemimpin yang liberal menjalankan peranan

yang pasif, sebagai seseorang yang hanya menonton saja. … ia berada

ditengah-tengah kelompok, tetapi tidak berinteraksi, dan berperilaku seperti seorang

penonton”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh

orang tua yang bersifat liberal (Laissez faire) mengandung unsur :

a) Orang tua cenderung acuh karena anak sudah dianggap dewasa.

b) Orang tua yang bertanggung jawab dalam keluarga tidak menerapkan

(41)

commit to user

c) Orang tua tidak menerapkan disiplin atau aturan yang cukup kepada

anak-anaknya.

d. Faktor-faktor Pola Asuh Orang Tua

Dalam menentukan pola asuh terhadap anaknya, orang tua terkadang tidak

hanya menggunakan satu pola saja, namun ada kemungkinan menggunakan

gabungan antara pola asuh otoriter, liberal, dan demokratis. Namun demikian ada

kecenderungan dalam orang tua untuk lebih menyukai atau menggunakan pola

asuh tertentu. R. Diniarti M. Soe’oed yang dikutip T.O Ihromi (1999: 52)

menyebutkan faktor yang mempengaruhi penggunaan pola asuh orang tua

terhadap anak, yaitu:

1)Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka 2)Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat

disekitarnya 3)Usia orang tua 4)Kursus-kursus

5)Jenis kelamin orang tua 6)Status sosial ekonomi 7)Konsep peranan orang tua 8)Jenis kelamin anak 9)Usia anak

10) Kondisi anak

Sedangkan AN Markum (1999: 49) faktor yang mempengaruhi pola asuh

orang tua yaitu:

1)Faktor bawaan anak

2)Faktor kebasaan orang tua

3)Faktor kepribadian orang tua

Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah

sebagai berikut :

1)Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua 2)Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

3)Usia orang tua

(42)

commit to user

5)Jenis kelamin orang tua

6)Status sosial ekonomi

7)Konsep mengenai peran orang tua dewasa 8)Jenis kelamin anak

9)Situasi 10)Usia anak

Bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi

pola asuh orang tua adalah :

1) Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka

2) Usia orang tua dan anak

3) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya

4) Kursus-kursus

5) Jenis kelamin orang tua

6) Status sosial ekonomi

7) Konsep peranan orang tua

8) Jenis kelamin anak

9) Faktor bawaan anak

10) Faktor kebiasaan orang tua

11) Faktor kepribadian orang tua

Untuk lebih jelanya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Usia orang tua dan anak

Orang tua dengan usia muda biasanya cenderung memilih pola asuh

demokratis atau liberal, sedangkan yang usianya tua biasanya cenderung

mengunakan pola asuh yang otoriter. Dan biasanya pola asuh yang otoriter

digunakan untuk mendidik anak kecil.

2. Lingkungan Masyarakat

Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya

Orang tua kerapkali menyamakan pola asuh seperti yang ada dilingkungannya.

(43)

commit to user

Orang tua yang yang telah mengikuti kursus persiapan persiapan perkawinan,

khususnya kursus pemeliharaan anak akan lebih siap dan mengerti tentang

kebutuhan anak sehingga menerapkan pola asuh demokratis.

4. Jenis kelamin orang tua

Umumnya seorang ibu lebih mengerti tentang anak sehingga menggunakan

pola asuh demokratis. Biasanya orang tua memperlakukan anak sesuai dengan

jenis kelaminnya. Anak perempuan biasanya dijaga lebih ketat dan cenderung

lebih otoriter, sedangkan anak laki-laki cenderung lebih demokratis atau

liberal.

5. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi orang tua akan mempengaruhi sikap dan perilaku.

Dengan sikap dan perilaku tersebut akan mempengaruhi juga pada pola asuh

orang tua kepada anaknya.

6. Pendidikan orang tua

Orang tua yang berpendidikan tinggi biasanya cenderung menggunakan pola

asuh demokratis atau liberal, karena selalu mengikuti perkembangan zaman

dan lebih luwes. Sedangkan orang tua yang kurang berpendidikan cenderung

menggunakan pola asuh otoriter.

7. Faktor bawaan anak

Pembawaan yang ada pada diri setiap anak selalu berbeda-beda, ini nantinya

sangat mempengaruhi pola asuh yang diberikan oleh orang tua.

8. Faktor kebiasaan orang tua

Kebiasaan orang tua akan mempengangaruhi bentuk pola asuh yang

diterapkan pada anak.

9. Faktor kepribadian orang tua

Orang tua yang berkepribadian baik akan menerapkan pola asuh yang baik

pada anak, sebaliknya orang tua yang memiliki kepribadian yang buruk akan

mempengaruhi pola asuh kepada anak.

(44)

commit to user

Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya dulu

mendidik mereka. Bila orang tua menganggap pola yang diterapkan orang tua

mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai

pola yang mereka terima, dan begitupun sebaliknya

e. Validitas Pola Asuh Orang Tua

Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua merupakan

perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan

kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”. Menurut T.O.

Ihromi (1999: 51-52) :

1. Dalam pola asuh otoriter orang tua memiliki kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya, setiap pelanggalaran dikenakan hukuman. Sedikit sekali atau tidak pernah ada pujian atau tanda-tanda yang membenarkan tingkah laku anak apabila mereka melaksanakan aturan tersebut. Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada kebebasan berbuat kecuali perbuatan yang sudah ditetapkan oleh peraturan. Orang tua tidak mendorong anak untuk mengambil keputusan sendiri atas perbuatannya, tetapi menentukan bagaimana harus berbuat. Dengan demikian anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengendalikan perbuatan-perbuatannya.

2. Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan. Orang tua menekankan aspek pendidikan ketimbang aspek hukuman. Hukuman tidak pernah kasar dan hanya diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus ia lakukan. Apabila perbuatan anak sesuai dengan apa yang patut ia lakukan, orang tua harus memberikan pujian. Orang tua yang demokratis adalah orang t

Gambar

Gambar 1. Skema Keranga Berfikir……………………………………...
gambaran yang jelas mengenai arah penelitian yang akan dicapai. Tujuan yang
  Gambar 1
Tabel 1. Waktu penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

perbedaan prestasi belajar siswa berdasarkan pola asuh orang tua (pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif) pada mata pelajaran akuntansi

cara dan sikap orang tua dalam memimpin anaknya yang diperlihatkan dengan sikap otoriter, bebas dan demokratis yang dapat mempengaruhi perkembangan dan ciri – ciri tertentu pada

Menurut guru mata pelajaran IPS Terpadu bahwa dalam pembelajaran IPS Terpadu rendahnya hasil belajar siswa kelas VIII SMP Kartikatama Metro Tahun Pelajaran 2014/2015

sebelumnya diujicobakan dan diuji validitas serta diuji reliabilitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, uji F, uji t,

Menurut Moh Shochib (1998:12) “Orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan atau kebutuhan material lainnya”. Untuk memberikan

Pilihlah salah satu dari 4 pilihan jawaban yang tersedia, yang sesuai dengan keadaan diri anda dengan memberikan tanda centang (√) pada kolo yang tersedia.. Jawablah

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Pola Asuh Orang Tua berpengaruh posiitif dan signifikan terhadap

Dari hasil observasi awal di temukan masih banyak siswa yang kurang percaya diri, kurang bisa memahami dirinya sendiri, tidak berani menerima tantangan untuk menyelesaikan tugas dan