• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Pangudi Luhur Yogyakarta tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Pangudi Luhur Yogyakarta tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DEMOKRATIS

DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Beatrice Giyan Puspitasari NIM: 071134014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

 Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus atas segala berkat dan karuniaNya

 Bunda Maria yang senantiasa memberikan anugerah tak terhingga

 Bapak dan ibu yang selalu mendukungku tanpa henti

 Kakak dan adikku yang aku sayangi

 Seseorang yang selalu mendukungku tanpa lelah

(5)

v MOTTO

 “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari

besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari

cukuplah untuk sehari”. (Mat 6:34)

 Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita bisa

membiarkan orang lain tertawa bersama-sama dengan kita.

(penulis)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Juli 2011

Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Beatrice Giyan Puspitasari Nomor Mahasiswa : 071134014

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DEMOKRATIS DENGAN

PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 Juli 2011

Yang menyatakan

(8)

viii

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif tingkat korelasi. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui bagaimana pola asuh demokratis yang dilakukan oleh masing-masing orang tua, (2) mengetahui bagaimana prestasi belajar siswa, (3) mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa, dan (4) mengetahui besar sumbangan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa.

Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 151 siswa. Ada dua variabel di dalam penelitian ini yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pola asuh orang tua demokratis dan variabel terikat yaitu prestasi belajar siswa. Alat pengumpulan data berupa angket dan dokumentasi. Angket digunakan untuk mengukur pola asuh orang tua, sedangkan dokumentasi digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Dokumentasi diperoleh dengan melihat data nilai rapor siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi serial.

Hasil penelitian sebagai berikut : (1) siswa dengan pola asuh orang tua demokratis rendah sebesar 9,3%, siswa dengan pola asuh orang tua demokratis sedang sebesar 15,2% serta siswa dengan pola asuh orang tua demokratis tinggi sebesar 75,5% ; (2) siswa dengan prestasi belajar rendah sebesar 27,8%, siswa dengan prestasi belajar sedang sebesar 35,8% serta siswa dengan prestasi belajar tinggi sebesar 36,4% ; (3) pola asuh orang tua demokratis memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa, dengan nilai r = 0,581 dan signifikan pada taraf 1% ; (4) pola asuh orang tua demokratis memberikan sumbangan sebesar 58,1% dengan prestasi belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua demokratis berhubungan positif dan signifikan dengan prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal tersebut berarti orang tua juga turut mempengaruhi prestasi belajar siswa. Orang tua disarankan untuk senantiasa memberikan dukungan berupa perhatian dan dorongan yang positif bagi perkembangan anak. Dengan demikian prestasi belajar siswa diharapkan akan meningkat.

(9)

ix

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN DEMOCRATIC NURTURING PATTERN AND THE LEARNING ACHIEVEMENT OF THE 5th GRADE

STUDENTS OF PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA ELEMENTARY SCHOOL IN THE ACADEMIC YEAR 2010/2011

Beatrice Giyan Puspitasari Sanata Dharma University

2011

This research was a correlational descriptive research. This research was aimed to know: (1) the democratic nurturing pattern done by each parent, (2) the achievement of the students, (3) whether there is correlation between the democratic nurturing pattern and the achievement of the students or not, and (4) the influence democratic nurturing pattern on the students achievement.

The participants of this research were 151 students from the fifth grade of Pangudi Luhur Yogyakarta Elementary School in the Academic Year 2010/2011. There were two variables in this research : independent variable and the dependent variable. The independent variable was democratic nurturing pattern while the dependent variable was the students achievement. The instrument used in the research were questionnaire and students rapport document. The questionnaire was used to measure the democratic nurturing pattern. While the students rapport document was used to know the students achievement. The data was analyzed using serial correlation analysis technique

The results of the research were : (1) students with low democratic nurturing pattern was 9,3%; students with moderate democratic nurturing pattern was 15,2%; and students with high democratic nurturing pattern was 75,5%; (2) students having low achievement was 27,8%; students having moderate achievement was 35,8%; and student having high achievement was 36,4%; (3) the democratic nurturing pattern had positive and significant correlation with the students achievement with r = 0,581 and it was significant in 1% level; (4) the influence of the democratic nurturing pattern on students achievement was 58,1%. Based on the results, it can be concluded that democratic nurturing pattern had positive and significant correlation with the learning achievement of the fifth grade students of Pangudi Luhur Elementary School Yogyakarta in the Academic Year 2010/2011. It meant that parents also had influence on the achievement of the students. Therefore, it was recommended that give support to the students progress. So that, should achievement of the students could be increased.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini diberi judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011”.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa dorongan, petunjuk, nasehat serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, perkenankan penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar sekaligus Dosen Pembimbing Pertama yang telah memberikan bantuan sampai penyusunan skripsi ini selesai.

3. Drs. J. Sumedi, selaku Dosen Pembimbing Kedua yang bersedia memberikan bimbingan serta menyediakan waktu, tenaga dan pemikiran untuk mengkritisi skripsi ini sampai selesai.

4. Drs. Y.B. Adimassana, M.A., selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu dalam mengkritisi skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bantuan serta bekal pengetahuan kepada penulis selama di bangku kuliah.

6. Br. Bonifasius K. Raharjo, S.Pd. FIC, selaku Koordinator SD Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

(11)

xi

8. Kepala Sekolah, guru, karyawan serta siswa kelas VA SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dalam uji coba kuesioner.

9. Bapak Giwang Wiyono dan Ibu Linggar Marwayan selaku orang tua yang dengan tulus ikhlas memberikan doa, dorongan, dan semangat kepada penulis sehingga senantiasa mendukung terselesainya skripsi ini. Terima kasih atas segala yang telah kalian berikan kepadaku, Pak, Bu…

10. Antonius Pramudita Giyan Mubyarto (Mas Dita) dan Agustina Sinar Giyan Saputri (Putri), terimakasih atas segala perhatian yang telah kalian berikan. 11. Cemplonku yang senantiasa memberikan dukungan dan perhatiannya.

Makasih ya buat semuanya yang telah terjadi sampai saat ini.

12. Sahabat-sahabat seperjuangku : Terr (071134003), Yanek (071134010), Dhidhot (071134013), Kucing (071134015), Rinek (071134016), Limbuk (071134021). Makasih untuk persahabatan yang telah terjalin, semoga selamanya kita tetap mengingat satu sama lain.

13. Teman-teman PGSD S1 angkatan 2007, semoga kalian sukses selalu. Amin. 14. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu yang telah

memberikan bantuan berupa apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan belum seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik maupun saran yang bersifat membangun dari pihak manapun demi perbaikan dan kesempurnaan di masa mendatang. Segala kritik maupun saran akan penulis terima dengan penuh keterbukaan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 28 Juli 2011 Penulis

(12)

xii

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ... 7

2. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua ... 8

3. Pola Asuh Orang Tua Demokratis ... 19

B. Prestasi Belajar ... 27

1. Pengertian Prestasi... 27

2. Pengertian Belajar ... 28

3. Pengertian Prestasi Belajar ... 30

(13)

xiii

C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dengan

Prestasi Belajar Siswa ... 64

G. Instrumen Penelitian / Alat Ukur ... 71

1. Alat Pengumpul Data ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 94

A. Hasil Penelitian ... 94

1. Pola Asuh Demokratis yang Dilakukan oleh Masing-masing Orang Tua Siswa Kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta ... 94

2. Prestasi Belajar Siswa Kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta ... 103

3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta... 112

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 69

Tabel 3.2 Jumlah siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta ... 70

Tabel 3.3 Indikator pola asuh orang tua demokratis ... 73

Tabel 3.4 Indikator dan sebaran item pola asuh demokratis sebelum uji coba ... 76

Tabel 3.5 Kisi-kisi item untuk mencari validitas item ... 79

Tabel 3.6 Klasifikasi koefisien korelasi reliabilitas alat ukur ... 85

Tabel 3.7 Hasil perhitungan koefisien reliabilitas uji coba ... 87

Tabel 3.8 Hasil perhitungan koefisien reliabilitas penelitian ... 88

Tabel 3.9 Pengelompokan skor angket pola asuh orang tua demokratis ... 91

Tabel 3.10 Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi ... 93

Tabel 4.1 Klasifikasi skor pola asuh orang tua demokratis ... 95

Tabel 4.2 Data skor pola asuh orang tua demokratis siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta ... 95

Tabel 4.3 Klasifikasi prestasi belajar siswa ... 104

Tabel 4.4 Data prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta... 105

Tabel 4.5 Skor pola asuh orang tua demokratis dan prestasi belajar siswa ... 114

Tabel 4.6 Subyek tiap kelompok ... 119

Tabel 4.7 Proporsi individu dalam setiap kelompok ... 119

Tabel 4.8 Nilai rata-rata (mean) dari setiap kelompok ... 120

Tabel 4.9 Besar ordinat ... 120

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema hubungan pola asuh orang tua demokratis

dengan prestasi belajar ... 66 Gambar 4.1 Diagram persentase pola asuh orang tua demokratis siswa

kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta ... 103 Gambar 4.2 Diagram persentase prestasi belajar siswa kelas V SD

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Angket pola asuh orang tua demokratis (uji coba) ... 136

Lampiran 2 Hasil uji coba angket (skor 4,3,2,1) ... 144

Lampiran 3 Hasil uji coba angket (skor 0 dan 1) ... 148

Lampiran 4 Validitas tiap indikator dan sebaran item pola asuh orang tua demokratis ... 153

Lampiran 5 Revisi item soal angket pola asuh orang tua demokratis ... 156

Lampiran 6 Hasil analisis uji validitas angket pola asuh orang tua demokratis dengan program SPSS ... 157

Lampiran 7 Hasil analisis reliabilitas uji coba angket pola asuh orang tua demokratis ... 158

Lampiran 8 Indikator dan sebaran item pola asuh orang tua demokratis setelah uji coba ... 160

Lampiran 9 Kisi-kisi item setelah uji coba ... 163

Lampiran 10 Angket pola asuh orang tua demokratis (penelitian) ... 166

Lampiran 11 Data nilai rapor kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 171

Lampiran 12 Hasil angket penelitian (skor 4,3,2,1) ... 175

Lampiran 13 Hasil angket penelitian (skor 0 dan 1) ... 183

Lampiran 14 Hasil analisis reliabilitas penelitian angket pola asuh orang tua demokratis ... 195

Lampiran 15 Tabel nilai-nilai r Product-Moment dari Pearson ... 197

Lampiran 16 Tabel ordinat pada kurva normal ... 198

Lampiran 17 Hubungan antar kelompok pola asuh orang tua demokratis dengan kelompok prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 200

Lampiran 18 Surat izin uji coba ... 204

Lampiran 19 Surat izin penelitian ... 205

Lampiran 20 Surat keterangan penelitian ... 206

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia (Gerungan, 1988:180). Di dalam keluarga seorang anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, dalam keluarga seorang anak juga belajar untuk bersimpati terhadap orang lain, bekerjasama, saling membantu serta memperhatikan keinginan-keinginan orang lain. Pengalaman-pengalaman seperti itu akan berpengaruh dalam membentuk tingkah laku anak di masyarakat. Dengan demikian keluarga memiliki peranan yang sangat besar yaitu untuk membentuk tingkah laku anak sebagai makhluk sosial di dalam hidup bermasyarakat.

Hurlock (1978:200) juga mengatakan bahwa keluarga adalah bagian yang paling penting dalam jaringan sosial anak. Hal tersebut disebabkan karena interaksi antar anggota keluarga merupakan lingkungan pertama anak yang paling penting selama tahun-tahun formatif awal. Dalam keluarga terjadi pola pendidikan awal yang berpengaruh pada kehidupan perkembangan anak selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan keluarga merupakan fondasi dasar dalam membentuk kepribadian seorang anak.

(18)

membentuk kepribadian seseorang. Apabila di dalam pola dasar ini terjadi kekeliruan, maka akan berdampak pada pola-pola selanjutnya. Salah satu bentuk dari pola yang terjadi dalam lingkungan keluarga adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.

Sebuah keluarga tentu memiliki pandangan yang berbeda dengan keluarga yang lain, khususnya dalam hal mengasuh anak. Ada bermacam-macam jenis pola asuh orang tua. Pola pengasuhan keluarga yang satu akan berbeda dengan keluarga yang lain. Setiap pola pengasuhan yang dipilih akan berdampak pada perkembangan anak selanjutnya. Anak yang dibesarkan dalam gaya pengasuhan demokratis akan berbeda dengan anak yang dibesarkan dalam gaya pengasuhan otoriter.

Dalam hal ini peneliti mengambil pola asuh orang tua demokratis di dalam penelitian ini. Peneliti merasa tertarik mengambil pola asuh ini karena pola asuh orang tua demokratis membimbing anak menjadi pribadi yang mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas. Jika seseorang memiliki tujuan hidup yang jelas, maka ia akan berusaha mencapai tujuan tersebut dengan cara yang maksimal. Tujuan hidup tersebut juga termasuk tujuan belajarnya. Jika seseorang memiliki tujuan belajar yang jelas, maka ia akan berusaha menggapai tujuan tersebut dengan sungguh-sungguh. Hal semacam itu akan berdampak pada perolehan prestasi belajar siswa di sekolah.

(19)

memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang dibiarkan begitu saja oleh orang tuanya. Hal tersebut didasari karena keluarga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan demikian keluarga sebagai pola dasar memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan prestasi seorang anak.

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, masalah dikhususkan pada :

1. Bagaimana pola asuh demokratis yang dilakukan oleh masing-masing orang tua siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta?

2. Bagaimana prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta? 3. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua demokratis dengan

prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta?

4. Seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta?

C. Batasan Istilah

Peneliti merumuskan dua buah batasan istilah di dalam penelitian ini, yakni : 1. Pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anak, di mana

orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua agar anak dapat mandiri, tumbuh, dan berkembang secara sehat dan optimal.

(21)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana pola asuh demokratis yang dilakukan oleh masing-masing orang tua siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta.

2. Mengetahui bagaimana prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta.

3. Mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta. 4. Mengetahui seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua demokratis

dengan prestasi belajar siswa kelas V SD Pangudi Luhur Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi guru Sekolah Dasar diharapkan mendapatkan gambaran mengenai

peranan pola asuh orang tua demokratis, serta melibatkan orang tua dalam perkembangan pendidikan anak di sekolah sehingga mampu mendorong prestasi belajarnya.

2. Bagi PGSD diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk memberikan tambahan informasi bagi penelitian ilmiah, khususnya mengenai hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar siswa.

(22)

belajar siswa, sehingga dapat lebih mengembangkan penelitian-penelitian lainnya yang dapat mendukung prestasi belajar tersebut.

(23)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Asuh Orang tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang tua

Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik supaya setelah mereka besar dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu diharapkan seorang anak dapat membahagiakan dan membanggakan orang tua yang telah susah payah membesarkannya dengan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian setiap orang tua akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak mereka sehingga keinginan-keinginan di atas dapat tercapai.

Keberhasilan seorang anak tidak dapat lepas dari peran orang tua. Orang tua berperan aktif dalam setiap perkembangan seorang anak, khususnya dalam hal pola pengasuhan. Pola asuh yang diterapkan olah orang tua akan berpengaruh dalam kehidupan anak. Berikut ini akan diuraikan pengertian dari pola asuh orang tua.

(24)

jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud merangsang/memotivasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

2. Macam-macam Pola Asuh Orang tua

Pola asuh orang tua dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Di bawah ini akan dijelaskan macam-macam pola asuh orang tua menurut pendapat para ahli.

Gottman (1998:4) mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan orang tua dibagi menjadi tiga tipe yaitu:

a. Orang tua yang mengabaikan

Gaya pengasuhan seperti ini memiliki karakter bahwa orang tua tidak menghiraukan, menganggap sepi/meremehkan emosi-emosi negatif sang anak.

b. Orang tua yang menyetujui

(25)

mereka dan barangkali memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan emosinya.

c. Orang tua laissez faire

Gaya pengasuhan seperti ini memiliki karakter bahwa orang tua menerima emosi anak mereka dan berempati dengan mereka, tetapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan batasan-batasan pada tingkah laku anak mereka.

Bukatko (2008:344-345) membagi gaya pengasuhan orang tua menjadi tiga macam. Ketiga gaya pengasuhan tersebut adalah:

a. Authoritarian parent

“Parent who relies on coercive techniques to discipline the child and

displays a low level of nurturance”.

Orang tua tipe ini memiliki sifat mengasuh anak dengan memaksa anak untuk berdisiplin dengan menetapkan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh sang anak. Gaya otoriter semacam ini akan menghasilkan anak yang agresif dan tidak bahagia. Selain itu, dampak dari pola pengasuhan semacam ini akan menghasilkan anak yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

b. Permissive parents

“Parents who sets few limits on the child’s behavior”.

(26)

memiliki kontrol diri yang rendah. Selain itu, anak juga akan memiliki pengendalian diri yang rendah.

c. Authoritative parents

“Parents who sets limits on a child’s behavior using reasoning and

explanation and display’s high degree of nurturance”.

Orang tua autoritatif menetapkan batasan/aturan pada tingkah laku anak dengan menggunakan alasan-alasan serta penjelasan. Dampak dari pola pengasuhan semacam ini akan menghasilkan anak-anak yang memiliki kepercayaan diri yang sehat dan rasa sosialisasi yang tinggi, Selain itu, anak yang dibesarkan dalam pola asuh seperti ini akan mencapai prestasi yang maksimal dalam karier ataupun studinya.

Gunarsa (2004:279-281) menyimpulkan bahwa ada tiga tipe pengasuhan orang tua yang paling banyak dikenal. Ketiga tipe tersebut antara lain:

a. Pengasuhan otoriter

(27)

Anak dalam pola pengasuhan otoriter diajarkan mengikuti tuntutan orang tua tanpa menanyakan maksudnya terlebih dahulu. Selain itu, anak tidak diperkenankan untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan demikian komunikasi yang terjadi hanyalah komunikasi satu arah. Komunikasi ini hanya terjadi dari orang tua ke anak. Hal tersebut ditandai dengan orang tua yang selalu memberikan perintah kepada anak untuk ditaati dan dilaksanakan.

(28)

b. Pengasuhan otoritatif (demokratis)

Orang tua dengan pola otoritatif selalu melibatkan anak di dalam mengambil segala keputusan atau hal-hal yang berkenaan dengan anak. Orangtua selalu mengajak anak untuk berdiskusi di dalam menentukan segala keputusan yang akan diambil. Orang tua mempercayai pertimbangan dan menghargai segala pendapat anak.

Orang tua otoritatif juga menekankan pentingnya peraturan, norma, dan nilai-nilai di dalam keluarga. Namun, mereka juga bersedia untuk mendengarkan, menjelaskan, dan bernegosiasi dengan anak. Disiplin yang mereka ciptakan merupakan sesuatu yang efektif karena bersifat verbal. Apabila anak melakukan tindakan yang mengecewakan, maka orang tua tidak menghukum melainkan memberikan arahan sehingga anak akan lebih berhati-hati.

Pola pengasuhan ini akan menimbulkan suasana rumah yang hangat, harmonis, saling menghormati, penuh apresiasi dan penerimaan antar anggota keluarga. Dengan demikian, anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan semacam ini akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka.

c. Pengasuhan permisif

(29)

memberikan izin bagi anak mereka untuk bertindak sesuai dengan keinginan anak. Anak yang dibesarkan dalam kondisi semacam ini akan menunjukkan kurangnya kontrol terhadap dirinya sendiri.

Pola pengasuhan yang memanjakan ditandai dengan orang tua yang sangat menunjukkan dukungan emosional kepada anak namun kurang menerapkan kontrol pada anak mereka. Orang tua mengizinkan anak untuk melakukan apa saja yang mereka mau. Anak memiliki kuasa sepenuhnya untuk membuat keputusan dan menjalankannya. Hal semacam ini ternyata juga menyebabkan remaja tidak memiliki kontrol diri yang baik. Selain itu anak akan menjadi egois, selalu memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa mempedulikan perasaan orang lain.

Dari dua macam pola pengasuhan permisif di atas, maka dapat dikatakan bahwa pola permisif akan menyebabkan anak tidak memiliki kontrol diri yang baik. Hal tersebut dikarenakan anak memiliki kebebasan yang sangat luas untuk melakukan apa yang mereka mau tanpa kontrol dari orang tua.

Pola pengasuhan orang tua dapat dikategorikan menjadi empat macam (Andreas, 2009:27-31) yaitu:

a. Orang tua yang mengabaikan

(30)

bahwa perasaan itu tidak penting. Bahkan kadang orang tua meremehkan emosi atau perasaan tersebut. Orang tua berpendapat bahwa perasaan anak kecil tidak rasional dan tidak penting untuk diperhatikan.

b. Orang tua yang tidak menyetujui

Orang tua tipe ini berperilaku meremehkan anak dengan cara yang lebih negatif. Orang tua menilai dan mengecam ungkapan emosional anak dengan cara menghardik, menertibkan atau menghukum anak jika ada hal yang tidak disetujui. Bahkan orang tua kadang mengungkapkan emosi kemarahannya kepada anak tanpa mempedulikan anak itu nakal atau tidak.

Gaya pengasuhan semacam ini akan mengakibatkan anak belajar bahwa segala perasaan yang mereka miliki itu salah. Dengan demikian anak tidak akan terbiasa untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya dan cenderung memendamnya di dalam hati.

c. Orang tua yang laissez-faire

Orang tua yang memiliki gaya ini dengan bebas menerima segala ungkapan anak. Orang tua juga menawarkan penghiburan kepada anak jika sedang mengalami perasaan negatif. Selain itu, orang tua juga tidak membantu anak menyelesaikan masalah dan tidak mengajarkan anak menyelesaikan masalah.

(31)

ditimbulkan adalah anak akan menghadapi kesulitan berkonsentrasi serta menjalin persahabatan atau bergaul dengan orang lain.

d. Orang tua yang pelatih emosi

Orang tua tipe ini bersikap sabar jika menghadapi anaknya yang sedang sedih, marah atau ketakutan. Orang tua mengetahui apa yang harus dilakukannya jika ada sedang menghadapi emosional yang tinggi. Mereka juga menghormati emosi-emosi anak serta selalu mendampingi anak jika mereka menghadapi kesulitan. Anak-anak yang dibesarkan dalam pola pengasuhan semacam ini akan mempercayai perasaan mereka sendiri dan mampu mengatur emosi tersebut. Anak juga akan terbiasa untuk menyelesaikan permasalahan mereka dengan dukungan dan dorongan dari orang tua. Dengan demikian anak mempunyai harga diri yang tinggi, hasil belajar yang baik, serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan dimanapun mereka berada.

Baumrind dalam Santrock (2008:257-258), mengungkapkan ada empat jenis gaya pengasuhan yaitu:

a. Authoritarian parenting

“Authoritarian parenting is a restrictive, punitive style in which parents exhort the child to follow their directions and respect their work and effort. The authoritarian parent places firm limits and controls on the child and allows little verbal exchange. Authoritarian parenting is associated with

(32)

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dikatakan bahwa pengasuhan otoritarian atau otoriter adalah suatu bentuk pengasuhan dengan gaya membatasi dan menghukum dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka serta menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Gaya pengasuhan seperti ini sangat mempengaruhi kehidupan sosial anak.

b. Authoritative parenting

“Authoritative parenting is a parenting style in which

parents encourage their children to be independent but still place limits and controls on their actions. Extensive verbal give and take is allowed, and parents are warm and nurturant toward the child. Authoritative parenting is

accociated with children’s social competence”.

Pengasuhan otoritatif atau demokratis adalah gaya pengasuhan dimana orang tua mendorong anak untuk bertindak mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Perilaku orang tua yang hangat serta menjaga anak sangat nampak dalam pola pengasuhan tipe ini. Pola otoritatif juga ikut berpengaruh di dalam kehidupan anak dalam bersosialisasi dengan kehidupan sosialnya.

c. Neglectful parenting

“Neglectful parenting is a style in which the parent is very uninvolved in the child’s live. Children whose parents are

neglectfull develop the sense that order aspects of the

parent’s lives are more important than they are. These children tend to be socially incompetent. Many have poor

(33)

Gaya pengasuhan ini menekankan pada pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dengan anak. Orang tua dengan gaya semacam ini merasa bahwa kehidupan orang tua lebih penting dari segalanya. Akibat dari pola pengasuhan yang mengabaikan seperti ini yaitu anak memiliki pengendalian diri yang lemah.

d. Indulgent parenting

“Indulgent parenting is a style in which parents are highly

involved with their children but place few demands or controls on them. Such parents let their children do what they want. The result is that the children never learn to control their own behavior and always expect to get their way. Some parents deliberately rear the children in this way because they believe the combination of warm involvement and few restraints will produce a creative, confident child. However, children whose parents are indulgent rarely learn respect for others and have difficulty controlling their behavior. They might be domineering, egocentric, noncompliant, and have

difficulties in peer relations”.

Pola pengasuhan ini menekankan pada gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol perilaku mereka. Orang tua semacam ini membiarkan anak melakukan apa yang mereka inginkan. Gaya pengasuhan semacam ini akan menghasilkan anak yang tidak dapat mengendalikan perilaku mereka.

(34)

yang ingin mendominasi dari yang lain, egois, serta memiliki kesulitan di dalam pergaulannya.

Di dalam bukunya, Sobur (1987:17-20) mengungkapkan bahwa ada dua tipe pola pengasuhan orang tua yaitu:

a. Otoriter

Pola pengasuhan ini ditandai dengan orang tua yang menentukan segala sesuatunya. Orang tua dengan tipe seperti ini biasanya mendapatkan suatu kepuasan dengan memberikan perintah-perintah atau memberikan larangan-larangan kepada anak. Dengan demikian pengasuhan seperti ini memberikan suatu batasan yang sangat tegas tentang perilaku yang boleh dilakukan ataupun tidak.

b. Demokratis

Pola pengasuhan ini ditandai dengan orang tua yang bersedia mendengarkan apa yang dikehendaki oleh sang anak. Orang tua menentukan peraturan/batasan-batasan tertentu, namun juga memperhatikan serta mempertimbangkan segala perasaan, pendapat dan keadaan anak.

(35)

terfokus dan jelas. Pembahasan mengenai pola asuh orang tua demokratis akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.

3. Pola Asuh Orang Tua Demokratis

a. Hakikat Pola Asuh Orang Tua Demokratis

Demokratis adalah sesuatu yang bersifat demokrasi (KBBI, 2007:249). Demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya (KBBI, 2007:249). Dengan demikian demokrasi menekankan pada peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal yang sama juga berlaku di dalam pola asuh orang tua demokratis. Pola asuh orang tua demokratis juga menekankan pada peran serta seluruh anggota keluarga. Peran serta tersebut dapat diterapkan misalnya dalam membuat peraturan atau keputusan di keluarga. Di dalam pengambilan keputusan tersebut, seluruh anggota keluarga ikut dilibatkan.

(36)

b. Karakteristik Pola Asuh Orang Tua Demokratis

Pola asuh orang tua demokratis merupakan pola asuh yang tepat digunakan di dalam mengasuh anak. Pola asuh orang tua demokratis memiliki beberapa karakteristik yang membawa pengaruh positif dalam mengembangkan anak menjadi pribadi yang matang. Berikut ini beberapa karakteristik/ciri-ciri dari pola asuh orang tua demokratis: 1) Pola asuh orang tua demokratis memberikan kebebasan kepada

anak untuk berkreasi dan berkembang secara positif.

Setiap anak pasti memiliki jiwa untuk berimajinasi dan berkreasi. Orang tua hendaknya mendukung serta memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kebebasan yang diberikan oleh orang tua tersebut diharapkan dapat mendukung perkembangan anak ke arah yang positif. Orang tua juga senantiasa mengarahkan dan mendampingi anak dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

(37)

serta mampu menyelesaikan semua persoalan dengan cara yang tepat (Citrobroto, 1984:4).

2) Orang tua memberikan batas dan kendali pada anak.

Batas dan kendali merupakan salah satu bentuk perhatian dan keterlibatan orang tua terhadap perkembangan anaknya. Orang tua tidak bersikap acuh terhadap tingkah laku anak. Dengan adanya batas serta kendali, anak merasa memiliki kejelasan dan rasa patuh kepada orang tua tanpa tuntutan yang terlalu berlebihan.

Selain itu, orang tua juga ikut berperan serta di dalam mengawasi serta memberikan batasan-batasan yang baik. Orang tua bersifat fleksibel dan bijaksana di dalam mengasuh anak (Sobur, 1987:17). Mereka mendengarkan segala pendapat yang ingin diungkapkan oleh anak. Segala pendapat, perasaan, serta pemikiran anak juga ikut berperan di dalam pengambilan sebuah keputusan atau peraturan. Dengan adanya pengasuhan semacam ini maka akan membantu anak di dalam membina rasa percaya diri dan harga diri (Sobur, 1987:17).

3) Pola asuh orang tua demokratis menekankan pada keterbukaan antar anggota keluarga.

(38)

berada dalam kondisi keluarga yang menghargainya. Keterbukaan yang tercipta di dalam keluarga dapat mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan-pertanyaan (Yusuf, 2000:52). Pendapat yang muncul tersebut merupakan bentuk keterbukaan yang disampaikan oleh seorang anak.

Orang tua menghargai setiap pendapat yang disampaikan oleh anak. Mereka tidak memandang bahwa anak adalah pribadi yang tidak tahu apa-apa, melainkan anak juga merupakan makhluk yang patut untuk dihargai pendapatnya. Orang tua menerima segala pendapat yang dicurahkan oleh anak. Segala pendapat tersebut bebas dikeluarkan oleh anak. Dengan demikian, keterbukaan sangat diutamakan dalam pola asuh ini.

Keterbukaan yang biasa diciptakan dalam pola asuh orang tua demokratis akan membawa perubahan besar dalam diri seorang anak. Sebagai contoh, anak yang terbiasa berpendapat maka akan cepat tanggap jika menghadapi suatu permasalahan. Sikap semacam itu akan melatih anak untuk berpikir kritis. Jika seseorang sudah terbiasa berpikir kritis, maka akan melatih anak untuk lebih peka terhadap permasalahan yang ada di lingkungannya.

4) Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

(39)

pendapatnya di dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Dengan demikian bukan orang tua yang mengatur segala sesuatunya melainkan keputusan terjadi karena kesepakatan dari seluruh anggota keluarga.

Keterlibatan yang terjadi di dalam keluarga akan berdampak pada pembentukan pribadi seorang anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh orang tua demokratis akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, serta terbuka pada orang tua. Yusuf (2000:52), juga mengatakan bahwa anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan seperti ini akan bersikap bersahabat, sopan, mau bekerjasama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas. Dengan sifat-sifat seperti di atas maka anak yang diasuh dengan pengasuhan seperti ini akan berorientasi pada prestasi belajarnya (Yusuf, 2000:52).

5) Pola asuh orang tua demokratis mengajarkan anak untuk berkembang menjadi pribadi yang positif.

(40)

Berdasarkan contoh tersebut maka anak sedini mungkin diajarkan untuk hidup bekerjasama dengan orang lain. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan anak di dalam bermasyarakat. Anak akan mudah bekerjasama dengan orang lain. Rasa kerjasama semacam itu akan membuat anak lebih mudah untuk bersosialisasi/menyesuaikan diri dengan orang lain (Citrobroto, 1984:5). Dengan demikian anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.

Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi positif yang dapat diperoleh dengan adanya penerapan pola asuh orang tua demokratis. Dengan adanya kerjasama, anak diajarkan hidup untuk lebih peduli terhadap orang lain serta bersikap tidak egois. Sikap-sikap semacam itu merupakan sikap-sikap positif yang harus ditanamkan dalam diri seorang anak sejak dini. Penanaman sikap-sikap positif seperti itu dapat dimulai dari lingkungan keluarga khususnya dalam hal pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua.

c. Contoh Penerapan Pola Asuh Orang Tua Demokratis

(41)

hidup dengan penuh tanggung jawab, mandiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, mampu berkerja sama dengan orang lain serta memiliki kepedulian terhadap permasalahan yang ada. Hal-hal semacam itu dapat diperoleh dengan diterapkannya pola asuh orang tua demokratis di dalam sebuah keluarga.

Berikut ini contoh penerapan pola asuh orang tua demokratis yakni :

1) Apabila anak melakukan kesalahan maka tidak diberlakukan hukuman fisik.

Misalnya ketika anak sedang asyik bermain hingga melupakan tugasnya untuk belajar. Anak terkadang jika sudah bermain maka lupa akan tugas-tugasnya, termasuk untuk belajar. Mereka lebih memilih untuk bermain daripada belajar. Sikap seperti itu tentu saja merupakan sikap yang salah. Anak memiliki kebebasan untuk bermain, namun harusnya juga tidak melupakan tugasnya sebagai pelajar.

(42)

kelak anak tidak melakukan kesalahan yang sama. Orang tua memberikan penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh sang anak. Dengan demikian anak akan merasa diperhatikan dan tidak dipaksa oleh orang tua menuruti segala perintahnya.

Dalam contoh tersebut, orang tua tidak memberlakukan hukuman fisik. Hukuman fisik terkadang dilakukan untuk membuat anak menjadi jera dan patuh terhadap orang tua sehingga mereka tidak melakukan kesalahan yang sama. Namun hukuman fisik tidak diperbolehkan dalam pola asuh orang tua demokratis. Hukuman fisik bisa mengakibatkan anak menjadi mudah stress dan depresi.

2) Apabila anak memiliki permasalahan maka orang tua tidak bersikap acuh.

Misalnya ketika anak memiliki permasalahan dengan teman di sekolahnya. Pertemanan yang terjadi tersebut merupakan salah satu bentuk interaksi dalam kehidupan seorang anak. Anak membutuhkan teman untuk melatih bersosialisasi dalam bermasyarakat. Apabila anak memiliki permasalahan dengan temannya, maka hal tersebut juga akan mengganggu pribadinya.

(43)

memberikan bimbingan serta membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak. Bimbingan serta dukungan dari orang tua sangat diperlukan oleh anak ketika anak sedang mengalami permasalahan. Dengan demikian anak merasa bahwa orang tua selalu memberikan perhatian dan dukungan kepadanya.

Anak yang dibesarkan dengan penuh perhatian dari orang tua akan merasa hidup dengan bahagia. Apabila anak sudah merasa bahagia di rumah, maka mereka akan betah dan selalu menghormati orang tua. Sikap-sikap semacam ini sangat dibutuhkan di dalam sebuah keluarga. Selain itu, sikap seperti itu dapat ditumbuhkan dengan menerapkan pola asuh orang tua demokratis. Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua demokratis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pola asuh yang lainnya karena mengembangkan kepribadian anak ke arah yang positif.

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi

(44)

dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor. Winkel (1984:162) mengungkapkan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai. Dengan demikian prestasi merupakan hasil dari sebuah kegiatan yang telah dilakukan, diciptakan baik secara pribadi maupun kelompok.

2. Pengertian Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17) mengatakan bahwa belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Hilgard dan Bower dalam Purwanto (1996:84) mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).

(45)

menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Sedangkan Witherington dalam Purwanto (1996:84) mengemukakan belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Winkel (1984:160) juga mendefinisikan belajar sebagai suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan, kecakapan/skill, kebiasaan atau sikap, yang semuanya diperoleh, disimpan, dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif. Selain itu belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan oleh rangsangan (Guilford dalam Mustaqim, 2008:34).

(46)

3. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (KBBI, 2007:895). Winkel dalam Handayani (2004:9) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu. Suratinah (1984:43) mengungkapkan bawa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar anak yang dapat dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat. Hasil usaha tersebut mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam kurun waktu (periode) tertentu. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil suatu proses aktivitas belajar yang membawa perubahan tingkah laku pada diri siswa (seseorang), meliputi aspek kognitif, psikomotorik dan afektif serta diaktualisasikan dalam skor atau angka yang dapat dilihat dalam nilai rapor. Dengan demikian seseorang dapat memperoleh prestasi belajar apabila ia telah melakukan proses belajar beberapa waktu dalam penguasaan pengetahuan dan ketrampilan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

(47)

ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang kedua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri. Yang tergolong ke dalam faktor internal adalah:

1) Faktor jasmaniah (fisiologis)

Faktor fisiologis dapat bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Faktor jasmaniah dapat dibagi menjadi dua macam (Slameto, 1988:56-57) yaitu:

a) Faktor kesehatan

KBBI (2008:1241), mengartikan sehat adalah baik seluruh badan serta bagian-bagiannya. Sedangkan Slameto (1988:56) mendefinisikan sehat berarti keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Keadaan sehat seperti itu akan membawa berbagai pengaruh bagi seseorang. Misalnya ketika orang dalam keadaan sehat, maka mereka akan melakukan segala kegiatan dengan penuh semangat. Namun sebaliknya, orang yang dalam keadaan kurang sehat akan beraktivitas dengan kurang bersemangat. Dengan demikian keadaan kesehatan seseorang akan mempengaruhi kegiatan yang akan dilakukan.

(48)

belajarnya (Slameto, 1988:56). Sebagai contoh seorang anak yang sedang sakit flu maka anak tersebut di dalam beraktivitas juga tidak akan bersemangat. Sewaktu anak menerima pelajaran, anak tersebut tidak dapat menyerap semua materi dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan kondisi anak yang kurang mendukung karena kesehatannya yang sedang terganggu.

Contoh kejadian seperti di atas juga akan berpengaruh pada prestasi belajarnya. Gangguan-gangguan kesehatan seperti itu akan ikut mengganggu konsentrasi anak dalam menerima materi. Jika anak tidak dapat berkonsentrasi maka kegiatan belajarnya juga akan terganggu. Apabila anak sulit memusatkan konsentrasinya maka cenderung berpengaruh pada prestasi belajarnya. Dengan demikian faktor kesehatan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang.

(49)

karena dengan kesehatan maka kegiatan/aktivitas seseorang juga akan berjalan dengan lancar.

b) Cacat tubuh

Slameto (1988:57) mengungkapkan bahwa cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat tubuh tersebut dapat diperoleh sejak lahir/bawaan maupun bukan bawaan. Cacat tubuh tersebut misalnya buta, tuli, patah kaki, lumpuh, patah tangan, dan lain-lain.

Keadaan cacat tubuh seperti di atas tentu saja akan berpengaruh pada proses belajar seorang siswa. Siswa yang mengalami cacat tubuh, belajarnya akan terganggu. Hal tersebut karena siswa tidak dapat belajar dengan maksimal seperti siswa normal lainnya. Jika hal tersebut terjadi, hendaknya siswa belajar pada lembaga pendidikan khusus yang menangani permasalahan tersebut. Selain itu, perlu diusahakan juga alat bantu yang dapat menunjang siswa sehingga mengurangi pengaruh kecacatannya tersebut. Cacat tubuh seorang siswa akan mempengaruhi proses belajarnya di sekolah sehingga akan berdampak juga pada prestasi belajarnya.

2) Faktor psikologis

(50)

tergolong ke dalam faktor psikologis. Ketujuh faktor tersebut adalah:

a) Kecerdasan (intelegensi)

Kecerdasan atau intelegensi seseorang tidak hanya menyangkut kualitas otak saja, namun juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, otak merupakan pengontrol dari segala kegiatan manusia. Dengan demikian peran otak lebih menonjol berkaitan dengan tingkat kecerdasan atau intelegensi.

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar seorang siswa. Semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Namun, semakin rendah tingkat kecerdasan siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses (Syah, 134:2002). Dengan demikian kecerdasan atau intelegensi seseorang dapat mempengaruhi keberhasilannya di masa depan.

b) Perhatian

(51)

terhadap materi yang akan diajarkan. Dengan perhatian yang ditunjukkan oleh seorang siswa, maka proses belajar dapat berjalan dengan optimal. Proses belajar yang seperti itu akan berdampak juga pada prestasi siswa. Siswa dengan perhatian yang penuh terhadap suatu materi akan dapat mencerna materi dengan baik sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.

Slameto (1988:58) menuliskan bahwa ada beberapa cara dalam menumbuhkan perhatian siswa dalam menyimak materi pelajaran. Hal tersebut misalnya mengusahakan bahan pelajaran disajikan dalam bentuk yang menarik perhatian siswa. Selain itu, bahan pelajaran yang diberikan sesuai dengan hobi atau bakat siswa. Dengan demikian untuk menarik perhatian siswa, seorang guru harus benar-benar memahami apa yang disukai oleh siswa sehingga siswa tersebut mau memusatkan perhatiannya dalam menerima materi pelajaran.

c) Minat

(52)

yang menaruh minat besar terhadap mata pelajaran IPA. Anak tersebut ketika mendapat mata pelajaran IPA akan memusatkan perhatiannya secara penuh sehingga dapat menyerap materi dengan maksimal. Dia akan memusatkan perhatiannya secara total dibanding teman-temannya yang kurang berminat terhadap mata pelajaran IPA. Pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi tersebut dapat memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat dan tekun. Hal tersebut akan berpengaruh pada prestasi belajar yang akan diperoleh. Siswa yang giat dan rajin mempelajari materi maka akan memperoleh prestasi belajar yang memuaskan.

Sebagai seorang guru hendaknya mampu menumbuhkan sikap-sikap positif sehingga akan menumbuhkan minat siswa untuk menguasai materi. Jika minat siswa sudah tumbuh diharapkan akan berdampak pada prestasi belajarnya. Sikap positif tersebut dapat dikembangkan misalnya dengan memberi tahu manfaat dari materi-materi yang akan dipelajari. Dengan demikian siswa dapat mengetahui manfaat yang diperoleh jika mereka mempelajari materi tersebut.

d) Bakat

(53)

datang (Chaplin, 1972; Reber, 1998 dalam Syah, 135:2002). Bakat seseorang tentu berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Bakat (aptitude) berpotensi dalam mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Bakat sering dikatakan mirip dengan intelegensi. Hal tersebut dikarenakan anak dengan intelegensi cerdas juga sering dikatakan sebagai anak yang berbakat.

Menurut Syah (2002:135), bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak upaya pendidikan dan latihan. Misalnya seseorang yang memiliki bakat berhitung, maka anak tersebut akan memiliki ketertarikan pada hal berhitung. Ketertarikan tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendah prestasi belajar seseorang dalam mata pelajaran tertentu. Dengan demikian bakat dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang.

e) Motivasi

(54)

(1) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu hal yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Motivasi ini bertahan lebih lama dalam diri seseorang dibandingkan motivasi ekstrinsik. Hal tersebut dikarenakan dorongan ini berasal dari dirinya sendiri dan bukan dari orang lain. Contoh motivasi intrinsik adalah seorang anak yang mempelajari materi karena dirinya merasa bahwa materi tersebut bermanfaaat untuk kehidupan masa depannya.

(2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk berbuat sesuatu yang berasal dari luar dirinya sendiri. Dorongan tersebut misalnya dorongan dari orang tua, teman, saudara, mendapatkan pujian/hadiah, tata tertib/peraturan dan sebagainya. Contoh motivasi ekstrinsik adalah seorang anak yang mau belajar karena dipaksa oleh orang tuanya.

f) Kematangan

(55)

2008:888). Sedangkan menurut Slameto (1988:60), kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kemampuan seorang anak untuk melakukan sesuatu hal juga bertolak dari kematangannya. Sebagai contoh anak dengan jari-jari tangannya yang sudah siap untuk menulis. Kemampuan pertumbuhan jari-jari tersebut dirasa sudah mampu digunakan untuk belajar menulis. Dengan demikian anak belajar menulis dengan waktu yang sudah tepat dan matang.

Namun, jika anak belum siap dan matang untuk belajar menulis maka anak juga akan mengalami hambatan dalam menerima materi tersebut. Hambatan yang dialami oleh anak dapat mempengaruhi proses belajarnya sehingga akan berdampak pada perolehan prestasi belajarnya di sekolah.

(56)

tersebut juga sudah benar-benar matang atau siap. Dengan demikian proses belajar dapat tercipta dengan optimal jika anak sudah matang dan siap untuk belajar.

g) Kesiapan

Readiness is preparedness to respond or react

(James Drewer dalam Slameto, 1988:61). Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesiapan tersebut timbul dari dalam diri seseorang. Kesiapan menyangkut keinginan yang berasal dari dalam dirinya sendiri dan bukan dorongan dari orang lain.

Kesiapan berhubungan dengan kematangan. Hal ini disebabkan oleh kematangan yang dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan semacam ini diperlukan dalam proses belajar. Jika seorang siswa sudah siap untuk belajar, maka diharapkan hasil belajarnya akan lebih baik. Dengan demikian kesiapan juga berpengaruh dalam faktor yang menentukan prestasi belajar.

3) Faktor Kelelahan

(57)

a) Kelelahan jasmani

Kelelahan jasmani dapat terjadi karena ketidakseimbangan sisa-sisa metabolisme di dalam tubuh, sehingga mengakibatkan peredaran darah yang kurang lancar. Hal tersebut dapat ditandai dengan lemah lunglainya tubuh sehingga muncul keinginan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani seperti itu dapat membuat tubuh menjadi sangat lemas sehingga tidak dapat melakukan aktivitas dengan optimal. Begitu pula ketika seseorang mengalami kelelahan jasmani dalam proses belajar, maka ia tidak dapat menyerap materi dengan maksimal. Jika penerimaan materi tidak maksimal maka cenderung akan mempengaruhi prestasi belajarnya. b) Kelelahan rohani

(58)

Seseorang cenderung akan merasakan kebosanan dan kejenuhan terhadap sesuatu. Hal semacam itu akan menjadikan seseorang sulit untuk berkonsentrasi terhadap apa yang akan dilakukan termasuk untuk meningkatkan prestasi belajar.

Berdasarkan dua penjelasan di atas, maka faktor kelelahan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan baik, maka sedapat mungkin siswa menghindari supaya jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Menurut Slameto (1988:62), terdapat beberapa cara untuk menghilangkan kelelahan baik kelelahan jasmani maupun kelelahan rohani. Adapun cara-cara tersebut antara lain:

a) Tidur yang cukup

b) Istirahat jika sudah terlalu lama melakukan aktivitas

c) Mengusahakan variasi dalam belajar untuk menghindari kebosanan

d) Rekreasi yang teratur e) Olahraga yang teratur

(59)

g) Jika sudah benar-benar merasa sangat lelah, maka dianjurkan untuk menghubungi dokter, psikiater, konselor, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri. Menurut Slameto (1988:62), faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu:

1) Faktor Keluarga

Keluarga merupakan kehidupan yang paling dekat dengan anak. Di dalam keluarga anak mengalami berbagai hal yang menyangkut kehidupannya baik secara sosial maupun non-sosial. Keluarga juga menjadi tempat yang pertama kali dikenal oleh anak. Seorang anak mengalami perkembangan dan pertumbuhan di dalam sebuah keluarga. Dengan demikian keluarga memiliki pengaruh yang sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak.

(60)

a) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua dalam mendidik anak sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar anaknya. Hal ini dipertegas oleh pendapat Wirowidjojo dalam Slameto (1988:62) yang mengatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Di dalam keluarga anak mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga. Hak anak di dalam keluarga misalnya mendapatkan perhatian serta kasih sayang dari orang tuanya. Perhatian itu hendaknya diberikan oleh orang tua setiap saat sehingga anak merasa berharga tinggal di dalam sebuah keluarga.

Perhatian tersebut juga dapat diwujudkan dengan cara mendidik anak dengan cara yang tepat. Setiap keluarga pasti memiliki cara yang berbeda dalam mendidik anak. Tujuan orang tua mendidik anak adalah supaya anak tersebut nantinya berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Namun, hendaknya cara orang tua dalam mendidik anak dilakukan dengan tepat. Cara tersebut misalnya dengan memberikan bimbingan serta perhatian untuk anak. Bimbingan tersebut tidak hanya ketika anak mengalami kesulitan. Namun orang tua harus selalu siap membimbing dan mendampingi anak dalam kondisi apapun.

(61)

pada kenyataan bahwa orang tua yang acuh terhadap pendidikan anaknya maka sang anak akan mengalami kesulitan di dalam belajarnya. Orang tua yang acuh dengan perkembangan anak tentunya tidak akan punya cukup waktu untuk memperhatikan kebutuhan serta kesulitan yang dialami oleh anak. Anak dibiarkan menghadapi segala permasalahannya sendiri. Orang tua tidak memperhatikan kebutuhan anak dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, dan lain-lain. Hal-hal semacam itu akan menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajarnya (Slameto, 1988:63).

Sebaliknya, orang tua yang mendidik anak dengan penuh perhatian maka anak dapat mendapatkan prestasi yang memuaskan di sekolahnya. Orang tua akan selalu memantau perkembangan anak di sekolah, menyediakan kebutuhan anak serta memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan oleh sang anak. Hal-hal tersebut akan membawa dampak yang besar dalam prestasinya di sekolah yaitu prestasi anak yang memuaskan. b) Relasi antar anggota keluarga

(62)

terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Bentuk relasi tersebut misalnya apakah hubungan di dalam keluarga dilandasi dengan cinta kasih, kasih sayang, pengertian ataukah dilandasi dengan kebencian, sikap acuh tak acuh dan sebagainya.

(63)

sekolah sehingga anak tidak akan mencapai prestasi belajar yang memuaskan.

Lain halnya dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh kasih sayang serta perhatian antar anggota keluarga. Anak tersebut akan memiliki rasa aman, nyaman dan damai tinggal di dalam keluarga. Perasaan-perasaan semacam itu akan menjadikan anak memiliki relasi yang baik dengan anggota keluarga. Relasi yang baik semacam itu akan menyukseskan proses belajar anak dan berorientasi pada prestasi belajarnya (Slameto, 1988:64). Dengan demikian relasi antar anggota keluarga juga ikut mempengaruhi prestasi belajar anak.

c) Suasana rumah

Suasana rumah dapat diartikan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah menjadi hal yang penting di dalam menentukan prestasi belajar anak. Suasana rumah yang gaduh, ramai, ribut, sering terjadi pertengkaran akan menjadikan anak merasa bosan dan senang keluar rumah. Hal semacam itu akan mengakibatkan proses belajar anak menjadi terganggu.

(64)

Konsentrasi anak menjadi tergangggu karena kondisi rumah yang tidak memungkinkan untuk belajar. Jika anak tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar maka hal tersebut juga akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

Di sisi lain, anak yang tinggal dalam suasana keluarga yang tenang dan tentram maka akan merasa betah tinggal di rumah. Rumah yang tenang dan tentram juga akan membuat anak mudah berkonsentrasi ketika belajar sehingga akan memperoleh prestasi yang baik. Dengan demikian suasana rumah juga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah.

d) Keadaan ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi keluarga juga sangat erat hubungannya dengan prestasi belajar anak. Anak yang sedang belajar tidak hanya membutuhkan bimbingan dari orang tua. Namun, mereka juga membutuhkan kebutuhan pokok seperti makan, pakaian, jaminan kesehatan dan lain-lain. Selain itu mereka juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, buku, meja, kursi, alat tulis, dan lain-lain. Fasilitas-fasilitas semacam itu dapat terpenuhi jika keluarga memiliki uang atau materi yang cukup.

(65)

juga kurang terpenuhi dengan baik. Misalnya kebutuhan jaminan kesehatan anak tidak terpenuhi, maka anak menjadi sakit dan cenderung akan mempengaruhi belajarnya serta prestasinya di sekolah. Lain halnya dengan anak yang mendapatkan kebutuhan tersebut dengan baik, maka anak dapat memanfaatkan fasilitas yang didapatnya dengan maksimal untuk menunjang belajarnya. Dengan demikian prestasi anak dapat meningkat dengan disediakannya kebutuhan-kebutuhan yang menunjang kemajuan anak dalam proses belajarnya.

e) Pengertian orang tua

Anak belajar perlu mendapatkan pengertian dari orang tua. Hal tersebut misalnya ketika anak akan mengerjakan tugas dari sekolah maka sedapat mungkin orang tua tidak membebaninya dengan tugas-tugas di rumah. Tugas-tugas tersebut hendaknya dapat diselesaikan oleh orang tua. Namun, anak kadang juga harus diberi tugas di rumah sebagai bentuk kewajibannya sebagai anggota keluarga.

(66)

dengan penuh dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang siswa. Jika anak mendapat dukungan serta pengertian semacam itu maka ia dapat belajar dengan tenang sehingga dapat berorientasi pada prestasinya di sekolah. Dengan demikian pengertian, dorongan serta semangat dari orang tua dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2) Faktor Sekolah

Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (KBBI, 2008:796). Sekolah merupakan salah satu tempat bagi seseorang untuk mendapatkan ilmu. Di dalam menuntut ilmu maka akan terjadi suatu proses belajar mengajar. Proses tersebut harus dilalui oleh seseorang yang ingin menuntut ilmu di sekolah. Dalam proses mencari ilmu, maka seseorang juga akan dihadapkan pada tujuan yang hendak dicapai. Salah satu tujuan seseorang ketika bersekolah adalah untuk mendapatkan prestasi yang memuaskan. Slameto (1988:66-72), ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

a) Metode mengajar

(67)

menerima, menguasai dan mengembangkannya (Karo dalam Slameto, 1988:66). Di dalam lembaga pendidikan orang yang menyajikan bahan pelajaran tadi dikenal dengan sebutan guru. Sedangkan orang lain yang menerima bahan pelajaran disebut siswa atau murid. Murid menerima bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Dalam proses memberi dan menerima bahan pelajaran, guru menggunakan metode-metode mengajar. Metode mengajar tersebut bertujuan untuk membuat siswa dapat memahami bahan pelajaran yang diajarkan dengan maksimal.

Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam metode mengajar. Metode tersebut misalnya diskusi, ceramah, belajar sambil bermain dan sebagainya. Metode yang diartikan sebagai suatu cara mengajar sangat berpengaruh di dalam penerimaan bahan pelajaran oleh siswa. Misalnya guru yang selalu mengajar dengan metode ceramah. Siswa akan menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat semua materi yang diberikan oleh guru. Lain halnya jika guru menggunakan metode yang bervariasi. Siswa akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.

(68)

mengajar. Anak akan antusias dengan bahan pelajaran yang akan diberikan oleh guru. Selain itu, anak juga akan berkonsentrasi dengan penuh dalam menerima semua materi yang akan diberikan oleh guru. Konsentrasi serta perhatian penuh yang diberikan oleh anak dapat mempengaruhi proses belajar yang akan terjadi. Proses belajar akan berjalan secara efektif dan efisien dengan dukungan dan perhatian dari siswa dan guru. Proses belajar yang efektif dan efisien dapat mempengaruhi seorang anak dalam mencapai prestasi belajar. Dengan demikian metode belajar yang digunakan oleh siswa dapat mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

b) Kurikulum

Kurikulum dapat diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa (Slameto, 1988:68). Kegiatan yang diberikan kepada siswa berupa penyajian bahan-bahan pelajaran. Dalam menyajikan bahan pelajaran diharapkan siswa dapat menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Dengan demikian semua bahan pelajaran yang ada di dalam kurikulum sangat berpengaruh dalam proses belajar siswa.

(69)

minat dan bakat siswa juga akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Jika terjadi hal semacam itu maka kegiatan belajar mengajar tidak akan tercipta dengan efektif dan efisien. Apabila proses belajar mengajar tidak tercipta secara efektif dan efisien maka siswa juga tidak dapat menerima bahan pelajaran dengan baik. Hal seperti itu juga akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Jadi, kurikulum yang berlaku di sekolah sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

c) Relasi guru dengan siswa

Hubungan dalam kegiatan belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Relasi guru dengan siswa juga akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Seorang guru yang menjalin komunikasi dengan siswa, menciptakan keakraban dan kehangatan dengan siswa akan menjadikan siswa merasa dekat dengan guru. Perasaan semacam itu akan menjadikan anak menyukai gurunya sehingga menyebabkan siswa juga menyukai mata pelajaran yang akan diberikan oleh guru.

Gambar

Gambar 4.2 Diagram persentase prestasi belajar siswa kelas V SD
Gambar 2.1 Skema hubungan pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi
Tabel 3.1  Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jumlah siswa kelas V SD Pangudi Luhur  Yogyakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Kata maudu lompoa ini adalah berasal dari bahasa Makassar yang berarti: Maulid Besar di sini, dimaksudkan adalah perayaan atau peringatan terhadap kehaliran Nabi

Prara profesional SQA didorong untuk memperluas kegiatan testing terhadap coding pada setiap bagian proses produksi, yang menyebabkan adanya testing setiap unit dari modul

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan lamanya hemodialisis, baik penilaian status gizinya dengan Skinfold maupun LILA

Kumpulan baris perintah tersebut biasanya disimpan ke dalam file dengan nama ekstensi *.ASM dan lain sebagainya, tergantung pada program Assembler yang akan dipakai untuk

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi penerapan biaya standar untuk biaya produksi pada UKM Cireng Cageur Grup yang mencakup biaya bahan baku langsung, biaya

Pendapatan operasional yang terdiri dari pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya, tumbuh 25,0% menjadi Rp19,6 triliun pada semester I 2014 dari Rp15,7

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan motivasi antara yang mendapatkan perluasan pekerjaan ( job enlargement ) dengan yang tidak pada