• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Sistem Klasifikasi Sampah Organik dan Anorganik dengan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Sistem Klasifikasi Sampah Organik dan Anorganik dengan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

5577

Implementasi Sistem Klasifikasi Sampah Organik dan Anorganik dengan

Metode Jaringan Saraf Tiruan

Backpropagation

Fungki Pandu Fantara1, Dahnial Syauqy2, Gembong Edhi Setyawan3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1fungkipandu@yahoo.com, 2dahnial87@ub.ac.id, 3gembong@ub.ac.id

Abstrak

Sampah organik dan anorganik memiliki lama penguraian yang berbeda. Sampah organik memiliki waktu penguraian yang lebih cepat dibandingkan dengan sampah anorganik. Oleh sebab itu sampah organik dan anorganik memiliki cara penanganan daur ulang yang berbeda pula. Pemilahan sampah sebelum ditampung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sangat penting untuk mengurangi jumlah penimbunan sampah yang terus meningkat setiap tahunnya. Penelitian ini meneliti tentang implementasi sistem klasifikasi sampah organik dan anorganik dengan menggunakan metode backpropagation. Arsitektur jaringan saraf tiruan yang diterapkan yaitu 3 unit neuron pada lapis masukan, 1 lapis tersembunyi yang mempunyai 4 unit neuron, serta 1 unit pada lapis keluaran. Pelatihan data tidak dilakukan pada sistem yang dibangun namun pada sistem tambahan untuk mencari bobot, sehingga sistem yang dibangun hanya melakukan prediksi data secara langsung dari pembacaan sensor. Berdasarkan penelitian ini, sistem dapat dibangun menggunakan 3 buah sensor yang digunakan sebagai data masukan yaitu sensor Light Dependent Resistor (LDR), proximity induktif, dan proximity kapasitif dan sebuah keluaran berupa servo yang dapat membuka tutup tempat sampah secara otomatis berdasarkan hasil klasifikasi yang dilakukan oleh sistem. Sistem memiliki akurasi 90% dengan kinerja setiap melakukan prediksi membutuhkan waktu rata-rata 42,9ms.

Kata kunci: klasifikasi, jaringan saraf tiruan, backpropagation, sampah

Abstract

Organic and inorganic waste have different decomposition time. Organic waste has longer decomposition time than inorganic waste. So, organic and inorganic waste have a different ways of handling recycling. Sorting garbage before being accommodated to landfills (TPA) is very important to reduce the amount of garbage dump that keeps increasing every year. This research examines the implementation of classification system of organic and inorganic waste by using artificial neural network method backpropagation. Artificial neural network architecture applied is 3 neurons in the input layer, 1 layer hidden with 4 neurons, and 1 neurons on the output layer. Data training is not performed on built systems but on additional systems to search for weights, so the built system only predicts data directly from sensor readings. Based on this research, the system can be built using 3 sensors which are used as input data, they are: Light Dependent Resistor (LDR), inductive proximity, and capacitive proximity and a servo output which can open the lid automatically based on the classification result done by system. The system has 90% accuracy with the performance of each prediction takes 42.9ms average time.

Keywords: classification, neural network, backpropagation, waste

1. PENDAHULUAN

Sisa-sisa dari proses produksi baik industri ataupun rumah tangga yang sudah tidak terpakai tersebut biasa kita sebut sebagai sampah, dimana pada umumnya di Indonesia dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu sampah anorganik dan sampah organik. Sampah yang

(2)

11,330 ton/hari. Jika jumlah penduduk Indonesia di desa mencapai 128,5 juta jiwa dan di kota mencapai 126,3 juta jiwa, maka rata-rata setiap orang menghasilkan sampah sekitar 0,05 kg setiap harinya (Badan Pusat Statistik 2017).

Sampah organik dan anorganik pada umumnya akan diangkut dan ditimbun pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Jumlah sampah yang ditimbun pada TPA dapat diminimalkan dengan melakukan daur ulang. Sampah yang didaur ulang dapat mengubah barang yang sebelumnya tidak dapat digunakan menjadi memiliki nilai guna kembali. Daur ulang untuk sampah organik dan anorganik memiliki proses yang berbeda-beda, sehingga perlu adanya pemilahan sebelum dilakukan daur ulang. Pemilahan sampah yang dilakukan di TPA akan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan melakukan pemilahan sebuah tempat sampah. Selama ini tempat sampah yang tersedia hanya berupa tempat sampah dengan pemilahan yang dilakukan oleh masyarakat secara manual. Seperti yang diketahui bahwa saat ini masih banyak dari masyarakat yang tidak mengerti akan perbedaan jenis sampah hendak dibuangnya, sehingga meskipun telah disediakan tempat sampah dengan jenis organik dan anorganik, namun masyarakat tetap membuang sampah di tempat dengan jenis yang tak sesuai. Hal tersebut tentu akan sangat merepotkan dalam upaya pemilahan sampah di tempat sampah dimana sebagai tempat pertama sampah berkumpul. Oleh sebab perlunya sebuah alat yang dapat membantu masyarakat dalam

membedakan jenis sampah sebelum

memasukkannya ke tempat sampah dengan metode yang klasifikasi yang akurat.

Pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Oladapo (2016), yang membahas tentang pemilahan beberapa jenis benda menggunakan sensor proximity. Penelitian tersebut berhasil memisahkan beberapa jenis benda seperti kayu, logam, dan plastik ke tempat yang terpisah. Penelitian tersebut masih berfokus pada skala industri. Kemudian penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nuraini (2017) yang meneliti mengenai implementasi dan pengujian klasifikasi sampah rumah tangga dengan menggunakan metode Naive Bayes.

Penelitian tersebut berhasil menunjukkan bahwa sistem yang dibangun dapat membedakan sampah yang berjenis organik dan anorganik dengan akurasi berkisar antara 87,50-95,00%. Namun sistem yang diterapkan masih memerlukan sambungan secara serial dengan

sebuah komputer untuk menjalankan proses klasifikasinya. Penelitian lainnya dilakukan oleh Prasetya (2017) yang melakukan penelitian

mengenai cara melakukan prediksi

menggunakan metode jaringan saraf tiruan

backpropagation. Penelitian tersebut berhasil melakukan prediksi dengan error yang dihasilkan hanya mencapai 10,93%. Penelitian tersebut dilakukan dengan memasukkan data secara manual dan komputasinya dilakukan pada komputer dengan bantuan aplikasi MATLAB. Berdasarkan semua latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti akan melakukan penelitian terkait implementasi dan perancangan sistem yang dapat melakukan klasifikasi jenis sampah organik dan anorganik menggunakan metode jaringan saraf tiruan backpropagation.

2. JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Gambar 1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan (Mulyanto, Suhartono dan Sutojo 2011)

Backpropagation adalah suatu model jaringan saraf tiruan yang memiliki topologi multi-lapis (multilayer) yang terdiri dari satu lapisan masukan (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), serta satu lapisan keluaran (output layer). Setiap lapis pada jaringan memiliki unit-unit neuron atau node

yang biasanya dimodelkan dengan bentuk lingkaran. Setiap neuron pada satu lapisan dengan neuron pada lapisan berikutnya saling dihubungkan dan setiap sambungannya memiliki bobot (weights) dan bias. Lapisan tersembunyi dapat memiliki bias, yang mana merupakan bobot yang bernilai satu.

(3)

(Puspitaningrum 2006). Terdapat 3 fase yang harus dilalui pada saat pelatihan, yaitu fase propagasi maju (feed forward), propagasi mundur (backpropagation), dan fase perubahan bobot. Berikut merupakan algoritme dari

backpropagation (Mulyanto, Suhartono dan Sutojo 2011):

1. Inisialisasi epoch, jumlah unit pada lapisan masukan, tersembunyi, serta lapisan keluaran, inisialisasi learning rate, inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

2. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 3-8.

FASE 1: Propagasi maju (Feed Forward)

3. Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi di atasnya

4. Menghitung hasil pada unit tersembunyi zj

(j=1,2,..,p)

𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗= 𝑣𝑗𝑜+ ∑𝑛 𝑥𝑖𝑣𝑗𝑖

𝑖=1 (1)

Menghitung aktifasi dengan fungsi sigmoid:

𝑧𝑗= 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗) =1+𝑒−𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗1 (2)

Keluaran dari fungsi aktifasi tersebut dikirim ke semua unit lapisan tersembunyi.

5. Menghitung hasil pada unit keluaran yk

(k=1,2,..,m).

𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘= 𝑤𝑘𝑜+ ∑𝑝𝑖=1𝑧𝑗𝑤𝑘𝑗 (3)

Hitung sinyal keluaran menggunakan fungsi aktifasi sigmoid:

𝑦𝑘 = 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘) =1+𝑒−𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘1 (4)

FASE 2: Propagasi mundur (Backpropagation)

6. Setiap unit keluaran 𝑦𝑘 (k=1,2,...,p), menerima target pola yang berhubungan dengan pola masukan pelatihan, hitung informasi kesalahannya (error):

𝛿𝑘 = (𝑡𝑘− 𝑦𝑘) ∙ 𝑓′(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘)

𝛿𝑘 = (𝑡𝑘− 𝑦𝑘) ∙ 𝑦𝑘(1 − 𝑦𝑘) (5)

Kemudian hitung koreksi bobot (yang akan digunakan untuk memperbaiki bobot baru)

∆𝑤𝑘𝑗= 𝛼𝛿𝑘𝑧𝑗 (6)

(k=1,2,...,m ; j = 0,1,2,...,p)

7. Hitung faktor δ pada unit tersembunyi berdasarkan kesalahan pada unit tersembunyi zj

𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗= ∑𝑚𝑘=1𝛿𝑗𝑤𝑘𝑗 (7)

Faktor δ unit tersembunyi :

𝛿𝑗= 𝛿𝑛𝑒𝑡𝑗∙ 𝑓′(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗)

𝛿𝑗 = 𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗∙ 𝑧𝑗(1 − 𝑧𝑗) (8)

Hitung suku perubahan bobot 𝑣𝑗𝑖(yang akan dipakai nanti untuk mengubah bobot 𝑣𝑗𝑖)

∆𝑣𝑗𝑖 = 𝛼𝛿𝑗𝑥𝑖 (9)

(j = 1,2,...,p; i = 0,1,2,...,n)

FASE 3: Perubahan bobot

8. Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot yang menuju unit batas kesalahan yang diharapkan atau batas iterasi maksimal.

3. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

Pada tahap ini menjelaskan mengenai proses perancangan dan implementasi sistem secara terperinci baik perancangan dan implementasi dari sisi perangkat keras maupun dari sisi perangkat lunak.

3.1. Perancangan Perangkat Keras

Sensor proximity kapasitif CR18-8DP,

proximity induktif Lj12a3-4-Z, dan Light Dependent Resistor (LDR) merupakan masukan dari sistem yang akan dibaca oleh Mikrokontroler Arduino Uno melalui pin analog. Sensor proximity induktif tidak dapat berjalan dengan stabil pada tegangan 5V sehingga membutuhkan sebuah modul step up

untuk meningkatkan tegangan 5V dari Arduino. Sedangkan switch dapat dijadikan sebagai masukan digital sehingga dihubungkan dengan pin digital pada Arduino. Servo menjadi keluaran dari sistem, servo hanya dapat

dikendalikan dengan PWM sehingga

(4)

skema rangkaian pada Gambar 3 dan juga disusun sesuai dengan desain pada Gambar 4.

Gambar 2. Diagram blok sistem

Gambar 3. Skema rangkaian sistem

Gambar 4. Ilustrasi desain sistem

Gambar 5. Ilustrasi kerja sistem

Gambar 5 menjelaskan bagaimana tindakan sistem setelah mendapatkan hasil prediksi berdasarkan sampah yang terdeteksi. Kondisi awal dari tutup tersebut yaitu tertutup seperti pada Gambar 5(a). Ketika ada pengguna yang

hendak membuang sampah, maka objek sampah harus di baca oleh sensor dari bagian atas kubus tersebut, setelah objek yang hendak dibuang tersebut diletakkan di area sensor, maka pengguna harus menekan switch untuk menjalankan sistem dan sistem akan melakukan klasifikasi dengan metode jaringan saraf tiruan dan hasilnya akan membuat servo berputar membuka tutup tempat sampah tersebut, jika sistem memprediksi bahwa sampah tersebut adalah sampah anorganik maka servo akan berputar 90 derajat dari kondisi tertutup searah jarum jam seperti pada Gambar 5(b), sedangkan jika sistem memprediksi organik maka servo akan berputar 90 derajat berlawanan arah jarum jam seperti pada Gambar 5(c). Setelah membuka tutupnya, sistem akan menunggu pengguna menekan tombol switch kembali sehingga switch

berada dalam keadaan nonaktif, hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengguna telah memasukkan sampahnya ke dalam sisi tempat sampah yang terbuka. Setelah itu barulah sistem akan menutup tempat sampah tersebut.

3.2. Perancangan Perangkat Lunak

Diagram alir pada Gambar 6 merupakan alur kerja dari program pada Arduino. Saat program dimulai, program akan melakukan inisialisasi serial, pin, servo, serta bobot yang didapat dari hasil inisialisasi. Kemudian sistem akan menunggu hingga switch disambungkan. Jika

switch tersambung, sistem akan mengakuisisi data dari sensor, dan melakukan prediksi dengan metode jaringan saraf tiruan backpropagation

(5)

Gambar 6. Diagram alir sistem

Diagram alir pada Gambar 7 menjelaskan alur program yang diterapkan pada komputer. Program ini tidak diterapkan pada sistem alat, dan berjalan terpisah pada perangkat komputer. Program ini dibutuhkan untuk melakukan pelatihan data dan memperoleh bobot dari hasil pelatihan. Ketika program dimulai, program akan melakukan inisialisasi epoch, learning rate

serta jumlah neuron pada lapis masukan, lapis tersembunyi dan lapis keluaran, serta sistem akan mengambil data latih yang tersimpan pada basis data MySQL. Setelah data latih diambil, data latih tersebut kemudian diskalakan hingga memiliki rentang nilai 0 hingga 1 dengan memanggil fungsi scale_dataset. Setelah diskalakan, program akan membangun arsitektur jaringan saraf tiruan serta melakukan inisialisasi bobot dan bias secara acak dengan memanggil fungsi Network. Setelah arsitektur dibangun,

program akan melakukan pelatihan

backpropagation dengan memanggil fungsi Training. Setelah fungsi Training selesai dijalankan, bobot hasil pelatihan akan ditampilkan pada jendela terminal.

Gambar 7. Diagram alir pelatihan

3.3. Perancangan Jaringan Saraf Tiruan

(6)

memori yang semakin besar dan jumlah clock

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan prediksi juga semakin banyak, mengingat bahwa Arduino memiliki keterbatasan pada banyaknya clock dan memori yang diperlukan. Untuk mendapatkan akurasi yang lebih maksimal maka akan terdapat pengubahan yang dilakukan pada saat pelatihan data, yaitu nilai epoch, learning rate (tingkat pembelajaran), serta jumlah neuron dalam lapisan tersembunyi untuk mendapatkan tingkat kesalahan terkecil.

Data latih dikumpulkan dari beberapa benda organik dan anorganik secara acak. Data setiap benda akan dideteksi oleh sensor LDR,

proximity induktif, dan proximity kapasitif dicatat dan disimpan ke basis data MySQL. Pada penelitian ini, peneliti berhasil mengumpulkan 104 data dengan perbandingan 50:50.

Gambar 8. Arsitektur jaringan saraf tiruan yang digunakan

Dengan menggunakan data latih yang telah dikumpulkan, peneliti melakukan percobaan dengan menggunakan 3 hingga 5 neuron dalam lapisan tersembunyi, nilai epoch: 1000, 5000, 10000, dan 50000, serta beberapa nilai learning rate: 0,75, 0,5, 0,25, 0,1 dan 0,05. Setelah percobaan tersebut dilakukan, maka akan didapat kombinasi dengan tingkat kesalah terkecil yang didapat pada saat pelatihan. Perhitungan kesalahan tersebut diperoleh melalui persamaan (12).

ℇ = ∑ (𝑌𝑖 𝑖− 𝑌̂𝑖)2 (12)

Berdasarkan percobaan tersebut, diketahui bahwa kombinasi 4 neuron pada lapis tersembunyi, dengan learning rate 0,5 dan epoch

50000 memiliki tingkat kesalahan yang terkecil yaitu 3,266. Sehingga arsitektur yang digunakan seperti pada Gambar 8.

3.4. Implementasi Prototipe Alat

Prototipe alat yang digunakan mengacu pada perancangan perangkat keras poin 4.1. Bagian luar perangkat utama yang berbentuk balok dibangun menggunakan karton tebal menjadi berukuran 14 x 13 x 12 cm3 seperti ditunjukkan

pada Gambar 9.

Gambar 9. Implementasi desain sistem

Sedangkan semua rangkaian yang telah tersambung berada di dalam yang digambarkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Implementasi sistem

3.5. Implementasi Perangkat Lunak pada Mikrokontroler

(7)

Pada implementasi ini menggunakan PlatformIO IDE untuk membangun program pada mikrokontroler Arduino Uno dengan menggunakan bahasa pemrograman C++. Program Arduino ini dibangun berdasarkan diagram alir yang sebelumnya tunjukkan oleh Gambar 6. Implementasi tersebut menggunakan PlatformIO IDE ditunjukkan pada Gambar 11.

3.6. Implementasi Perangkat Lunak untuk Pelatihan

Program untuk pelatihan hanya

diimplementasikan pada sistem tambahan berupa perangkat komputer, tahap ini dibutuhkan untuk mencari bobot yang diperlukan untuk melakukan prediksi. Program diimplementasikan pada sistem komputer yang sudah terpasang Python 3.6 dan ditulis pada aplikasi PyCharm. Implementasi tersebut terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Implementasi perangkat lunak untuk pelatihan

4. PENGUJIAN DAN HASIL

4.1. Pengujian Fungsional Sensor LDR

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui fungsionalitas dari sensor LDR dalam mendeteksi tingkat transparansi suatu objek.

Tabel 1. Hasil pembacaan sensor LDR

Percobaan

ke- Objek Transparansi

Hasil

ke- Objek Transparansi

Hasil

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa sensor LDR dapat mendeteksi transparansi benda, pada benda yang tidak transparan maka hasil sensor akan menghasilkan nilai yang kecil, semakin tinggi tingkat transparansi benda tersebut maka akan semakin tinggi juga nilai hasil pembacaan yang dilakukan oleh sensor LDR.

4.2. Pengujian Fungsional Sensor Proximity Induktif

Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui fungsionalitas sensor proximity induktif yang digunakan dengan melihat respons dan akurasi berdasarkan nilai yang dihasilkan.

Tabel 2. Hasil pembacaan sensor proximity induktif

(8)

Percobaan

tupperware Tidak 1023

Pada Tabel 2 terlihat bagaimana pola kerja sensor proximity induktif. Ketika sensor mendeteksi adanya kandungan logam pada sampah tersebut, maka sensor akan mendeteksinya dengan menghasilkan nilai yang mendekati nilai 0, sedangkan ketika sampah tersebut tidak mengandung logam, maka sensor tidak dapat mendeteksinya dan menghasilkan nilai berkisar seperti kondisi awal yaitu 1023.

4.3. Pengujian Fungsional Sensor Proximity Kapasitif

Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui fungsionalitas sensor proximity kapasitif yang digunakan dengan melihat respons dan akurasi berdasarkan nilai yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 3, benda akan terdeteksi jika memiliki kapasitans yang tinggi dari yang dapat dibaca oleh sensor. Jika benda yang dideteksi memiliki kandungan air maka hasil pembacaan dari sensor akan bernilai tinggi mendekati jangkauan maksimal pada sensor. Sampah yang lembap akan

terdeteksi dan logam yang tidak mengandung air pun masih dapat terdeteksi oleh sensor ini.

Tabel 3. Hasil pembacaan sensor proximity kapasitif

Percobaan

tupperware Tidak 0

7 Selembar

4.4. Pengujian Kinerja Sistem

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi prediksi yang dilakukan oleh sistem dengan menggunakan algoritme jaringan saraf tiruan backpropagation. Data masukan sistem diperoleh dari hasil pembacaan sensor secara langsung. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali.

Tabel 4. Hasil uji kesesuaian sistem

Percobaan

Prediksi Kelas Asli Kesesuaian

(9)

Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4, dibuat matriks konfusi untuk menghitung kinerja sistem klasifikasi. Tabel 5 merupakan matriks konfusi berdasarkan hasil percobaan pada Tabel 4.

Tabel 5. Analisis hasil pada matriks konfusi

fij

Berdasarkan matriks konfusi tersebut dapat diketahui akurasi sistem menggunakan persamaan (13).

𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑓00+𝑓11

𝑓00+𝑓01+𝑓10+𝑓11 (13)

Sehingga dapat dihitung akurasi berdasarkan Tabel 5.

𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 4 + 1 + 0 + 5 =4 + 5 10 = 0,99

Maka akurasi yang didapatkan berdasarkan perhitungan di atas yaitu 0,9 atau dalam persentasenya yaitu 90%

4.5. Pengujian durasi pelatihan

Pada pengujian ini, peneliti akan menguji durasi yang diperlukan pada saat melakukan pelatihan data hingga mencapai tingkat kesalah tertentu. Pelatihan data berupa program Python dijalankan pada komputer seperti yang dijelaskan sebelumnya pada analisis kebutuhan. Pelatihan yang digunakan menggunakan 104 data latih, 3 neuron pada lapis masukan, 4 neuron pada lapis tersembunyi dan 2 neuron pada lapis keluaran. Pada pengujian ini peneliti mencoba untuk mengubah-ubah nilai variabel pada tingkat pembelajaran (learning rate) dan dijalankan hingga mencapai tingkat kesalah maksimum yang sudah ditentukan. Tingkat pembelajaran yang akan diuji yaitu 0,75, 0,5 dan 0,25. Dengan tingkat kesalahan maksimum yang diuji yaitu 5, 4,5, 4, 3,5 dan 3.

Tabel 6. Pengujian durasi pelatihan

Error

Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa durasi sistem dalam melakukan pelatihan tidak begitu dipengaruhi oleh nilai learning rate

namun lebih tingkat kesalahan yang diraih. Semakin kecil tingkat kesalahan yang dicapai maka durasi waktu yang diperlukan juga akan semakin lama. Lebih jelasnya data tersebut disajikan berupa diagram garis seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Diagram analisis pengujian durasi pelatihan data

4.6. Pengujian durasi prediksi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui durasi yang diperlukan oleh mikrokontroler pada sistem untuk memprediksi satu jenis sampah menggunakan jaringan saraf tiruan.

Tabel 7. Pengujian durasi prediksi

Percobaan

tupperware Anorganik 43

7 Spidol Anorganik 43

8 Kantong

(10)

Percobaan

ke- Objek

Kelas Prediksi

Durasi (ms)

9 Gunting Anorganik 43

10 Timun Organik 43

Berdasarkan hasil pengujian yang ditampilkan pada Tabel 7, dapat diperoleh hasil rata-rata durasi menggunakan persamaan (14).

𝑥̅ =1𝑛∑𝑛𝑖=1𝑋𝑖 (14)

Menggunakan persamaan tersebut dapat diketahui rata-rata durasi. Dimana 𝑥̅ adalah rata-rata durasi, 𝑋𝑖 adalah durasi prediksi ke-i (dalam milisekon) dan n adalah jumlah seluruh data yaitu 10 data. Berikut perhitungannya :

𝑥̅ =10 (43 + 43 + 42 + 43 + 43 + 43 + 43 + 431

+ 43 + 43)

𝑥̅ = 42910 = 42,9

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem dapat melakukan prediksi dengan sangat cepat karena hanya membutuhkan waktu rata-rata 42,9ms.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari perancangan, implementasi, pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini telah berhasil dibangun sebuah sistem yang mampu melakukan klasifikasi sampah organik dan anorganik dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan. Sistem dapat membedakan jenis sampah berdasarkan data sensor LDR, proximity

induktif, serta proximity kapasitif dengan menggunakan algoritme jaringan saraf tiruan

backpropagataion. Sistem mampu melakukan prediksi dengan tingkat keakuratan mencapai 90%. Setiap prediksi yang dilakukan oleh sistem hanya membutuhkan waktu rata-rata 42,9ms.

6. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. “Proyeksi

Penduduk Indonesia Berdasarkan Hasil

Sensus Penduduk 2010.” 5 April.

https://bps.go.id/.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

2015. “Rangkaian HLH 2015 – Dialog

Penanganan Sampah Plastik.”

Kementrian Lingkungan Hidup.

http://www.menlh.go.id/rangkaian-hlh- 2015-dialog-penanganan-sampah-plastik/.

Mulyanto, Edy, Vincent Suhartono, dan T Sutojo. 2011. Kecerdasan Buatan.

Yogyakarta: ANDI.

Nuraini, Novia Ulfa. 2017. “Perancangan Dan

Implementasi Sistem Klasifikasi Jenis

Sampah Rumah Tangga Dengan

Menggunakan Metode Naïve Bayes.”

Repositori Jurnal Mahasiswa PTIIK UB Vol. 9 No. 3.

Oladapo, Bankole I. 2016. “Model design and

simulation of automatic sorting machine

using proximity sensor.” Science Direct

1452-1456.

Prasetya, Rendi. 2017. “Implemetasi Jaringan

Syaraf Tiruan Backpropagation Untuk Memprediksi Ketinggian Air (Studi

Kasus: Sungai Ciliwung).” Jurnal String Vol. 1 No.3.

Gambar

Gambar 1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan (Mulyanto, Suhartono dan Sutojo 2011)
Gambar 5. Ilustrasi kerja sistem
Gambar 7. Diagram alir pelatihan
Gambar 8. Arsitektur jaringan saraf tiruan yang digunakan
+4

Referensi

Dokumen terkait

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

(Lihat Bab 18 untuk diskusi lebih lanjut tentang masalah ini. Hukuman adalah prinsip dasar perilaku. Definisinya memiliki tiga komponen dasar: Terjadinya suatu

Buku Laporan Kegiatan Harian (LKH) adalah suatu bagian dari perlengkapan Kuliah Kerja Nyata Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.. LKH ini untuk mencatat

Ketiga spesimen terdapat bentuk korosi uniform yang ditunjukan anak panah merah, kemudian juga terjadi korosi batas butir yang ditandai dengan adanya intergranular

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum IslamTerhadap Penolakan Isteri Untuk Melaksanakan Kewajiban dalam Rumah Tangga Akibat Pemberian Mahar Emas Palsu” adalah hasil

Kelunggulan penelitian yang dilakukan diantaranya (i) menghasilkan citra image yang tidak dapat dikenali secara visual, (ii) sesnsitif terhadap perubahan kecil

pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 3) Belum ada informasi (data-data) prototipe kapal ikan yang dikaitkan dengan alat tangkap, wilayah penangkapan dan kondisi perairan bagi

Pada Gambar 2 dapat dilihat perkembangan ataupun penurunan dari jumlah pengaduan antara bulan Januari – Februari 2017 dan jumlah total dua bulan.. Gambar 2 Jumlah