67
MOMENTUM LINIER
I. IDENTITAS
Mata kuliah : Fisika Umum
Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : MIPA
Dosen : Tim Fisika Umum
SKS : 4 sks
Kode : FMA 019
Minggu ke : 6
II. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mengaplikasikan konsep dasar tentang momentum linier dan menerapkannya pada persoalan fisika sederhana
III. MATERI
A. Pendahuluan
Pada pokok bahasan sebelumnya, telah diperlihatkan bagaimana pengertian usaha dan tenaga atau energi dapat dikembangkan berdasarkan hukum-hukum Newton, terutama hukum Newton yang kedua. Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya pada sebuah benda, dapat dikaitkan dengan gerak benda itu sendiri, baik dengan perpindahan, kecepatan dan percepatan, maupun dengan energi, baik berupa energi kinetik, ataupun energi potensial, semuanya bisa dihubungkan melalui hukum-hukum Newton.
Selanjutnya akan kita lihat pula, bagaimana dua pengertian yang senada, yakni
momentum dan impuls, dapat timbul dan berkembang melalui hukum-hukum Newton. Berdasarkan konsep momentum, Hukum Newton I dapat diperluas, dengan Hukum Newton II dapat diperlihatkan hubungan antara momentum dan impuls, dan melalui hukum Newton III, lahir pengertian hukum kekekalan momentum, yang seringkali dikaitkan dengan peristiwa tumbukan.
B. Pengertian Momentum dan Impuls
Momentum didefenisikan sebagai jumlah gerak, yang besarnya berbanding lurus dengan massa dan kecepatan sebuah benda, secara matematis dapat ditulis :
p = m v (5-1)
di mana p adalah momentum linier dalam kg m/s, m adalah massa dalam kg, sedangkan v
68 Berdasarkan defenisi momentum linier ini, maka rumusan hukum Newton I dapat diperluas menjadi :
v = 0 atau p = 0 Jika Σ F = 0, maka
v = konstan atau p = konstan
(5-2)
Artinya, jika resultan gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol, maka benda akan bergerak lurus dengan kecepatan konstan dan momentumnya juga konstan, atau tetap diam dan momentumnya juga nol.
Jika pengertian momentum dikaitkan dengan hukum Newton II : F = m a = m
t v
= t
v m
= t p
(5-3)
Dari persamaan di atas, kita dapat mendefenisikan bahwa gaya, adalah perubahan momentumpersatuan waktu. Selanjutnya persamaan (5-3) dapat pula ditulis :
F Δ t = Δp (5-4)
Suku ruas kiri pada pers. (5-3), yakni perkalian antara gaya F yang bekerja pada suatu
benda dikalikan dengan waktu Δt, disebut impuls dan dilambangkan I, sedangkan ruas
kanan adalah perubahan momentum Δp. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa bila dikerjakan impuls pada sebuah benda, akan menghasilkan perubahan momentum
pada beda tersebut.
Satu hal yang harus diingat adalah bahwa impuls itu bukanlah terbatas hanya pada gaya yang bekerja dalam waktu yang singkat saja, misalnya ketika memukul bola. Impuls juga berlaku untuk gaya konstan, misalnya pada gerak parabola, di mana yang bekerja adalah gaya gravitasi bumi.
Secara umum, baik untuk gaya konstan, maupun untuk gaya berubah-ubah, hubungan antara impuls dan momentum dapat dirumuskan :
o p
p t
t
p p p d dt F
o 0
(5-5)Dalam SI satuan untuk impuls adalah newton-sekon, sedangkan satuan untuk momentum adalah kg m/s. Keduanya mempunyai dimensi yang sama yaitu [M][L][T]-1
Contoh soal 1.
Sebuah bola jatuh (m = 200 gr) dari suatu ketinggian dan menumbuk lantai dengan laju 10 m/s, dengan arah seperti pada Gambar (5-1). Bola dipantulkan kembali dengan laju yang. sama
a). Hitung impuls (besar dan arah) yang bekerja pada masing-masing bola.
69 10 m/s
10 m/s
/////////////////////////////////////
Gambar (5-1) a
10 m/s 10 m/s 45o 45o
/////////////////////////////////////
Gambar (5-1) b
Jawab :
p'
Δ p
p
Gambar (5-1) c
a. Impuls atau perubahan momentum :
I = Δ p = p' - p
= m 'v - m v
= (- 0,2 . 10 - 0,2. 10 ) kg.m/s
I = - 4 kg. m/s
b. I = F. Δ t
- 4 kg. m/s = F. 2. 10-3 s
F = - 2.000 N
• Tanda negatif menunjukkan arah perubahan momentum dan arah gaya ke atas.
P’
45o
45o Δp
p
Gambar (5-1) d
a. . Impuls atau perubahan momentum :
I = Δ p = p' - p
= m 'v - m v
I = ( p’2 + p2 - 2 p’p cos 90o )
= ( 22 + 22– 2.2.2. 0)
= 2 2 kg.m/s ( Arah ke atas )
b. I = F. Δ t
2 2 kg. m/s = F. 2. 10-3 s
F = 1..000 2 N (Arah ke atas)
C. Gaya Impulsif
Gaya yang bekerja dalam waktu yang sangat pendek seperti pada persamaan (5-5) disebut gaya impulsif. Contoh gaya impulsif adalah pukulan tinju, pukulan pada bola bilyar, ledasan petasan, dan lain-lain. Besar gaya impulsif berubah-ubah terhadap waktu secara tidak sederhana, dan dapat mencapai harga
Gambar (5-2). Grafik gaya impulsif terhadap waktu
F
Gaya non impulsif Gaya impulsif
70 yang besar sekali. Gambar (5-2) memperlihatkan grafik hubungan antara gaya impulsif
terhadap selang Δt yang sangat pendek. Impuls total yang dikerjakan oleh gaya
impulsif ini sama dengan luas daerah di bawah kurva tersebut. Dalam Gambar (5-2) diperlihatkan juga gaya non-impulsif yang besarnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan gaya impulsif. Karena itu untuk proses-proses impulsif yang berlangsung dalam waktu yang sangat pendek, gaya-gaya non impulsif selama proses berlangsung, biasanya diabaikan.
Momentum Sistem Partikel
Konsep momentum akan lebih nampak kegunaannya bila diterapkan pada sistem banyak partikel atau sistem bukan benda titik. Untuk sistem yang terdiri dari N buah partikel masing-masing mempunyai massa m dan kecepatan v, dapat didefenisikan momentum total sebagai jumlah vektor dari momentum masing-masing bagiannya, dengan rumusan sebagai berikut :
n
1 i
n
i i 1 n
2 1
i p p ... p m v p
p (5-6)
Gambar (5-3). Sistem dari tiga partikel
Agar lebih jelas, sebagai ilustrasi kita tinjau sebuah sistem yang terdiri dari tiga partikel seperti pada Gambar (5-3). Menurut hukum Newton kedua :
13 12 1
1 F F F dt
p
d
(5-7)
di mana F1 adalah gaya luar,
12 F dan
13
F adalah gaya-gaya internal yang bekerja pada m1. Dengan cara yang sama kita dapatkan :
23 21 2
2 F F F dt
p
d
(5-8)
m1
m2 m3
71 ketiga pers. (5-7), (5-8) dan (5-9) dijumlahkan, diperoleh :
) Gaya-gaya dalam tanda kurung tidak lain adalah pasangan aksi-reaksi, sehingga saling meniadakan. Akhirnya kita dapatkan :
2
Jadi perubahan momentum sistem partikel hanya dipengaruhi oleh gaya-gaya luar saja, karena gaya internal antara partikel saling meniadakan. Hubungan ini dapat diperluas untuk sistem banyak partikel, sehingga persamaan (5-10) dapat ditulis :
luar Bentuk ini setara dengan
P I (5-13)
yang menyatakan bahwa resultan impuls luar yang bekerja pada suatu sistem sama dengan perubahan momentum total sistem.
C. Gerak Pusat Massa
Bila suatu sistem partikel bergerak, momentum sistem tersebut dapat ditentukan dengan menganggap massa total sistem tersebut terpusat pada suatu titik yang posisinya ditentukan oleh vektor posisi Rpm dan mempunyai kecepatan Vpm. Bagaimana menentukan posisi pusat massa tersebut ? Pusat massa sistem partikel dapat ditentukan dengan cara menuliskan kembali Pers. (5-6) :
72
maka bentuk terakhir dapat ditulis
M menunjukkan rata-rata letak massa sistem yang menyatakan seolah-olah massa sistem terkumpul di titik tersebut. Pers. (5-16) dapat pula diartikan bahwa momentum total sistem banyak partikel sama dengan momentum sebuah partikel bermassa M yang terletak pada pusat massa. Karena pers. (5-16) adalah persamaan vektor, maka kita dapat menuliskannya dalam komponen-komponennya
73
rdm
m 1 dm
dm r
rpm
(5-18) atau dalam komponen-komponennya :
xdm
m 1 dm xdm xpm
ydm
m 1 dm ydm ypm
zdm
m 1 dm zdm zpm
(5-19)
Dengan demikian, bila suatu sistem partikel bergerak, momentum sistem tersebut dapat ditentukan dengan menganggap massa total sistem tersebut terpusat pada suatu titik yang posisinya ditentukan oleh Rpm, dan mempunyai kecepatan Vpm, sehingga :
(MVpm) Mapm Fluar dt
d dt
P
d
(5-20)
Dari persamaan dapat disimpulkan :
1. Gerak pusat massa hanya dipengaruhi oleh gaya luar saja.
2. Bila Σ Fluar,= 0, maka pusat massa akan bergerak lurus beraturan.
3. Semua gaya luar yang bekerja pada sistem dianggap bertitik tangkap pada pusat massa tersebut
Contoh soal 2
Dua buah bola masing–masing bermassa m1=0,5 kg dan m2= 1 kg saling dihubungkan dengan sebuah pegas
ideal tak bermassa, sehingga bola-bola tersebut dapat bergerak bebas tanpa gesekan di bidang horizontal.
Pada saat t = 0, diperoleh data :
r10, v1 6iˆ
r2 0,3iˆ0,4ˆj, v2 0
Pada saat t =5 s diperoleh data
r'110,6ˆi v'13iˆ2ˆj
r2 0,3iˆ0,4ˆj v2 0
Tentukan kedudukan dan kecepatan pusat massa bola kedua pada saat t =5s.
Jawab :
74
D. Hukum Kekekalan Momentum Linier
Bila terjadi interaksi antara dua benda, maka gaya yang diberikan oleh benda pertama kepada benda yang kedua, sama besar dengan gaya yang diberikan oleh benda kedua pada yang pertama. Hal ini diatur berdasarkan hukum ke III Newton, yang dirumuskan sebagai berikut :
F12 = - F21 (5-21)
F12 F21 //////////////////////////////////////////////////
Gambar (5-4)
Jika interaksi kedua benda berlangsung dalam selang waktu Δt, maka impuls yang dialami oleh masing-masing benda sama, sehingga dapat ditulis :
F12 Δt = - F21
Δt, (5-22)
Ruas kiri dapat diartikan dengan perubahan momentum benda yang pertama, sedangkan ruas kanan merupakan perubahan momentum benda yang kedua, atau :
Δ p1 = - Δ p2, (5-23) Selanjutnya, jika p1 dan p2 adalah momentum masing-masing partikel sebelum berinteraksi, sedangkan p'1 dan p'2 adalah momentum masing-masing partikel sesudah berinteraksi, maka dari pers. (5-23) diperoleh :
75 p1 + p2
= p'1 + p'2
m1 v1 + m2 v2
= m1 v'1 + m2 v'2
(5-24)
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah momentum kedua benda sebelum berinteraksi, sama dengan jumlah momentum kedua benda sesudah
berinteraksi. Inilah yang dikenal dengan hukum kekekalan momentum, yang tidak lain adalah bentuk lain dari hukum Newton III.
Contoh soal 3
Sebutir peluru dengan massa 2 gram, ditembakkan dalam arah mendatar dengan kecepatan 500 m/s. Peluru
ini mengenai balok kayu bermassa 1 kg yang berada pada keadaan diam di atas sebuah permukaan mendatar.
Peluru ini menembus balok dan waktu keluar dari balok, kecepatannya turun menjadi 100 m/s, sedangkan
balok bergeser sejauh 20 cm terhitung dari titik asalnya. a). Berapakah angka gesekan luncur (kinetis) antara
balok dan permukaan ? b). Berapakah pengurangan tenaga kinetik peluru ? c). Berapakah tenaga kinetik
balok tepat sesudah ditembus peluru? Ke mana perginya energi ini ?
Jawab :
v2’
m2 20 cm v1’
v1
////////////////////////////////////////////// /////////////////////////////////////////////////////////////// a. Sebelum b. Sesudah
Gambar (5-5)
a). Dari hukum kekekalan momentum :
m1 v1
+ m2 v2
= m1 v'1
+ m2 v'2
2. 10-3. 500 + 1. 0 = 2.10-3.100 + 1. v2’,
diperoleh laju balok sesudah ditembus peluru
v2’ = 0,8 m/s.
fk = 1,6 newton,
atau koefisien gesekan antara balok dan
permukaan adalah :
μk =
N fk
= 10
6 , 1
= 0,16.
b). Pengurangan energi kinetik balok :
Δ Ek =
2 1
m1 v1 2
- 2 1
m1 v1’ 2
= 2 1
.2.10-3.5002 - 2 1
.2.10-3.1002
Δ Ek = 240 J
Energi kinetik balok, hilang akibat adanya
gesekan, maka :
2 1
m2 v2’2 = fk. x
2 1
. 1. (0,8)2 = fk. 0,2
c). Energi kinetik balok sesudah ditembus peluru
Δ Ek =
2 1
m2 v2’2
= 2 1
. 1. (0,8)2
Δ Ek = 0,32 J.
Energi ini hilang akibat adanya gaya gesekan
antara balok dan permukaan
Contoh soal 4
76 v2 v1
vo
x2 9 m
////////////////////////////////////////////////////////////////
Gambar (5-5)
Karena kedua pecahan bergerak dalam arah
horizontal, waktu untuk turun sama dengan
waktu untuk naik, yakni 6 s.
Laju pecahan yang kecil (v1) sesudah
ledakan dapat diperoleh dari :
x1 = v1. t atau 9 = v1. 6,
sehingga v1 = 1,5 m/s.
vertikal ke atas, dengan laju 60 m/s. Tepat ketika
mencapai titik tertinggi, granat meledak manjadi 2
bagian, masing-masing 200 gram, dan 300 gram,
keduanya terlempar dalam arah horizontal. Jika
pecahan yang kecil jatuh pada jarak horizontal 9 m
dari tempat ia dilemparkan tadi, di mana pecahan
yang besar sampai pada bidang yang sama ?
Jawab :
Di titik tertinggi (tinggi maksimum) laju granat = 0
Waktu untuk mencapai tinggi maksimum :
t = g vo
= 10 60
= 6 s.
Dari hukum kekekalan momentum :
0 = m1v1 + m2v2,
0 = 0,2. 1,5 + 0,3. v2 atau v2 = - 1,0 m/s.
Tanda (-), artinya berlawanan arah. Selanjutnya
dapat diperoleh x2, tempat jatuh m2, yakni :
x2 = v2. t atau x2 = 1,0. 6 = 6 m.
Catatan : Kedua partikel jatuh di bidang semula dalam waktu yang sama, kenapa ?
Contoh soal 5
Seorang anak bermassa mA= 30 kg berdiri diam di atas sebuah kereta roda seperti pada Gambar (5-6). Massa
kereta roda adalah mK= 50 kg dan meluncur di atas rel lurus dengan kecepatan vK = 5 m/s ke kanan.
Kemudian anak tersebut berjalan kekiri dengan kecepatan vA= 3 m/s terhadap kereta.
Tentukanlah :
a. Perubahan kecepatan kereta
b. Besar dan arah perubahan momentum orang
Gambar (5-6)
Jawab :
a. Dalam hal ini kereta dengan anak dipandang
sebagai suatu sistem .Momentum awal sistem
adalah :
p = (mA + mk) vK
= (30 + 50)x 5 (kg m/s)
Karena pada sistem ini tidak ada bekerja
gaya-gaya luar, maka momentum sistem konstan,
sehingga :
p = p’
400 = 30 ( vk’–3) + 50 vk’
77 = 400 kg m/s
Momentum sistem setelah anak bergerak ke
kiri
p’ = mAvA’ + mk vk’
p’ = mA vA’+ mk vk’
= 30 (vk’– 3) + 50 vk’ (kg m/s)
Momentum awal anak :
pA = mAvA = mAvK
= 30x5 kg m/s
= 150 kg m/s (arah ke kanan)
Momentum akhir anak :
pA’ = mAvA’
= mA(v’k– 3)
= 30 (6,125-3)
= 93,75 kg m/s ( arah ke kiri )
v’K = 6,123
80 490
m/s ke arah kanan
b. Perubahan kecepatan adalah :
Δvk= v’k - vk =
= (6,125 – 5) m/s
= 1,125 m/s (ke arah kanan)
Perubahan momentum anak
ΔpA= p’A- pA
= 93,75 – 150
= - 56,25 kg m/s arah ke kanan
Tanda negatif menunjukkan arah perubahan
momentum anak ke kiri
G. Tumbukan
Salah satu peristiwa di mana hukum kekekalan momentum dapat diterapkan adalah
tumbukan. Kebanyakan tumbukan terjadi dalam waktu yang sangat singkat, oleh sebab itu, gaya-gaya yang bekerja disebut gaya impulsif. Gaya-gaya impulsif ini jauh lebih besar dari gaya-gaya luar, sehingga gaya-gaya luar dapat diabaikan. Selain itu, gaya-gaya impulsif selalu muncul berpasangan dan merupakan gaya internal, dan tidak akan mengubah momentum total sistem. Oleh karena itu pada setiap proses tumbukan selalu berlaku hukum kekekalan momentum.
Berbeda halnya dengan momentum yang selalu konstan pada peristiwa tumbukan, energi kinetik benda tidak selalu konstan, adakalanya berkurang. Oleh sebab itu perlu didefenisikan pengertian tumbukan lenting sempurna, yakni tumbukan di mana selain berlaku hukum kekekalan momentum, berlaku juga hukum kekekalan energi kinetik.
Untuk lebih jelas perhatikan Gambar (5-7), yang memperlihatkan dua benda m1 dan m2 dengan laju berturut-turut v1 dan v2
Sebelum tumbukan
m1 v1 v2 m2
Sesudah tumbukan
v1’ m1 m2 v2’
78 m1 v1 + m2 v2 = m1 v1’ + m2 v2’
atau dalam bentuk lain, dapat ditulis :
- m1 (v1’ - v1) = m2 (v2’ - v2) (5-25)
Karena hukum kekekalan energi kinetik juga berlaku, maka :
2
1 m1v12 + 2
1m2v22 = 2 1 m1 2
1 '
v + 21 m2 v'22 yang dapat pula ditulis :
- m1 (v1’ - v1)2 = m2 (v2’ - v2)2
- m1 (v1’ - v1) (v1’ - v1) = m2 (v2’ - v2)2 (v2’ - v2)2 (5-26) Jika pers. (5-26) dibagi dengan pers. (5-25), dan kemudian disusun sedemikian rupa, diperoleh suatu besaran yang biasa disebut koefisien tumbukan atau koefisien restitusi
yang disingkat e, dan harganya adalah : e =
1 2
1 2
v v
) ' v ' v (
(5-27)
Untuk tumbukan lenting sempurna, harga e = 1, sedangkan jika tumbukan lenting sebagian di mana energi kinetik tidak kekal atau berkurang, harga 0 < e < 1. Jika sesudah bertumbukan kedua benda bersatu dan bergerak bersama-sama, maka tumbukan dikatakan
tidak lenting sama sekali, atau e = 0. Contoh soal 6
Di atas sebuah meja tanpa gesekan, sebuah balok massa 3 kg bergerak ke kanan dengan kecepatan 4 m/s dan
bertumbukan dengan balok 8 kg yang bergerak ke kiri dengan kecepatan 2 m/s. a). Jika kedua balok tidak
terpisahkan satu sama lain sesudah bertumbukan, berapakah kecepatan akhirnya ? b). Berapakah tenaga
mekanik yang hilang selama tumbukan pada soal a ? c). Jika kedua balok bertumbukan secara sentral dan
lenting sempurna, berapakah kecepatan akhir masing-masing balok ?
Sebelum tumbukan
m1 v1 v2 m2
Sesudah tumbukan
m1 m2 v
Sebelum tumbukan
m1 v1 v2 m2
Sesudah tumbukan
v1’ m1 m2 v2’
79
Jawab :
a). Kedua balok bersatu :
m1v1 + m2v2 = (m1 + m2) v,
3. 4 + 8. - 2 = ( 3 + 8 ) v,
atau v = - 0,18 m/s. (Arah ke kiri)
b). Ek awal =
2 1
m1v12 +
2 1
m2v22
= 2 1
. 3.42 + 2 1
. 8.22
- 2 = 3 v1’ + 8 v2’...(1)
Tumbukan lenting sempurna, maka e = 1,
e =
1 2
1 2
v v
) ' v ' v (
= 1
1 =
4 2
) ' v ' v ( 2 1
Ek awal = 40 J.
Ek akhir =
2 1
. 11.0,182
Ek akhir = 0,18 J.
Δ Ek = 40 J - 0,18 J = 39,82 J.
c). Hukum kekekalan momentum :
m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2 v2’
3. 4 + 8. - 2 = 3 v1’ + 8 v2’,
atau v2’- v1’ = 6 ... ...(2)
dari persamaan (1) dan (2), diperoleh :
v1’ = - 4,55 m/s, dan v2’ = 1,45 m/s.
Kedua benda bergerak berlawanan arah, m1 ke
kiri, dan m2 ke kanan.
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa gerak partikel yang bertumbukan atau berinteraksi masih terbatas pada tumbukan satu dimensi, jadi dari kiri ke kanan, atau sebaliknya, dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagaimana pula jika benda-benda yang bertumbukan bergerak dalam dua dimensi ? Sebetulnya prinsipnya sama, hanya harus dipilah sesuai sumbu koordinat, jadi hukum kekekalan momentum berlaku untuk masing-masing sumbu, misalnya sumbu x dan sumbu y. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh soal berikut ini.
Contoh soal 7
Sebuah benda bermassa m1 = 3 kg bergerak dari
Barat ke Timur dengan laju 30 m/s. Benda m2 = 4
kg bergerak dari Selatan ke Utara dengan laju 25
m/s. Kedua benda bertumbukan di suatu tempat,
mengakibatkan m1 terpental dengan laju 20 m/s,
dalam arah 37o terhadap garis mendatar. a).Berapa
laju m2 ? Ke mana arahnya
b).Tentukan perubahan momentum masing-masing
benda dan gambarkan secara grafis. Apa
kesimpulan anda ? v1’
37o
m1
v1 sesudah
m1
sebelum
?
v2 Sesudah
m2
Gambar (5-7) sebelum
Jawab :
Hukum kekekalan momentum harus dipilah
sesuai masing-masing sumbu :
• Sumbu x
m1v1x + m2v2x = m1v1x’ + m2 v2x’
3. 30 + 4. 0 = 3. 20 cos 37o + 4. v2x’
3. 0 + 4. 25 = 3. 20 sin 37o + 4. v2y’
v2y’ = 16 m/s (Arah ke Utara)
Selanjutnya dapat dihitung kecepatan m2,
80 v2x’ = 10,5 m/s ( Arah ke Timur)
• Sumbu y
m1v1y + m2v2y = m1v1y’ + m2 v2y’
tg θ = ' v
' v
x 2
y 2
= 5 , 10
16 ,
θ = ...
b). p1 = m1v1 = 3. 30 = 90 kg m/s
p1’ = m1v1’ = 3. 20 = 60 kg m/s
p2 = m2 v2 = 4. 25 = 100 kg m/s
p2’ = m2 v2’ = 4.... = ...
Perubahan momentum masing-masing benda :
Δp1 = {(90)2 + (60)2– 2.90.60. cos 37o}
Δp1 = ...
= {( 10,5)2 + (16)2}, v2’ = ...
Arah m2? Misalkan θ adalah arah m2, jadi :
Δp2
P2 p2’
p1
Δp1
37o θ
p1’
Gambar (5-8)
Δp2 = {(90)2 + (60)2– 2.90.60. cos 37o}
Δp2 = ...
Bila dicermati grafik di atas terlihat bahwa vektor Δp1 sama besar dengan Δp2, tetapi arahnya berlawanan.
Kenyataan ini sesuai dengan hukum ketiga Newton, yang melahirkan hukum kekekalan momentum.
H. Momentum Partikel dengan Massa Berubah
Selama ini kita baru meninjau gerak sistem dengan massanya tetap, sehingga perubahan momentum semata-mata disebabkan oleh perubahan gerak saja. Banyak juga sistem yang massanya berubah dalam perjalanannya, seperti gerak roket, ban berjalan, eskalator dan lain-lain. Hukum Newton kedua untuk sistem seperti ini dapat ditulis
dt M d v dt
v d M ) v M ( dt
d dt dP
F
(5-28)Suku pada ruas kiri menyatakan resultan gaya luar yang bekerja pada sistem, suku kanan pertama menyatakan perubahan momentum akibat perubahan massa sistem dan suku kanan kedua menyatakan perubahan momentum akibat perubahan kecepatan. Bila massa sistem M konstan maka 0
dt dM
, bentuk pers.(5-28) kembali ke bentuk asal hukum
Newton kedua yaitu Fma. Berikut ini akan dibahas contoh gerak dengan massa yang berubah, yaitu gerak roket.
Roket merupakan sebuah sistem yang terdiri dari dua bagian yaitu tubuh
roket yang bergerak dengan kecepatan
vdan gas yang keluar dengan
kecepatan
useperti diilustrasikan pada Gambar (5-9), masing-masing
81 )
u m ( dt
d ) v M ( dt
d dt dP
F
dt m d u dt
u d m dt
M d v dt
v d M dt dP
F
(5-29)Gambar (5-9). Gerak Roket
Untuk memahami gerak roket, mari kita defenisikan besaran-besaran berikut : a. massa total roket (roket + bahan bakar) = M
b. massa gas mula-mula = m
c. kecepatan roket relatif terhadap bumi = v d. kecepatan pancaran gas terhadap bumi = u
e. kecepatan pancaran relatif gas terhadap roket = (u-v) f. laju massa gas yang terdorong keluar = dm/dt
g. laju pengurangan massa roket = –dM/dt
Banyaknya massa gas yang didorong keluar sama dengan pengurangan massa roket, sehingga
dt dM dt
dm
. Roket melepaskan gas dengan kecepatanu, sehingga laju
perubahan momentumnya adalah
dt dM u dt dm
u . Persamaan umum gerak roket menjadi
dt M d u dt
M d v dt
v d M
F
ataudt M d v dt
v d M
F gr
(5-29)dimana vgruv adalah kecepatan relatif gas terhadap roket.
Di ruang angkasa, roket keluar dari atmosfir dan “bebas” dari gaya gravitasi atau gesekan dengan udara, sehingga tidak ada gaya luar yang bekerja. Persamaan gerak roket menjadi
M
82 dt
M d v dt
v d
M gr
(5-30) Perubahan kecepatan roket ditentukan dengan penyemburan massa dan kecepatan relatif gas terhadap roket. Besaran di ruas kanan dikenal juga sebagai gaya dorong (thrust). Perhatikan bahwa
dt dM
selalu negatif, sehingga arah perubahan kecepatan roket selalu berlawanan dengan kecepatan semburan gas. Bila gas disemburkan ke kiri maka roket bergerak ke kanan, dan sebaliknya. Pers. (5-30) merupakan hukum kekekalan momentum untuk gerak roket. Misalkan kecepatan gas terhadap roket vgr
adalah konstan, jadi berlaku :
M
M gr v
v0 0
M M d v v d
atau
0 gr 0
M M ln v v v
(5-31) di mana vadalah kecepatan akhir roket, v0adalah kecepatan awal roket, M adalah massa akhir roket dan M0 adalah massa awal roket.
Contoh soal 8
Roket bermassa 6000 kg diluncurkan secara vertikal dengan kecepatan semburan gas 1000 m/s seperti
terlihat pada Gambar 5.9 (g = 10 m/s). Tentukanlah :
a.Banyak gas yang disemburkan tiap detik agar diperoleh gaya dorong roket seimbang dengan gaya berat
roket.
b.banyak gas yang disemburkan tiap detik agar roket dapat bergerak dengan percepatan 20 m/s.
83
Gambar (5-10). Roket yang menyemburkan gas
Jawab :
Gerak roket dipandang sebagai gerak suatu sistem dengan massa yang selalu berubah dengan kecepatan
semburan ke bawah -u. Akibat semburan gas - u dt dm
timbul reaksi bagi roket sehingga roket
terangkat. Jadi gaya reaksi roket terhadap semburan gas adalah u dt dm
. Jika berat roket adalah w,
maka gaya dorong untuk mengimbangi gaya berat adalah sebesar F = w memenuhi hukum Newton kedua
Fma.a. Agar gaya dorong roket seimbang dengan gaya berat, maka :
F00
dt dm u
w
60
1000 10 x 6000 u
mg dt
dm
kg/s.
Tanda negatif di sini menyatakan bahwa
arah semburan gas berlawanan dengan arah
gerak roket.
b. Agar roket bergerak dipercepat
Fmama dt dm u
w
180 1000
) 20 10 ( x 1000 u
) a g ( m dt dm
kg/s. Massa gas yang disemburkan persatuan waktu
adalah 180 kg/s.
REFERENSI
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison Wesley.New York.