• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Karakter Melalui Penerapan M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembentukan Karakter Melalui Penerapan M"

Copied!
580
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Padang, 19-20 November 2011

Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA

dan Pendidikan MIPA

ISSN 978-602-19877-0-4

Diselenggarakan oleh

(3)

Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA

dan Pendidikan MIPA

Editor:

Dr. Armiati, M. Pd.

Dr. Ramadhan Sumarmin, M. Si.

Dr. Ratnawulan, M. Si.

(4)

i

Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pendidikan MIPA UNP Tahun 2011 “Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA”

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah diucapkan kepada Allah SWT karena seminar nasional MIPA dan Pendidikan MIPA tahun 2011 telah dapat terselenggara dengan baik dan lancar. Sebagai tema seminar nasional adalah “Integrasi Pendidikan berkarakter dalam kurikulum MIPA dan pendidikan MIPA”.

Kegiatan ini dilakssanakan selama dua hari pada tanggal 19 sampai 20 November 2011 di Padang Sumatera Barat dengan FMIPA UNP Padang sebagai penyelenggara. Seminar di hari pertama dengan 4 orang keynote speaker yaitu : Prof.Dr.Ir.Widyo Nugroho Tim Pengembang Pendidikan Karakter Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Dr. Yetti Supriyadi, M.Pd Dosen PPS Universitas Jakarta, Prof. Dr. Lufri, M.S Dekan FMIPA Universitas Negeri Padang, Drs Syamsurizal, MM Kadis Disdikpora Sumatera Barat. Seminar pada hari kedua dilaksanakan dengan cara seminar paralel yang dipisahkan menjadi empat sesi, sesuai dengan bidang masing-masing. Hampir seratus makalah dari berbagai Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah telah diseminarkan pada kegiatan ini. Hasil seminar tersebut kami terbitkan dalam bentuk prosiding. Prosiding ini terbagi empat yaitu: bidang Matematika dan Pendidikan Matematika, Fisika dan Pendidikan Fisika, Biologi dan Pendidikan Biologi, Kimia dan Pendidikan Kimia.

(5)

ii

SAMBUTAN DEKAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga kegiatan Seminar Nasional MIPA dan Pendidikan MIPA UNP Tahun 2011 telah dapat dilaksanakan. Disamping itu, melalui kegiatan seminar Nasional telah dapat dihasilkan prosiding.

Seminar Nasional ini dirancang untuk meningkatkan wawasan dan kualitas para akademisi, peneliti dan praktisi dalam meningkatkan pola pikir. Disamping itu, kegiatan ini dapat pula dijadikan sebagai wacana untuk saling bertukar pengalaman dan informasi dalam pengelolaan pendidikan dan penelitian dibidang MIPA. Seminar ini menjadi sangat penting dan strategis mengingat pada saat ini dunia pendidikan memerlukan perhatian khusus untuk dikelola secara optimal, professional, dan berkelanjutan serta diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas.

Melalui kegiatan Seminar Nasional diharapkan menghasilkan ide-ide yang kreatif dan inovatif dalam pendidikan dan pembelajaran MIPA yang berkarakter. Salah satu ide penelitian masa mendatang yang dapat dikembangkan adalah integrasi pendidikan berkarakter dalam pembelajaran MIPA. Hal ini sesuai dengan tema yang ditetapkan dalam Seminar Nasional ini, yaitu integrasi pendidikan berkarakter dalam kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA.

(6)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Sambutan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Padang ii

Daftar Isi iii

1 Pengintegrasian dan Keterkaitan Pendidikan Berkarakter Dalam Pembelajaran Mipa

Lufri, Festiyed; UNP, Padang 1

2 Praktikum Ekologi Berbasis Proyek: Media Pembekalan Keterampilan Esensial Laboratorium

Djohar Maknun, R.R. Hertien K Surtikanti, Ahmad Munandar;

UPI Bandung

21

3 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Aktif Tipe Giving Question and Getting Answer (GQGA) dengan Media Powerpoint Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Biologi

Helendra, Zulyusri, Yesi Novia; UNP, Padang

33

4 Alternatif Strategi Pembelajaran Holistik dalam Pendidikan Berkarakter Bangsa

Ristiono; UNP, Padang 45

5 Analisis Pola Hubungan Antara Tingkat Kesukaran Dan Daya Pembeda

Muhyiatul Fadilah, Heffi Alberida, Rahmawati D; UNP, Padang 55

6 Inventarisasi Protozoa Sepanjang Aliran Sungai di Kampus Universitas Negeri Padang

Ernie Novriyanti, Ramadhan Sumarmin; UNP, Padang 67

7 Pengaruh Pemberian Air Nanas (Ananas comusus) Terhadap Kadar Lemak, Protein dan Nilai Organoleptik Dadih

Erismar Amri, Zamroni, Mades Fifendy; STKIP PGRI Padang

Sumatera Barat

79

8 Deteksi Iodium dengan Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada Siswa SDN 8 Kecamatan Tanjung Gadang Sijunjung

Gustina Indriati, Rina Widian, Irwen Evendy

(7)

iv

9 Induksi Ketahanan Bawang Merah (Allium ascalonicum) Menggunakan Isolat Bakteri Rhizoplan Indigenus dalam Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv.allii)

Munzir Busniah, Zurai Resti, Yulmira Yanti; UNAND, Padang

97

10 Karakteristik Mikroflora Indigenous Pulp Tiga Varietas Kakao (Theobroma cacao, L.) di Sumatera Barat

Nurmiati ; UNAND, Padang 110

11 Kandungan dan Stabilitas Protein Varietas Padi Sawah di Sumatera Barat

Azwir Anhar; UNP, Padang 119

12 Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.)

Mades Fifendy, Irwan Muas, Okta Lona Delfia; UNP, Padang 126

13 Pengaruh Perendaman dan Pencucian Sediaan Media Serbuk Gergaji terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus L.)

Periadnadi; UNAND, Padang

137

14 Daya Hambat Sari Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli

Rina Widiana, Gustina Indriati, dan Indra Andika; STKIP PGRI

Padang Sumatera Barat, Padang

145

15 Aktivitas Enzim Pertahanan Tanaman Bawang Merah yang di Induksi dengan Bakteri Rhizoplan Indigenus terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv allii)

Yulmira Yanti, Zurai Resti dan Munzir Busniah; UNAND, Padang

155

16 Tanggap Beberapa Varietas Tanaman Bawang Merah terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv allii)

Zurai Resti, Yulmira Yanti, dan Hairic Adi Putra; UNAND, Padang

166

17 Intensitas Warna yang di Produksi oleh Monascus purpureus pada Fermentasi Virgin Coconut Oil (VCO)

(8)

v

18 Seleksi Kemampuan Isolat Pseudomonad Fluoresen

dalam Mengendalikan Jamur Fusarium Penyebab Penyakit Layu Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

Linda Advinda, Azwir Anhar, Fitri Khairina; UNP, Padang

190

19 Eksplorasi Jamur Tanah Sebagai Agens Hayati terhadap

Phytophtora palmivora BUTL. dari Beberapa Media Tanam Benih Durian

Moralita Chatri1, Diah Sunarwati2 dan Sri Nadya Andryani1;1UNP ,

2Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok

197

20 Tumbuhan Paku Epifit Di Taman Hutan Raya Bung Hatta Kota Padang

Mildawati, Ardinis Arbain; UNAND, Padang 206

21 Identifikasi Permasalahan Pembelajaran Fisika di Kelas dalam Rangka Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Fitra Netti1 dan Yulkifli2 ; 1SMPN 2 Candung- Kab. Agam 2UNP,

Padang

216

22 Implementasi Model Pembelajaran Konstrukivisme Menggunakan CD Multimedia Interaktif Fisika pada siswa kelas x SMAN Padang

Asrizal; unp, Padang 230

23 Peningkatan Karakter Berpikir Kreatif dan Kerjasama dengan Asesmen Kinerja pada Materi Listrik Dinamis Kelas X SMA

Fitriza Budi Rahayu1) Festiyed2); 1)SMA Negeri 4 Bukittinggi 2)UNP, Padang

242

24 Penerapan Model Learning Cycle (Siklus Belajar) 5E untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA RSBI Pada Kompetensi Gaya Pegas dan Gerak Harmonik di SMAN 1 Tilatang Kamang

Widia Ningsih; SMAN 1 Tilatang Kamang, Kab. Agam

249

25 Peningkatan Kualitas Belajar Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Generatif Disertai Lembaran Diskusi Siswa (LDS) di Kelas XII IPA-6 SMAN 7 Padang

Sri Indrawati Prihatin Ningsih 1), Hufri 2); SMAN 7 Padang 2) UNP,

Padang

(9)

vi

26 Analisis Terhadap Penguasaan Materi IPA Fisika Siswa SMP/MTs Peserta Lomba Fisika di Sumatera Barat Tahun 2010

Akmam, Amran Hasra,Yurnetti; UNP, Padang 276

27 Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Elektronika Dasar 2 Melalui Pembelajaran Resource Based Learning di Jurusan Fisika FMIPA UNP Padang

Hufri; UNP, Padang

286

28 Pembentukan Karakter Bertanggung Jawab dan Rasa Ingin Tahu Melalui Penerapan Metode Quantum Learning dengan Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana pada Pembelajaran Fisika

Sri Wahyu Widyaningsih; UNP, Padang

297

29 Karakterisasi Struktur dan Sifat Magnetik Ferit Spinel Fe3O4 dengan Penambahan Dopan Zn

Gugus Setyobo; Widyaiswara Madya LPMP Provinsi Sumatera Barat 310

30 Termometer Badan dengan Output Suara dan Display Digital Berbasis Mikrokontroler AT89C51 Menggunakan IC ISD25120

Fitria Wirda 320

31 Pengembangan Sensor Fluxgate Berbasis Teknologi Printed Circuit Boards (PCBs)

1Yulkifli, 1Asrizal, 2Mitra Djamal;1UNP 2ITB 333

32 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Fisika Dengan Memberdayakan Critical Thinking Skill

Djusmaini Djamas; Fisika FMIPA UNP, Padang 342

33 Deskripsi Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) Di SMA, MA dan SMK Kota Padang

Syakbaniah1, Festiyed, Aljufri B.Syarif; UNP Padang 358

34 Pengembangan Modul Bilingual Berorientasi Cooperative Learning Pada Pembelajaran Konsep Dasar Hitung Diferensial

I Nyoman Arcana; Fisika FKIP Universitas Katolik Widya Mandala

(10)

vii

35 Implementasi Model Pembelajaran Berkelompok untuk Meningkatkan Hard Skill dan Soft Skill Mahasiswa pada Matakuliah Struktur Data & Algoritma (SDA) di Universitas Bengkulu

Hanifah;Teknik Informatika FT UNIB

393

36 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi

Novaliyosi; Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 405

37 Pembelajaran dengan Pendekatan Resource-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP

Nurul Anriani; Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 413

38 Analisis Regresi Dummy pada Hasil Belajar Siswa SMA di Kota Jambi Berdasarkan Pendekatan Matched Case-Control

Rini Warti; IAIN STS Jambi 423

39 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Berbasis Pemecahan Masalah Terstruktur pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Padang

Dewi Murni, Helma, Nonong Amalita; UNP, Padang 438

40 Menentukan Lintasan Terpendek dari Kampus UNIB ke Simpang Rumah Sakit M Yunus Jalan Raya kota Bengkulu Menggunakan Algoritma DIJKSTRA

Hanifah; Teknik Informatika FT UNIB

451

41 Analisis hasil ujian nasional sekolah menengah atas (SMA) tahun ajaran 2008/2009 di Kota Padang dengan metoda statistika sederhana

Maiyastri; Jurusan Matematika, FMIPA UNAND, Padang 460

42 Model Matematika Bagi Penyelamatan Hutan

Media Rosha; Matematika, FMIPA UNP 472

43 Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis Pada Konsep Termokimia Untuk Siswa SMA

Kartimi, Asmawi Zainul, Anna Permanasari; UPI Bandung 478

44 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia SMA Berorientasi Pendekatan CTL

(11)

viii

45 Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Strategi Pembelajaran Pemilahan Kartu di Kelas 11 IPA 6 Semester 2 SMAN 2 Payakumbuh

Media Mega; SMAN 2 Payakumbuh

505

46 Media Berbasis Komputer untuk Pembelajaran Pemisahaan Campuran di Sekolah Menengah Pertama

Bayharti, Andromeda, Delma Ulya Putri; UNP, Padang 518

47 Media CD Interakti Dilengkapi LKS untuk Pembelajaran Faktor yang Mempengaruhi Laju reaksi di SMP

Bayharti, Andromeda, Isra Juweldi; UNP, Padang 526

48 Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Kimia Dasar 1 di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang

Nazir Koelin Saerab danYustini Maaruf; UNP, Padang

538

49 Penentuan Trace Hg (II) dalam Air Laut di Perairan Sekitar Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) Teluk Buo Bungus Teluk Kabung Kota Padang

Edi Nasra; UNP, Padang

549

50 Analisis Zat Tambahan Makanan Dalam Minuman Ringan Menggunakan Etanol-Air Sebagai Fasa Gerak Secara HPLC

Budhi Oktavia, Desy Kurniawati, Edi Nasra; Kimia FMIPA UNP,

Padang

558

Lampiran 1 Presentasi dari Dirjen Ditnaga DIKTI Lampiran 2 Presentasi dari Dosen PPS UNJ

(12)

1

PENGINTEGRASIAN DAN KETERKAITAN PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MIPA

Lufri1 , Festiyed2

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang 2Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang

PENDAHULUAN

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (kamus Bahasa Indonesia). Karakter terdiri dari tiga unjuk perilaku yang saling berkaitan yaitu tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik (Lickona, 1991). Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter dapat dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik.

Sebenarnya karakter dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang termaktup dalam Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(13)

2

terkikisnya karakter sebagai bangsa Indonesia. Perilaku buruk kalangan pelajar terjadi merata diseluruh Indonesia, mulai dari tawuran, pornografi yang menjangkau anak dibawa umur, dan tindak kejahatan lainnya. Sementara itu, aksi korupsi dan pungli terjadi hampir diseluruh tingkatan pengelola negara, mulai dari desa sampai pusat, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Di sisi lain, bangsa Indonesia menghadapi isu radikalisme, fundamentalisme dan terorisme yang mengancam keutuhan dan jati diri bangsa yang bersendikan bhineka tunggal ika dan berdasarkan Pancasila.

Karena itu tema membangun karakter muncul kembali sejak tahun 2010 ketika pendidikan karakter dijadikan sebagai gerakan nasional pada puncak acara Hari Pendidikan Nasional 20 Mei 2010. Selanjutnya, standar nasional pendidikan memasukkan pembinaan karakter dalam materi yang harus diajarkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pendidikan karakter di sekolah belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Sudrajat: 2010).

Sulitnya melakukan internalisasi tersebut, disinyalir karena hilangnya keteladanan. Siswa yang diajari di kelas tentang keharusan menghormati orang lain, selalu bersikap jujur, tidak boleh saling menipu dan harus selalu bekerjasama, tidak menemukan prakteknya dalam kehidupan sehari-hari. Karena begitu mereka melihat televisi, para politisi misalnya, tidak bersikap seperti pelajaran yang telah mereka terima di kelas. Hal ini banyak dirasakan terutama oleh guru-guru yang merasa kesulitan dalam mengembangkan pendidikan karakter (Kompas 02/05/11).

Kondisi tersebut tidak saja menimpa dunia pendidikan umum di Indonesia, tetapi dunia pendidikan berbasis agama dan lingkungan pesantren juga sudah mulai terkena imbasnya. Hal ini cukup mengkhawatirkan, karena dunia pendidikan berbasis agama dan pesantren merupakan bendungan terakhir bagi bangsa Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam dalam mempertahankan watak (karakter) mulia bangsa.

(14)

3

proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

Sesuai grand design Kementerian Pendidikan Nasional pendidikan karakter tentunya pendidikan karakter di lembaga pendidikan juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan lembaga pendidikan. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen lembaga pendidikan merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan.

STRATEGI MENANAMKAN NILAI DAN KARAKTER MORAL

Berdasarkan asumsi Thomas Lickona dalam buku "Educating for Character", bahwa nilai dan karakter moral terbentuk lewat interaksi dengan sesama dan lingkungan sosial budaya yang mendukungnya. Di dalam kelas pendidik memainkan peran yang sangat penting. Bagaimana pendidik mengenal satu per satu peserta didiknya, memperlakukannya sebagai manusia yang setara, mendiskusikan masalah-masalah konkrit yang terjadi di kelas, dan sebagainya akan membentuk karakter peserta didik. Demikian pula pendidik dapat secara tidak lansung menciptakan suasana interaksi antar peserta didik dalam kelas yang mendukung karakter moral. Oleh karena itu strategi yang diusulkan Lickona terutama berpusat pada pendidik yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dan kerja sama organisasi sekolah dengan pihak orang tua untuk menciptakan lingkungan sosial budaya yang mendukung karakter moral.

(15)

4 Di dalam kelas, pendidik diharapkan untuk:

1. Bertindak sebagai pemberi-perhatian, model dan mentor. Pendidik sebagai pemberi-perhatian menuntut interaksi yang positif antara pendidik dan peserta didik. Sebagai model, pendidik memberi contoh bagaimana ia memperlakukan orang lain. Sedang sebagai mentor, pendidik membantu peserta didik menyelesaikan masalah/dilema moral peserta didik.

2. Menciptakan kelas menjadi masyarakat bermoral. Ini dilakukan dengan mendorong peserta didik saling mengenal, saling menghargai dan memberi perhatian, dan menciptakan solidaritas kelompok.

3. Menerapkan disiplin moral, dengan menetapkan peraturan kelas beserta perangkat penguatnya seperti hadiah atau hukuman. Hal ini dilakukan dengan mengajak peserta didik bersama-sama berpikir mengapa suatu peraturan perlu diterapkan. 4. Menciptakan lingkungan yang demokratis di dalam kelas, dengan cara mengikut

sertakan peserta didik dalam berbagai pengambilan keputusan.

5. Mengajarkan berbagai nilai moral lewat kurikulum, dengan menggunakan materi pengajaran sebagai alat menelaah berbagai dilema moral.

6. Mengajak peserta didik belajar bekerja sama, tujuannya menumbuhkan kebiasaan dan ketrampilan saling tolong menolong dan bekerja dalam tim.

7. Mengembangkan etos kerja, dengan mendorong peserta didik memiliki tanggungjawab akademik, dan menghargai nilai bekerja dan belajar.

8. Mengajak peserta didik mengadakan perenungan moral, melalui bacaan, menulis, diskusi, latihan mengambil keputusan, dan debat.

9. Mengajarkan penyelesaian konflik, sehingga peserta didik memiliki kemampuan dan komitmen untuk menyelesaikan konflik secara adil dan tidak menyimpang secara moral.

Di luar kelas, sekolah secara keseluruhan diharapkan untuk:

1. Mengembangkan sikap saling memperhatikan di luar kelas, dengan menyediakan model perilaku, dan mengadakan pelayanan sosial kepada masyarakat.

(16)

5

3. Mengikut-sertakan pihak orang tua dan masyarakat seperti, media massa, dan kalangan bisnis dalam memperkuat nilai-nilai yang diajarkan oleh sekolah.

Dalam kaitan ini Lickona mengusulkan dua buah nilai moral dasar: respect dan responsibility. Kedua nilai ini oleh Lickona dianggap sebagai inti dari moralitas yang secara universal dianut oleh umat manusia. Yang dimaksud dengan respect adalah penghargaan atau hormat atas keberadaan seseorang atau sesuatu. Ada tiga bentuk respect: penghargaan terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap segala bentuk kehidupan dan lingkungan hidup. Nilai ini menuntut seseorang memperlakukan mahluk hidup lain, bahkan yang sangat tidak kita sukai, sesuai dengan harga diri dan haknya yang setara dengan diri sendiri. Inilah inti dari "golden rule" yang berbunyi: "Do unto others as you would have them do unto you". Respect adalah sisi "larangan" dari moralitas. Respect mengajarkan apa yang sebaiknya jangan dilakukan.

Responsibility secara etimologis dalam bahasa Inggris berarti "the ability to respond". Dalam bahasa Indonesia ini diterjemahkan sebagai "tanggung jawab" dan terkandung unsur "jawab", artinya menjawab secara aktif tuntutan dari luar diri. Responsibility adalah sisi "keharusan" dari moralitas. Responsibility mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan. Dari kedua nilai moral dasar ini dapat diperoleh nilai-nilai lain yang merupakan turunannya. Misalnya nilai "jangan menyakiti sesama manusia" merupakan turunan dari nilai respect, karena dengan menyakiti sesama manusia seseorang berarti tidak menghargai keadaan orang lain. Pada pelaksanaannya dalam pendidikan, kedua nilai dasar ini memang harus dibuatkan turunannya.

Mengetahui nilai apa yang benar, dan melakukan apa yang benar adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat saja sekaligus mengetahui apa yang benar dan tidak melakukannya atau bahkan melakukan kebalikan dari apa yang diketahui benar itu. Oleh karena itu menurut Lickona, pengetahuan nilai moral saja tidaklah cukup. Nilai moral perlu disertai dengan adanya karakter bermoral. Termasuk dalam karakter ini adalah pengetahuan moral (moral knowing), rasa moral (moral feeling), dan tindakan moral (moral action). Di dalam pengetahuan moral terkandung:

1. Kesadaran moral (moral awareness) 2. Mengetahui nilai moral

(17)

6 5. Pembuatan keputusan

6. Pengetahuan diri (self-knowledge) Rasa moral terdiri dari:

1. Nurani(conscience)

2. Penghargaan diri (self-esteem) 3. Empati

4. Cinta kebaikan 5. Kontrol diri

6. Kerendahan hati (Humility) Tindakan moral terdiri dari:

1. Kompetisi 2. Kehendak (will) 3. Kebiasaan (habit)

Nilai moral dan karakter inilah yang seharusnya dimiliki oleh warga masyarakat dimana lingkungan pendidikan memegang peran yang penting dalam pembentukannya. Daftar kualitas yang diberikan Lickona ini dapat menjadi semacam taksonomi dalam pendidikan nilai dan karakter.

PENDIDIKAN KARAKTER PADA LEMBAGA PENDIDIKAN

(18)

7

ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Aspek afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Sedang Thomas Lickona dalam buku "Educating for Character", tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Pendidikan berkarakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan berkarakter di lembaga pendidikan, semua komponen pendidikan harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu:

1. Isi kurikulum, 2. Proses pembelajaran 3. Penilaian

4. Penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, 5. Pengelolaan sekolah

6. Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, 7. Pemberdayaan sarana prasarana,

8. Pembiayaan, dan

9. Ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.

(19)

8

yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi. Sedangkan berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010) adalah sebagai berikut:

1. Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

2. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

(20)

9

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak.

Pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, akan menjadikan seorang anak menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

(21)

10

emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Dalam realitas di lapangan, sebenarnya diam-diam pendidikan karakter sudah banyak diterapkan di berbagai sekolah di Indonesia meskipun mereka tidak khusus atau tidak secara eksplisit menyatakan bahwa yang mereka lakukan adalah pendidikan karakter. Ada sekolah yang menyebutnya sebagai pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, ada yang menyebut dengan pembinaan akhlak, bahkan ada yang tidak memberi label sama sekali. Beberapa sekolah unggulan dan sekolah alternatif di kota-kota besar telah berupaya menyelenggarakan pendidikan karakter dengan berbagai variasi dengan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan lingkungannya. Bahkan pondok pesantren dan sekolah berbasis agama lainnya sudah lama mengembangkan pembinaan mental spiritual.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memberikan kontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki akhlak mulia. Karena di pondok pesantren, pengajaran tentang akhlak mulia dilakukan sejak dini. Sejak seorang anak mulai masuk menjadi santri di pesantren, sampai lulus dari pesantren, bahkan sampai hidup di tengah-tengah masyarakat dan menjadi pemimpin masyarakatnya, hubungan antara pesantren dengan santri tidak terputus begitu saja. Seorang Kiyai masih memberikan konsultasi dan melakukan pengawasan kepada santri yang sudah melakukan pengabdian di masyarakat, baik dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia lainnya. Keputusan penting dalam melangkah di masyarakat masih melibatkan Kiyai-nya. Keteladanan, ketabahan, keikhlasan, progresifitas (iqdam), sikap moderat, mencintai sesama, memelihara lingkungan, membangun kemandirian dan ketakwaan kepada Sang Pencipta adalah sikap yang dikembangkan dalam hubungan antara Kiyai dan santrinya, serta hubungan kiyai-santri dengan masyarakat luas.

(22)

11

tersebut dalam kitab-kitab klasik yang jamak disebut sebagai kitab kuning. Sedangkan hadist nabi yang menjadi dasar pelaksanaan praktek-praktek tersebut antara lain: ”Sesungguhnya aku diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak” (Al-hadits). Sedangkan akhlak yang dimiliki dan diajarkan oleh Nabi adalah al Qur’an (Khulquhul Qur’an). Jadi pembangunan karakter atau akhlak seluruhnya berdasar pada al Qur’an. Karakter ada dalam dimensi kecerdasan spiritual atau otak dibalik sadar sehingga punya kuasa untuk mengendalikan dan memberdayakan otak sadar kita. Jika Alqur’an dijadikan sebagai basis, maka seorang guru pun mesti memiliki karakter sebagaimana yang diajarkan Alquran. Contoh beberapa ayat yang berhubungan dengan karakter adalah:

a. Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (QS Al-Baqarah [2]: 83). Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar, "Dan katakanlah perkataan yang benar" (QS Al-Ahzab [33]: 70).

b. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) (QS Al-Baqarah [2]: 263).

c. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya (QS An-Nur [24]: 27).

d. Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa, bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS An-Nisa' [4]: 86).

e. Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk (baca Al-Hujurat [49]: 11-12).

(23)

12

g. Dalam Al-Quran ditemukan anjuran, "Anda hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri." "Mereka mengutamakan orang lain daripada diri mereka sendiri, walaupun mereka amat membutuhkan" (QS Al-Hasyr [59]: 9).

Dari beberapa kutipan dalam Al Quran dapat dikemukakan bahwa pendidikan karakter selayaknya dikembangkan melalui pendekatan terpadu dan menyeluruh. Efektivitas pendidikan karakter tidak selalu harus dengan menambah program tersendiri, melainkan bisa melalui transformasi budaya dan kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui pendidikan karakter semua berkomitmen untuk menumbuh kembangkan peserta didik menjadi pribadi utuh yang mengintemalisasi kebajikan (tahu dan mau), dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan berkarakter di lembaga pendidikan selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi berupa proses penyadaran dan pembiasaan dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

Dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan lembaga pendidikan, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan lembaga pendidikan.

(24)

13

mengintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan lembaga pendidikan merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di lembaga pendidikan. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Karena pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga lembaga pendidikan yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Maka diperlukan syarat-syarat pendidik:

1. Pendidik harus meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh alam. Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

2. Pendidik harus benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dari diri sendiri. Dengan demikian pendidik tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah menilai dirinya sendiri.

(25)

14

a. Tahapan pemikiran, merupakan tahap memberikan pengetahuan tentang karakter. Pada tahapan ini pendidik berusaha mengisi akal, rasio dan logika peserta didik sehingga peserta didik mampu membedakan karakter positif (baik) dengan karakter negatif (tidak baik). Peserta didik mampu memahami secara logis dan rasional pentingnya karakter positif dan bahaya yang ditimbulkan karakter negatif.

b. Tahap perasaan, merupakan tahap mencintai dan membutuhkan karakter positif. Pada tahapan ini pendidik berusaha menyentuh hati dan jiwa peserta didik bukan lagi akal, rasio dan logika. Diharapkan pada tahapan ini akan muncul kesadaran dari hati yang paling dalam akan pentingnya karakter positif, yang pada akhirnya akan melahirkan dorongan/keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mempraktikkan karakter tersebut dalam kesehariannya. c. Tahap perbuatan, pada tahapan ini dorongan/keinginan yang kuat pada diri

peserta didik untuk mempraktikkan karakter positif diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari. Peserta didik menjadi lebih santun, ramah, penyayang, rajin, jujur, dan semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan serta hati siapapun yang melihat dan berinteraksi dengannya.

Selanjutnya Menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di lembaga pendidikan berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik

(26)

15

belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di lembaga pendidikan. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di lembaga pendidikan perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi setiap jenjang pendidikan.

PENGINTEGRASIAN DAN KETREKAITAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MIPA

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (disingkat MIPA) adalah gabungan ilmu yang mempelajari matematika dan ilmu alam (biologi, fisika, kimia). Matematika adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan, dan berfungsi untuk membangun kebenaran melalui metode deduksi dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi. IPA adalah ilmu yang mempelajari alam, sebagai alat untuk menguasai alam, dan untuk memberikan sumbangan kepada kesejahteraan umat manusia. Fungsi IPA adalah sebagai:

1. Membangun pola berpikir. Dapat kita simak dari fakta sejarah, bagaimana IPA terbagun dari pola berpikir manusia yang berkembang dari zaman ke zaman. Di sisi lain, IPA itu sendiri juga dapat membangun pola berpikir manusia dengan ciri-ciri khusus.

2. Menjelaskan adanya hubungan antara berbagai gejala alam

Dalam menjelaskan sesuatu, IPA mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu :

a. Analitis, artinya lengkap mendeskripsikan semua bagian dari objek penelitiannya, serta hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya.

b. Logis, artinya dapat diterima oleh akal.

c. Sistematis, artinya disusun secara logis dan sistematis sehingga tampak jelas tata urutan serta hubungan satu dengan yang lain dan jelas pula bahwa tidak ada kebenaran ilmu pengetahuan yang bertumpang tindih dalam arti berlawanan satu dengan yang lain.

(27)

16 e. Kuantitatif, yang meliputi tiga arti:

• Kesimpulan yang diuji kebenarannya melalui statistika,

• Penjelasannya disertai dengan angka-angka dengan besaran hasil pengukuran atau dengan rumusan-rumusan matematika,

• Kuantitatif dalam artiannya yang tak langsung menyatakan kecermatan pengukuran.

• Untuk hal yang bersifat praktis, maksudnya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.

• Untuk memenuhi hasrat ingin tahu.

3. Meramalkan. Peramalan dari IPA ini adalah peramalan yang didasarkan atas adanya konsistensi atau keteraturan dari gejala-gejala alam. Kunci pokok dari sesuatu yang dapat digunakan untuk meramalkan itu adalah adanya keteraturan yang konsisten.

4. Menguasai atau mengontrol alam guna kesejahteraan manusia. Dengan IPA orang bisa mengolah sumber daya alam. Orang juga dapat mendirikan industri-industri untuk menghasilkan barang-barang bagi kesejahteraan manusia. Dengan IPA orang dapat mempermudah hubungan komunikasi maupun transportasi. Dengan IPA orang dapat mencegah atau menghindari malapetaka akibat gejala alam.

5. Melestarikan berbagai gejala alam. Suatu gejala alam mungkin sekali tak terulang kejadiannya sehingga IPA dalam hal ini selaku kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis secara tak langsung merekam gejala-gejala alam, misalnya kehadiran komet, pergeseran benua, perubahan flora dan fauna.

(28)

17 Tabel 4 Teknik dan Bentuk Instrument Penilaian

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen

Tes Tertulis • Pilihan ganda

• Benar-salah • Menjodohkan

• Pilihan singkat • Uraian

Tes Lisan • Daftar pertanyaan

Tes Kinerja • Tes tulis keterampilan • Tes identifikasi

• Kinerja praktek dan non

praktek

• Tes simulasi • Tes uji petik

kerja Penugasan individual

atau kelompok

• Pekerjaan rumah • Proyek

Observasi • Lembar observasi/lembar pengamatan

Penilaian portofolio • Lembar penilaian portofolio

Jurnal • Buku catatan jurnal

Penilaian diri • Lembar penilaian diri/kuesioner

Penilaian antarteman • Lembar penilaian antarteman

Penilaian produk • Lembar penilaian produk

Pada tataran satuan pendidikan dan perguruan tinggi, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah dan perguruan tinggi, dengan perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan perguruan tinggi, dan masyarakat sekitar sekolah dan perguruan tinggi harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

PENUTUP

(29)

18

di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Di sisi lain, bangsa Indonesia menghadapi isu radikalisme, fundamentalisme dan terorisme yang mengancam keutuhan dan jati diri bangsa yang bersendikan bhineka tunggal ika dan berdasarkan Pancasila.

Karena itu tema membangun karakter muncul kembali sejak tahun 2010 ketika pendidikan karakter dijadikan sebagai gerakan nasional pada puncak acara Hari Pendidikan Nasional 20 Mei 2010. Selanjutnya, standar nasional pendidikan memasukkan pembinaan karakter dalam materi yang harus diajarkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pendidikan karakter di sekolah belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari

Pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,

sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji,

adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras,

tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif,

visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,

pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis),

sportif, tabah, terbuka, tertib.

Individu jugamemiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Permasalahannya, pendidikan karakter di lembaga pendidikan selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

(30)

19

pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidik akan berhasil mengintegrasikan pendidikan berkarakter dalam pembelajaran apabila dapat meneladani Rasulullah SAW sebagai teladan seluruh alam. Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan

dia banyak menyebut Allah”. Dan sebanyak mungkin menguatkan nasehat dengan ayat-ayat alqur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Alquran . QS Ahzab: 21, QS Baqarah [2]: 83, QS Ahzab [33]: 70, QS Al-Baqarah [2]: 263, QS An-Nur [24]: 27, QS An-Nisa' [4]: 86, QS Al-Hujurat [49]: 11-12, QS Ali Imran (3): 134, QS Al-Hasyr [59]: 9.

Aljufri B.Syarif, Festiyed, Syakbaniah (2009). Studi Peningkatan Kemampuan Tenaga Pendidik Dalam Mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendikan

Sekolah Menengah Di Kotamadya Padang Sumatera Barat.. Hibah Penelitian PPKK Jakarta

Anderson, L W, & krathwohl D R (eds.) (2001).A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman

Atkinson R L, Atkinson R C, Smith E E, and BEM D J (1993) Introduction to Psychology (11th edition) Fort Worth TX: Harcourt Brace Jovanovich

Bloom, B. (1976).Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill.

(31)

20

Daniel Goleman (1995). Emotional Intelligence - Why it can matter more than IQ By Daniel Goleman, Bantam Books, ISBN 0-553-09503-X

Festiyed. (2008). Peningkatan Perhatian Belajar Siswa Berbantuan Program Komputer Interaktif(Studi Eksperimental pada Pembelajaran Fisika) Disertasi Program Doktor

Festiyed, Syakbaniah (2002). Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Mata Kuliah Gelombang dan Optik melalui Computer Simulated Experiment (CSE) di Jurusan Fisika FMIPA UNP Padang, Penelitian Hibah A2

Gardner H (1993) Frames of Mind: the theory of multiple intelligences (2nd edition) London, Fontana

Goleman, D (1996) Emotional intelligence : why it can matter more than IQ. London: Bloomsbury

Kemdiknas. 2010. Grand Design Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemdiknas

Kemdiknas. 2010. Panduan Guru Mata Pelajaran, Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemdiknas

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books,

Prayitno dan Khaidir, Afriva. 2010. Model Pendidikan Karakter-Cerdas. Padang: Universitas Negeri Padang

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz (www.almanhaj.or.id) http://assunnah- qatar.com/artikel/akhlaq-dan-nasehat/item/1219-akhlak-salaf-cerminan-akhlak-al-quran-dan-as-sunnah.html (diakses 10 Oktober 2011)

(32)

21

PRAKTIKUM EKOLOGI BERBASIS PROYEK: MEDIA PEMBEKALAN KETERAMPILAN ESENSIAL LABORATORIUM

Djohar Maknun1, R.R. Hertien K Surtikanti2, Ahmad Munandar3

1) Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UPI Bandung 2) Sekolah Pascasarjana UPI Bandung 3) Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

ABSTRACT

Up to now in learning ecology, especially its practical work, many people still use the guidebook of the practical work, such as recipe which is not optimal in developing the essential skill of laboratory. As a result, the students’ [the candidate of the biology teacher] mastery of the laboratory essential skill is still low. Actually, the practical work of ecology is very interesting because it be carried out in the open air nature. In addition, the conduct of this practical work has not yet been the science project based in the condition of eco-biological local area.Ecology has the activity aspects of exploration, experiment, and observation. Based on the three aspects, the ecology practical work should be project basis where practical work students themselves make the design outline of the practical work which they will conduct. The students can conduct the research by collecting, organizing, analyzing data and writing the report of their research. The project evaluation should be carried out for preparation, implementation, and result. Therefore, through the practical work of ecology, the indicators of the laboratory essential skills should be well-formulated on every practical work topic which is conducted. These skills are the basic ones as the pre-requirement of the further skill development, such as some procedures, processes and method which scientist uses when they constructs the knowledge and solve problem in scientific work.

Key words : practice, ecology, project, laboratory essential skills

PENDAHULUAN

(33)

22

siswa, mengelola dan menilai praktikum (Wulan, 2003), serta praktikum yang dilaksanakan kurang menggugah proses berpikir siswa (Corebima, 1999). Hasil penelitian Balitbang Depdiknas (Rustad et al., 2004; Wiyanto, 2005) mengemukakan bahwa kemampuan guru dalam merancang praktikum masih rendah. Sekitar 51% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat lab yang tersedia di sekolahnya. Dengan demikian kurangnya pelaksanaan kegiatan lab di sekolah-sekolah merupakan gejala yang cukup memprihatinkan dalam pengembangan keterampilan proses siswa. Hal ini berarti bahwa penguasaan keterampilan-keterampilan esensial laboratorium siswa masih cukup rendah, sehingga mengganggu pengembangan keterampilan proses sains siswa itu sendiri.

Praktikum ekologi lebih nyata dapat diobservasi oleh indra, mulai dari populasi, komunitas, ekosistem dan biosfer, maka seharusnya praktikum ekologi dapat menjadi media dalam memotivasi semangat kegiatan praktikum, khususnya dalam meningkatkan keterampilan esensial lab sebagai calon guru biologi. Keterampilan esensial lab merupakan pondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis dan sangat penting dimiliki dan dilatihkan kepada mahasiswa calon guru biologi sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.

Alasan lain dipilihnya praktikum ekologi tersebut karena materinya representatif untuk meningkatkan keterampilan esensial lab di alam terbuka. Panduan praktikum ekologi masih berupa resep sehingga perlu dilengkapi lembar perencanaan-pelaksanaan-pelaporan praktikum sebagai lembar kerja untuk meningkatkan keterampilan esensial laboratorium, materi praktikumnya dapat dieksperimenkan, memiliki banyak variabel dan variabelnya dapat dimanipulasi.

(34)

23

METODE

1. Kerangka Pemikiran

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Suparno, 1997). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut, dalam hal ini di bentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya.

Prinsip kontekstualisasi yang menjadi karakteristik penting dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, diturunkan dari ide dasar teori belajar konstruktivistik. Para konstruktivis mengatakan bahwa belajar adalah proses aktif membangun realitas dari pengalaman belajar. Bagaimana pun, belajar tidak dapat terlepas dari apa yang sudah diketahui pembelajar dan konteks di mana hal itu dipelajari (Bednar, Cunningham, Duffy, & Perry, dalam Dunn, 1994). Para konstruktivis itu tidak menyangkal eksistensi (objektivitas) dunia nyata, akan tetapi dikatakannya bahwa makna apa yang kita bangun dari dunia nyata adalah indiosyncratic.

(35)

24

(36)

25

3. Praktikum Ekologi Berbasis Proyek

Pada tahun 1999, Dewan Riset Nasional menerbitkan buku yang sangat dinantikan orang “Bagaimana orang belajar: otak, pikiran, pengalaman, dan sekolah” (Bransford et al, 1999), yang menunjukkan bagaimana penelitian tentang pembelajaran yang didasarkan pada teori dan eksperimen dapat mengubah praktik mengajar. Jadi, proses pembelajaran harus menyentuh pula aspek keterampilan-keterampilan laboratorium sebagai pendukung melakukan eksperimen atau penelitian (Kattmann et al., 2006). Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Horgen (1984 dalam Surya, 2003), bahwa suatu hal yang muncul dari definisinya adalah bahwa perilaku sebagai akibat belajar itu disebabkan karena latihan atau pengalaman, sedangan Mc Geoch (1956) dalam Surya (2003) memberikan definisi belajar “learning is a change perforfermance as a result of practice”. Ini berarti bahwa belajar membawa perubahan dalam kinerja yang disebabkan oleh proses latihan. Dalam hal ini jelaslah bahwa penguasaan keterampilan-keterampilan esensial lab pun dapat terkuasai dengan baik jika melakukan latihan dan pengalaman belajar.

Berdasarkan Permen Diknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi di antaranya menyebutkan guru harus :

a. Memahami proses berpikir dalam mempelajari proses dan gejala alam.

b. Menjelaskan penerapan hukum-hukum biologi dalam teknologi yang terkait dengan biologi terutama yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Menguasai prinsip-prinsip dan teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium biologi sekolah.

d. Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran biologi di kelas, laboratorium dan lapangan. e. Merancang eksperimen biologi untuk keperluan pembelajaran atau penelitian. f. Melaksanakan eksperimen biologi dengan cara yang benar.

(37)

26

Hal ini diperkuat pula oleh NRC (2003) dalam merekomendasikan kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru biologi. Dalam rekomendasi tersebut dikatakan pentingnya penguasaan materi-materi biologi yang terkait dengan :

a. Sistem kehidupan, mencakup organisasi materi dan energi.

b. Sistem ekologi, mencakup hubungan dan ketergantungan organisme dengan faktor biotik dan abiotik lingkungan.

c. Dinamika populasi dan dampaknya terhadap lingkungan.

d. Aplikasi biologi dalam menjaga kualitas lingkungan, personal dan kesehatan masyarakat.

e. Mendesain, melaksanakan dan membuat laporan penelitian. f. Keterampilan-keterampilan laboratorium.

g. Perhitungan dan analisis statistik.

Merujuk pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ekologi (bagian dari biologi) adalah ilmu yang sangat dinamis, berkaitan dengan interaksi kehidupan, baik secara mikro maupun makro antar-berbagai faktor ekosistem di alam ini. Ekologi adalah pengejawantahan ilmiah dari kecenderungan manusia yang merasa mempunyai hubungan dan tertarik pada semua bentuk kehidupan. Ekologi membawa kita, sendiri maupun melalui orang lain, memasuki hutan, gurun, lautan dan lingkungan yang lain, di mana berbagai bentuk kehidupan beserta lingkungan fisiknya berpadu membentuk jaringan-jaringan kompleks yang disebut ekosistem. Konsep-konsep dalam ekologi dimungkinkan pula untuk dijelaskan dengan menggunakan paradigm yang lebih bersifat religious. Umpamanya menyikapi pandangan manusia tentang asal-usul kehidupan, kondisi ekologis dan kerusakan lingkungan, serta eksploitasi/ eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan.

Menurut Ford (2000) pembelajaran ekologi dapat dikaji dari tiga aspek melalui jenis-jenis penelitian ekologi sebagai berikut :

a. Eksplorasi, bertujuan untuk memunculkan jenis baru, misalnya komposisi.

b. Eksperimen, meliputi: penelitian komparatif, membandingkan tempat satu dengan yang lain, dan membuat perlakuan

(38)

27

Komponen di atas menguatkan bahwa pembelajaran dan praktikum ekologi sebaiknya dilakukan berbasis proyek. Aspek eksplorasi, eksperimen, dan observasi yang dilakukan oleh peserta didik dapat dijadikan sebagai media pengembangan atau peningkatan keterampilan lab mahasiswa, khususnya keterampilan lab yang esensial. Project based Learning/ Pembelajaran Berbasis Proyek (PJBL) merupakan metoda belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. PJBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.

Belajar berbasis proyek (project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss & Van-Duzer, 1998). Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000).

Kerja proyek dapat dilihat sebagai bentuk open-ended contextual activity-based learning, dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif (Richmond & Striley, 1996), yang dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung & Wong, 2000). Blumenfeld et al, (1991) mendiskripsikan model belajar berbasis proyek (project-based learning) berpusat pada proses relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan studi.

(39)

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keterampilan Esensial Laboratorium

Keterampilan laboratorium merupakan bagian terpenting ketika melakukan penilaiandalam keterampilan psikomotorik. Beasley (1987) menyatakan bahwa ragam keterampilan laboratorium yang harus dimiliki peserta didik/mahasiswa adalah: a. Memilih, memasang, mengoperasikan, membuka, membersihkan dan

mengembalikan peralatan. b. Mencocokkan peralatan.

c. Membaca alat ukur dengan teliti.

d. Menangani, menyiapkan dan menyadari bahaya bahan kimia.

e. Mendeteksi, mengkalibrasi dan memperbaiki kesalahan dalam mengatur peralatan; f. Menggambar peralatan dengan akurat.

Keterampilan esensial dikenal pula dengan sebutan keterampilan kunci, keterampilan inti (core skill), keterampilan generik, dan keterampilan dasar. Keterampilan esensial ada yang secara spesifik berhubungan dengan pekerjaan, ada yang relevan dengan aspek sosial. Keterampilan esensial antara lain meliputi keterampilan: komunikasi, kerja tim, pemecahan masalah, inisiatif dan usaha (initiative and enterprise), merencanakan dan mengorganisasi, menajemen diri, keterampilan belajar, dan keterampilan teknologi. Hal yang berkaitan dengan atribut personal meliputi: loyalitas, komitmen, jujur, integritas, antusias, dapat dipercaya, sikap simbang terhadap pekerjaan dan kehidupan rumah, motivasi, presentasi personal, akal sehat, penghargaan positif, rasa humor, kemampuan mengatasi tekanan, dan kemampuan adaptasi (Gibb, 2002).

(40)

konsep-29

konsep tertentu untuk menuntun kapan dan bagaimana suatu langkah atau prosedur (pendekatan) dilakukan. Memorasi yaitu mengingat urutan langkah-langkah.

Keterampilan esensial adalah keterampilan dasar yang digunakan untuk menguraikan sejumlah prosedur, proses dan metode yang penting yang digunakan ilmuwan ketika mengkonstruksi pengetahuan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan eksperimennya. Keterampilan dasar tersebut bukan hanya berkaitan dengan keterampilan otomatis saja, tetapi juga menyangkut keterampilan fisik dan mental. Keterampilan-keterampilan ini berproses dalam kerja ilmiah, proses digunakan para ahli dalam kerjanya. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut antara lain : mengobservasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/ waktu, membuat hipotesis, mefencanakan penelitian/ eksperimen, mengendalikan variabel, menafsirkan data, menyusun inferensi, memprediksi, mengaplikasikan, dan mengkomunikasikan (Nur, 1996; Semiawan, 1985).

2. Keterampilan Proses Sains

Menurut Wetzel (2008), keterampilan proses sains merupakan dasar dari pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Menurut Rezba (1999) dan Wetzel (2008), keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

a. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

b. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek.

c. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.

d. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.

e. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. f. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

(41)

30

kelas awal, siswa lebih banyak menggunakan keterampilan proses sains yang mudah seperti pengamatan dan komunikasi, namun seiring perkembangannya mereka dapat menggunakan keterampilan proses sains yang kompleks seperti inferensi dan prediksi (Rezba, 1999).

3. Keterampilan Proses Terpadu

Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Menurut Weztel (2008), Keterampilan proses terpadu meliputi:

a. Merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.

b. Mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan.

c. Membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.

d. Percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data. e. Interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Keterampian proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan keterampilan proses sains yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

PENUTUP

(42)

31

selanjutnya dalam kerja ilmiah. Lebih jauh, penguasaan keterampilan esensial akan membentuk pola perilaku (aspek psikomotorik) dalam kompetensi profesi ke depannya, sebagai calon guru biologi yang profesional dan berkarakter dalam mengaplikasikan nilai-nilai sains, khususnya pelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, S. (2001). Analisis Pembelajaran Biologi Molekuler di SMU Kodya Bandung. Makalah Penelitian. Bandung: FMIPA UPI.

D’Avanzo C. (2003). Research on Learning: Potential for Improving College Ecology Teaching. Front Ecol Environment. 1(10):533-540.

Ford, E. D. (2000). Scientific Method for Ecological Research. New York: Cambridge University Press.

Gibb, J. (2002). The Collection of Research Reading on Generic Skill in VET [online]. Tersedia: http://www.ncvr.edu.au.hotm. [ 17 Nopember 2008].

Haigh, M., (1996). Investigating Investigatorrs: Implications for Teachesrs of theIntroduction of Open Investigations Into Form 6 (Year 12) Biology

Practical Work. Paper accompanying presentation to 27th annual conference of TheAustralian Science Education Research Association, Canberra. Henry, N. W. (1975). Objectives of Laboratory Work. In: The Structure of Science

Education, Australia: Longman.

Moore, R. (2007). What Do Students’ Behaviors and Performances in Lab Tell Us About Their Behaviors and Performances in Lecture – Portions of Introductory Biology Courses? Bioscene: Journal of College Biology Teaching. 33(1), 19-24.

Nur, M. (1996). Teori Pembelajaran IPA dan Hakekat Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : Dikmenum.

Ottander, C, & Grelsson, G. (2006). Laboratory work: the teachers’ perspective. Journal of Biological Education. 40(3), 113-118.

(43)

32

Rustaman N & Riyanto, A. (2003). Perencanaan dan Penilaian Praktikum di Perguruan Tinggi. Handout Program applied approach bagi Dosen baru Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 13-25 Januari 2003.

Semiawan, C. (1985). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : PT. Gramedia. Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandumg: Pustaka Bani

Buraisy.

Watson, R., Prieto, T., Dillon, S.J., (1995). The Effect of Practical Work on Students’ Understanding of Combustion. J. Research in Science Teaching. Vol 32, No. 5.

(44)

33

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE GIVING

QUESTION AND GETTING ANSWER (GQGA) DENGAN MEDIA

POWERPOINT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Helendra, Zulyusri dan Yesi Novia

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang E-mail: helendras@yahoo.com

ABSTRACT

Many factors affect the student learning result. One of them is learning strategy which is applied by the teacher. To increase the learning result, the learning strategy which choosen by the teacher must be able to improve the student active as long as the learning process conducted. One of the strategies which can be applied by the teacher is active learning model Giving Question and Getting Answer (GQGA) with powerpoint media. The aim of this research was to find out the effect of active learning model GQGA with power point media on the student learning result in biology learning process. The design of this research was Randomized Control Group Posttest Only Design. Sample was determined with purposive sampling techniques from the XI IPA student at SMA Negeri 1 Ampek Angkek Kabupaten Agam which consist of 4 classes. We got XI IPA 3 as an experiment class and XI IPA 4 as a control class. The research has been taken on in first semester learning year 2010/2011. Data was student learning result, which was taken with objective test. Data was analised with t-test. With t-test, we got tvalue 3.74 dan ttable 2.00. Because tvalue > ttabel, hypotesis was accepted. It was concluded that the application of active learning model Giving Question and Getting Answer (GQGA) type with powerpoint media gave the significant positive effect on the student learning result in biology learning process. Key words: Active learning model Giving Question and Getting Answer (GQGA)

type, powerpoint media, and learning result.

PENDAHULUAN

Gambar

Tabel 2. Nilai Rata-Rata, Standar Deviasi,  dan Varians Kelas Sampel
Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Tabel 3. Variasi Nilai Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
tabel= 0,561
+7

Referensi

Dokumen terkait

pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Dalam melakukan perjanjian pinjam meminjam harus memenuhi syarat- syarat yang

Adapun teknik analisis yang diigunakan berupa deskriptif untuk mengidentifikasi pelaksanaan program desa vokasi di Desa Kopeng, kemudian menganalisis potensi dan masalah

Pada tugas akhir ini, diharapkan dapat menganalisa resiko yang terjadi pada kebocoran pipa bawah laut dengan menggunakan hybrid risk analysis dan juga memberikan

Ini berkemungkinan pengendali makanan kurang mendapat pendedahan berkaitan kepentingan amalan kebersihan diri dan kesannya terhadap penyakit bawaan makanan atau keselamatan

Berdasarkan hasil observasi lapang yang dilakukan, kegiatan kali ini melakukan uji kadar TSS ( Total Suspended Solid ) pada jambu biji merah dan jambu biji kristal yang

Oleh yang demikian, dengan adanya projek ini secara tidak langsung menggambarkan bahawa masyarakat Pulau Tuba telah menerima arus perubahan yang baik dan berpotensi menjadi

14 Dari ketiga fokus tersebut, persoalan proses produksi pendidikan sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam karena di satu pihak ketersediaan sumberdaya yang diperlukan

dongeng Yesus sebagai Anak Tunggal Tuhan yang turun untuk menebus dosa manusia, dari mana asalnya ceritera bintang yang jalan dilangit dan berhenti ditempat kelahiran Yesus,