MATERIALITAS, RISIKO,
DAN STRATEGI AUDIT
AWAL
Oleh :
Aditiya TriSetyo W Silvia Sari
DEFINISI MATERIALITAS
Adalah besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari keadan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut .
PERTIMBANGAN
MATERIALITAS
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini :
a.Tingkat Laporan Keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
MATERIALITAS TINGKAT
LAPORAN KEUANGAN
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu:
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dengan membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
• Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
• Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
• Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
MATERIALITAS TINGKAT SALDO
AKUN
Adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
Hubungan Antara Materialitas
dengan Bukti Audit
RISIKO AUDIT
Tipe tipe Risiko Audit
1. Planned Detection Risk (Risiko Penemuan yang Direncanakan)
Adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang dapat ditolerir. Jika kekeliruan semacam itu timbul. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan:
- PDR tergantung pada tiga unsur risiko lainnya dalam model. Jadi risiko penemuan yang direncanakan hanya akan berubah jika auditor mengubah salah satu unsur lainnya.
- PDR menentukan besarnya bukti yang akan dikumpulkan. Hubungan antara PDR dengan bukti berbanding terbalik. Jika nilai risiko penemuan yang direncanakan
diperkecil, berarti jumlah bukti yang harus dikumpulkan auditor dalam audit lebih
2. Acceptable Audit Risk (Risiko Audit yang dapat diterima)
Adalah ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa laporankeuangn mengandung salah saji material tanpa pengecualian telah diberikan.
3. Inherent Risk (Risiko Bawaan atau
Risiko Melekat)
Adalah penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektivitas pengendalian intern. Risiko bawaan menunjukkan faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material dengan asumsi tidak ada pengendalian intern. Bila auditor berkesimpulan bahwa akan banyak kemungkinan terjadi kekeliruan tanpa pengendalian intern, berarti risiko
bawaannya tinggi.
4. Control Risk (Risiko
Pengendalian)
Adalah ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah
saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern klien. Risiko pengendalian (control risk)
mengandung unsur:
a. Apakah struktur pengendalian intern
klien cukup efektif untuk mendeteksi atau mencegah kekeliruan.
b. Keinginan auditor untuk membuat penetapan tersebut di bawah nilai
maksimum (100%) dalam rencana audit. Misalnya: auditor menyimpulkan bahwa struktur pengendalian intern yang ada
UNSUR AUDIT
Terdapat tiga unsur risiko audit yaitu :
1. Risiko Bawaan.
Hubungan antara Materialitas,
Risiko Audit, dan Bukti Audit
• Jika auditor mempertahankan risiko audit
konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
• Jika auditor mempertahankan tingkat
materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit
menjadi meningkat.
• Jika auditor menginginkan untuk mengurangi
risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
• Menambah tingkat materialitas, sementara itu
mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
• Menambah jumlah bukti audit yang
dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
• Menambah sedikit jumlah bukti audit yang
STRATEGI AUDIT AWAL
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur
berikut ini :
• Tingkat risiko pengendalian taksiran yang
direncanakan.
• Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang
harus diperoleh.
• Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan
untuk menaksir risiko pengendalian.
• Tingkat pengujian substantif yang direncanakan
Fraud Audit
Macam – Macam Fraud
• Oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), internal fraud (tindakan penyelwengan di dalam perusahaan ata institusi) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Fraud Terhadap Aset (Asset Misappropriation) – Singkatnya, penyalahgunaan aset perusahaan (institusi), entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari
perusahaan. Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
• Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari
pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)
• Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas
2. Fraud Terhadap Laporan Keuangan
segala tindakan yang membuat Laporan Keuangan menjadi tidak seperti yang seharusnya (tidak mewakili kenyataan), tergolong kelompok fraud terhadap laporan keuangan.
Misalnya:
• Memalsukan bukti transaksi
• Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya,
• Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak konsisten untuk menaikan atau menurunkan laba
• Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa sehingga aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
3. Korupsi (Corruption) – ACFE membagi jenis tindakan korupsi menjadi 2 kelompok, yaitu:
• Konflik kepentingan (conflict of interest) – Saya mengalami kesulitan mencari kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan. Contoh
sederhananya begini: Seseorang atau kelompok orang di dalam
perusahaan (biasanya manajemen level) memiliki ‘hubungan istimewa’ dengan pihak luar (entah itu orang atau badan usaha). Dikatakan memiliki ‘hubungan istimewa’ karena memiliki kepentingan tertentu (misal: punya saham, anggota keluarga, sahabat dekat, dll). Ketika perusahaan
bertransaksi dengan pihak luar ini, apabila seorang manajer/eksekutif mengambil keputusan tertentu untuk melindungi kepentingannya itu, sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, maka ini termasuk tindakan fraud. Kita di Indonesia menyebut ini dengan istilah: kolusi dan nepotisme.
• Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies
and excoriation) – Suap, apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah tindakan fraud. Menyupa dan menerima suap, merupakan tindakan fraud. Tindakan lain yang masuk dalam kelompok fraud ini adalah: menerima komisi, membocorkan rahasia perusahaan (baik berupa data atau