• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DEN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN STIMULANS TITIK PANDANG OBJEK DALAM KALIMAT PEMBUKA PARAGRAF

CERPEN PADA SISWA KELAS X SMA N 1 NEGARA TAHUN 2011

OLEH : I WAYAN SUDIRTHA,S.Pd.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia pada SMAN 1 Negara

ABSTRACT

Writing represent activity which is the most complex and complicated compared with other three skills activities ( reading, listening and speaking). So that most of Indonesian Ianguage teachers find difficulties in teaching literature to their students. This condition cause teaching and learning writing skill become more difficult.

In order to solve this problem, we need method or creative approach, accurate and easy. To conduct so the the students are not bodened by unimpertant thing

Writing short story is an interesting writing activity because each individual has own story which is really able to rewrite. But until now not many individual are able to write their own story in the form of narrative story like short story. The existance of innovative method is badly needed to solve this problem and afraid of writing.

Giving stimulant such as sentence with certain objects in an opening paragraph is away to explore and improve student potential. This way will lead the students to be used to writing especially fiction story like short story that having impressive emotion and imaginary value.

Since writing principly represent the highest language activity so assessement to sensitivity of sense involvement, sensitivity of language and main writing substation case must be done accurately. Accuracy is determined by the tools used like fortofolio and assessment design. In order every individual improvement can be accommodated in the form of real learning progress.

The relationship between sensitivity of sense and sensitivity of language in writing will result form of variety language which is expressing student maturity using language. The main substantion writing assessment in this research such as content assessment, diction, plot, language component and teacher’s affective. Score every aspect are acumulated then devided by five so obtained average score. That refresent totality students writing score from one period to next period. The change of individual score happen in every period represent the level of students learning achievement during learning process. The achievement of student learning then is used to be the standard to conclude whether teaching writing short story with the opening sentences stimulant will succeed or not.

(2)

1.Pedahuluan

Menulis kerapkali difonis sebagai sesuatu yang rumit, tidak menarik dan membosankan. Pelajaran menulis sering menjadi beban bagi siswa dan guru, karenanya “pelajaran tulis menulis semakin tidak mendapat porsi yang memadai di dalam pengajaran” (Kaswanti Purwo,1996:127). Sehingga tidaklah mengherankan jika pelajaran tersebut semakin ditinggalkan.

Fenomena tersebut dapat mendorong pengajaran menulis menjadi semakin tidak populer di kalangan siswa maupun guru. Akibatnya minat guru dan siswa dalam menulis semakin rendah. Karena itu pulalah pelajaran menulis jarang diberikan secara memadai di sekolah – sekolah.

Terlepas dari persoalan tadi, fakta empiris mengungkapkan bahwa hambatan terbesar siswa dalam menulis atau mengarang adalah ketika mereka membahasakan suatu topik atau objek dalam kalimat yang membentuk paragraf pembuka. Rata-rata siswa atau guru menyatakan bahwa kesulitan terbesar dalam menulis adalah saat bagaimana pertama kali mereka membahasakan topik secara baik dan menarik pada kalimat paragraf pembuka tulisan.

Dalam konteks inilah diperlukan suatu upaya pengajaran menulis yang betul-betul diperlukan siswa untuk meningkatkan keterampilannya. Sehingga secara perlahan kegiatan tulis menulis dapat tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kebiasaan yang digemari siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Kegagalan siswa dalam menulis tampaknya tidak boleh selalu dibebankan kepada siswa, tetapi kegagalan itu haruslah disikapi oleh guru dengan suatu upaya yang kongkrit dalam pengajaran.

Untuk mendapatkan pengajaran menulis, khususnya cerpen yang berhasil, seorang guru perlu melakukan inovasi dalam pengajarannya, guru perlu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai berkenaan dengan ketrampilan yang diharapkan terjadi pada siswa. Kedua hal tadi dibutuhkan untuk menghindari terjadinya stagnasi penguasaan ketrampilan yang diharapkan. Itulah sebabnya mengapa diperlukan kemauan untuk melakukan inovasi baik dalam strategi maupun metode pengajaran. Persoalannya adalah guru yang memiliki kemampuan tersebut masih jarang dijumpai di sekolah-sekolah formal kita.

(3)

maka keberhasilan pengajaran menulis sesungguhnya tidak semata-mata ditentukan oleh bakat. Tetapi, kemampuan menulis adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan dilakukan melalui serangkaian proses pembelajaran. Persoalannya adalah bagaimana melatihkannya secara sederhana, mudah dan menyenangkan sehingga individu yang belajar tidak bosan dan tidak merasa melakukan hal yang sia-sia. Karena itu pulalah diperlukan sebuah strategi atau pengajaran menulis yang tepat.

Sementara itu, untuk memperoleh rujukan tentang hasil penelitian yang komprehensif tentang menulis cerpen tidaklah mudah didapat. Umumnya refernsi rujukan menulis cerpen diperoleh melalui referensi berupa buku-buku yang membahas tentang tulis menulis secara umum, seperti Mengarang Itu Gampang ( 1987) karya Arswendo Atmowiloto. Aku Bisa Menulis Cerpen (2006) karya Joni Ariadinata. Berkenalan dengan Prosa Fiksi (2000) karya Suminto A. Sayuti, Teori Pengkajian Fiksi (2007) karya Burhan Nurgiyantoro dan lain sebagainya. Yang mana di dalam buku-buku tersebut diungkapkan banyak hal tentang seluk beluk prosa fiksi seperti novel dan cerpen.

Meskipun buku referensi tentang menulis cerpen banyak beredar luas, namun kenyataannya hanya sedikit dari sekian banyak siswa dan guru yang memanfaatkannya untuk pengajaran menulis cerpen. Sehingga pengajaran tulis menulis khususnya fiksi di sekolah-sekolah, masih menjadi beban yang memberatkan siswa dan guru.

Penelitian ini dilakukan dengan suatu cita-cita, yaitu mendekatkan dan melibatkan siswa sepenuhnya dalam menulis dengan suatu metode yang praktis dan secara kualitas dapat diukur. Prinsip kerja penelitian tersebut adalah bertitik tumpu pada pemberian stimulans dengan pendekatan “titik pandang objek dalam kalimat pembuka paragraf sebuah cerita”. Pemberian stimulans berupa kalimat pada paragraf pembuka cerita tersebut, siswa diyakini terpacu untuk melakukan eksplorasi imajinasi mereka sampai cerita yang ditulis itu berakhir.

(4)

Ada beberapa alasan mengapa keterampilan menulis cerpen perlu diajarkan kepada siswa. Diantaranya karena keterampilan tersebut dapat meningkatkan kepekaan berbahasa dan sosial individu ( Marahimin,2001:18). Bernerd Percy dalam Narsito, 2000:6. disebutkan bahwa menulis memiliki sekurang-kurangnya enam manfaat, yaitu: 1).Sarana untuk mengungkapkan diri, 2). Sarana untuk memahami sesuatu, 3).Sarana untuk mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan dan rasa harga diri. 4).Sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan sekeliling, 5).Sarana untuk melibatkan diri dengan penuh semangat, dan 6).Sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan mempergunakan bahasa.

Keenam manfaat menulis di atas menegaskan bahwa hakikat manulis adalah suatu upaya untuk menemukan sesuatu atau memunculkan ide-ide baru. Mengorganisasi berbagai konsep logika ke dalam ide-ide atau gagasan yang rasional. Menulis dapat menjadi media untuk melatih sikap objektif yang ada pada diri individu. Selain itu, menulis membantu individu untuk menyerap dan memproses informasi di samping melatih diri berpikir aktif dan positif dalam rangka mengembangkan kecerdasan imajinasi dan apresiasi terhadap kehidupan sekitarnya.

Hambatan terbesar yang menyebabkan siswa gagal menghasilkan karangan adalah karena mereka tidak tahu tentang dari mana dan bagaimana memulainya. Kerapkali dijumpai siswa tidak mampu menulis paragraf pembuka sebuah karangan dengan baik apalagi menarik baik dinilai dari sudut kaidah berbahasa maupun dari dimensi komposisi dan isinya. Hambatan tersebut juga terjadi karena disebabkan oleh tidak terlatihnya siswa dalam membahasakan suatu topik. Kondisi seperti ini dikatakan “Bambang Kaswanti Purwo” sebagai “suatu kondisi dimana siswa belum memiliki ketrampilan memadai yang berhubungan dengan persoalan pragmatik dan logika bahasa.” (Mujianto Sumarjo,1996:112-130). Sehingga waktu yang dibutuhkan siswa dan guru dalam meningkatkan kemampuan tulis menulis menjadi terlalu lama.

Tingginya tingkat kegagalan menulis yang dialami siswa, membuktikan bahwa pelajaran menulis perlu diintensifkan agar minat siswa untuk menulis dapat tumbuh hidup dan berkembang. sehingga setiap orang tidak mudah putus asa atau prustasi saat belajar dan berlatih menulis.

(5)

dunia mengikuti proses metamorfose tersebut. Mereka menulis sepanjang waktu dan meningkatkan kemampuannya sepanjang waktu hidup mereka untuk menulis. Artinya sebuah ketekunan dan kemauan untuk berlatih sepanjang waktu adalah sesuatu yang mutlak diperlukan, jika hendak menghasilkan sebuah tulisan yang berkualitas baik.

Paragraf pembuka pada prinsipnya adalah sebuah pendahuluan. Sebagai pembuka tulisan, maka kalimat-kalimat pada paragraf tersebut harus mencerminkan informasi yang benar-benar diperlukan pembaca untuk mengikuti seluruh isi yang akan disajikan dalam tulisan. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Keraf berpendapat “ bahwa pendahuluan atau pembuka tulisan hendaknya berisi informasi yang menjadi dasar bagi seluruh uraian, bukan untuk berlaku untuk satu bagian kecil. (1999:65). Bahkan dalam buku “Argumen dan Narasi”, Keraf mengungkapkan bahwa bagian pendahuluan harus berisi “situasi dasar yang mengandung unsur-unsur yang mudah meledak atau mampu meledakan; situasi itu harus dapat menghasilkan suatu perubahan yang dapat membawa akibat atau perkembangan lebih lanjut di masa depan.” (1985:150). Artinya menurut Keraf bahwa “...bagian pendahuluan yang menyajikan situasi dasar memungkinkan pembaca memahai adegan-adegan selanjutnya.Sebab bagian ini sering juga disebut dengan istilah eksposisi. Pandangan tersebut memperkuat keyakinan peneliti akan pentingnya pemberian stimulan titik pandang objek terhadap siswa agar mampu meningkatkan kemampuannya dalam menulis cerita pendek, baik yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan imajinasi maupun peningkatan kepekaan berbahasa dalam ranah yang lebih luas.

Setiap karangan baik fiksi maupun non fiksi selalu memiliki struktur umum yang meliputi; bagian pembuka /awal, bagian tengah /isi dan bagian akhir / penutup. Ketiga struktur karangan tersebut merupakan satu kesatuan dalam tulisan yang utuh. Meskipun ketiga unsur tersebut bersifat koheren, tetapi kualitas dan keberhasilan sebuah karangan sangat ditentukan oleh pernyataan ataupun ilustrasi-ilustrasi pembuka. Dalam cerita pendek, kalimat –kalimat dalam paragraf pembuka sangatlah menentukan keberhasilan pengarang dalam mengarahkan isi ceritanya. Suminto A.Sayuti dalam buku Berkenalan dengan Prosa Fiksi menegaskan, “biasanya pengarang memilih titik tertentu untuk memulai ceritanya” (2000:32). Ahmad Tohari misalnya mengawali siklus cerita Ronggeng Dukuh Paruk sebagai berikut:

(6)

lamanya. Suaranya melengking seperti keluhan panjang. Air. Kedua unggas itu melayang beratus-ratus kilometer mencarai genangan air. Telah lama mereka merindukan hamparan lumpur tempat mereka mencari mangsa, katak, ikan, udang, atau serangga air lainnya.

Demikian pula Moctar Lubis dalam cerpen Bromocorah, mengawali cerita itu dengan sebuah titik pandang yang menggambarkan tokoh “dia” bangun pagi-pagi benar, keluar diam-diam dari kamar tidur, dan meninggalkan istrinya yang masih tidur.” Lalu Gerson Poyk memilih nama Matias Akankari sebagai titik pandang objek pada paragraf pembuka pada cerpen berjudul Matias Akankari. Titik pandang objek serupa juga dilakukan oleh Emha Ainun Nadjib dalam cerpen berjudul Kang Darsip. Demikian pula Y.B. Mangunwijaya yang menempatkan Anak Kolong sebagai isu sentral dalam membuka novel Burung-Burung Manyar. Secara tegasnya Suminto A.Sayuti mengungkapkan bahwa pola awal merupakan salah satu preferensi yang dianggap penting dan bermakna oleh setiap prngarang.

Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa sebenarnya “awal sebuah cerita mengandung dua hal yang penting, yakni pemaparan dan eksposisi atau elemen instabilitas “(Suminto;2000:36). Itu artinya eksposisi menduduki funsi primer dalam kaitannya dengan awal suatu cerita. Karena itu bagian awal cerita hendaknya mengandung potensi yang dapat dikembangkan. Dengan kata lain, setiap pembaca bisa berharap bahwa situasi awal cerita dapat menyebabkan terjadinya suatu cerita akan berisi suatu elemen instabilitas, baik bersifat implisit maun eksplisit.

Lebih lanjut Suminto A.Sayuti mengungkapkan bahwa sedikitnya ada sepuluh alasan yang perlu diperhatikan pengarang dalam menentukan bagian awal ceritanya. Konsep Suminto tersebut diperkuat oleh Nurgiyantoro dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, yaitu:

(7)

deskripsi fisik, bahkan juga mungkin telah disinggung (walau secara implicit ) perwatakannya.”(2007: 142).

Lebih lanjut Nurgiyantoro mengemukan bahwa “ fungsi pokok tahap awal (pembukaan) sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.” ( 2007: 142). Tentu saja setiap pengarang memiliki ciri khas yang berbeda-beda dalam mengawali ceritanya tergantung pada bagaimana ia menangkap dan menempatkan perferensinya. Yang pasti secara teoritis setiap kisahan cerita membutuhkan pembukaan. Karena bagian pembukaan atau awal cerita, disamping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, pembukaan cerita yang baik akan memudahkan pengarang merangkaikan peristiwa-peristiwa berikutnya. Teori ini sangat memungkinkan setiap orang dapat belajar menulis cerita fiksi khususnya cerpen secara terbuka. Dan setiap guru memiliki peluang yang terbuka pula dalam mengajarkan menulis cerita kepada siswanya di kelas. Dalam konteks inilah, peneliti memiliki keyakinan, bahwa keberhasilan belajar atau mengajarkan menulis terletak pada bagaimana menumbuhkan intuisi –intuisi kepekaan berbahasa pada kalimat paragraf pembuka sebuah karangan yang sedang dipelajari ataupun diajarkan.

(8)

pelaksanaan. Perencanaan tindakan disesuaikan dengan identifikasi masalah yang dijumpai dalam setiap kali tindakan dilakukan. Berdasarkan konsep tersebut ketersediaan data yang akan dianalisis dapat tersedia secara optimal.

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan intrumen berupa lembar control . Untuk menilai kemajuan kepekaan imajinatif dan kepekaan berbahasa siswa digunakan lembar kontrol berupa blangko isian yang didalamnya berisi data pribadi siswa, tingkat kepekaan imajinatif yang ditentukan berdasarkan skala 1 sampai dengan 10, dengan aspek penilian yang meliputi:1. Kualitas dan ruang lingkup isi (parameter isi), 2. Efektivitas diksi (Parameter kosa kata) 3.Organisasi dan penyajian isi (Parameter alur), 4. Mekanik seperti tata bahasa, struktur pembangun kalimat, ejaan, kerapian tulisan (parameter kaidah) serta 5.Parameneter kualitas imajinasi, yang meliputi: kepekaan panca indera, ungkapan, gaya bahasa 6. Respon efektif guru terhadap pengembangan titik pandang objek siswa dalam kalimat dan paragraf pembuka serta terhadap keutuhan struktur dan isi karangan. Sedangkan penilaian tehadap hasil belajar siswa diakumulasikan dengan kreteria berikut; 0-60 (6.0)kurang, 61(6.10) – 75 ( 7.50) cukup, 76 (7.60) - 90 (9.00) baik, 91( 9.10) -100 (10.0) sempurna yang diformulasikan dengan rumus:

PSS NS =

JSM

Sedangkan untuk mengetahui tingkat kemajuan siswa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Rumus untuk mengetahui besarnya kemajuan dalam bentuk kuantitas point KS = N2 – N1

Keterangan

KS: Selisih nilai akhir tindakan / siklus dengan nilai siklus sebelumnya. N1 : Perolehan skor awal

N2 : Perolehan skor setelah tindakan

2. Rumus untuk mengetahui besarnya kemajuan dalam bentuk persentase. Keterangan :

NS : Nilai Siswa

(9)

N2 – N1

% KS = X 100

N1

Keterangan :

%KS : Kemajuan / perkembangan belajar siswa dalam bentuk persentase N1 : Perolehan skor awal

N2 : Perolehan skor setelah tindakan

Data-data hasil belajar siswa, baik data kualitatif maupun data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan riset deskriptif. Riset deskriptif yang akan dipergunakan berorientasi pada riset deskriptif kualitatif dan riset deskripsi kuantitatif

Riset deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan keadaan tentang kemajuan hasil belajar ( kepekaan imajinasi dan kepekaan berbahasa/ tulis narasi cerita fiksi cerpen).dengan teknik pemberian stimulan pada titik pandang objek dalam kalimat dan paragraf pembuka cerita. Sedangkan riset deskriptif kuantitatif dipergunakan untuk memetakan tingkat kemajuan siswa dalam bentuk angka – angka, grafik atau tabel.

Berdasarkan hasil risert yang telah dilakukan, maka sejalan dengan rancangan penelitian yang dibuat, penyajian hasil PTK dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan kata-kata ( kualitatif) dan angka-angka, grafik/diagram/ tabel (kuantitatif).

Penyajian data secara deskriptif bertujuan menggabarkan setiap kemajuan yang dicapai baik yang dicapai oleh masing-masing individu (responden) maupun kemajuan yang tercapai secara kolektif. Sedangkan penyajian hasil dalam bentuk grafik adalah untuk melukiskan perkembangan/ kemajuan yang telah dicapai responden baik dari periode observasi sampai berakhirnya siklus ketiga.

2. Hasil Penelitaian dan Pembahasan

(10)

2.1 Analisis deskripsi hasil belajar siswa pada periode survei.

Penilaian terhadap karangan siswa pada periode survei dilakukan terhadap: kelima aspek karangan ( isi , diksi, alur, mekanik dan afektif guru ). Kelima sapek tersebut dipandang cukup mewakili keseluruhan aspek karangan yang dinilai, tanpa mengkesampingkan unsur ekternal seperti latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya yang melatarbelakangi masing-masing individu (siswa).

Untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa, parameter penilaian ditetapkan sesuai KKM Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Negara, yakni 7,50 atau 75. Dengan demikian, siswa dianggap tuntas jika perolehan hasil belajarnya telah mencapai angka 7,50 dari kelima aspek penilaian yang ditetapkan

Sejalan dengan hal tersebut, sebelum memasuki putaran siklus pertama, Penelitiam Tindakan Kelas ini diawali oleh suatu kegiatan survei. Survei tersebut bertujuan untuk memetakan kompetensi dasar siswa dan mengidentifikasikan titik-titik persoalan yang dihadapi siswa dalam menulis karangan rekaan berbentuk cerpen. Hasil penilaian yang diperoleh pada saat survei diketahui bahwa ketuntasan untuk aspek isi 0% , aspek diksi 3% (1 orang), sedangkan pada aspek alur, mekanik dan aspek efektif guru 100% siswa belum tuntas. Artinya pada periode survei persentase ketuntasan belajar siswa dari masing-masing aspek berada pada kisaran angka 0% sampai dengan 3%. Dengan demikian, secara akumulatif seluruh siswa pada periode survei dinilai belum mampu menulis cerpen dengan baik. Realitas tersebut dibuktikan dengan angka rata rata nilai siswa antara 4,55 s.d. 6,52 dan rata-rata komulatif nilai seluruh siswa sebesar 5,55.

Grafik 1 berikut ini merupakan peta kemampuan (nilai) siswa pada periode survei .

(11)

Fenomena angka-angka pada periode survei di atas mencerminkan rendahnya kemampuan siswa dalam menulis karangan khusnya cerpen. Sehingga terdapat cukup alasan untuk melakukan tindakan berupa pemberian stimulus-stimulus yang dapat memacu kepekaan inderawi dan kepekaan berbahasa di kalangan siswa, guna menumbuhkembangan bakat dan minat mereka dalam menulis.. Adapun stimulus yang diberikan pada PTK ini adalah stimulus berupa kalimat-kalimat pembuka paragraf cerpen yang baik. Pengertian baik yang dimaksud adalah kalimat pembuka cerita yang memiliki efek emotif, efek ketegangan, efek kepekaan pancaindera dan efek kepekaan berbahasa.

Dengan bertumpu pada karakteristik persoalan yang telah teridentifikasi pada periode survei dan pemberian stimulans yang dilatihkan pada siklus pertama diperoleh hasil bahwa seluruh siswa menunjukkan kemajuan belajar rata rata sebesar 1,23 poin ( 22.17%) pada aspek isi, 1,12 poin (20.01%) pada aspek diksi, 1,13 poin (20.37%) pada alur, 1,15 poin (21.52%) pada aspek mekanik dan 0.99 poin (16.88%) poin pada aspek afektif guru. Tabel di atas menunjukkan bahwa kemajuan belajar siswa terjadi diseluruh aspek karangan yang dinilai. Namun persentase siswa yang memenuhi angka ketuntasan 7,50 baru berjumlah 3 orang atau (9%) dari 32 orang siswa. Sisanya sebanyak 29 orang (91%) meskipun menunjukkan kemajuan belajar namun hasilnya belum tuntas.

Sedangkan interval kemajuan rata rata belajar siswa dari periode survei ke putaran siklus I naik sebesar 1,13 poin . Kenyataan tersebut dapat dilihat pula pada kenaikan nilai terendah dari rata-rata 4,55 menjadi 5,60 serta nilai maksimal meningkat dari 6,52 menjadi 7,87. Artinya tindakan yang dilakukan peneliti menunjukkan adanya perbaikan terhadap kualitas hasil belajar siswa.

Faktor penyebab tingginya tingkat kegagalan siswa pada siklus pertama dikarenakan masih rendahnya pengetahuan, pengalaman serta proses kreatif siswa dalam penciptaan karya sastra. Rendahnya rendahnya kreativitad di picu oleh rendahnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa, seperti rendahnya pemahaman konsep dan kurangnya pengalaman membaca karya sastra. Sehingga ketika siswa dihadapkan pada realitas bersastra yang sesungguhnya, mereka sulit untuk mengekplorasi kemampuannya.

(12)

berbahasa siswa. Hal itu dianggap sebagai suatu kewajaran sekaligus sebagai acuan penentu dalam kegiatan refleksi dan perencanaan bagi implementasi tindakan berikutnya pada siklus II. Sebagai argumen penguatan analisis, berikut ditampilkan grafik perolehan nilai siswa pada siklus I dan grafik kemajuan belajar siswa dari periode survei ke siklus I

Grafik 2. Grafik perolehan nilai siswa pada siklus I

Grafik 3. Kemajuan belajar siswa dari periode survei ke siklus I

Keterangan: Nilai siswa pada periode survei Nilai siswa pada siklus I

(13)

2.3 Analisis deskripsi hasil belajar siswa pada siklus II.

Setelah melakukan refleksi dan pengidentifikasian masalah yang dijumpai pada siklus I. PTK ini kemudian dilanjutkan dengan membuat perencanaan untuk melakukan pemberian tindakan terhadap aspek-aspek tertentu seperti : penyempurnaan desain alur cerita, pemberian karakter tokoh, teknik penulisan dialog, menghadirkan style dan pemilihan judul. Dengan perkataan lain, perencanaan, tindakan dan evaluasi pada siklus ke dua merupakan penyempurnaan dari siklus-siklus sebelumnya. Hasilnya diperoleh kemajuan belajar siswa yang memuaskan:

Kemajuan belajar siswa pada siklus ke dua yang ditunjukkan pada tabel tersebut membuktikan terjadinya efektifitas perencanaan dan tindakan pembelajaran yang disampaikan guru. Tingginya efektivitas itu diwujudkan oleh perubahan yang terjadi pada perolehan nilai belajar siswa,terjadi pada seluruh aspek penilaian. Dari data tabel siklus II tersebut diketahui bahwa tingkat ketuntasan siswa pada masing-masing aspek sebagai berikut:

Ketuntasan aspek isi karangan tercatat 32 orang atau telah mencapai (100%), Ketuntasan aspek diksi atau pilihan kata sebanyak 26 orang (81%), aspek alur cerita 25 orang (78%), aspek mekanik 21 orang (66%) dan aspek apektif guru 24 orang (75%). Angka –angka tersebut menunjukkan ketuntasan belajar siswa secara kolektif naik tajam hingga mencapai 28 orang ( 88%). Sisanya sebanyak 4 orang (13%) meski mengalami kemajuan tetapi pencapaian nilai belajarnya belum tuntas.

Kenaikan rata-rata nilai belajar siswa secara kolektif dari siklus I ke siklus II adalah sebesar 1.35 poin (20.40%) dengan rentang kenaikan individual antara 0.79 (10.04%) s.d.2.14 (34.14%). Kemajuan belajar tersebut berbanding lurus dengan peningkatan pada nilai terendah dan tertinggi. Nilai terendah pada siklus I sebesar 5.60 naik menjadi 7,50 pada siklus II. Demikian pula pada nilai tertinggi yang pada siklus I tercatat 7.87 naik menjadi 9.48 pada siklus II.

(14)

siklus II, Grafik kemajuan belajar siswa dari siklus I ke siklus II dan Grafik kemajuan belajar siswa dari periode survei ke siklus II.

Grafik 4. Nilai siswa pada siklus II

Grafik 5. Kemajuan belajar siswa dari siklus I ke siklus II

Keterangan:

Nilai siswa pada periode siklus I Nilai siswa pada siklus II

(15)

Grafik 5. Persentase kemajuan belajar siswa dari siklus I ke siklus II

Keterangan: Nilai siswa pada periode survei Nilai siswa pada siklus II

Rentangan kemajuan belajar siswa dari survei ke siklus II % peningkatan hasil belajar siswa dari survei ke siklus II

Sehingga realitas peningkatan kualitas belajar siswa dari periode prasiklus (survei) sampai dengan siklus II terekam dalam grafik berikut

(16)

Keterangan: Nilai siswa pada periode survei Nilai siswa pada siklus II

Rentangan kemajuan belajar siswa dari survei ke siklus II % peningkatan hasil belajar siswa dari survei ke siklus II

3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Setelah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tersebut dilaksanakan dengan semestinya dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Pemberian stimulans titik pandang objek berupa kalimat pada paragraf pembuka memberikan efektivitas yang positif dalam memberikan perubahan belajar siswa baik pada aspek ranah kognitif, apektif maupun psikomotor yang lebih nyata dalam menulis cerita pendek..

2. Latihan menulis karangan dengan pemberian stimulus titik pandang objek berupa kalimat pada paragraf pembuka cerita meningkatkan kualitas cerpen yang dihasilkan siswa baik dari, isi, diksi, alur, mekanik dan respon afektif guru.

3.2 Saran

1. Hasil optimal dari pengajaran menulis dengan metode atau teknik pemberian stimulans titik pandang objek berupa kalimat pada paragraf pembuka cerita dapat dicapai bila diimbangi dengan bimbingan individual secara konsisten oleh guru.

2. Penilitian Tindakan Kelas (PTK) ini, dapat memberikan sumbangan dan pertimbangan bagi praktisi pendidikan , peneliti serta seluruh guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam meningkatkan kreativitas siswa dalam menulis..

3. Sebelum menerapkan pengajaran menulis dengan metode atau teknik dimaksud di kelas sebaiknya para guru telah memiliki kemampuan menulis yang memadai atau setidaknya pernah berlatih menulis cerita fiksi.

(17)

pendewasaan sikap dan penyempurnaan kepekaan indera dalam memproduksi variasi dan kepekaan bahasa.

5. Dalam mengajarkan menulis dengan metode pemberian stimulans titik pandang objek berupa kalimat pada paragraf pembuka cerita diperlukan adanya komitmen dan kesabaran yang kuat dari para guru dalam melakukan bimbingan individu terhadap masing-masing siswa

DAFTAR PUSTAKA

1. Atmowiloto, Arswendo. 1987. Mengarang Itu Gampang. Jakarta.Gramedia. . 2. Ahmadi, Mukhsin,1989. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf

serta Penciptaan Gaya Bahasa. Malang. YA3.

3. Ariadinata, Joni. 2006. Aku Bisa Nulis Cerpen. Yakarta. Gema Insani.

Budiningsih, C.Asri. 2005. Relajar dan Pembelajaran.Jakarta.Reneka Cipta.

4. Depdikbud.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka 5. Dirawat,H. 1993. Sistem Pembinaan Profesional dan Cara Belajar Siswa Aktif. Jakarta PT. Gramedia.

6. Depdikbud.1999. Penelitian Tindakan.Jakarta. Depdikbud

7. English, Evelyn William, 1005, Mengajar dengan Empati, Bandung: Nuansa. 8. Keraf,Gorys. 1985. Argumen dan Narasi. Jakarta . Gramedia.

9. Kaswanti Purwa, Bambang dkk. 1996. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 10. Kuta, Ratna Nyoman. 2009.Stilistika.Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 11. Marsito, 2000, Penuntun Mengarang, Jakarta:Mira Gama

12. Marahimin, Ismail, 2001, Menulis Secara Populer. Jakarta: PustakaJaya. 13. Muslich, Masnur.2009.Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta. Bumi Aksara. 14 Nurgiyantoro, Burhan.1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta. BPFE.

15. Nurgiyantoro, Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

(18)

18. Sayuti, A.Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi, Yogyakarta.Gema Media.

19. Endraswara,Suwardi.2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta.PT. Buku Kita

20. Wilis, Dahar Ratna.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.

1. Apakah pemberian stimulans titik pandang objek pada paragraf pembuka cerita

dapat meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek, pada siswa kelas X-8 di

SMA Negeri 1 Negara tahun 2012?

2. Aspek-aspek kemampuan apa sajakah yang dapat ditingkatkan setelah siswa

diberikan stimulans titik pandang objek dalam menulis cerita pendek?

Gambar

Grafik 1 berikut ini  merupakan peta  kemampuan (nilai) siswa pada periode survei .
Grafik 2. Grafik perolehan nilai siswa pada siklus I
Grafik 4. Nilai siswa pada siklus II
Grafik 5. Persentase kemajuan belajar siswa dari siklus I ke siklus II

Referensi

Dokumen terkait

8 Insentif yang saya terima sesuai dengan beban pekerjaan yang saya lakukan. 9 Saya memperoleh promosi jabatan atas prestasi

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen sarana pendidikan adalah suatu proses penataan yang bersangkutan dengan pengadaan, pendayagunaan, pengelolaan semua fasilitas yang

Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “efektivitas berkumur teh hitam dibandingkan teh hijau terhadap penurunan jumlah bakteri rongga mulut pada mahasiswa fkg

a Bagian Tempat Pembuangan Akhir raan Lampu Jalan Kabupaten Musi ara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : Surat Penetapan Penyedia Barang/Jasa 014 untuk Paket

Skripsi dengan judul : “ Penerapan Analisis Faktor untuk Menentukan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mahasiswa dalam Memilih Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka secara operasional yang dimaksudkan dalam judul tersebut adalah suatu penelitian dalam rangka pengkajian secara

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN KOMPENSASI DENGAN MUTU LAYANAN KERJA GURU DI SMK BINA WARGA KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Input dari responden kemudian terformulasikan dalam tiga strategi yang terkait dengan: Peningkatan kualitas komunikasi, jejaring dan profesionalisme di sektor kepariwisataan,