perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN LAHAN RAWAN LONGSOR DI DESA GIRIMULYO KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN
KARANGANYAR
Disusun oleh
Oleh:
DWI CATUR WICAKSONO H 0206035
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KAJIAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN LAHAN RAWAN LONGSOR DI DESA GIRIMULYO KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN
KARANGANYAR
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/ Program Studi Ilmu Tanah
Disusun oleh
Oleh:
DWI CATUR WICAKSONO H 0206035
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pemetaan Dan Pengelolaan Lahan Rawan Longsor Di Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar ” ini dengan
sangat baik.
Selama penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak, oleh
karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian UNS Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS.,
2. Dr. Ir. R. Surdayanto, MS, selaku pembimbing utama atas segala bimbingan
dan ilmu yang diajarkan kepada penulis, sifat bijak, santun, dalam segala
aspek, beridealisme tinggi, intelektual, dan religius beliau yang tidak dapat
penulis lupakan,
3. D. P Ariyanto, SP, Msc, selaku pembimbing pendamping I atas segala ilmu,
bimbingan, arahan, kesabaran, keikhlasan, dan keramahan beliau, sehingga
penulis dapat termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini,
4. Ir. Sutopo, MP., selaku pembimbing akademik atas arahan, bimbingan, dan
nasehat beliau, sehingga penulis senantiasa termotivasi dan optimis dalam
menyelesaikan skripsi ini,
5. Ibu dan Bapak saya atas segala do’a, perjuangan dan pengorbanan beliau
berdua dan semua hal yang tidak bisa dutulis satu persatu untuk anaknya
hingga menjadi seperti sekarang ini,
6. My Sweetheart “G”ku”, I can’t say anything except thanks for your love,
for your hope, and for all…,
7. Tim “Ngargoyoso hepi poye dan semua yang membantu dilapang” : terima
kasih untuk selama ini, tidak ada kata selain maaf dari penulis, apabila
selama perjuangan kita bersama banyak kesalahan, kekurangan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
8. Teman-teman MATAENAM atas kasih sayang, perhatian, kebersamaan,
kesetiaan, kekompakan, dan kekeluargaan yang dibangun selama ini. I am
learning different think from you all, thanks you so much friends,
9. Untuk Komputernya “JOKER”, “KONTRAKAN HEBOH”, “PP” yang
telah melancarkan pengarapan ini.
10. Organisasi yang memeberikan ilmu dan meningkatkan potensi, mental,
tanggung jawab, percaya diri, serta kebersamaan dan kekeluargaan.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu (gak penak sama si A si B). Best wishes
for you all.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi tidak lepas dari kekurangan,
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. Amin.
Surakarta, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RINGKASAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusa Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
II. LANDASAN TEORI ... 4
A. Tinjauan Pustaka ... 4
1. Tanah Longsor ... 4
2. Pemetaan ... 9
3. Pengelolaan Daerah Rawan Longsor ... 11
B. Kerangka Berpikir ... 17
III.METODE PENELITIAN ... 18
A. Lokasi Penelitian ... 18
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 18
1. Alat ... 18
2. Bahan ... 18
C. Rancangan Penelitian ... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
E. Jenis Dan Sumber Data ... 20
1. Data Survei ... 20
2. Data Laboratorium ... 20
F. Metode Analisis Data ... 20
IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21
A. Hasil Penelitian ... 21
1. Deskripsi daerah Penelitian ... 21
2. Karakteristik Lahan Daerah penelitian ... 22
3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 33
4. Penegelolaan Daerah Rawan Longsor ... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
1. Kesimpulan ... 44
2. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Skor Tutupan Lahan ... 11
2.2 Skor Curah Hujan ... 11
2.3 Skor Geologi ... 11
2.4 Skor Kedalaman Tanah ... 11
2.5 Skor Tekstur Tanah Bawah ... 12
2.6 Skor Tekstur Tanah Atas ... 12
2.7 Skor Kemiringan ... 12
2.8 Skor Permeabilitas ... 12
2.9 Bentuk Wlayah dan Kelas Lereng ... 14
4.1 Data Curah Hujan Tahunan (2001-2010) ... 21
4.2 Kelas Kemiringan Lereng pada Daerah Penelitian... 23
4.3 Penggunaan Lahan pada Daerah Penelitian... 24
4.4 Deskripsi pada Daerah Penelitian ... 25
4.5 Kelas Kedalaman Tanah pada Daerah Penelitian ... 28
4.6 Jenis Tanah Kleas pada Daerah Penelitian ... 29
4.7 Kleas Permeabilitas pada Daerah Penelitian ... 30
4.8 Kelas Tekstur Lapaisan Tanah atas pada Daerah Penelitian ... 31
4.9 Kelas Tekstur Lapaisan Tanah Bawah pada Daerah Penelitian ... 32
4.10 Tingkat Rawan Longsor Desa Girimulyo ... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2. 1 Meterial yang Bergerak Relatif Utuh ... 4
2. 2 Meterial yang Bergerak ... 4
2. 3 Macam Akar ... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Data Curah hujan ... 48
2 Peta Geologi Desa Girimulyo ... 51
3 Peta Pengguaan Lahan Desa Girimulyo... 52
4 Peta Kemiringan Desa Girimulyo ... 53
5 Peta Deskripsi SPL Desa Girimulyo ... 54
5 Legenda Peta Deskripsi SPL Desa Girimulyo ... 55
6 Peta Daerah Rawan Longsor Desa Girimulyo ... 56
7 Peta Arahan Pengelolaan lahan Rawan Longsor Desa Girimulyo ... 57
7 Legenda Peta Arahan Pengelolaan lahan Rawan Longsor Desa Girimulyo ... 58
8 Peta Kerja Desa Girimulyo ... 59
9 Gambar Profil SPL Desa Girimulyo ... 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
RINGKASAN
Dwi Catur Wicaksono. H0206035. Kajian dan Arahan Pengelolaan Lahan Rawan Longsor Di Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar dibawah bimbingan Dr. Ir. R. Surdayanto, MS dan D. P Ariyanto,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
SUMMARY
Dwi Catur Wicaksono. H0206035. Assement and Reccomendation Prone Land Management District in the Village Girimulyo Ngargoyoso Karanganyar District .under the guidance of Dr. Ir. R. Surdayanto, MS and D. Ariyanto P, SP, MSc. Study Program of Soil Science, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University Surakarta. The populations increasing, not suitable landuse, and miss management according by rules are suspected as the cause landslide in Girimulyo, Ngargoyoso District. The soil sample taken from Girimulyo, Ngargoyoso District, Karanganyar regency, Central Java Province in December 2011 - January 2012.this aims to determine and mapping landslides hazard area and to recomanded of landslide managemant areas in the Girimulyo, Ngargoyoso District. This is an explorative research based on surveying and laboratory analysis data. Furthermore, the data are classified based on every parameter. The result shows that landslide hazard areas with high level (score 18-23) in LMU number 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18 , 20, 22, 25, 26 and 27 with total area about 177.23 hectares or 80.43% and the very high level (score 24-29) in LMU number 7, 19, 21, 23 and 24 with an area about 30.81 ha or 13.36% of the total area of Girimulyo area. In high slope area can be made land terracing. In clay texture area can be made drainage improvement. Depth of soil in the area can be planted by selection plant. In high permeability class can be cultivated by
KAJIAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN LAHAN RAWAN LONGSOR DI DESA GIRIMULYO KECAMATAN
NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Dwi Catur Wicaksono, R. Sudaryanto dan Dwi Priyo Ariyanto Jurusan/program studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, UNS
ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk, penggunaan lahan yang tidak sesuai serta pengelolaaan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi diduga akan mengakibatkan rawan longsor di Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso. Penelitian di Desa Girimulyo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah pada bulan Desember 2011 - Januari 2012. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui area rawan longsor dan memetakan daerah rawan longsor, serta memberi arahan pengelolaan daerah rawan longsor di Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso. Penelitian ini dilakukan melalui survei di lapangan serta ditunjang analisis tanah di laboratorium dan pemetaan GIS dengan Arcview. Untuk mengetahui kelas rawan longsor menggunakan pengharkatan (skoring) dari tiap parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan tingkat rawan longsor (skor 18-23) di Desa Girimulyo terletak pada SPL 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 22, 25, 26 dan 27 dengan total luas 177,23 ha atau 80,43% dan daerah dengan tingkat sangat rawan longsor (skor 24-29) pada SPL 7, 19, 21, 23 dan 24 dengan luas 30,81 ha atau 13,36% dari total wilayah Desa Girimulyo. Pengelolaan pada daerah dengan kemiringan curam dapat dilakukan pembuatan teras pada lahan tersebut, pengelolaan pada daerah yang memiliki kelas tekstur klei dapat melakukan perbaikan drainase, pengelolaan terhadap daerah denagn kedalaman tanah yang dalam dapat melakukan pemilihan dan penempatan penanaman tanaman, pengelolaan dengan kelas permeabilitas dan kelas agregat yang tinggi dapat melakukan upaya wanatani.
ASSEMENT AND RECCOMENDATION PRONE LAND MANAGEMENT DISTRICT IN THE
VILLAGE GIRIMULYO NGARGOYOSO KARANGANYAR DISTRICT
Dwi Catur Wicaksono, R. Sudaryanto dan Dwi Priyo Ariyanto Soil Since Departemant Faculty of Agriculture,
Sebelas March University
ABSTRACT
The populations increasing, not suitable landuse, and miss management according by rules are suspected as the cause landslide in Girimulyo, Ngargoyoso District. The soil sample taken from Girimulyo, Ngargoyoso District, Karanganyar regency, Central Java Province in December 2011 - January 2012.this aims to determine and mapping landslides hazard area and to recomanded of landslide managemant areas in the Girimulyo, Ngargoyoso District. This is an explorative research based on surveying and laboratory analysis data. Furthermore, the data are classified based on every parameter. The result shows that landslide hazard areas with high level (score 18-23) in LMU number 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18 , 20, 22, 25, 26 and 27 with total area about 177.23 hectares or 80.43% and the very high level (score 24-29) in LMU number 7, 19, 21, 23 and 24 with an area about 30.81 ha or 13.36% of the total area of Girimulyo area. In high slope area can be made land terracing. In clay texture area can be made drainage improvement. Depth of soil in the area can be planted by selection plant. In high permeability class can be
cultivated by agroforestry (“Wanatani”).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat akan meningkatkan pula
kebutuhan hidup manusia, hal ini akan menyebabkan daya dukung lahan
tidak mampu memenuhi kehidupan di atasnya. Tekanan pada lahan ini akan
mengakibatkan kerusakan atau berbagai bencana misalnya bencana banjir,
bencana kekeringan, terutama bencana tanah longsor.
Bencana tanah longsor merupakan bencana alam yang sangat
mengancam kelangsungan hidup terutama manusia, karena banyak
menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar seperti
rusaknya lahan pertanian, pemukiman, saluran irigasi, dan prasarana fisik
lainnya, selain itu dapat melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas
ekonomi pada daerah bencana dan sekitarnya. Bencana tanah longsor sering
terjadi pada daerah perbukitan di Indonesia seperti di Desa Girimulyo
Kecamatan Ngargoyoso Karanganyar yang berada di lereng gunung lawu.
Bencana tanah longsor yang kerap terjadi di tanah air, yakni seperti di
Desa Tancep, Ngawen, Gunung Kidul, DIY, 2 Januari 2011 dan di Dukuh
Gebyok, Desa Selo, Kabupaten Boyolali tanggal 20 Maret 2010, selain itu
tujuh Kecamatan di Karanganyar tanggal 25 Desember 2007, kemudian di
Kecamatan Ngargoyoso tanggal 30 Januari 2009, serta tanggal 19 Februari
2010 kembali lima kecamatan di Karanganyar terulang lagi terkena bencana
tanah longsor, dari lima kecamatan yang dilanda bencana tanah longsor
wilayah yang terparah terkena bencana tanah longsor adalah Kecamatan
Ngargoyoso yang tersebar di tiga desa, yakni Desa Ngargoyoso, Girimulyo
dan Kemuning (Anonim 2007, 2010 1&2, 2011 dan Simomora, 2010).
Berdasarkan penelitian di Kabupaten Purworejo yang diilakukan oleh
Abdur Rahman tahun 2010 faktor-faktor bencana tanah longsor meliputi
kemiringan, penggunaan lahan, curah hujan, kedalaman tanah, geologi,
tekstur tanah, permebilitas tanah. Faktor yang menjadi penyebab bencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
mengguyur di daerah kejadian bencana. Pengelolaan yang kurang tepat dari
lahan di daerah tersebut hingga kesalahan serta tidak memperhatikan kondisi
lingkungan dalam pengelolannya dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya tanah longsor.
Hasil pengamatan di lapangan diketahui wilayah penelitian ini memiliki
rata-rata curah hujan cukup tinggi. Penggunaan lahan daerah ini meliputi
sawah, permukiman, tegalan, perkebunan dan semak. Sebagian besar wilayah
Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso berada di bawah lereng barat
Gunung Lawu. Selain itu juga adanya banyaknya bangunan yang ada di
daerah tersebut, sehingga dimungkinkan Desa Girimulyo rentan dari bencana
tanah longsor.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di lakukan dan telah
maraknya bencana tanah longsor belakangan ini, maka harus dilakukan
penelitian, pemetaan dan pengelolaan daerah rawan longsor DesaGirimulyo
Kecamatan Ngargoyoso hal in karena peta dan rekomendasi pengelolaan
daerah rawan longsor di Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso sangat
diperlukan untuk mengatisipasi, mencegah dan menanggulangi peristiwa
bencana tanah longsor serta mengoptimalkan pengelolaan lahan yang tepat
dan sesuai dengan kemampuan lahan dan permasalahan yang ada.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkann latar belakang tersebut, diduga daerah ini rawan bencana
longsor. Belum adanya peta dan pengelolaan daerah rawan longsor di Desa
Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso sehingga tidak ada informasi pengelolaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui lahan rawan longsor di Desa Girimulyo Kecamatan
Ngargoyoso.
2. Pembuatan peta lahan rawan longsor di Desa Girimulyo Kecamatan
Ngargoyoso.
3. Memberi arahan pengelolaan lahan rawan longsor di Desa Girimulyo
Kecamatan Ngargoyoso.
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan menyumbang Ilmu Konservasi Tanah dan
Lingkungan untuk Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso.
2. Memberi informasi kepada masyaratakat dan pemerintah dearah tentang
daerah rawan bencana untuk Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso
dalam bentuk peta.
3. Memberi arahan pengelolaan untuk Desa Girimulyo Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tanah longsor
Longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan atau gerakkan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume
yang besar. Longsor terjadi akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas
suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air (Arsyad, 2010).
Menurut Arsyad, 2010 suatu daerah akan terjadi longsor jika :
a. Lereng yang cukup curam.
b. Terdapat lapisan di bawah permukaan tanah yang kedap air dan
lunak.
c. Terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat di atas
lapisan kedap air tadi menjadi jenuh.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Longsor adalah gerakan terdiri dari regangan geser dan perpindahan
sepanjang bidang longsoran yang massa berpindah melongsor dari tempat
semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap. Dalam hal ini, keruntuhan
geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu bidang longsoran, tapi
dapat berkembang dari keruntuhan geser setempat. Jenis longsoran dibedakan
menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan) dan translasi, dan
dapat dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan terdiri dari satu
atau beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat berubah
bentuknya atau terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri (Lihat Gambar
2.1 dan Gambar 2.2)(Anonim 2003).
Beberapa faktor penyebab longsoran lereng alam yang sering terjadi adalah:
a. Penambahan beban pada lereng.
b. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng.
c. Penggalian yang mempertajam lereng.
d. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada
bendungan, sungai dan lain-lain.
e. Kenaikkan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan
mendorong tanah kearah lateral).
f. Penurunan tahanan geser air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di
dalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah
kembang susut dan lain-lain.
g. Getaran atau gempa bumi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas lereng adalah:
a. Gaya-gaya yang menggerakkan, contoh berat tanah
b. Gaya rembesan dalam lereng
c. Kemiringan
d. Kuat geser pada bidang longsor
Faktor 1-3 biasanya disebut gaya-gaya kasuatif (gaya penyebab kelongsoran),
4 adalah gaya-gaya penahan (Hardiyatmo, 2006).
Dari definisi dan faktor penyebabnya yang telah dikemukakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
a. Jatuhan (falls) adalah gerakan material pembentuk lereng di udara tanpa
adanya interaksi antara material yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya
bidang longsor, dan banyak terjadi pada lereng terjal.
b. Robohan (topples) adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi
pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai
bidang-bidang yang relatif vertikal. Faktor utama yang menyebabkan
robohan adalah air yang mengisi retakan.
c. Sebaran adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya
massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya.
d. Aliran (flows) adalah gerakan hancuran material ke bawah lereng dan
mengalir seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser
sempit. Beberapa istilah telah dibuat untuk membedakan tipe-tipe aliran,
yaitu:
1) Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlempung
dan berlanau sehabis hujan lebat. Keruntuhan disebabkan oleh kenaikan
berangsur-angsur tekanan air pori dan turunnya kuat geser tanah.
2) Aliran lanau/lumpur (mud flow) dapat terjadi pada daerah dengan
kemiringan 5 sampai 150. Aliran lanau sering terjadi pada lempung
retak-retak atau lempung pada yang berada di antara lapisan-lapisan
pasir halus yang bertekan air pori tinggi.
3) Aliran debris (debris flow) adalah aliran yang terjadi pada material
berbutir kasar. Sering terjadi pada daerah kering, tumbuh-tumbuhan
sangat jarang, atau di daerah yang permukaannya tidak ada
tumbuhannya atau ditebangi. Sering terjadi pada saat hujan lebat atau
banjir tiba-tiba dalam bentuk aliran yang panjang dan sempit serta
melanda sampai beberapa kilometer.
e. Longsoran (slides) adalah gerakan material pembentuk lereng yang
diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih
bidang longsor.
Sedangkan longsoran dengan berdasarkan geometri bidang gelincirnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
a. Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotational
(rotational slide) mempunyai bidang longsor melengkung keatas, dan
sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam kesatuan.
Longsoran rotasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Pergelinciran (slips) yang terjadi dalam serpih lempung lunak,
umumnya mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor
bergerak bersama dalam satu kesatuan di sepanjang bidang gelincir
yang relatif tipis .
2) Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides) dipicu oleh
longsoran awal yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang
secara bertahap dan menyebar ke belakang di sepanjang permukaan
bidang longsor.
3) Longsoran berurutan (successive slipes) adalah deretan dari sejumlah
longsoran rotasional dangkal yang terjadi secara berurutan pada
lereng lempung retak-retak.
b. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran (translational
slide) merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau bidang
lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng,
translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis, pasir, lanau, khususnya bila
bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Lapisan
translational dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Longsoran blok translasional (translasional block slide) terjadi pada
material keras (batu) disepanjang kekar (joint), bidang dasar
(bedding plane) atatu patahan (faults) yang posisinya miring tajam.
Longsoran ini sering terjadi dipicu oleh penggalian lereng bagian
bawah, dan jika kemiringan lereng melampaui sudut gesek dalam
massa batuan di sepanjang bidang longsor.
2) Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk
atau lereng debris dangkal yang terletak pada lapisan batu.
3) Longsoran translasi berlipat (multiple translational slide) awalnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
keatas secara bertahap ketika tanah dibagian belakang scrap di
puncak longsoran melunak oleh air hujan.
4) Longsoran sebaran (spreading failures) keruntuhan ini sering terjadi
pada lempung berlapis-lapis, di mana tekanan air pori sangat tinggi
berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisipi di
dalam lempung (Hardiyatmo, 2006).
Abdur Rahman, (2008) menyatakan bahwa dalam penelitian pemetaan
rawan longsor di Kab. Purworejo daerah rawan lonngsor di Kab. Purworejo
terletak pada lereng dengan kemiringan 15% sampai lebih dari 45% dicirikan
dengan jenis tanah lempung, curah hujan > 2.500 mm/thn, permebilitas tanah
well dengan kedalaman tanah 60-90 m. Adapun foktor penyebabnya yakni,
faktor alamiah ( bahan induk, curah hujan, hidrologi) dan faktor non-alamiah
(penggunaan lahan, pola tanam, pemotongan tebing, dll).
Kriteria Umum menurut Anonim (2008), penetapan kawasan rawan
bencana longsor
1. Kondisi kemiringan lereng : 15 – 70 %
2. Curah hujan rata-rata : > 2.500 mm/tahun
3. Lereng ditutupi oleh tanah setebal : > 2 meter
4. Struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur
retakan
5. Berada pada daerah yang dilalui struktur patahan (sesar)
6. Adanya gerakan tanah
7. Jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk & sifat
perakaran).
Faktor pendorong terjadinya longsor, adalah:
1. Curah hujan yang tinggi
2. Lereng yang terjal
3. Lapisan tanah yang kurang padat/tebal
4. Jenis batuan yang kurang kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
6. Getaran yang kuat (karena peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan
bermotor)
7. Susutnya muka air danau/bendungan
8. Beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan
9. Terjadinya pengikisan tanah/erosi
10.Adanya material timbunan pada tebing
11.Bekas longsoran lama yang tidak segera ditangani
12.Adanya bidang diskontinuitas
13.Penggundulan hutan
14.Daerah pembuangan sampah
Tingkat kerawanan kawasan rawan bencana longsor ditetapkan
berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap kondisi alam (dalam hal ini
kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan, struktur geologi, curah hujan, dan
geohidrologi lereng), pemanfaatan lereng, kepadatan penduduk dalam suatu
kawasan, serta kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
2. Pemetaan
Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran
permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau
metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy
peta yang berbentuk vektor maupun raster (Anonim 2010, 3).
Kata peta pasti sudah sangat familiar dan pasti sering melihat atau
bahkan pernah menggunakan peta, tetapi mungkin masih kesulitan untuk
mendeskripsikan pengertian dari peta. Pengertian peta secara umum adalah
gambaran dari permukaan bumi yang digambar pada bidang datar, yang
diperkecil dengan skala tertentu dan dilengkapi simbol sebagai penjelas
(Daud, 2010).
Syarat-syarat peta: peta harus rapi dan bersih, peta tidak boleh
membingungkan, peta harus mudah dipahami, peta harus memberikan
gambaran yang sebenarnya, peta harus ada indeks, daftar isi, keterangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
relatif, memperlihatkan bentuk. Unsur-unsur: judul peta, legenda /
keterangan, tanda arah / orientasi, skala, inset, sumber dan tahun pembuatan
peta, simbol dan warna, proyeksi peta (Anonim 2010, 4).
Setelah diketahui definisi, unsur, fungsi, untuk mengetahui dan
memperoleh informasi atau mengkaji daerah atau gejala tentang obyek yang
tertera dalam peta guna menginterpretasikannya memerlukan suatu ilmu
tersendiri yaitu pengindraan jauh. Menurut Lillesand dan kiefer (1979) cit
Susanto (1986), ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek,
daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala
yang dikaji.
Lindgren (1985) cit Susanto (1986) mengemukakan bahwa
pengindraan jauh adalah berbagai teknik yang dikembangkan untuk
perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari
permukaan bumi. Sedangkan menurut Everett dan simonett 1976 cit Susanto
(1986), pengindraan jauh merupakan ilmu, antara lain karena karakteristik
yang berupa: (1) konsepsi dasarnya dan (2) filosofinya. Di dalam
pengindraan jauh terdapat suatu sistem yang terdiri dari sumber tenaga,
atmosfer, interaksi antara tenaga dan obyek, sensor, perolehan data dan
pengguna data.
Peta digital (digital map) adalah peta yang berupa gambaran permukaan
bumi yang diolah dengan bantuan media komputer. Biasanya peta digital ini
dibuat dengan menggunakan software GIS (Geography Information sistem)
(Daud 2010). Sistem imformasi geografi (SIG) sebagai sarana untuk
menyimpan, menggali, dan memanipulasi data serta menghasilkan produk
(Aronof 1993 cit Susanto 1986). Menurut Lillsnad dan Keifer (1994) cit
Barus (1999), kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya
menggabungkan dalam berbagai data yang berbeda struktur, format, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3. Pengelolaan Daerah Rawan Longsor
Tanah longsor merupakan bagian dari erosi yang berbeda dengan erosi
lainnya atau suatu gerakan massa tanah berpindah dari tempat awalnya secara
bersama-sama. Pengelolaan daerah rawan longsor tidak jauh berbeda dari
pengelolaan erosi, hal ini karena tanah longsor masih bagian dari erosi.
Penentuan dari pengelolaan daerah rawan longsor melihat dari kelas
kemampuan lahan dari suatu daerah yang terjadi rawan longsor supaya dalam
pengelolaannya akan tepat dan sesuai antara metode konservasi yang akan
dilakukan baik metode mekanik atau metode vegetatif dengan kemampuan
lahannya. Sehingga masyarakat dapat menikmati hasil konservasi yang
dilakukan dan tanpa merugikan dari lingkungan sekitar serta masyarakat itu
sendiri (Arsyad, 2010 dan Hardiyatmo, 2006).
Parameter untuk mengetahui tingkat bahaya tanah longsor antara lain
tutupan lahan, curah hujan, geologi, tekstur, agregat, kemiringan,
permeabilitas, kemudian semua parameter dilakukan skoring untuk
mendapatkan daerah rawan longsor. penilaian disajikan dalam Tabel 2.1-2.8
di bawah ini:
Tabel 2.1: Skor Tutupan Lahan Tabel 2.2 Skor Curah Hujan
Tutupan Lahan Skor
sumber: Mubekti dan Al Hasan, 2008
Tabel 2.3: Skor Geologi Tabel 2.4: Skor Kedalaman Tanah
Curah Hujan (mm/thn) Skor
a. <1.000 1
a. Sangat dangkal (<20cm) 1
b. Dangkal (20-50cm) 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Tabel 2.5: Skor Tekstur Tanah Bawah Tabel 2.6: Skor Tekstur Tanah Atas
Tabel 2.7: skor kemiringan Tabel 2.8: skor permeabilitas
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan
radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2.9.
Tekstur Skor
sumber: Modifikasi Rintung et.al, 2007
Tekstur Skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Tabel 2.9 Bentuk wilayah dan kelas lereng
No. Relief Lereng
1 Datar <3%
2 Berombak/Agak Melamdai 3-8 3 Bergelombang/Melandai 8-15
4 Berbukit 15-30
5 Bergunung 30-40
6 Bergunung Curam 40-60
7 Bergunung Sangat Curam >60
Sumber : Ritung et.al, 2007
Setelah mengetahui suatu daerah yang dinyatakan rawan longsor, maka
selanjutnya menetukan metode konservasi yang akan diterapkan guna
mencegah, merawat serta menaggulangi daerah yang dinyatakan rawan
longsor tersebut terjadi longsor atau terjadi longsoran susulan. Metode
konservasi yang dapat digunakan untuk daaerah rawan longsor diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Metode Konservasi Mekanik;
1) Pengelolaan tanah menurut kontur
2) Guludan untuk lereng sampai 8% dan Guludan bersaluran
untuk lereng sampai 12%
3) Teras:
a) Teras berdasar lebar, (lereng 2%-15%)
b) Teras tangga, untuk tanah berlereng 2-30%
4) Rorrak untuk lereng 3-30% dengan kedalaman yang sesuai
dengan kemiringan lerengnya
5) Dam penghambat/ dinding penahan
b. Metode Konservasi Vegetatif:
1) Penanaman dalam strip, (lebar 20-50)
2) Penggunaan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan
3) Wanatani (agroforestry)
4) Pergiliran tanaman (crop rotation)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
6) Pagar hidup
7) Strip rumput (grass strip)
8) Penanaman rumput akar wangi
(Arsyad 2010, Hardiyatmo 2006, Kasdi et.al 2003)
Vegetasi selain untuk konservasi juga dapat mempengaruhi stabilitas
lereng. Peran tumbuh-tumbuhan dalam kestabilan lereng bergantung pada
tipe tumbuh-tumbuhan dan tipe proses degradasi lereng. Terkait dengan
kestabilan massa tanah, akar tumbuh-tumbuhan memperkuat lereng, dan air
yang diresap oleh akar akan mengurangi kelembaban tanah, sehingga juga
memperkuat lereng. Pembongkaran atau menghilangkan tumbuh-tumbuhan
dapat berakibat menambah kecepatan erosi, sehingga membahayakan
stabilitas lereng, terutama bila erosi terjadi di kaki lereng. Pada umumnya,
tumbuh-tumbuhan mempunyai pengaruh yang baik terhadap kestabilan
lereng.
Pemilihan tipe tumbuh-tumbuhan untuk stabilitas lereng sangat penting,
misalnya tanaman rumput yang rapat sangat baik untuk menahan erosi.
Sebaliknya, akar pohon-pohonan yang dalam dapat memperkuat lereng,
terutama untuk mencegah longsoran dangkal. Banyak strategi dan prosedur
dapat dipakai untuk memaksimalkan keuntungan, strategi ini dapat dilakukan
dengan cara: (1) pemilihan jenis tumbuhan yang cocok untuk lokasi tertentu,
(2) pemilihan tujuan stabilitas, (3) penempatan tumbuh-tumbuhan pada lokasi
yang benar, (4) manajemen tumbuh-tumbuhan untuk menghindari pengaruh
yang tidak merugikan (Hardiyatmo, 2006).
Pemilihan tumbuh-tumbuhan harus sesuai dengan tujuan stabilitas dan
harus cocok dengan kondisi tanah dan lokasinya. Tumbuh-tumbuhan
kayu-kayuan, umumnya mempunyai akar yang kuat dan dalam dibandingkan
dengan tanaman jamu-jamuan dan rumput, berpengaruh besar pada perkuatan
tanah dan aksi penahan gerakan. Tanaman kayu merupakan tanaman yang
paling baik untuk stabilitas tanah. Rumput dan tumbuhan jamu-jamuan paling
baik untuk mencegah erosi dangkal dan penahan hantaman air hujan. Semak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mempunyai biomass yang kecil dan tidak menyebabkan tambahan beban
yang berarti di permukaan lereng. Tumbuh-tumbuhan ditanam menurut tinggi
dan bentuk kerapatan lereng. Semak-semak lebih kecil sebaiknya tumbuh di
dekat puncak lereng dan pohon lebih besar ditempatkan di dasar lereng
(Hardiyatmo, 2006).
Pengaruh tumbuh-tumbuhan kayu yang menguntungkan terhadap
stabilitas lereng adalah (1) akar secara mekanis memperkuat tanah, (2)
Evapotranspirasi dan tahanan air dari daun-daunan membatasi kenaikan
tekanan air pori positif dalam tanah, (3) Batang pohon dapat bekerja sebagai
penahan gerakan ke bawah, (4) Berat tumbuh-tumbuhan dalam beberapa hal
dapat menambah stabilitas lereng. Tumbuh-tumbuhan kayu mempengaruhi
stabilitas lereng dangkal, yaitu menambah kuat geser tanah oleh akar
(Hardiyatmo, 2006).
Beberapa istilah digunakan utuk menggambarkan sistem akar
tumbuh-tumbuhan:
1. Tap root adalah akar yang arahnya vertikal terletak di bawah
akar pohon
2. Sinker root adalah akar yang berasal dari tap root
3. Akar lateral akar yang berpusat di akar sentral, tapi
konsentrasinya kearah horizontal.
Morfologi sistem akar dikategorikan:
1. Akar pelat
2. Akar bentuk jagung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Gambar 2.1. Macam Akar
Tap root vertical dan sinker root yang tertanam secara dalam, adalah
faktor utama yang mempengaruhi kenaikan stabilitas lereng. Perkuatan oleh
akar tanaman paling efektif bila akar menembus tanah permukaan sampai
mencapai retakan atau celah batuaan dasar atau akar-akar menembus zona
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
B. Kerangka Berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
III.METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DesaGirimulyo Kecamatan Ngargoyoso
Kabupaten Karanganyar, Sedangkan analisis tanahnya dilaksanakan di
Laboratorium Kimia dan Fisika Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2011 sampai selesai.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Alat
a. Peta Rupa Bumi Desa Girimulyo, meliputi :
1) Peta Rupa Bumi Lembar Ngrambe No. 1508-134 tahun 2000
2) Peta Rupa Bumi Lembar Karangpandan No. 1508-123 tahun 2000
b. Peta Geologi Lembar Ponorogo No. 1508-1 tahun 2009
c. Perlengkapan untuk analisis lapang (pisau belati, altimeter, cangkul,
rollmeter, klinometer, kompas, cetok, tisu, kaca pembesar, flakon, pH
meter, GPS, alat tulis, kamera).
d. Perlengkapan analisis laboratorium
e. Komputer, software untuk analisis data
2. Bahan
a. Sampel tanah
Sampel tanah untuk analisis laboratorium meliputi sampel
tanah terusik (per lapisan tanah, sampel tanah bongkah) dan sampel
tanah tidak terusik (sampel tanah permeabilitas).
b. Data pendukung (curah hujan)
c. Bahan kimia untuk analisis lapang dan untuk analisis laboratorium
C. Rancangan Penelitian
Diskriptif explorative adalah melakukan survei dan penelitian di
lapangan serta ditunjang analisis lahan dan pemetaan GIS dengan arcview,
dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Persiapan
2. Orientasi daerah penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3. Survei dan pengambilan sampel tanah
4. Analisis laboratorium
5. Penggambaran daerah penelitian
D. Teknik Penentuan Sampel
1. Persiapan meliputi pembelajaran tentang daerah penelitian,
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penelitian
2. Menyiapkan peta tematik yang dibutuhkan (penggunaan lahan, kemiringan
lereng, jenis tanah/geologi, kontur). Kelas kemiringan lereng diturunkan
dari Peta Rupa Bumi Indonesia dengan metode bujur sangkar. Kelas
kemiringan lereng dihitung dengan rumus sebagai berikut:
α : kemiringan lereng
N : jumlah garis kontur yang terpotong oleh diagonal bujur sangkar ik : interval kontur
a : panjang sisi bujur sangkar di lapangan (Imam Subarkah, 1978 cit Sudaryanto, 2011)
3. Membuat satuan peta lahan (SPL) Desa Girimulyo Kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar dengan mengoverlay peta pengunaan
lahan, peta kelas kemiringan, dan peta geologi.
4. Melakukan pengamatan profil tanah dan pengambilan sampel pada SPL
yang telah ditentukan berdasarkan peta kerja untuk diambil dan dianalisis
sifat fisika dan kimia sampel tanahnya.
5. Melakukan pengamatan semua parameter tanah rawan longsor
dilapangana seperti pengamatan kedalaman tanah, tekstur tanah,
pengamatan deskripsi lahan dan faktor-faktor lingkungan yang ada
6. Mengambil sampel tanah tak terusik (ring sampel tanah dan sampel tanah
per lapisan)
7. Melakukan analisis laboratorium meliputi analisis tekstur tanah,
permeabilitas, dan Bahan Organik
8. Melakukan scoring terhadap parameter dan penggambaran daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
E. Jenis dan Sumber Data
1. Data survei
a. Penggunaan lahan (observasi langsung)
b. Kedalaman tanah (observasi langsung)
c. deskripsi lahan dan faktor-faktor lingkungan yang ada
2. Data laboratorium
a. Tekstur tanah (observasi langsung dan metode pemipetan)
b. Permebilitas tanah (metode permeameter)
c. Bahan Organik (metode Walkey and Black)
F. Metode Analisis Data
1. Pengkelasan parameter (skoring)
2. Penentuaan daerah rawan longsor dengan metode skoring, berdasarkan
modifikasi Mubekti & Fauziah A (2008) serta Abdur Rahman (2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Secara administrasi daerah penelitian terletak di Desa Girimulyo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karangayar. Berdasarkan letak
geografis dari hasil pengamatan di lapangan, Desa Girimulyo terletak
pada 1110 06’ 34” - 1110 08’ 27” dan 70 36’ 32” - 70 37’ 25” serta
berada pada ketinggian sekitar 900 mdpl. Desa Girimulyo memiliki
bentuk topografi datar sampai bergunung. Curah hujan didaerah
penelitian tergolong tinggi seperti pada Tabel 4.1. Curah hujan yang
diamati adalah curah hujan tahunan (2001- 2010), data curah hujan
berdasarkan data dari Perkebunan Rumpun Sari Ngargoyoso. Dari data
tersebut menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (1951), wilayah
penelitian tergolong dalam tipe iklim B atau ber iklim basah.
Tabel 4.1. Data curah hujan, tahunan (2001-2010)
Sumber : Perkebunan Rumpun Sari Ngargoyoso, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 4.1. Akses Menuju Daerah Penelitian Batas administrasi Wilayah Desa Desa Girimulyo :
Sebelah Utara : Desa Kemuning
Sebelah Selatan : Desa Berjo
Sebelah Brat : Desa Nglegok
Sebelah Timur : Desa Segorogunung
2. Karakteristik Lahan Daerah Penelitian
a. Curah Hujan
Rata-rata curah hujan per tahun selama 10 tahun Desa Girimulyo
adalah 3649,11mm/tahun, dengan demikian klasifikasi menurut
Rahman (2010) masuk ke dalam skor 5.
Curah hujan mempengaruhi kondisi tanah dalam kemampuan
ketahanan tanah terhadap air, sehingga dapat mengakibatkan bencana
tanah longsor yang juga diikuti faktor lainnya. Dalam penelitian ini
Curah hujan diabaikan, karena curah hujan daerah penelitian masih
satu keseragaman. UNS
Karangpandan
Daerah penelitian
TW
40 Km
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Kelas Kemiringan Lerang
Hasil analisis kelas kemiringan lereng tercantum dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Kelas Kemiringan Lereng Pada Daerah Penelitian
Lereng (%)* Skor* SPL Luas
ha %
0-8 1 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 115,19 49,96 8-15 2 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 60,99 26,46
15-25 3 - 0 0
25-45 4 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 26,59 11,53 >45 5 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 27,78 12,05
Total 230,56 100
Keterangan: * Rahman (2010) dan analisis GIS Sumber: Hasil anlisis Lapang dan laboratoium, 2012
Berdasarkan hasil perhitungan rumus di atas, kelas kemiringan
lereng 0-8% mendominasi daerah penelitian ini. Hal ini diperkuat
dengan pengamatan langsung di lapangan. Kemiringan lereng
merupakan salah satu parameter yang dominan dalam tanah longsor,
menurut Mubekti dan Alhasanah (2008). Hasil penelitian dari Rahman
(2010) menyatakan bahwa tingkat paling tinggi rawan longsor pada
kemiringan 25-45% dan >45%. Kemiringan lereng yang curam
merupakan paling rentan terhadap tanah longsor, dikarenakan
kemiringan lereng dapat meningkatkan gaya penggerak tanah untuk
meluncur (Hardiyatmo, 2006).
c. Penggunaan Lahan
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Karangpandan
no. 1508-123 tahun 2000 dan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar
Ngrambe no. 1508-134 tahun 2000 serta observasi langsung di
lapangan, penggunaan lahan Desa Girimulyo meliputi perkebunan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 4.3. Penggunaan Lahan Pada Daerah Penelitian
Penggunaan lahan Luas
ha %
Permukiman 93,24 40,44
Semak 24,87 10,78
Perkebunan/Hutan 61,53 26,69
Sawah 28,98 12,57
Tegalan 21,94 9,52
Jumlah 230,56 100
Sumber: hasil analisis GIS
Hubungan antara penggunaan lahan dan perubahannya adalah
berpengaruh nyata dengan bencana tanah longsor. Menurut Barus,
(1999) bahwa longsoran sering terjadi pada tipe penggunaan lahan,
yaitu: pertanian lahan kering/tegalan dengan sistem konservasi tidak
baik, pertanian lahan kering/tegalan campuran dengan sistem
konservasi baik dan tidak baik, perkebunan yang tidak dikelola dengan
baik, hutan sekunder dan belukar. Menurut Mustofa, (2007),
keberadaan permukiman yang ada di daerah lereng dapat sangat
membahayakan apabila gerakkan tanah terus berkembang. Hal ini
diperkuat oleh Hardiyatmo, (2006), penambahan beban di permukaan
tanah akan meningkatkan bahaya tanah longsor serta pemilihan dan
penempatan tanaman harus sesuai dengan kondisi lahannya.
d. Geologi
Geologi Desa Girimulyo adalah berasal dari batuan vulkanik,
terdiri dari Qvl (Quarter vulkanik lawu) terdiri dari tuf dan breksi
gunung api (kuarsa, feldspar,) dan Qlla (Quarter lahar lawu) tersusun
dari komponen andesit, basal dan sedikit batu apung yang bercampur
dengan pasir gunug api serta banyak ditemukan mata air (Lampiran).
Kondisi geologi Desa Girimulyo baik digunakan menjadi lahan
pertanian, perkebunan dan hutan karena umumnya berubah menjadi
tanah yang subur tetapi hal ini menjadi rentan terkena bencana
khususnya bencana tanah longsor, karena geologi Desa Girimulyo
tersusun dari batuan vulkanik (Qvl dan Qlla) yang sangat ringan, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pergerakan air sehingga dapat menjadi bidang gelincir tanah dan
memudahkan pergerakan meluncur tanah.
Menurut Mubekti dan Alhasanah (2008), nilai klasifikasi untuk
batuan vulkanik adalah 3. Penelitian ini tidak memasukan parameter
geologi untuk pengkelasan daerah rawan longsor, dikarenakan Desa
Girimulyo masih berasal dari batuan yang sama, yaitu batuan vulkanik.
e. Deskripsi SPL Daerah Penelitian
Berdasarkan pengamatan di lapangan deskripsi daerah penelitian
di Desa Girimulyo tersajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Deskripsi SPL:
No. SPL Deskripsi Pada Daerah Penelitian LUAS ∑ SKOR ha %
1 1 Grup Tanah Haplanthepts, pH tanah 5,25 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Tegalan, Kemiringan 0%, Permeabilitas (0,058) Sangat lambat, Agregat Sangat mantap Sekali, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
13,86 6,01 20
2 2 Grup Tanah Plagganthepts, pH tanah ), 5,97 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Pemukiman, Kemiringan 0%, Permeabilitas (2,251) sedang-lambat, Sangat mantap Sekali Tidak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
14,31 6,21 17
3 3 Grup Tanah Haplanthepts, pH tanah 5,61 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Tegalan, Kemiringan 0%, Permeabilitas (0,122) Sangat Lambat, Agregat Sangat mantap Sekali, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
13,0 5,64 23
4 4 Grup Tanah Haplanthepts, pH tanah BO Sangat rendah, Tekstur Halus, Penggunaan lahan Tegalan, Kemiringan 0%, Permeabilitas (0,124) Sangat Lambat, Agregat Sangat mantap Sekali, Kedalaman tanah Dalam l, Geologi Qlla
27,29 11,84 22
5 5 Grup Tanah Haplanthepts, pH tanah 6,01 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Pemukiman, Kemiringan 0%, Permeabilitas (1,583) lambat, Agregat Sangat mantap Sekali, Kedalaman tanah Dalam , Geologi Qlla
19,15 7,46 19
6 6 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,50 (agak masamBO Sangat rendah, Tekstur Kasar, Penggunaan lahan Pemukiman, Kemiringan 0% , Permeabilitas (0,193) Sangat Lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7 7 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,55 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Kasar, Penggunaan lahan Semak, Kemiringan 0%, Permeabilitas (0,654) Lambat, Agregat Agak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
3,98 1,72 19
8 8 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,43 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Semak, Kemiringan 0%, Permeabilitas (3,557) Sedang-Lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
6,35 2,76 19
9 9 Grup Tanah Hapludalf, pH tanah 5,39 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Halus, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,434) Sangat Lambat, Agregat Tidak mantap ,Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
16,95 7,35 20
10 10 Grup Tanah Dystrudepts, pH tanah 4,72 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Pemukiman, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,043) Sangat lambat, Agregat Tidak mantap ,Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
22,52 9,77 19
11 11 Grup Tanah Dystrudepts, pH tanah 5,04 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,185) Sangat lambat, Agregat Kurang mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
1,16 0,50 19
12 12 Grup Tanah Haplantherpts, pH tanah 5,45 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Pemukiman, Kemiringan 8-15%, Permeabilitas (0,042) Sangat lambat, Agregat Sangat mantap Sekali, Kedalaman tanah Dalam , Geologi Qlla
5,08 2,21 19
13 13 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,23 (masamBO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,212) Sangat lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dangkal, Geologi Qvl
5,26 2,28 22
14 14 Grup Tanah Haplantherpts, pH tanah 5,86 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Tegalan, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,091) Sangat lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam , Geologi Qlla
7,81 3,39 22
15 15 Grup Tanah Haplantherpts, pH tanah 5,10 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agaak Halus, Penggunaan lahan Tegalan, Kemiringan 14,14%, Permeabilitas (0,294) Sangat lambat, Agregat Sangat mantap sekali, Kedalaman tanah Dalam , Geologi Qlla
2,2 0,95 23
16 16 Grup Tanah Fragiudepts , pH tanah 5,32(masam), BO Sangat rendah, Tekstur Halus, Landuse Pemukiman, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,058) Sangat lambat, Agregat Agak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,056) Sangat lambat, Agregat Tidak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qlla
2,86 1,24 22
18 18 Grup Tanah Hapludands , pH tanah 6,62 (netral), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,212) Sangat lambat, Agregat: Mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
4,23 1,84 22
19 19 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,96 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan: Perkebunan, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,066) Sangat lambat, Agregat Tidak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
5,68 2,47 24
20 20 Grup Tanah Hapludalf, pH tanah 5,7 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Semak, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,212) Lambat, Agregat: Mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
5,33 2,31 22
21 21 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,47 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (0,522) Lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
7,02 3,05 23
22 22 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 6,06 (agak masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (6,341) Sedang, Agregat Agak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
13,27 5,75 24
23 23 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,17 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Semak, Kemiringan 28,28%, Permeabilitas (6,312) Sedang, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
1,51 0,66 21
24 24 Grup Tanah Hapludands, pH tanah ), 6,61 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 56,57%, Permeabilitas (6,345) Sedang, Agregat Tidak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
1,26 0,55 21
25 25 Grup Tanah Hapludands, pH tanah 5,23 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Semak, Kemiringan 56,57%,, Permeabilitas (0,245) Sangat Lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
6,64 2,88 24
26 26 Grup Tanah Hapludands pH tanah 5,17 (masam), BO Sangat rendah, Tekstur Agak Halus Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 56,57%, Permeabilitas (1,108) lambat, Agregat Agak mantap, Kedalaman tanah Dalam, Geologi Qvl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sangat rendah, Tekstur Sedang, Penggunaan lahan Perkebunan, Kemiringan 56,57%, Permeabilitas (0,048) Sangat Lambat, Agregat Sangat mantap, Kedalaman tanah Dalam , Geologi Qvl
4,25 1,84 24
Total 230,56 100
Sumber: hasil analisis laboratorium dan pengamatan di lapangan, 2012
f. Kedalaman Tanah
Berdasarkan pengamatan di lapangan, Kedalaman Tanah Desa
Girimulyo adalah sebagai barikut:
Tabel 4.5. Kelas Kedalaman tanah Pada Daerah Penelitian
Kedalaman
Keterangan: * Ritung et.al, 2007dan analisis GIS Sumber: Hasil anlisis lapang, 2012
Diduga bahwa pada kedalaman tanah yang dalam akan
menambah beban dari tanah tersebut, sehingga mengakibatkan tanah
rawan longsor. Hal ini dikarenakan tanah mampu menyerap air,
sehingga air menambah bobot dari tanah tersebut. Peryataan tersebut
diperkuat oleh Hardyatmo, (2006) bahwa salah satu penyebab longsor
adalah penambahaan beban pada tanah.
Berdasarkan hasil penelitian, daerah tersebut didominasi oleh
kelas kedalaman tanah yang dalam, sehingga air akan berpotensi
menambah beban tanah yang memiliki kedalaman tanah yang dalam
dan dapat mengakibatkan daerah tersebut berpotensi terhadap rawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
tersebut dapat menjadi sangat rawan longsor atau dapat menjadi
sedang terhadap rawan longsor.
g. Klasifikasi Tanah
Jenis tanah akan memepengaruhi pengelolaan dan penanaman
tanaman yang sesuai guna mengurangi bahaya tanah longsor.
Klasifikasi jenis tanah menurut soil taxonomy tahun 1998, grup tanah
(Great Group)
Tabel 4.6. Jenis Tanah Pada Daerah Penelitian
Great group SPL Luas
Sumber: Hasil anlisis lapang dan laboratoium , 2012
SPL 9 yang memiliki jenis tanah Hapludalf disebabkan memiliki
kandungan klei yang cukup tinggi, serta tidak memiliki hal yang
mencolok lainnya. Pada SPL 16 yang memiliki fragipan, sehingga
jenis tanah SPL 16 adalah Fragiudepts. Sedangkan pada SPL 10, 11 &
17 masuk kedalam jenis tanah Dystrudepts karena tidak ada hal yang
mencolok. Untuk SPL 1, 3, 4, 5, 12, 14 dan 15 memiliki jenis tanah
Haplanthepts disebabkan memiliki epipedon anthropik, sedngkan SPL
2 yang memiliki jenis tanah Plagganthepts karena memiliki epipedon
plagen. Pada SPL 6, 7, 8, 13, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 dan 27
masuk kedalam jenis tanah Hapludands dikarenakan tidak ada hal
yang mencolok.
Hubungan antara tanah Hapludalf dengan rawan longsor adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menyerap air sehingga memudahkan pergerakan tanah pada bidang
gelincir tanah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Barus, (1999) yang
menyatakan bahwa jenis tanah Hapludalf berpotensi terhadap longsor.
Sedangkan pada tanah Fragiudepts, Dystrudepts, Haplanthepts, dan
Plagganthepts yang pada lapisan ketiga biasanya memiliki tekstur klei
yang sama pada tanah Hapludalf sehingga dapat memberi potensi yang
cukup terhadap rawan longsor atau dapat menjadi sedang terhadap
rawan longsor bila parameter yang lain tidak mendukung terhadap
rawan longsor, begitu juga dengan tanah Hapludands. Menurut
Nugroho et.al, (2009) jenis tanah Mediteran (Inceptisols) dan Andosol
(Andisols/Inceptisols) masuk dalam kategori tanah yang rawan
longsor, hal ini menguatkan dari pernyataan diatas.
h. Permeabilitas
Hasil pengamatan permeabilitas di laboratorium dengan
menggunakan alat permeameter tertera pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Kelas Permeabilitas Pada Daerah Penelitian
Klas Permeabilitas * cm/ jam* SPL Luas
Keterangan: * Modifikasi Hardjowigeno dan Sukmana, 1995 serta analisis GIS
Sumber: Hasil anlisis laboratoium, 2012
Air yang masuk ke dalam tanah akan mengurangi gesekan dalam
tanah sehingga akan mempengaruhi tingkat kerentanan tanah longsor
(Rudiyanto, 2010). Hubungan antara permeabilitas dengan longsoran
atau erosi adalah apabila permeabiltas dalam tanah terlalu tinggi
sehingga menutupi seluruh pori tanah dapat terjadi berkurangnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
tanah tersebut dapat mengakibatkan mudahnya tanah itu terjadi longsor
atau erosi.
Permeabilitas tanah di lapisan bawah lebih lambat dari pada
lapisan atas. Keadaan seperti ini dapat disebabkan oleh pengaruh
pengolahan tanah, perakaran tanaman, atau pemadatan pedogenesis
karena ada penimbunan klei. Hasil penetapan menunjukkan
permeabilitas lapisan tanah berkisar antara lambat sampai cepat,
sedangkan di lapisan bawah tergolong lambat sampai sedang
(Nabilussalam, 2011).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa permeabilitas sangat
berpengaruh pada erosi, terutama erosi permukaan/alur dan perlu
adanya pengamatan tambahan pada lapisan tanah bawah untuk
mengetahui pengaruh terhadap longsoran.
i. Tekstur
Klasifikasi tekstur menurut Ritung et.al (2007), sebagai berikut:
Tabel 4.8. Kelas Tekstur Lapisan Tanah Atas Pada Daerah Penelitian
Kelas
Tekstur A* Tekstur SPL
Luas
ha %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 4.9. Kelas Tekstur Lapisan Bawah Pada Daerah Penelitian
Kelas
Tekstur B* Tekstur SPL
Luas
ha %
Halus Klei pasiran, klei, klei debuan
Keterangan: * Ritung et.al, 2007 dan analisis GIS. Sumber: Hasil anlisis lapang dan laboratoium, 2012
Rahman, (2010) mengemukakan tingkat kerawanan longsor
yang tinggi salah satunya dicirikan oleh adanya tekstur klei pada
daerah tersebut. Hardyatmo (2006) menyatakan tanah yang
mengandung mineral klei bepengaruh pada stabilitas lereng, karena
dapat berlebihan dalam penyerapan air serta dapat menjadi bidang
gelincir yang licin.
Hasil pengkelasan tekstur pada Tabel 4.9. dan 4.10. menunjukan
bahwa dominan kelas tekstur pada lapisan tanah atas daerah penelitian
adalah kelas tekstur sedang dengan luas 109, 43 ha terdiri dari tekstur
lom pasiran, lom debuan sampai debu dan kelas tekstur pada lapisan
tanah bawah daerah penelitian didominasi oleh kelas tekstur agak
halus dengan luas 115,26 ha terdiri dari tekstur lom klei pasiran sampai
lom klei debuan. Hal ini menunjukkan bahwa daerah penelitian
berpotensi terhadap tanah longsor serta dapat terjadi sangat rawan
longsor bila ditunjang dengan parameter yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisis menunjukkan Desa
Girimulyo secara umum sebagian besar berada dalam daerah rawan
longsor (skor 18-23), luasannya mencapai 177,23 ha atau 80,43% dan
daerah sangat rawan longsor (skor 24-29) memiliki luas 30,81 atau
13,36% dari total wilayah Desa Girimulyo. Hasil tersebut adalah dari
penskoran tiap parameter, yang mana tingkat tidak rawan longsor 6-11,
sedang 12-17, rawan longsor 18-23, sangat rawan longsor 24-29.Secara
lengkap disajikan pada Tabel 4.11. Gambaran tingkat Rawan longsor Desa
Girimulyo dapat dilihat pada gambar terlampir (Lampiran).
Tabel 4.11. Tingkat Rawan Longsor Desa Girimulyo
NO. Tingkat Rawan
Sumber: hasil pengamatan di lapangan, analisis lab. dan GIS, 2012
Penelitian ini, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
tanah longsor adalah faktor kemiringan, penggunaaan lahan serta tanah
yang mengandung klei pada lapisan tanah bawah, hal ini selaras dengan
Rahman, (2010) serta Mubekti dan Alhasanah, (2008). Hal ini di-
karenakan kemiringan mempengaruhi daya penyangga tanah, semakin
miring kelas kemiringan akan memudahkan tanah bergerak ke bawah dan
akan mempermudah terjadi longsor pada daerah tersebut. Penggunaan
lahan berpengaruh terhadap tutupan tanah dan beban yang ada
dipermukaan tanah. Tanah yang mengandung tekstur klei pada lapisan
tanah bawah diduga akan memudahkan bidang gelincir tanah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
sedangkan pada tanah lapisan atas yang memiliki tekstur pasiran akan
mempermudah penyerapan air kedalam tanah sehingga mengakibatkan
bebean tanah meningkat. Apabila pada lapisan tanah atas terdiri dari
tekstur pasiran dan lapisan bawah memiliki tekstur klei, maka daerah
tersebut berpotensi terjadi tanah longsor.
Faktor yang mmepengaruhi terjadinya longsor selain faktor di atas
adalah kedalaman tanah. Kedalaman tanah terkait dengan kemampuan
tanah dalam menyerap air ke dalam tanah tersebut Hardyatmo, (2006). Di
dalam penelitian ini salah satu faktor yang mepengaruhi terjadinya tanah
longsor tidak dapat dianggap mutlak sebagai faktor tunggal penyebab
tanah longsor, adanya keterkaitan antara faktor satu dengan faktor yang
lain dalam terjadinya tanah longsor harus diperhatikan.
Kriteria penilaian daerah rawan longsor berdasarkan pengkelasan di
setiap parameter, didapatkan hasil penilaian daerah rawan longsor yang
bervariasi dalam setiap pengkelasan parameter yang sama. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa dari semua parameter saling berkaitan satu sama lain
dan menunjang untuk pengkelasan daereah rawan longsor, hal ini seperti
pada SPL 2 & 4, pada SPL tersebut memiliki kelas tekstur tanah, kelas
kemiringan lereng dan kedalaman tanah sama, tetapi pada dan penggunaan
lahan berbeda mengahasilkan pengkelasan yang berbeda terhadap rawan
longsor, yakni SPl 4 rawan longsor sedangkan SPL 2 kelas sedang.
Berbeda dengan SPL 10 & 16 yang memiliki kesamaan pada kelas
tekstur lapisan atas, kelas permeabilitas, penggunaan lahan dan kedalaman
tanah, serta memiliki kelas tekstur lapisan bawah dan kemiringan yang
berbeda tetapi hasil dari pengkelasan SPL tersebut masuk dalam satu
kelas, yaitu kelas rawan longsor. Selain itu pada SPL 24 & 26 yang
memiliki kemirngan, penggunaan lahan dan kedalaman tanah yang sama,
tetapi kelas tekstur dan permeabilitas berbeda mennghasilkan perbedaan
pada pengkelasan rawan longsor di SPL tersebut, yaitu kelas rawan