• Tidak ada hasil yang ditemukan

15. Asas Kebebasan Berkontrak Ardhito Sayoga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "15. Asas Kebebasan Berkontrak Ardhito Sayoga"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

0910204034 –Ardhito Ssayoga

Asas Kebebasan Berkontrak Mazhab Hukum Alam (Hugo de Groot, Thomas Hobbes, dan Immanuel Kant).

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan bagaimana pemikiran dari beberapa tokoh mazhab hukum alam yang membahas perjanjian dan kebebasan berkontrak di dalam karya-karyanya, yaitu Hugo de Groot, Thomas Hobbes, dan Immanuel Kant.

1. Hugo de Groot

De Groot beranggapan bahwa kontrak adalah suatu tindakan suka rela dari seseorang dimana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu.

2. Thomas Hobbes

Kontrak menurut Hobbes adalah metode dimana hak-hak fundamental dari manusia dapat dialihkan, sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang perlunya ada kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan kontrak-kontrak.

Thomas Hobbes berpendapat bahwa alam telah membuat manusia sama, yaitu sama dalam panca indranya dan sama dalam pikirannya, sekali pun dapat dijumpai bahwa kadang-kadang ada manusia yang lebih kuat raganya dari manusia yang lain. Dari kesamaan ini timbul kesamaan harapan untuk memperoleh tujuan-tujuan akhirnya. Apabila ada dua manusia yang menginginkan hal yang sama, yang untuk hal tersebut tidak mungkin dapat dinikmati bersama oleh mereka, maka mereka akan saling bermusuhan. Untuk mencapai apa yang diinginkan oleh mereka itu, mereka akan berusaha untuk menghancurkan atau menaklukkan yang lain.

Oleh karena manusia selalu merupakan mahluk yang serakah dan akan condong untuk mengambil kembali sebagian dari hak-haknya yang telah diserahkan itu apabila dia merasa rugi karena telah melakukan hal yang demikian itu, maka sekedar mereka setuju untuk menyerahkan hak alami mereka tidaklah cukup, harus dilakukan perbuatan yang lebih daripada itu, yaitu mereka harus mengalihkan hak-hak alami mereka kepada seseorang atau suatu badan yang dapat memastikan bahwa perjanjian itu dipatuhi dengan memberikan hak kepada orang atau badan itu untuk menggunakan seluruh kekuasaan yang diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan agar mereka mematuhi perjanjian tersebut. Dikatakan oleh Hobbes bahwa “Covenants, without the Sword, are but words, and of no strength to secure a man at all”.

3. Immanuel Kant

(2)

manusia sepanjang kebebasan ini dapat berdampingan dengan kebebasan manusia menurut hukum umum. Persamaan termasuk dalam prinsip kebebasan, dari sini menyusul sejumlah hak yang bersifat individual, terutama hak untuk memiliki, yang oleh Kant (seperti halnya Locke, Hegel, dan banyak yang lain) dianggap sebagai suatu ekspresi dari suatu kepribadian.

Dalam pembahasannya mengenai kontrak, Kant menganggap bahwa kontrak seperti halnya kepemilikan, memunculkan persoalan tertentu dalam tingkatan empirik.

Kant mendefinisikan kontrak sebagai pemilik atas kehendak arbiter orang lain sebagai sarana untuk mengarahkan kehendak melalui kehendak arbiter untuk melakukan tindakan tertentu sesuai dengan hukum kebebasan. Kesulitan muncul lantaran kontrak bersangkutpaut dengan kehendak bebas dan setara, mereka tidak bisa diwajibkan untuk melakukan tindakan selain melalui kehendak bebas masing-masing (wilkür).

Kontrak mengasumsikan adanya individu yang bebas dan setara dengan cara masing-masing. Dalam masyarakat sipil kontrak merupakan sarana mendasar untuk menentukan kepemilikan, dalam masyarakat tersebut kontrak hanya disaingi oleh pemberian dan pewarisan sebagai sarana mentransfer barang dan kekayaan dari suatu individu ke individu lain. Sebagaimana jual beli barang di pasar didasarkan pada kontrak, kontrak tidak sekedar mencirikan transaksi yang sifatnya kadang-kadang atau tidak sering, ini merupakan hubungan materi yang khas dalam masyarakat kapitalis modern. Kontrak merupakan sarana yang lazim dimana pemilik kekayaan disatukan bersama secara sosial. Dengan demikian, cara individu dalam berhubungan satu sama lain diharapkan dapat memebentuk sifat bagi masyarakat secara keseluruhan. Apa yang sebenarnya didapatkan dalam sebuah kontrak adalah kendali terhadap kehendak orang lain berkenaan dengan tindakan yang dijanjikan.

Syarat-syarat Syah Kontrak

Pasal 1320 KUHPerdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu: 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

1. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum 2. Adanya objek, dan

3. Adanya kausa yang halal.

Ke-empat hal itu, dikemukakan berikut ini.

1. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak.

Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.

(3)

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Pebuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum adalah:

1. anak dibawah umur (minderjaringheid),

2. orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan

3. istri (pasal 1330 KUHPerdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum. (pasal 31 UU nomor 1 tahun 1974 jo.SEMA No.3 Tahun 1963).

3. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)

Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi itu terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas; 1). memberikan sesuatu, 2). berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUHperdata). Misalnya jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu.

4. Adanya Causa Yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)

Dalam pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Dalam pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan causa yang terlarang.Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusialaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Oorzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh A menjual sepeda motor ke B. Akan tetapi, sepeda motor yang dijual oleh si A itu adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan si B, karena si B menginginkan barang yang dibelinya itu barang yang sah.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat Subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ke tiga dan ke-empat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.

Bentuk-Bentuk Kontrak

Kontrak yang dibuat secara tertulis telah lama dipakai dan sampai sekarang masih sering dipergunakan dalam praktek. George Aaron Barton membagi bentuk-bentuk kontrak tertulis berdasarkan sejarah yang dibuat oleh rakyat Mesopotania (Kerajaan Babylonia), yaitu sebagai berikut;

1. Kontrak Jual Beli

(4)

3. Kontrak ketengakerjaan 4. Kontrak persekutuan perdata

5. Kontrak utang piutang dan jaminan 6. Kontrak Kepailitan/bangkrut

7. Kontrak pemberian kuasa

Berakhirnya Kontrak

Berakhirnya suatu kontrak, dalam KUHPerdata disebut sebagai hapusnya perikatan sebagaimana diatur dalam pasal 1381. Dalam pasal ini mengatur berbagai cara tentang hapusnya suatu perikatan, baik perikatan itu bersumber dari perjanjian maupun dari undang-undang. Perikatan hapus karena:

1. Karena pembayaran;

2. Karena pemawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

3. Karena pembaharuan hutang

4. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi 5. Karena percampuran hutang;

6. Karena pembebasan hutang

7. Karena munsnahnya barang yang terutang; 8. Karena kebatalan atau pembatalan;

9. Karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab kesatu buku ini;

10. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri.

Menurut R.Setiawan, terhapusnya perikatan harus dibedakan dengan hapusnya persetujuan. Persetujuan dapat hapus karena:

1. Ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu.

2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan. 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan akan hapus. 4. Pernyataan penghentian persetujuan (opzzeging).

5. Persetujuan hapus karena putusan hakim. 6. Dengan persetujuan para pihak (herroping).

Kontrak Baku (Standardized contract)

Kontrak baku adalah kontrak yang baik isi, bentuk maupun cara penuntupannya dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, serta disebarluaskan secara sepihak oleh salah satu pihak. Dikarenakan kontrak baku dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan serta disebarluaskan secara sepihak oleh salah satu pihak, sedangkan pihak lainnya hanya dapat menerima atau menolak, tidak mengherankan bila kontrak baku yang berisi ketentuan dan persyaratan yang:

(5)

c. Menciptakan kewajiban tertentu yang kemudian dibebankan kepada pihak lain, misalnya menciptakan kewajiban memberi ganti rugi kepada pihak ketiga yang terbukti mengalami kerugian.

Kontrak Standar / Kontrak Baku

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir, kontrak ini telah dintentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Sehingganya inti dari perjanjian kontrak standar adalah isi dari yang diperjanjiikan tidak pernah dinegosiasikan dengan pihak lain, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut.

Jenis-jenis Kontrak Standar

Sebagaimana dikutip oleh Salim H.S, bahwa kontrak standar atau perjanjian baku menurut Mariam Darus Badrulzaman membaginya menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut

1. Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan oelh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat disini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai pisis (ekonomi) kuat dibanding pihak debitur;

2. Perjanjian baku timbal balik, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oelh kedua belaj pihak, misalnya perjanjian baku yang terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak buruh (debitur). Kedubelah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, mislanya pada perjanjian buruh kolektif;

3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan Pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang Agraria, mislanya formulir-formulir perjanjian sebagaimana diatru dalam SK Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 no.104/Dj/1977 berupa antara lain akta jual beli;

(6)

Asas-Asas dalam Kontrak

Dalam bisnis kontrak sangat dipergunakan orang, bahkan hampir semua kegiatan bisnis selalu diawali oleh adanya kontrak, alaupun dibuat secara sederhana. Karena fungsinya yang sangat penting, maka pembuatan kontrak haruslah memperhatikan asas-asas yang berlaku dalam suatu kontrak. Sebagaimana kita ketahui dalam ilmu hukum dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu kontrak, antara lain :

1. Asas Kontrak sebagai Hukum Mengatur

Hukum mengatur (aanvullen recht) adalah peraturan-peraturan hukum hukum yang berlaku bagi subjek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak. Akan tetapi, ketentuan hukum seperti ini tidak mutlak berlakunya, karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang diatur oleh para pihak tersebut. Jadi, peraturan yang bersifat umum mengatur dapat disimpangi oleh para pihak. Pada prinsipnya hukum kontrak termasuk kategori hukum mengatur, yakni sebagian besar (meskipun tidak menyeluruh) dari hukum kontrak tersebut dapat disimpangi oleh para pihak dengan mengaturnya sendiri. Oleh karena itu, hukum kontrak ini disebut hukum yang mempunyai sistem terbuka (open system). Sebagai lawan dari hukum mengatur adalah hukum yang memaksa (dwingend recht, mandatory). Dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum memaksa adalah aturan hukum yang berlaku secara memaksa atau mutlak, dalam arti tidak dapat disimpangi oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perbuatan hukum, termasuk oleh para pihak dalam suatu kontrak.

2. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya.

Asas ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa dalam suatu kontrak para pihak paa prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasanya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh rambu-rambu hukum sebagai berikut :

a. Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b. Tidak dilarang oleh undang-undang

c. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku d. Harus dilaksanakan dengan itikad baik

Bentuk dan isi perjanjian asas kebebasan berkontrak dapat dibuat asal tidak bertentangan dengan:

(7)

 Kesusilaan

Asas Kebebasan Bekontrak mengandung makna bahwa dalam membuat suatu kontrak, pihak-pihak pembuatnya pada dasarnya memiliki Kebebasan untuk:

- Menentukan apakah ia akan mengikatkan diri pada (atau menutup) kontrak yang bersangkutan atau tidak;

- Menentukan dengan pihak mana, dengan siapa ia akan mengikatkan diri dalam suatu kontrak;

- Menentukan objek, isi dan persyaratan-persyaratan kontrak;

- Menentukan bentuk/format kontrak, selama hal itu diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;

- Menentukan tatacara, langkah-langkah serta persyaratan pengikatan diri untuk pembentukan sebuah kontrak yang mengikat para pihak. Bagi seorang perancang kontrak, makna dari asas Kebebasan Berkontrak itu perlu dijadikan sebagai sikap dasar dalam pelaksanaan tugas-tugas perancangan, khususnya dikaitkan dengan dua aspek utama dalam perancangan kontrak yang baik, yaitu:

- Aspek akomodatif, dalam arti bahwa seorang perancang kontrak harus mampu mengakomodasikan seoptimal mungkin kebutuhan dan harapan yang sah (legitimate needs and expectations of the parties) yang terbentuk dalam transaksi bisnis mereka ke dalam kontrak bisnis yang dirancangnya pada saat yang sama.\

- Aspek legalitas, dalam arti bahwa seorang perancang kontrak harus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menuangkan transaksi bisnis (atau transaaksi apapun) diantara para pihak ke dalam kontrak yang sah dan dapat dilaksanakan (valid and enforceable contract). Dari segi ini perlu diperhatikan hal-hal yang mungkin dapat membatasi kebebasan berkontrak para pihak dalam mewujudkan transaksi bisnis merek seperti kewajiban pendaftaran, penggunaan akta otentik untuk jenis-jenis kontrak tertentu dan sebagainya.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Istilah ”pacta sunt servanda” mempunyai arti bahwa janji itu mengikat, yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak ini ialah bahwa kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut. Istilah lain dari asas ini adalah ”my word is my bonds”, yang artinya dalam bahasa Indonesia bahwa jika sapi dipegang talinya, jika manusia dpegang mulutnya, mengikat secara penuh atas kontrak atas kontrak yang dibuat oleh para tersebut oleh hukum kekuatanya dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat dari suatu undang-undang. Oleh karena itu, apabila suatu pihak dalam kontrak yang telah dibuatnya oleh hukum disediakan ganti rugi atau bahkan pelaksaan kontrak secara paksa.

4. Asas Konsensual

Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis.

(8)
(9)

kebebasan berkontrak dalam kenyataanya seringkali didapati salah satu pihak yang menentukan syarat didalam suatu kontrak, sedangkan pihak lain hanya dapat menerima atau menolak (misalnya dalam kontrak standar: syarat umum dari bank, syarat penyerahan dari produsen, dan sebagainya). Tidak dipungkiri bahwa kegiatan bisnis tersebut menjadi latar belakang tumbuhnya perjanjian baku. Menurut Gras dan Pitlo, latar belakang lahirnya perjanjian baku antara lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat sekarang bukan lagi merupakan kumpulan individu seperti pada abad XIX, tetapi merupakan kumpulan dari sejumlah ikatan kerja sama (organisasi).[7]. Perjanjian baku lazimnya dibuat oleh organisasi-organisasi poerusahaan. Hal inilah yang membuat perjanjian baku sering telah distandarisasi isinya oleh pihak-pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Disinilah letak kontradiksi antara asas kebebasan berkontrak dengan pemberlakuan pelaksanaan perjanjian baku.

Kebebasan berkontrak tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan.

 Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku.

 Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest).[13]

Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.

Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.

(10)

kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Karadag, (2015) terhadap 401 mahasiswa laki laki dan 287 perempuan dengan usia rata rata 21 tahun yang menyatakan bahwa

Daya tahan kardiovaskuler dapat dinilai secara kuantitatif, salah satunya dengan mengukur kapasitas pengambilan oksigen maksimum atau disebut juga VO 2 max

Dari hasil penelitian terdahulu yang berbeda-beda sudah menimbulkan research gap, oleh karena itu perbedaan hasil penelitian tersebut perlu untuk diperjelas lagi

Keanekaragaman musuh alami predator di kategorikan sedang, hal ini diduga karena kurangnya mangsa dipertanaman jagung Bima 20-URI, Sedangkan keanekaragaman parasitoid

Penyelesaian sengketa konsumen dengan tidak hanya satu konsumen yang dirugikan, dapat ditempuh melalui gugatan perwakilan kelompok (class action) sesuai dengan

Penggunaan peralatan RHVAC yang lebih besar telah menciptakan tekanan signifikan pada sistem tenaga dan meningkatkan permintaan listrik puncak, terutama di negara-negara bersuhu

Adapun penelitian ini adalah seluruh atau semua siswa autis disertai gangguan bahasa di SDLB Shanti Kosala Nganjuk sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi,

2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2018 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. KESATU