• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAJARAN TENTANG ALLAH edit docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAJARAN TENTANG ALLAH edit docx"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...1

BAB I:... 3

KEBERADAAN ALLAH....3

A. Adanya Allah menurut manusia itu pertama-tama disimpulkan dari wahyu umum.... 3

B. Adanya Allah itu tidak mampu disangkal oleh manusia....6

C. Adanya Allah dalam argumentasi....7

D. Kebutuhan intrinsik manusia untuk mengenal Allah yang benar....14

BAB II:... 16

ALLAH DAN NAMANYA...16

A. Wahyu khusus...17

B. Allah menurut Alkitab – Allah yang mewahyukan diriNya kepada manusia.. 23

C. Hakekat Allah – Ada....29

D. Pribadi Allah...36

E. Keadaan dasar (nature) pribadi Allah....39

F. Nama – nama Allah....43

G. Faham dan Pandangan yang salah terhadap Allah....48

BAB III:... 53

Sifat-sifat (attributes) Allah....53

A. Allah itu kekal....54

B. Allah itu tidak berubah....56

C. Allah itu Maha Kuasa – Omnipotent....59

D. Allah itu Maha Ada – Omnipresent....62

E. Allah itu Maha Tahu – Omniscience....64

(2)

TRINITAS ALLAH”...89

A. Allah Tritunggal....89

B. Tritunggal dalam Perjanjian Lama...90

(3)

BAB I:

KEBERADAAN ALLAH.

Sebelum Alkitab diwahyukan atau sebelum Firman Allah itu diberitakan, manusia oleh akal budinya sebenarnya menyadari adanya Allah. Manusia menyadari adanya Allah karena ia adalah mahluk satu-satunya di bumi ini yang memiliki roh didalam dirinya. Kesadaran akan adanya Allah itu belum dalam bentuk baku, teratur dan sistematis. Juga pembuktian akan adanya Allah itu pada mulanya bersifat tidak langsung dari wahyu umum.

A.

Adanya Allah menurut manusia itu pertama-tama disimpulkan

dari wahyu umum.

(4)

1. Manusia dari dirinya sendiri tidak mampu mengenal Allah yang

benar.

Walaupun dalam rohnya, manusia menyadari adanya Allah, tetapi tanpa pertolongan informasi dari luar dirinya sendiri, ia tidak akan mampu memahami secara akali tentang Allah yang benar itu, 1 Yohanes 5:20. Hal itu disebabkan karena :

a. Dosa manusia itu yang memisahkannya dari Allah.

Oleh dosa, semua manusia sudah kurang kemuliaan dari Allah, Roma 3:23. Terjadi ketidak seimbangan dalam roh, jiwa dan tubuh manusia. Itulah sebabnya manusia duniawi (manusia yang belum dijamah oleh pekerjaan Firman dan Roh Kudus), tidak dapat mengenal Allah yang benar karena tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, 1 Korintus 2:14.

b. Adanya perbedaan substansial manusia dan Allah, Yesaya 55:9.

Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, perbedaan substansial itu ternganga menjadi jurang yang tak terseberangi. Perbedaan-perbedaan itu antara lain:

Manusia Allah

Kelihatan Tidak Kelihatan

Fana Kekal

(5)

Dengan perbedaan yang hakiki ini, tanpa bantuan informasi dari luar dirinya, manusia itu sendiri tidak akan sanggup memahami Allah yang benar itu.

c. Setan berusaha mengikis habis informasi yang benar tentang

Allah.

Setan tahu bahwa waktu penghukuman baginya sudah dekat. Wahyu 12:12. Yesus sendiri memberi perumpamaan bagaimana giatnya setan berusaha mengikis habis benih yang benar tentang Allah, Matius 13:19cf.

d. Pengalaman manusia itu sendiri.

Alkitab mencatat, bahwa Kain itu bukanlah orang yang tidak mengenal Allah. Kejadian 4:3. Tetapi oleh kekerasan hatinya ia memilih jalannya sendiri dan makin jauh dari Allah, Kejadian 4:16; Yudas 1:11. Keturunannya menjadi orang-orang yang tak mengenal Allah. Keturunan Nuh pun mempunyai pengalaman yang serupa. Hal itu terjadi berulang-ulang dalam sejarah. Memang kedagingan manusia, mencondongkan manusia kepada dosa, Kejadian 6:5; Roma 7:22-23cf, yang makin menjauhkan manusia dari pengenalan akan Allah.

2. Pertama-tama Allah menyatakan keberadaanNya kepada manusia

lewat wahyu umum.

(6)

tempat kediaman manusia, Kejadian 2:4-7; Mazmur 115:16; Yesaya 45:18. Tujuan semuanya ini supaya manusia mengenal Allah, memuliakanNya, dan bersyukur kepadaNya, Roma 1:21. Sebenarnya hal utama yang dapat dipelajari manusia dari alam semesta ini adalah kekuatan, kebesaran, kekekalan dan harmoninya hukum alam. Semua kebijaksanaan itu secara tidak langsung kelak membawa manusia kepada perancang bahkan sumber dari segala sesuatu: “Sang Pencipta”.

3. Akibat negatif bila wahyu umum tidak dilengkapi dengan wahyu

khusus.

Sejarah mencatat bahwa dari merenungkan kekuatan, kebesaran, kekekalan dan harmoninya hukum alam, para orang bijak zaman purba mencari Allah didalamnya. Dari hasil pemikiran jenius mereka, dirumuskanlah kesimpulan-kesimpulan tentang Allah. Inilah cikal-bakal agama-agama dunia; agama-agama alam; natural religion. Allah bagi mereka digambarkan sesuai dengan jalan pikiran mereka, sehingga muncullah berbagai ragam allah-allah.

(7)

B.

Adanya Allah itu tidak mampu disangkal oleh manusia.

Walaupun manusia dari dirinya sendiri tidak mampu mengenal Allah yang benar, bahkan akhirnya banyak orang yang menyangkal keberadaan Allah, tetapi manusia hanya dapat berargumentasi dengan dirinya sendiri. Adanya Allah yang tercermin dalam wahyu umum itu tidak dapat disangkal oleh manusia. Berbagai kesaksian dari luar manusia memberi gambaran adanya Allah, Mazmur 19:1-5; Roma 1:19-20.

C.

Adanya Allah dalam argumentasi.

Suatu kewajiban orang percaya untuk memberi jawaban kepada siapa saja tentang imannya, 1 Petrus 3:15. Kewajiban kita untuk berapologia dengan memberi argumentasi bahwa Allah ada:

1. Argumentasi Kosmologis.

Kata ‘kosmos’ itu berarti ‘dunia’; dan dapat juga berarti ‘alam semesta – universe’. Argumentasi kosmologis itu menunjuk kepada alam semesta, kemudian berupaya membuktikannya dari hukum sebab akibat. Keberadaan dari akibat itu senantiasa menunjuk pada keberadaan dari sebabnya. Alam semesta itu ternyata bergerak dan digerakkan oleh suatu kekuatan yang teratur, harmonis dan akurat, yang membentuk suatu hukum alam yang maha luas dan dahsyat.

(8)

ini. Berbagai hypothesa telah diteorikan oleh para ahli astronomi dan ilmu pengetahuan alam, tetapi semuanya tidak memuaskan. Alamlah sendiri yang menjadi saksi bahwa penyebab awal – causa prima dari semua ini adalah Allah, Sang Pencipta itu, Kejadian 1:1; Mazmur 19:1-5; Roma 1:19-20; Ibrani 11:3.

2. Argumentasi Teleologis.

Argumentasi ini adalah pembuktian dari bentuk dan tujuan. Tidak sekedar bahwa alam semesta itu ada, tetapi alam semesta dan isinya itu mempunyai bentuk sempurna dan mempunyai fungsi tertentu, sesuai peran penciptaannya. Masing-masing ciptaan yang tak terhitung jumlah dan jenisnya dalam alam ini menunjuk pada maksud penciptaannya dan masing-masing mempunyai peran tertentu, bahkan kesemua ciptaan itu ada dalam harmoni satu dengan yang lain.

Alam semesta – Bima Sakti – Melky Way System diciptakan sedemikian rupa, sehingga tata surya kita merupakan satu dari sekian juta tata surya yang ada dalam sistem alam semesta ini. Kemudian bumi ini merupakan planet teristimewa dalam susunan tata surya kita. Sedangkan planet bumi ini diciptakan sedemikian rupa, dilindungi oleh sistem perlindungan sedemikian rupa, diisi oleh tak terbilang jenis ciptaan dalam kontrol hukum yang harmoni satu dengan lainnya; sehingga manusia dapat hidup di dalamnya.

(9)

sesuatu ini? Dapatkah manusia mengukur intelegensia dari sang perancang semua ini? Argumentasi dari bentuk dan tujuan adanya ‘suatu’ yang jauh melebihi inteligensia manusia, Yesaya 55:8-9, bahkan tanpa batas, yang lebih besar dari alam semesta, 2 Tawarikh 6:18.

3. Argumentasi Antropologis.

Kata’anthropos’ dalam bahasa Grika berarti ‘manusia’. Dari keberadaan manusia itu sendiri argumentasi ini bertitik tolak. Manusia adalah ‘master piece’ dari tindakan penciptaan Allah. Manusia yang diciptakan dalam gambar Allah menjadi mahkota kemuliaan dari segala ciptaan, Kejadian 1:1-28; Mazmur 94:9. Manusia jauh lebih berkuasa dari pada gabungan seluruh binatang ciptaan. Seekor monyet yang paling sempurna tidak dapat dibandingkan dengan manusia dalam keseluruhan keberadaannya. Teori evolusi sebenarnya adalah usaha untuk melepaskan manusia dari kelayakan dan pertanggung-jawaban kepenciptaan bagi dirinya. Manusia yang cerdas adalah salah satu argumen terbesar bagi adanya Allah yang cerdas pula. Bermilyard-milyard umat manusia, masing-masing berbeda dan unik, pun semua dasar kepenciptaan mereka, membuktikan adanya seorang pencipta.

4. Argumentasi Ontologis.

(10)

Grika ‘ontos’ yang berarti ‘yang sedang berada’. Argumentasi ontologis dihubungkan dengan argumentasi anthropologis, yakni yang membicarakan keberadaan hakiki dari manusia itu.

Manusia bukan hanya sekedar ciptaan yang cerdas belaka, ia juga adalah mahluk yang secara intuitif percaya dan mengetahui akan adanya Allah. Intuisi berbicara tentang pemahaman atau pengetahuan dimana manusia memilikinya tanpa proses berpikir. Manusia mengetahui secara intuitif bahwa ada Allah. Ia dilahirkan dengan pengetahuan ini di dalam dirinya. Kadang-kadang hal ini disebut sebagai agama instink di dalam manusia, yang membuatnya ingin menyembah sesuatu atau seseorang. Manusia diciptakan untuk menjadi seorang penyembah untuk menyembah Allah. Manusia tidak akan ingin menyembah Allah bila Allah tidak menaruh di dalam manusia itu pengetahuan intuitif tentang keberadaanNya sendiri.

Argumentasi menjadi hakiki oleh fakta adanya suatu keyakinan universal pada ‘satu allah’ atau ‘allah-allah’ dalam setiap bangsa pada permukaan bumi ini. Apabila manusia tidak menerima atau mendapatkan Allah yang benar, ia membuat allah/dewa bagi dirinya sendiri untuk disembah, untuk memuaskan pengetahuan instinktifnya itu.

(11)

pengetahuan akan adanya Allah, Kisah Para Rasul 17:23-24; Roma 1:18-32; Yohanes 1:3-7; Mazmur 115:1-8.

5. Argumentasi Moral.

Etika adalah pengetahuan yang mempelajari baik atau buruk perbuatan manusia dilihat dari sistim nilai tertentu. Moral adalah tindakan baik atau buruk manusia itu sendiri. Manusia adalah mahluk moral. Ia memiliki suatu perasaan hakiki tentang baik atau buruk, benar atau salah, sebaik perasaan tentang pertanggung-jawaban untuk mengikuti apa yang benar dan menolak apa yang salah. Alkitab menamainya ‘suara hati – conscience’ dan memandangnya sebagai pemberian Allah.

Apabila manusia melanggar suara hatinya, ia tunduk pada kejahatan dan suatu rasa takut akan penghukuman. Walaupun kata hati itu dapat dikondisikan atau dilatih dengan arahan-arahan berbeda, kata hati itu tetaplah suatu yang umum pada manusia secara inheren. Kata hati itu bersifat universal, dan menjadi saksi tentang keberadaan dari suatu pemberi hukum dan hakim tertinggi, yang menciptakan di dalam manusia rasa pertanggung-jawaban bagi kebenaran ini, Roma 2:14-15; 1 Timotius 4:2; Titus 1:15; Ibrani 9:14; Yohanes 8:9.

6. Argumentasi Biologis.

(12)

sudah ada sebelumnya, tidak semata-mata dari benda. Hal itu mengusut semua kehidupan kembali kepada sumbernya. Akhirnya kita harus kembali kepada Allah sendiri. Harus ada sesuatu yang menjadi sumber utama kehidupan itu. Asal muasal dari semua kehidupan dan pemilik dari kehidupan asal dan kekal dari Dia sendiri. Sumber kehidupan itu ialah Allah, Mazmur 36:10; Yohanes 11:25; 14:6; 10:28; 1:1-5.

7. Argumentasi Historis.

Sejarah manusia menunjuk pada satu tangan yang tak kelihatan, yang membimbing, mengatur dan mengawasi nasib bangsa-bangsa. Sebagai contoh, Babylon jatuh pada suatu malam ketika para tentara lupa menutup pintu-pintu pada dinding yang melaluinya air sungai besar Efrat mengalir. Nabi-nabi Allah telah mengatakan ini sebelumnya, lebih seratus tahun sebelum hal ini terjadi, Yesaya 45:1-5; Daniel 5. Suatu penelitian seksama dari sejarah akan mengungkapkan beberapa ilustrasi dari fakta ada tangan Allah yang bergerak untuk menyelesaikan kehendakNya, Wahyu 17:17. Sejarah membuktikan adanya Allah yang mengawasi jalannya sejarah.

(13)

Satu dari argumentasi-argumentasi terbesar adalah argumentasi Kristologis. Kristus yang historis adalah suatu fakta; dan adalah tidak mungkin untuk menggambarkan pribadi dari Yesus Kristus terpisah dari adanya Allah. KelahiranNya dari perawan, kehidupanNya yang tanpa dosa, mujizat-mujizat, pengajaran, kematian, penguburan, kebangkitan dan keangkatanNya ke Surga yang kesemuanya itu tak mungkin dijelaskan terpisah dari Allah. Yesus Kristus adalah wahyu terbesar dari adanya Allah. Semua keberadaanNya, semua perbuatanNya, dan semua yang Ia katakan, membuktikan adanya Allah, Yohanes 1:1-3, 14-18; 14:6-9; 1 Timotius 3:16; Ibrani 1:1-3; 1 Yohanes 1:1-3.

9. Argumentasi Bibliologis.

Alkitab adalah saksi untuk keberadaan Allah. Dalam penjelasan Doktrin Pewahyuan, Alkitab melampaui semua tulisan lain yang diwahyukan secara ilahi; tidaklah mungkin bagi kitab-kitab itu menjadi sekedar produksi kemanusiaan belaka. Semua kitab itu membuktikan keberadaan dari suatu kecerdasan yang lebih tinggi yang secara berdaulat membimbing para penulis dalam tugas mereka menulis kitab-kitab itu. Sebagai saksi yang tak mungkin keliru dari semua yang Alkitab ungkapkan tentang Allah, sifat dasarNya dan maksud-maksudNya harus diterima seakurat mungkin.

(14)

Kata ‘harmoni’ sebenarnya berarti ‘sesuai, seimbang, serasi’. Kesembilan argumentasi yang ada sebelum ini semuanya ada dalam kesesuaian. Ada keseimbangan dan keserasian diantara semua itu. Tidak ada satupun argumentasi yang telah diungkapkan itu membawa suatu pemahaman yang bertentangan, tetapi semua argumentasi itu membentuk suatu keharmonisan secara keseluruhan. Inilah argumentasi dari keharmonisan itu. Fakta bahwa argumentasi Kosmologis, Theologis, Anthropologis, Ontologis, Moral, Biologis, Kristologis dan Bibliologis, semuanya tercampur bersama dalam keharmonisan.

Semuanya itu berbicara tentang adanya Allah dan bila tidak demikian maka semua fakta yang menghubungkannya satu dengan yang lain itu tidak dapat dijelaskan. Percaya kepada keberadaan dari pribadi Allah yang ada dengan sendirinya adalah dalam harmoni dengan semua fakta tentang sifat mental dan moral manusia; sebagaimana juga dengan sifat dari materi alam semesta. Manusia sungguh-sungguh tidak dapat menolak fakta tentang adanya Allah. Hanyalah suatu kedunguan yang disengaja bila orang mau menolak bukti kesimpulan yang ada ini.

D.

Kebutuhan intrinsik manusia untuk mengenal Allah yang benar.

(15)

2:7; 1 Tesalonika 5:23. Masing-masing bagian manusia itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri, tetapi substansi manusia ada pada rohnya, Yohanes 6:63; Yakobus 2:26. Dengan tubuhnya, manusia bereksistensi di dunia ini, menjadi mahluk alamiah, Kejadian 2:7; 1 Korintus 25:44-50; dan mahluk biologis, Kejadian 1:27-28. Jadi, dengan tubuhnya manusia ada kontak dengan alam lingkungannya. Dengan jiwanya, manusia menyadari kemanusiaan dan pribadinya, sehingga dengan demikian ia dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan mahluk-mahluk lain dalam dunia. Dengan rohnya, manusia menyadari dimensi rohaninya; dan dengan rohnya manusia dapat berkomunikasi dengan dunia roh.

Dengan roh yang menjadi substansi manusia, ternyata manusia itu secara intrinsik butuh pengenalan akan Allah. Sejarah perkembangan budaya membuktikan bahwa semua bangsa di dunia ini mempunyai latar belakang keyakinan terhadap dunia rohani. Tetapi oleh karena dosa, manusia tidak dapat menemukan Allah yang benar; itulah sebabnya manusia menciptakan berhala bagi dirinya sendiri, Roma 1:21-23; Ulangan 4:16-18. Bila manusia tidak puas dengan berhala dan ia merasa mampu atau kuat, ia menjadikan dirinya sendiri berhala. Atheisme modern pada dasarnya adalah upaya manusia menolak keberadaan Allah yang benar dan menjadikan dirinya sendiri allah dalam pikirannya sendiri. Pengkultus-individuan seseorang itu sebenarnya menjadikan seseorang itu idola; apakah ia seorang politikus, artis, musisi dan lain-lain. Orang-orang memuji-muji sang idola itu secara berlebih-lebihan. Alkitab mencatat, berhala itu ditulis dengan kata ‘idol’.

Secara tegas Alkitab memperingati orang-orang percaya:

(16)

Alkitab karena kecenderungan manusia, oleh kebutuhan intrinsiknya untuk

mengenal Allah yang benar. Bila karena dosa lalu manusia itu tidak dapat

menemukan Allah yang benar, ia akan mencari objek lain untuk disembah.

BAB II:

ALLAH DAN NAMANYA

(17)

Tunggal-Kesemua ini ditambah dengan uraian, penjelasan, ungkapan, kejadian penting bagi sejarah dunia, direkam Allah dan diilhamkan kepada para hambaNya, Yesaya 34:16; II Timotius 3:16; dalam bentuk tulisan yang kita kenal dengan istilah Alkitab. Itulah wahyu khusus – special revelation. Beginilah Allah memperkenalkan diriNya sendiri kepada manusia; yakni dengan mewahyukan diriNya sendiri. Bila tidak demikian, tidaklah mungkin manusia mengenal Dia dengan benar.

A.

Wahyu khusus

Wahyu Khusus adalah untuk mengungkapkan kepada manusia siapakah Allah itu. Firman Allah yang tertulis atau Alkitab itu disebut wahyu khusus, karena melaluinya secara khusus Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Cara Allah berbicara kepada manusia yang memakan waktu ribuan tahun itu, tidak akan dapat diikuti manusia yang umur rata-ratanya tidak sampai satu abad itu. Tetapi dengan mengilhamkannya dalam bentuk tulisan, maka manusia dapat mempelajari siapa Allah itu dari informasi tertulis yang lengkap.

1. Alkitab sebagai media pengajaran satu-satunya tentang Allah

-Theologia proper.

(18)

masing-sendiri tentang Allah, tetapi hanya merupakan upaya menusia memahami secara tidak langsung lewat wahyu umum.

Tetapi untuk mempelajari Allah yang benar itu, hanyalah Alkitab sumber satu-satunya yang benar dan dapat dipercaya. Karena Alkitab itu diwahyukan Allah kepada manusia untuk menjadi media pengajaran formal satu-satunya tentang Allah. Alkitab dalam Firman Allah dan Firman Allah itu adalah kebenaran – the truth, Yohanes 17:17. Itulah sebabnya pengetahuan tentang Allah dengan dasar satu-satunya sumber informasi – Alkitab – disebut theologia proper, secara harafiah berarti: pengetahuan tentang Allah yang sebenar-benarnya.

2. Alkitab yang diwahyukan dijamin benar dan menjadi jaminan.

Sebagai satu-satunya sumber yang benar dan dapat dipercaya dalam mempelajari pengetahuan tentang Allah, ada dua sifat azasi Alkitab yang perlu dijelaskan secara singkat, sebagai dasar pengajaran, yakni:

a. Alkitab itu tidak pernah salah (inerrancy).

(19)

Ada beberapa hal yang sukar dipahami dalam Alkitab, tetapi hal itu karena keterbatasan manusia itu sendiri untuk memahaminya dan satu demi satu mulai terungkap. Ada beberapa hal yang belum terbukti; hal itupun karena Alkitab bersifat nubuatan dan hal-hal itu mulai tergenapi satu demi satu. Ada halangan-halangan lain yang berupa kesulitan penerjemahan bahasa; hal itupun dapat teratasi satu demi satu oleh para ahli yang dibimbing oleh Roh Kudus.

Alkitab itu tidak pernah salah (inerrancy); dijamin benar untuk menjadi sumber satu-satunya bagi mereka yang mau belajar mengenal Allah yang benar.

b. Alkitab itu otoritas tertinggi (sola scriptura).

Ada banyak pandangan, penafsiran atau ajaran tentang Allah; tetapi semuanya harus dirujukkan kebenarannya dengan Alkitab. Sebab Alkitablah yang menjadi ukuran satu-satunya sehingga menjadi otoritas tertinggi. Apa saja pendapat, pandangan, penafsiran ataupun ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab, harus ditolak. Hal itu prinsipil, supaya manusia tidak tersesat.

(20)

Alkitab itu adalah otoritas tertinggi. Semua penafsiran, ajaran atau pendapat, harus merujuk kepada Alkitab. Konsekuensinya yakni semua penafsiran, ajaran atau pendapat yang tidak sesuai dengan Alkitab itu, harus ditolak.

3. Allah sendiri membela kebenaran Alkitab dengan memberi bukti.

Setan tahu bahwa poros pengajaran tentang Allah ada dalam Alkitab. Sejarah mencatat, orang-orang yang dipakai setan berusaha membelokkan sejarah bahkan berusaha memusnahkan Alkitab. Tetapi Allah sendirilah yang melindungi ilham-Nya itu sehingga tetap utuh untuk menjadi kesaksian sepanjang zaman, Yesaya 34:16; Yeremia 36:1-32; Matius 5:18; 24:35; Lukas 16-17.

a. Bukti sejarah penyusunan Alkitab.

Dari pembuktian sejarah dan naskah-naskah kuno, dapat dibuktikan bahwa Allah sendirilah yang melindungi naskah-naskah kuno penulisan wahyu Allah yang awal. Penemuan naskah-naskah kuno gua Qumran di tepi Laut Mati, merupakan bukti otentik. Naskah-naskah kuno yang tetap terpelihara itulah yang memungkinkan Alkitab terkumpul seperti yang ada sekarang ini.

b. Bukti sejarah dunia dalam kaitan dengan Alkitab.

(21)

4. Manusia yang terbatas itu harus percaya pada keterangan

Alkitab, bila ia rindu mengenal Allah yang benar.

Orang yang tidak percaya Firman Allah itu tidak akan berjumpa Yesus Juruselamat dan tidak mendapatkan keselamatan itu. Orang yang tidak menerima keselamatan dari Yesus Kristus, tidak akan mengenal Allah yang benar, Yohanes 5:38-40. Untuk mengenal Allah dengan benar memang ada prosesnya. Kunci awal pembuka pengenalan akan Allah adalah percaya.

a. Iman timbul dari mendengar Firman Allah, Roma 10:17.

Sudah dijelaskan di depan bahwa orang mengenal Allah dengan keyakinan. Sedangkan keyakinan yang benar – iman – berdasarkan Firman Allah, Roma 10:17. Iman adalah konsep kebenaran (the truth) yang didasarkan pada Firman Allah. Jadi iman kepada Allah adalah kebenaran-kebenaran tentang Allah yang didasarkan pada Firman Allah.

b. Tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah, Ibrani 11:6a.

(22)

c. Siapa berpaling kepada Allah, harus percaya bahwa Allah ada, Ibrani 11:6b.

Percaya merupakan respons seseorang secara pribadi kepada konsep kebenaran Firman Allah itu, Roma 10:16. Contoh terbesar adalah orang-orang Yahudi itu. Walaupun mereka mempunyai konsep kebenaran Firman Allah, mereka beriman; tetapi ketika kebenaran itu sendiri datang, mereka tidak percaya, Yohanes 1:11; 3:18,36; 6:36, 66; 10:25.

(23)

B.

Allah menurut Alkitab – Allah yang mewahyukan diriNya kepada

manusia.

Awal dari Alkitab adalah pernyataan awal Allah tentang diriNya sendiri. Awal dari Firman tertulis itu adalah deklarasi awal tentang Allah. Dari sinilah awal dari pengetahuan tentang Allah itu.

1. Allah memperkenalkan diriNya sendiri secara bertahap dan progresif kepada manusia.

Inilah prinsip utama belajar tentang Allah. Allah tidak menyatakan diri sekaligus kepada manusia, melainkan bertahap dan progresif. Perlu dicamkan bahwa tahapan dan perkembangan maju dari pernyataan Allah tentang diri-Nya itu memakan kurun waktu ribuan tahun. Umur manusia tidak seperti itu. Itulah sebabnya tahapan dan perkembangan tersebut dicatat dalam Alkitab untuk kelak menjadi kesaksian bagi manusia dan kemudian dapat dipelajari oleh manusia itu.

2. Perkenalan pendahuluan,

(24)

3. “Allah” dalam Kejadian 1:1.

Kata ‘Allah’ dalam Kejadian 1:1 itu merupakan subjek kalimat dari ayat itu. Karena merupakan subjek atau pokok dari kalimat itu, maka kata ‘Allah’ itulah yang lebih dahulu dijelaskan singkat.

Kata ‘Allah’ itu sebenarnya diterjemahkan dari kata ELOHIM (Ibrani), GOD (Inggris). Kata ELOHIM itu berarti ‘Maha Kuasa’ – Almighty (Inggris). Jadi kata Allah disini lebih menunjuk pada sifatNya, yakni sifat kemaha-kuasaan itu dan belum menunjuk pada pribadi.

Walaupun nanti akan diuraikan lebih luas, tetapi sudah perlu dimulai disini sebagai pembukaan: Kata ‘Allah’ dalam bahasa Indonesia itu sebenarnya berasal dari bahasa Arab. Tetapi secara gramatikal, kata tersebut adalah kata benda tunggal – singular. Sedangkan kata ELOHIM itu mengandung makna jamak – plural. Dalam kandungan makna jamak inilah pemahaman Bapa, Putra dan Roh Kudus dapat dijelaskan kelak.

(25)

Jadi sejak awal, secara implisit, Allahnya Alkitab itu sudah bersifat unik – tidak ada duanya – tidak ada persamaannya. Yesaya menulis: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah ? . . .”, Yesaya 40:18.

4. ‘Pada mulanya’ , dalam Kejadian 1:1.

Kata ini dalam bahasa aslinya mengandung makna waktu. Sedangkan waktu dalam pemahaman ini adalah kekekalan masa lampau, karena manusia tidak tahu berapa jauhnya masa lampau itu. Melihat rangkaian kata itu dalam kalimatnya, maka kata ‘pada mulanya’ itu, bukanlah keterangan untuk kata Allah, melainkan keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’.

5. ‘Pada mulanya Allah’, dalam Kejadian 1:1.

Kata-kata ini membawa pemahaman bahwa Allah terkait dengan masa lalu. Tetapi karena kata ‘pada mulanya’ itu lebih menunjuk sebagai keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’, menjadi jelaslah pemahaman bahwa Allah itu sudah ada sebelum dimulainya ukuran kekekalan masa lampau itu. Waktu itu memang menunjuk pada kefanaan akibat dosa. Jadi sebelum ada ide tentang waktu, Allah sudah ada.

Pernyataan Alkitab tentang ‘pada mulanya Allah’ itu ternyata merupakan pernyataan tegas dari Allah sendiri untuk menihilkan isme-isme tentang allah lainnya, misalnya:

a. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan atheisme.

(26)

c. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan polytheisme.

d. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan dualisme.

6. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’, Kejadian 1:1.

Ayat ini sungguh-sungguh menunjukkan kedaulatan Allah dalam bertindak. Di dalam Allah-lah segala takdir berawal, sebab Ia maha kuasa dan sekaligus berdaulat. Tetapi orang tidak boleh memikirkan takdir sedemikian rupa sehingga Allah ditempatkan sebagai penguasa lalim yang semena-mena menetapkan nasib (fatum, Latin) seseorang – fatalisme. Orang seperti itu tidak memahami keseluruhan sifat-sifat Allah. Penafsiran seperti itu sungguh amat naif dan menyesatkan banyak orang. Allah harus dilihat dari seluruh sudut pandang yang diperkenankan oleh Alkitab. Untuk itulah Alkitab ada dan Kejadian 1:1 ini baru merupakan awal perkenalan tentang Allah.

Masih ada pemahaman-pemahaman lain lagi dengan kata ‘mencipta’ dan ‘langit dan bumi’. Tetapi karena uraian ini lebih tertuju pada pengungkapan tentang Allah, maka pemahaman yang berkaitan dengan kata-kata tersebut belum perlu diuraikan disini.

Pernyataan Alkitab tentang ‘pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’, ternyata merupakan pernyataan tegas dari Allah untuk menihilkan isme-isme filosofies yang membinasakan umat manusia, misalnya:

(27)

Paham fatalisme ini meyakini bahwa nasib manusia itu ditentukan oleh penentuan yang ada diluar dirinya sendiri, tanpa ia dapat mengubahnya lagi. (Catatan: Apa bedanya dengan paham Predestinasi dalam Calvinisme?). Penentuan nasib manusia menurut fatalisme itu datang dari kekuatan alam semesta itu sendiri.

Dengan adanya Kejadian 1:1 ini, paham fatalisme itu dinihilkan. Alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Jadi bukan alam semesta yang menentukan nasib manusia. Juga Allah pencipta alam semesta ini adalah Allah yang penuh kasih, 2 Petrus 3:9. Didalam Allah tidak ada bentuk fatalisme.

b. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan paham evolusi.

Paham evolusi ini menyakini bahwa terjadinya mahluk hidup itu merupakan suatu kebetulan dalam alam semesta, sehingga tercipta satu sel hidup. Sel hidup tersebut kemudian berevolusi pada tingkat yang lebih tinggi. Muncullah species-species mahluk hidup. Species akhirnya adalah manusia.

(28)

c. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan pantheisme.

Pantheisme ini mengidentikkan Allah dengan alam. Sedangkan Kejadian 1:1 menegaskan bahwa alam ini adalah ciptaan Allah. Jadi alam ini bukanlah Allah.

d. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan materialisme.

Kejadian 1:1 ini hanya dapat diterima dengan iman, bukan ratio. Mengapa? Karena ratio manusia itu amat terbatas, sesuai dengan keterbatasan substansi manusia itu sendiri. Catatan: Deisme nanti akan disangkal Alkitab dalam Kejadian pasal 2.

7. Kesimpulan.

Awal pernyataan Allah tentang diriNya sendiri dalam Kejadian 1:1 ini sungguh-sungguh merupakan dasar utama pengenalan akan Allah yang benar itu. Beberapa kesimpulan penting dari Kejadian 1:1 ini, antara lain:

a. Allah memperkenalkan diriNya secara bertahap dan progresif kepada manusia.

(29)

c. Kata ‘Allah’ itu sendiri tak dapat menampung keseluruhan idea dari kata ELOHIM di dalamnya.

d. Allah itu unik – tidak ada duanya – tidak ada persamaannya.

e. Allah itu sudah ada sebelum ada waktu.

f. Allah itu berdaulat penuh. Di dalam Allah-lah segala takdir itu berawal. Tetapi kedaulatanNya itu tidaklah menyuburkan fatalisme, sebab sifat-sifat utama lainnya dari Allah masih belum dibicarakan dan Kejadian 1:1 itu barulah awal perkenalan.

g. Allahnya Alkitab itu sungguh-sungguh menihilkan segala macam isme filosofis manusia yang mencoba menentangNya.

h. Allahnya Alkitab itu hanya dapat dipahami lewat iman.

C.

Hakekat Allah – Ada.

Keberadaan atau eksistensi Allah sudah dibicarakan, bahkan Allah sendiri sudah mulai menyatakan diriNya kepada manusia. Kini muncul pernyataan, bagaimanakah sebenarnya sifat hakekat atau substansi Allah itu? Kalau eksistensinya saja sudah merupakan suatu pergumulan iman dan butuh penegasan Allah sendiri, apalagi manusia akan membicarakan hakekat atau substansiNya. Untuk memahaminya, maka Allah sendirilah yang mempersiapkan segala sesuatu dan memberi informasi yang cukup bagi manusia untuk mengenal siapa ia sebenarnya.

(30)

Sangat jelas bahwa dengan kedaulatan dan kemaha-kuasaan-Nya, Allah menciptakan langit dan bumi. Dari ayat-ayat ini jelas bahwa dalam kisah pertama penciptaan itu hanyalah ‘kata atau nama Allah’ yang disebut-sebut sebagai pencipta. Bahkan tiga puluh lima kali kata ELOHIM itu disebut-sebut dalam ayat-ayat ini.

2. Allah mulai memperkenalkan ‘pribadiNya’ kepada manusia, (Kejadian

2:4).

Ayat ini membuka sebuah tahap baru untuk mengenal Allah lebih baik lagi. Ternyata ayat ini mengungkapkan bahwa yang menciptakan langit dan bumi itu adalah TUHAN ALLAH – YEHOVA ELOHIM (berkembang dari istilah ALLAH – ELOHIM, Kejadian 1:1-2:3, menjadi istilah TUHAN ALLAH – YEHOVA ELOHIM).

Penjelasan awal dari perkembangan istilah dalam ayat ini yakni: Didalam sifat kedaulatan dan kemaha-kuasaanNya itu, Allah mulai memperkenalkan pribadiNya, yakni TUHAN – YEHOVA. Tahap baru memperkenalkan diriNya itu adalah untuk memulai memperkenalkan ‘pribadi’Nya kepada manusia.

3. Pribadi Allah dalam hubungannya dengan manusia, dikenal dengan

nama: TUHAN, (Kejadian 2:4-3:24).

(31)

dapat dikenal secara umum lewat wahyu umum, tetapi pribadi Allah hanya dapat dikenal khusus dalam hubunganNya dengan manusia, lewat wahyu khusus. Dalam pribadi Allah itulah manusia dapat memahami hakekat atau substansiNya.

Perkenalan pribadiNya kepada manusia juga secara bertahap. Eksposisi Kejadian 2:4-3:24 menggambarkannya:

Kejadian 2:4;

Allah mulai memperkenalkan bahwa dibalik kedaulatan dan kemahakuasaan-Nya, ternyata ada pribadi Illahi yang namaNya: TUHAN. Terdapat kesan bahwa istilah Allah itu menunjuk pada lembaga Illahi. Sedangkan istilah TUHAN itu menunjuk pada nama pribadi. Jadi istilah gabungan TUHAN ALLAH itu menunjuk pada ‘lembaga Illahi yang berpribadi’.

Kejadian 2:4-7;

(32)

TUHAN Allah. Sebelum manusia diciptakan, TUHAN Allah mempersiapkan suatu kehidupan alamiah bagi manusia.

Kejadian 2:8-9;

TUHAN Allah mempersiapkan dan menempatkan manusia pada tempat khusus – Eden – supaya manusia dapat hidup dengan baik.

Kejadian 2:10-14; .

TUHAN Allah memberi segala faslitas kepada manusia.

Kejadian 1:15-17;

TUHAN Allah memberi tugas dan hukum kepada manusia.

Kejadian 2:18;

TUHAN Allah merencanakan secara istimewa teman hidup bagi manusia.

Kejadian 2:19-20;

TUHAN Allah mendidik manusia memahami arti kehidupan dan menjadi dewasa.

Kejadian 2:21-22;

(33)

Manusia memahaminya dan hidup menurut rencana istimewa TUHAN Allah itu.

Kejadian 3:1-24;

TUHAN Allah menyiapkan rencana keselamatan bagi manusia yang jatuh ke dalam dosa.

Catatan: Ternyata ayat-ayat ini menihilkan keyakinan ‘Deisme’ itu. Allah tidak sekedar mencipta lalu meninggalkan ciptaanNya itu untuk berproses sendiri. Allah hadir dan aktif berperan dalam alam ciptaanNya; lebih khusus lagi, dalam menyelamatkan umat manusia. Jadi, dengan pengungkapan pribadi Allah melalui pernyataan Nama ‘TUHAN Allah’. Deisme itu dinihilkan.

Jadi jelas sekali bahwa dalam hubungannya yang khusus dengan manusia, Allah memperkenalkan pribadiNya dengan sebutan atau nama: TUHAN – YEHOVAH. Hal ini lebih terbuka lagi setelah mempelajari seluruh kitab Perjanjian Lama itu. Istilah Allah – ELOHIM hanya disebut 3.000-an kali, sedangkan istilah TUHAN – YEHOVAH disebut 6.823 kali dalam Kitab Perjanjian Lama itu. PribadiNyalah yang dikedepankan, bukan lembaga.

4. Hakekat TUHAN Allah itu, ‘ADA’ yang kekal, Keluaran 3:14-15.

(34)

Allah menjelaskan kepada Musa bahwa namaNya dalam bahasa Ibrani ditulis: EHEYEH ASHER EHEYEH, yang dipendekkan menjadi EHEYEH. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan I AM THAT (WHO or WHAT) I AM, dipendekkan menjadi I AM. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan AKU ADA YANG AKU ADA, dipendekkan menjadi AKU ADA. Dari sinilah kata Ibrani YAHWEH atau YEHOVAH itu berakar.

Kata-kata ini berarti: Aku adalah Dia yang Ada dengan sendirinya; Dia yang kekal; Dia yang senantiasa ada dan senantiasa akan ada. Kata-kata yang dipendekkan menjadi AKU ADA itu berarti: Dia yang senantiasa ada dan hidup. Nama ini sama artinya dengan ‘YEHOVAH Yang Kekal’.

5. Dibandingkan dengan ‘ada’nya umat manusia, Yesaya 40:6-8.

Dibandingkan dengan ‘ada’nya Allah, maka eksistensi manusia hanya diumpamakan seperti rumput. Dengan kata lain, TUHAN Yang Kekal itu tidak dapat dibandingkan dengan eksistensi umat manusia yang fana itu.

6. Dibandingkan dengan ‘ada’nya alam semesta.

Eksistensi alam semestapun tidak sebanding dengan ‘ada’nya TUHAN Allah . Alkitab memberi kesaksian, bahwa: Kejadian 1:1; TUHAN Allah yang menciptakan langit dan bumi (universe – alam semesta) ini.

(35)

7. Kesimpulan.

Sebenarnya, berbicara tentang hakekat adalah berbicara tentang isi filsafat, yakni bidang metafisika. Tetapi hakekat Allah itu tidak dapat dipahami oleh kemampuan manusia menganalisa sekedar informasi wahyu umum untuk mencari epistemologinya. Pengetahuan tentang Allah yang menjadi ukuran kebenaran hanyalah didapat dari informasi wahyu khusus itu. Sekali lagi, bukan oleh kesanggupan manusia menganalisa wahyu umum. Sehigga nampak jelas bahwa hakekat Allah itu tidak dapat dipahami secara filosofis melalui metafisikanya. Hanya Alkitablah yang memberi informasi tentang hakekat Allah itu.

‘Pengkotbah’, orang berhikmat yang mencari hakekat kehidupan, menulis: “Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?”, Pengkotbah 7:24. Kata ‘ada’ disini menunjuk pada akar kata yang sama dengan ‘ada’ dalam Keluaran 3:14.

Jadi, menurut Alkitab, hakekat TUHAN Allah adalah ‘ADA’. Sifat ‘ADA’nya TUHAN Allah itu jauh berada diluar jangkauan analisa filosofis manusia, yakni:

a. ADA – yang essensial, hakiki, substansi.

b. ADA – karena diri-Nya sendiri, bukan diadakan, self existent, Wahyu 16:5.

(36)

d. ADA – Maha Ada, melebihi konsep manusia tentang ruang, Mazmur 139:5-12.

e. ADA – tidak terbatas, tidak berubah, kekal, Yakobus 1:17; Maleakhi 3:6; 2 Timotius 2:13.

f. ADA – melampaui konsep waktu akibat dosa, Keluaran 3:14; Ibrani 13:8; Wahyu 1:17; kekal.

g. ADA – kehidupan kekal; sumber kehidupan, Kisah Para Rasul 17:25, 28; Ayub 34:14-15.

h. ADA – suatu pribadi; Maha Pribadi.

i. ADA – creatio ex nihilo; sifat penciptaan Allah, Kejadian pasal satu – mencipta dari yang tidak ada menjadi ada. Pandangan filosofi manusia adalah ex nihilo fit – dari ketiadaan, tidak ada sesuatu yang jadi – from nothing, nothing comes. Tetapi mustahil bagi manusia, bagi Allah tidak mustahil. Dari hakekatNya sendiri, Allah mencipta sesuatu dari yang nihil menjadi ada! Kejadian pasal satu.

D.

Pribadi Allah

(37)

Allah sebagai pribadi adalah Allah yang menyatakan diriNya dalam seluruh sifatNya, sehingga manusia mengenal siapa Dia.

1. Lembaga ke-Allahan dan Pribadi Allah.

Istilah ‘Allah’ adalah istilah umum diseluruh dunia, walaupun dalam bentuk kata yang berbeda: EL (Ibrani); THEOS (Grika); DEUS (Latin); GOD (Inggris); ALLAH; DEWA; (di Minahasa dikenal dengan istilah ‘OPO’), dan lain-lain. Istilah Allah sebenarnya menunjuk pada suatu pengertian tentang ‘lembaga’, yang mempunyai otoritas mutlak atas seluruh alam semesta, dan kepadanya manusia menyembah. Bila dalam agama-agama polytheisme, lembaga ke-Allahan itu memiliki begitu banyak allah. Allah-allah ini masing-masing dengan sifat dan perannya sendiri-sendiri. Ada allah yang khusus mengurus kematian – dewa maut. Ada allah yang khusus mengurus hujan – dewa hujan, dan sederetan tugas serta sifat ataupun peran. Tetapi Allah-nya Alkitab adalah suatu pribadi (Maha Pribadi) Yang Esa. Maha Pribadi itu memiliki seluruh sifat Ilahi yang ada. Jadi dalam lembaga ke-Allahan itu berdiam pribadi Yang Esa dengan seluruh sifat Ilahi.

Lembaga manusia dapat terpisah dari pribadi manusia itu pada saat ia mati. Tetapi lembaga ke-Allahan menurut Alkitab itu tidak dapat dipisahkan dari Pribadi Allah, karena Allah itu hidup, dalam arti hidup kekal.

(38)

Menarik sekaligus rumit, bila kita menyimak berbagai pandangan yang berkembang sejak Gereja mula-mula tentang pribadi Allah. Pribadi atau oknum atau Hypotasis (Grika) atau Persona (Latin). Bagaimana bentuknya berbagai nuansa pandangan mereka itu tidak akan dibicarakan dalam bagian ini. Tetapi yang terutama dibuktikan dulu dari Alkitab yakni bahwa Allah itu berpribadi. Bukti-bukti Allah berpribadi yakni antara lain:

a. Sebagai Pribadi; Allah memperkenalkan NamaNya.

Ada bagian tersendiri membicarakan Nama Allah secara luas dan mendalam. Allah Alkitab memperkenalkan NamaNya, Keluaran 3:14; 6:1-2. Nama itu jelas menunjuk pada pribadi.

b. Sebagai Pribadi; Allah dikenal dengan pikiranNya, Mazmur 139:17; Yesaya 40:13; 50:9; Zakharia 1:6; 8:14-15; Kisah Para Rasul 15:18; 1 Korintus 2:11, 16.\

Hasil berpikir adalah maksud, niat atau rencana. Jelas, Alkitab berisi pikiran dalam bentuk rencana agung Allah untuk keselamatan dan kesejahteraan manusia. Hanya orang-orang rohanilah yang memahami rencana Allah itu.

c. Sebagai Pribadi; Allah dikenal dengan emosi atau perasaanNya.

(39)

d. Sebagai Pribadi; Allah dikenal dengan kehendak atau keinginanNya.

Kehendak atau keinginan Allah itu begitu jelas dalam Alkitab Yosua 3:10, Allah sungguh-sungguh menepati janji-Nya. Mazmur 115:3, Allah melakukan apa kehendakNya. 2 Petrus 3:9, Allah tidak suka seorangpun binasa.

E.

Keadaan dasar (nature) pribadi Allah.

(40)

biasa bila keadaan dasar (nature) dan sifat-sifat (attributes)Nya dapat dipelajari. Tidak ada kata yang tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi itu selain menegaskan bahwa pribadi itu sungguh-sungguh melampaui kesanggupan daya analisa manusia, sehingga hanya cocok disebut dengan ‘Maha Pribadi’. Dengan tepat Paulus mulai memberi gambaran kepada orang-orang kafir, bahwa: “. . . kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan Ilahi sama seperti emas atau perak atau batu ciptaan kesenian dan keahlian manusia”, Kisah Para Rasul 17:29.

Alkitab menggambarkan keadaan dasar Allah sebagai berikut :

1. Allah itu adalah Roh adanya, Yohanes 4:19-24.

Alkitab mengajarkan bahwa substansi manusia adalah rohnya, yakni ‘nafas hidup – neshamah’ yang datang dari Allah, Kejadian 2:7; Yohanes 6:63; Yakobus 2:26. Alkitab juga mengajarkan bahwa ada mahluk-mahluk roh yang diciptakan surga dan dunia roh, Kolose 1:16; Ibrani 1:7; Mazmur 104:4. Tetapi semua itu adalah roh-roh (mahluk roh) ciptaan. Allah adalah Roh; Ialah ‘ADA’ yang mencipta dari yang tidak ada menjadi ada. Dengan kata lain, Allah itu adalah Roh yang mencipta segala sesuatu, termasuk roh-roh ciptaan itu. Tentunya Roh Allah itu berbeda dengan roh-roh ciptaan lainnya.

(41)

Perlulah diberi gambaran umum dari wujud Roh itu. Sehingga dengan menyebut ‘Allah itu Roh adanya’, dapatlah digambarkan idea rohani tentang Roh itu. Gambaran umum dari ujud Roh itu yakni:

a. Roh itu tidak dapat dilihat manusia.

Roh memang tidak terlihat oleh manusia biasa, tetapi bukan tidak mungkin terlihat. Malaikat-malaikat dapat sewaktu-waktu terlihat, roh-roh jahat pun demikian, Wahyu 13:1; 11:1; 17:8. Tetapi Allah yang adalah Roh adanya tidak dapat dilihat oleh seorang manusiapun, kecuali Yesus Kristus Putra-Nya yang tunggal itu, Ulangan 4:12; Yohanes 1:18; 6:46.

b. Roh itu tidak kelihatan karena tidak terhampiri. Roh-roh lain dalam dimensi alam roh itu dapat terlihat. Tetapi Allah bukan sekedar ‘mahluk’ rohani yang tak terlihat oleh mata jasmani, Yohanes 3:6-8, melainkan tak terlihat karena tak terhampiri. 1 Timotius 6:16 (lihat penjelasan lebih lanjut dalam: Allah itu Api…).

c. Roh itu ada dimana-mana – Maha Ada. Melebihi konsep manusia tentang ruang, Kejadian 1:2; Mazmur 139:7cf; Wahyu 1:4.

d. Roh itu tahu segala sesuatu – Maha Tahu. Karena Ia ADA, maka Ia pasti tahu segala sesuatu, 1 Korintus 2:10-11.

(42)

f. Roh itu supra dinamika, Zakaria 4:6; Kisah Para Rasul 1:8; Ayub 42:2. Selain mencipta, Allah yang Roh adanya menembusi alam rohani dan alam jasmani; mengatur harmoni alam rohani oleh hukum rohani dan harmoni alam jasmani oleh hukum alam; mengatur harmoni antara alam rohani dan alam jasmani.

g. Roh itu sumber kehidupan, Kejadian 2:7; Ayub 34:14-15; Roma 8:10-11.

2. Allah itu sempurna, Ulangan 32:4; 2 Samuel 22:31; Mazmur 18:31;

19:8; Matius 5:48.

Suatu ungkapan prinsipil tentang pribadi Allah adalah kata ‘sempurna’. Ketika Lucifer diciptakan, dikatakan: “Gambar dari kesempurnaan engkau, . . .” Yehezkiel 28:12. Bahkan ditambahkan: “engkau tak bercela ditengah kelakuanmu”, Yehezkiel 28:15. Tetapi kata sempurna itu menjadi nisbi. Juga oleh nilai yang ada diantara manusia sejak ia diciptakan, maka kata sempurna itupun menjadi nisbi. Jadi kata ‘sempurna’ yang dipakai untuk malaikat dan manusia itu menjadi nisbi dan tidak dapat dipakai untuk memberi gambaran kesempurnaan pribadi Allah itu (simak baik-baik rangkaian kata dari ayat -ayat referensi diatas tadi).

(43)

digambarkan orang bila ia dapat membuat gambaran dari gabungan sifat-sifat moral Allah. Kesempurnaan Allah ini sedemikian rupa sehingga tidak ada kesempatan atau celah bagi seorang theolog untuk mencari alasan bahwa dosa itu berasal dari Allah.

3. Allah itu Api Yang Menghanguskan – Terang – Tak terhampiri.

Salah satu keadaan dasar pribadi Allah yakni: ‘Allah itu tak terhampiri’, 1 Tesalonika 6:16. Sebenarnya ‘tak terhampiri itu’ karena Allah bersemayam dalam terang. Jadi Allah itu adalah ‘terang yang tak terhampiri’. Sedangkan terang itu datang dari sumbernya, yaitu api. Makin besar api itu, makin tak terhampiri ia, karena sifatnya yang menghanguskan, Daniel 3:23. ‘Api’ itu menunjuk pada ‘kekudusan’ Allah, karena kekudusan Allah itu mutlak, maka Ia itu bagaikan ‘api yang menghanguskan’, Ibrani 12:29; Keluaran 24:17; 33:20cf; Yesaya 10:17. Api itu menghasilkan terang – Allah itu disebut ‘Bapa segala terang’, Yakobus 1:17. Dimana ada terang disana tak ada kegelapan dan segala sesuatu menjadi kelihatan. Tetapi justru sumber terang itulah yang menyilaukan. Sedemikian terangnya atau menyilaukannya Allah itu sehingga ‘tak kelihatan’ oleh mata manusia.

(44)

F.

Nama – nama Allah.

Kitab Suci mewahyukan nama Allah yang menunjukkan sifat-sifat Allah kepada kita. Allah telah menyatakan diriNya dan namaNya melalui FirmanNya kepada manusia (Keluaran 6:3; 34:5-6). Barangsiapa yang mau menyembah Allah harus menyebut nama Allah, dan harus merasa takut terhadap kekudusan nama Allah (Ulangan 28:58;Kejadian 12:8; 2 Samuel 22:50). Manusia harus memuji nama Allah dan memuliakan nama Allah (Mazmur 86:9). Mengapa? Karena nama Allah identik dengan Pribadi Allah yang membela dan melindungi umatNya (Mazmur 20:1). Kalau kita berseru namaNya maka Allah tidak akan meninggalkan umatNya. Allah mengasihi dan mengikat diriNya dengan umatNya yang selalu berseru akan namaNya. (1 Samuel 12:22). Selanjutnya, Allah telah memperkenalkan Nama-namaNya sebagai berikut:

1. ELOHIM.

(45)

2. JEHOVAH.

Kata Jehovah berarti Tunggal. Itulah nama dari Bapa yang memperkenalkan Diri kepada Israel. Jehovah berarti Allah yang datang kepada umatNya dan mengadakan perjanjian dengan mereka Israel hanya menerima Jehovah sebagai Allah yang Tunggal dan kepadaNya mereka berseru dan menyembah. Kata Jehovah begitu sakral bagi umat Israel. Dengan nama Jehovah-lah Allah memperkenalkan diri kepada Israel bahwa Dialah yang ada sejak dahulu, sekarang dan selama-lamanya (Keluaran 3:13-14). Dalam memimpin Israel, memelihara dan membela maka Allah menyatakan namaNya yang menunjukkan sifatNya kepada umatNya:

a. Jehovah Rapha,

berarti bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan umatNya. Allah bertindak sebagai dokter yang Maha Kuasa ke atas umatNya (Keluaran 15:26).

b. Jehovah Nissi,

berarti bahwa Tuhan adalah Panji-panji Kemenangan Israel. Tuhanlah berperang ganti umatNya. Ketika mereka berhadapan dengan laut kolsum, benar bahwa Tuhan telah menjadi Panji Kemenangan Israel (Keluaran 17:8-15; 14:13-14).

c. Jehovah Shalom,

(46)

bukan hanya kepada Israel tetapi kepada umatNya masa kini. (Habakuk 6:24).

d. Jehovah Roi,

berarti bahwa Tuhanlah yang menjadi Gembala kita. Ialah yang memimpin dan melindungi dan memberkati kita. Tuhan sebagai Gembala dimanifestasikan dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai Gembala yang baik (Yohanes 10; Mazmur 23).

e. Jehovah Tsidkenu,

berarti bahwa Tuhanlah yang menjadi Kebenaran UmatNya. Ialah yang mengampuni, membela dan membenarkan kita. (Yeremia 23:6). Manifestasi Jehovah sebagai kebenaran dinyatakan di dalam Yesus Kristus Tuhan kita (Yohanes 14:6; Yohanes 16:13).

f. Jehovah Shammah,

Berarti Tuhan ada dan hadir dengan umatNya, Tuhan senantiasa menyertai kita dimanapun kita berada (Yehezkiel 48:35).

(47)

Jehovah di atas-lah menjadi rahasia yang menyebabkan mereka mampu bertahan sebagai bangsa.

Allah Israel bukanlah sebuah gagasan dari satu agama manusia, melainkan Dia adalah Allah yang hidup yang bergerak ditengah-tengah umatNya. Karena itu, sejarah bangsa ini merupakan sejarah kerajaan Allah diatas muka bumi ini. Penggenapan Janji Allah diwujudkan melalui kedatangan Yesus Kristus dilanjutkan kedatangan Roh Kudus. Ketujuh nama Allah yang menunjukkan sifatNya yang menyertai orang percaya sekarang berlaku keatas GerejaNya. Tuhan dengan segala sifatNya yang diwujudkan melalui namaNya dinyatakan oleh Roh Kudus keatas orang percaya.

3. El-Elyon. Kata \”El\” berarti \”Tuhan\”, Satu-satunya Maha Kuasa\” (Ulangan 32:4).

El-Elyon artinya Allah Maha Kuat, Maha Berkuasa, Maha Agung, Dialah Allah Maha Penyelamat yang telah menolong umatNya dengan ke-Maha KuasaanNya dari tangan musuh (Kejadian 14:18-20). Dialah Allah yang Maha Kuasa yang mengasihi isi dunia dan memberikan AnakNya yang tunggal kepada isi dunia untuk menyelamatkan isi dunia (Yohanes 3:16).

(48)

El-Shaddai bahwa Allah yang Maha Kuasa akan mencukupkan kita. Dia berjanji akan menggenapi janjiNya dengan sempurna. Allah Maha Kuasa selalu menggenapi janjiNya (Kejadian 17:1).

5. El-Olam. Berarti Allah yang kekal.

Dialah yang mengatur kehidupan manusia dan memberi hidup yang kekal kepada manusia. El-Olam bahwa Allah yang kekal selalu memegang teguh semua janjiNya (1 Timotius 1:17).

6. Adonai. Adonai, berarti Tuhan, yang menguasai, memerintah alam semesta dan memerintah umatNya (Keluaran 23:17).

Dia menuntut ketaatan dan kesetiaan umatNya. Ketika Yesus bangkit dari antara orang mati, maka Allah menjadikan Dia Tuhan. Yesus Kristus menjadi \”Adonai\”, orang percaya harus taat kepadaNya. Karena Dialah Adonai kita (Kisah 2:36; Filipi 2:9).

7. Abba = Bapa. Allah Israel juga menjadi Bapa kepada umatNya.

(49)

G.

Faham dan Pandangan yang salah terhadap Allah.

Supaya lebih memahami Nama dan Sifat Allah yang terkandung dalam Nama itu sehingga orang percaya berhasil mendapat kekuatan di dalam Nama itu. Pembentukan wawasan ini membutuhkan pengetahuan terhadap faham-faham yang jelas menolak ajaran Alkitab tentang Allah.

1. Agnostisisme.

Kata ini dalam bahasa Grika berarti \”Tidak tahu\”. Suatu faham yang berdasarkan kekuatan untuk mengetahui dari manusia. Beranggapan bahwa tidak ada seorangpun yang mampu untuk tahu tentang Allah. Manusia adalah mahluk yang terbatas adalah mustahil untuk dapat mengetahui tentang Allah yang tidak terbatas. Aliran ini menutup pintu untuk mengenal Allah dengan dalih bahwa manusia adalah mahluk yang terbatas.

(50)

Mereka tidak pernah kenal Roh Kudus yang membuat orang percaya mampu dan sanggup mengenal Allah. Roh Kuduslah yang sesungguhnya yang telah menolong orang percaya dapat mengenal Allah. (1 Korintus 2:11-12;Yohanes 16:13).

2. Panteisme.

Faham ini percaya bahwa Allah berada di semua keberadaan di alam semesta. Faham ini mempersatukan semua alam semesta dan seluruh isinya dengan Allah. Semua yang ada adalah Allah, bahwa Allah menyatu dengan semua yang ada. Panteisme mempersatukan Allah dengan alam semesta ini dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Alkitab dengan jelas memperbedakan antara alam semesta sebagai ciptaan dan Allah sebagai pencipta. (Roma 1:19-25).

3. Materialisme.

(51)

Faham ini menjadikan manusia sama saja dengan binatang. Hanya lebih tinggi sedikit sebab dapat berpikir.

Faham materialisme menolak keberadaan Allah melalui filsafatnya. Manusia tidak perlu menyembah Allah karena manusia disamakan saja dengan benda-benda mati. Manusia harus bekerja sekeras-kerasnya supaya nilai materi bisa melebihi manusia lainnya. (1 Yohanes 2:15-17).

4. Ateisme.

Suatu faham yang dengan terang-terangan berkata bahwa Allah itu tidak ada. Bahwa Allah itu hanyalah hasil rekayasa dari keinginan manusia itu sendiri. Biasanya, faham Ateisme merupakan hasil dari faham-faham lain yang tidak percaya kepada Tuhan dan akhirnya berkata bahwa Tuhan itu tidak ada.

5. Humanisme.

Humanisme ialah suatu faham yang melihat diri manusia sebagai jawaban atas segala sesuatu. Hal yang baik dan buruk bukanlah yang dikatakan Firman Allah tetapi menurut pendapat diri sendiri. Segala sesuatu menunjuk kepada diri manusia. Diri manusia menjadi sentral keberadaan. Manusia telah menjadi allah sendiri atas hidup dan memberi keputusan untuk apa yang dianggap baik.

(52)

yang dikatakan Allah dalam Alkitab. Hal itu bermula ketika Adam dan Hawa melawan Allah akibat tipuan setan. Setan setelah membalikkan manusia dari menyembah Allah dan taat kepada semua Firman Allah. Hawa telah mengambil dan makan buah terlarang berdasarkan pertimbangan sendiri karena tipuan setan. Semua telah berpusat kepada diri sendiri, bahwa manusia bukan lagi mahluk ciptaan yang menyembah Allah. Manusia telah berubah menjadi Allah bagi dirinya sendiri (Kejadian 3:3-6; 2 Timotius 3:1-5).

6. Liberalisme.

Ciri Liberalisme yaitu, menolak segala sesuatu yang tidak diterima oleh akal budi manusia. Akal untuk berpikir menjadi kebenaran manusia. Dari akal manusia harus mengambil keputusan sehingga semua sifat Allah yang supranatural ditolak oleh manusia. Liberalisme, menolak Alkitab sebagai wahyu Allah dan semua karya Kristus untuk menyelamatkan manusia yaitu, kematian dan kebangkitanNya. Semua bertitik tolak dari akal manusia. Mereka tidak mempunyai iman sama sekali sebab yang ada adalah hasil berpikir. Dari kata \”Liberal\” maka kita maklum bahwa tidak ada yang dapat mengikat mereka. Mereka bebas menafsir dan tidak tunduk kepada Alkitab yang adalah Wahyu Allah.

7. Deisme.

(53)

menyerahkan segala sesuatu kepada hukum-hukum yang telah ditetapkanNya.

Karena itu, menjadi pola faham teologi Deisme untuk mempelajari tentang Allah kepada alam semesta yang dapat dimengerti oleh otak manusia. Dikarenakan, bahwa Allah telah mengundurkan diriNya dari semua ciptaanNya sudah tentu tidak akan ada wahyu, ataupun mujizat-mujizat lagi. Faham ini mirip dengan \”Determinisme\” bahwa segala sesuatu telah ditentukan untuk bergerak ke suatu keadaan tertentu yang lebih baik dari yang ada.

(54)

BAB III:

Sifat-sifat (attributes) Allah.

Sifat itu berarti: peri keadaan yang menurut kodratnya ada pada sesuatu; atau dasar watak; tabiat. Jelas sekali, sebagai pribadi manusia itu mempunyai sifat-sifat, yakni peri keadaan yang menurut kodratnya ada pada manusia. Demikian pula Allah. Untuk mengenal pribadi Allah, perlu bagi orang percaya mengenai sifat-sifat Allah.

Karena banyaknya sifat-sifat Allah, maka sepanjang zaman pergumulan theologia, para theolog pada umumnya membagi sifat-sifat Allah itu dalam dua bagian besar. Tetapi pembagian kedalam dua bagian besar itupun berbeda-beda menurut sudut pandang masing-masing penafsir. Lihat dibawah ini diberi gambaran perbedaan sudut pandang tersebut :

Atribut natural dan atribut moral.

(55)

Atribut absolut dimiliki oleh esensi ke-Allahan yang mutlak. Sedangkan atribut relatif dimiliki oleh esensi ke-Tuhanan yang dalam hubungannya dengan manusia ciptaanNya.

Atribut yang incommunicable dan atribut yang communicable.

Atribut yang incommunicable adalah atribut yang tidak ada pada mahluk ciptaan. Sedangkan atribut yang communicable adalah atribut yang ada pada mahluk ciptaanNya. Masih ada lagi pembagian dalam nuansa yang berbeda. Tetapi yang tiga tadi sudah cukup memberi gambaran bagaimana usaha para penafsir Alkitab untuk memahami sifat-sifat Allah.

Dalam theologia sistimatika GPdI yang asli, yang dikenal dengan istilah ‘Pelajaran Alasan’, sifat-sifat Allah itu tidak dibagi secara kelompok seperti diatas. Sifat-sifat Allah itu dideskripsikan satu demi satu secara singkat satu demi satu sesuai pokoknya, lalu diberi ayat-ayat referensi. Tetapi justru setelah sifat-sifat itu diuraikan, nampaklah bahwa sifat-sifat-sifat-sifat Allah itu erat kaitannya dengan keselamatan manusia. Dari sifat-sifat (atribut) Allah itu, nampaklah rencana, methode dan maksud dari usaha Allah menyelamatkan manusia.

Jadi, penguraian sifat-sifat Allah itu mengikuti pola yang ada dalam ‘Pelajaran Alasan’ tersebut. Sifat-sifat Allah itu yakni:

A.

Allah itu kekal.

(56)

akan datang. Memang sebelum ada dosa di bumi ini, Alkitab telah memakai istilah-istilah waktu ‘hari pertama’, Kejadian 1:3-5; ‘hari kedua’, Kejadian 1:6-8; dan seterusnya. Tetapi istilah waktu itu sebenarnya hanya menunjuk pada pentahapan penciptaan Allah. Sebab sebelum pentahapan penciptaan itu , Kejadian 1:1-2 Allah memang sudah melakukan penciptaan itu. Itulah kekekalan

masa lalu itu (The eternal past).

Allah itu kekal. Allah itu sudah ada sebelum kekekalan masa lalu itu. Allah sudah ada sebelum adanya konsep tentang waktu, Kejadian 1:1; Yohanes 1:1; Mazmur 93:2.

Masih ada satu aspek waktu, yakni masa yang akan datang. Ukuran waktu inipun dilihat dari sudut pandang kefanaan manusia akibat dosa. Karena manusia tidak dapat mengukur waktu yang akan datang itu, maka ia disebut ‘kekal’. Jadi waktu kekal yang akan datang itu disebut ‘kekekalan masa yang akan datang’ – ‘eternal future’; atau ‘everlasting’ – tak berkesudahan.

(57)

B.

Allah itu tidak berubah.

Selain kekal, Allah itu tidak berubah. Ada sebuah ungkapan tentang Allah, yakni; Allah itu ‘Gunung Batu’, Mazmur 18:3; 31:4; 40:3; 42:10; 71:3; 78:16, dengan berbagai tambahan, misalnya: Tempat Berlindung, Perisai; Tanduk Keselamatan; Kota Bentengku! Maksudnya, sebagaimana Gunung Batu itu tidak berubah oleh perubahan cuaca dan pengaruh eksternal lainnya, sehingga dapat diandalkan, analogi berjenjang itu ditujukan kepada Allah yang tidak dapat diubah oleh apapun juga, Maleakhi 3:6; Ibrani 13:8; Yakobus 1:17.

Catatan sebagai bahan study Alkitab; Sebenarnya kata ‘Gunung Batu’ itu ditulis dengan kata ‘sela’ (Ibrani), yang sama dengan kata ‘petra’ (Grika) – ‘rock’ (Inggris) – batu (dalam arti batu yang besar sekali). Ada juga kata Grika lainnya yang berarti batu, yakni ‘lithos’, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan ‘stone’. Kata ‘petra’ itu sendiri berarti batu yang besar sekali, sedangkan ‘lithos’ adalah batu yang kecil, yang lebih besar dari kerikil.

(58)

yang diterjemahkan dengan kata ‘batu karang’, Matius 16:18; 1 Korintus 10:4, sehingga nampak sekali keganjilannya. Kalau dalam kitab Mazmur , Allah digambarkan sebagai ‘Gunung Batu’, maka dalam 1 Korintus 10:4, Yesus digambarkan sebagai ‘Batu Karang’.

Ternyata bahwa dari keterangan para ahli bahasa, bahwa penerjemahan kata ‘petra’ menjadi ‘batu karang’ – ‘cliff’ (Inggris), diambil dari latar belakang Yunani sekular yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan Alkitab. Banyak bagian dalam Alkitab yang diterjemahkan seperti ini, yakni dalam Alkitab terjemahan baru. Akibatnya, sering terjadi banyak salah penafsiran terhadap Alkitab itu sendiri. Seterusnya, terjadi banyak kesesatan. Hal ini merupakan peringatan kepada mereka yang ingin belajar Alkitab !

Pembuktian bahwa Allah itu tidak berubah, bukanlah pada penampakannya (Theopany). Yesuspun demikian walaupun Ia disebut tidak berubah, Ibrani 13:8, yang dalam penampakan-penampakanNya (Khristophani) sering berubah. Ketidak-berubahan Allah itu sangat sulit dipahami bila membicarakan sifat-sifat Allah yang mutlak itu. Nampaknya untuk memudahkan pemahaman, maka ketidak-berubahan Allah itu dilihat secara berjenjang: Ketidak-berubahan hukum Allah, Mazmur 93:5.

(59)

keselamatan itu tidak berubah: ‘Pendosa yang menjadi percaya dan bertobat itu diampuni’, Yehezkiel 18:3; 21-23; Markus 16:16; Kisah 2:37-38. Isteri Lot yang menjadi tiang garam, Kejadian 19:26; Lukas 17:32. Inipun merupakan bukti ketidak berubahan hukum keselamatan Allah, yakni ‘Orang benar yang berpaling dari Allah, kehilangan keselamatannya’, Yehezkiel 18:24, 26; Ibrani 6:3-6; 10:26-31. Hukum keselamatan Allah itu tidak berubah dan berpusat kepada Kristus, Ibrani 9:22; Yohanes 14:6; Matius 26:27-28.

Ketidak berubahan Firman Allah, Yesaya 40:6-8; Matius 5:18; 24:35; Lukas 21:33; 1 Petrus 1:24-25. Firman Allah itu dikatakan sebagai ‘kebenaran’ – aletheia (Grika), Yohanes 17:17. Artinya bahwa Firman Alah itu tidak berubah, permanen, tetap, kekal, sehingga dapat dijadikan ukuran. Itulah sebabnya ada hukuman bagi mereka yang menambah-kurang Firman Allah, Ulangan 4:2; 12:32; Amsal 30:6; Matius 5:19; Wahyu 22:18-19.

(60)

C.

Allah itu Maha Kuasa – Omnipotent.

Pemahaman ke-Maha Kuasaan Allah itu datang dari kata ELOHIM – Allah itu sendiri. Di dalam ke-Maha Kuasaan itu terkandung ‘kedaulatan mutlak’. Tidak ada yang lebih berkuasa lagi selain Dia. Alkitab memberi kesaksian penting tentang hal ini: Kejadian 1:1; 14:19; Keluaran 18:11; Ulangan 10:14, 17; 1 Tawarikh 29:11-12; 2 Tawarikh 20:6; Nehemiah 9:6; Ayub 38; 42:2; Mazmur 22:28; 47:2-3,7-8; 50:10-12; 95:3-5; 115:3; 135:5-6; 145:11-13; Yeremia 27:5; 32:17; Matius 28:18; Lukas 1:53; Kisah 17:24-26; Kolose 1 :16-17; Wahyu 1:8; 4:8; 11:17; 19:6; 21:22.

Didalam melaksanakan ke-Maha KuasaanNya, terkandung pikiran, perasaan dan keinginan pribadi Allah yang mutlak. Tetapi ke-Maha Kuasaan Allah itu tidaklah bersifat sewenang-wenang atau diktator. Hal itu terjadi karena sifat ke-Maha Kuasaan Allah itu tidak bertentangan dengan sifat-sifat Allah yang lain, 2 Timotius 2:13. Sifat-sifat Allah itu sinkron satu dengan yang lain, seperti: kasih, kekudusan, kebenaran, keadilan, kesetiaan Allah itu sendiri.

Ada tiga bagian besar yang diperbuat Allah dalam ke-Maha KuasaanNya (lihat bab V), yakni: Allah mencipta segala sesuatu; Allah memberi hukum; Allah menentukan dan mengatur takdir manusia.

(61)

mahluk roh. Allah juga mencipta dunia jasmani (universe) dan mahluk-mahluk jasmani. Ada tumbuh-tumbuhan, ada binatang atau hewan, ada manusia. Ternyata dosa itu bukan ciptaan Allah. Dosa adalah suatu kondisi yang merupakan akibat perbuatan malaikat dan manusia melawan hukum Allah.

Selain mencipta segala sesuatu, dalam ke-Maha KuasaanNya itu, Allah memberikan hukum-hukumNya. Maksud pemberian hukum itu ialah supaya keserba-aneka-ciptaan itu tidak menjadi kacau balau. Allah memberikan hukum rohani dan mahluk-mahluk rohani. Allah juga memberi hukum alam untuk dunia dan mahluk-mahluk alami. Seringkali untuk membuktikan adanya Allah Yang Maha Kuasa, Allah mengizinkan terjadi mujizat. Mujizat artinya perbuatan atau kejadian yang melangkahi hukum alam. Sedangkan khusus bagi manusia, Allah dalam ke-Maha KuasaanNya memberi hukum untuk manusia, supaya ada pertangung-jawaban dari manusia (human responsibility) itu.

(62)

Bagian ke-Maha Kuasaan Allah yang lain adalah Allah menentukan dan mengatur takdir manusia. Manusia memang hidup dalam takdirnya dan takdir manusia itu ditentukan oleh ke-Maha Kuasaan Allah yang berdaulat penuh. Beberapa hal yang menjadi takdir manusia, yakni: takdir menjadi pria atau wanita; takdir menjadi anggota keluarga dari ayah dan ibu; takdir menjadi anggota suku atau bangsa (ras); takdir lahir di suatu tempat. Takdir-takdir ini adalah ketentuan Allah secara langsung bagi umat manusia, dalam hal ini manusia tidak dapat memilih. Manusia harus menerima apa adanya. Manusia tidak berdosa karena menjadi laki-laki atau perempuan, tidak berdosa karena menjadi bangsa A atau B, tidak berdosa karena berkulit hitam atau putih dan seterusnya. Dihadapan Allah, semua manusia itu sama.

(63)

D.

Allah itu Maha Ada – Omnipresent.

Pemahaman ini menunjuk kepada Allah yang hadir di semua tempat pada waktu atau saat yang bersamaan – maha hadir. Setan itu tidak maha hadir, tidak maha kuasa, tidak maha tahu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Allah itu omnipresent tetapi tidak omnibody, artinya yakni Allah hanya hadir di satu tempat, tetapi hadiratNya secara rohani ada dan dapat terasa dimana-mana. Tetapi nampaknya pandangan itu kurang tepat, sebab pemahaman omnipresent itu sebenarnya menunjuk pada kehadiranNya secara pribadi dimanapun dalam waktu yang sama. KehadiranNya secara pribadi itu disebabkan karena : Allah itu Roh adanya; Ia tak terbatas; Ia adalah ADA yang Ilahi itu; Ia Maha Besar. Beberapa ayat penting tentang ke-maha hadiran Allah itu ialah: Ulangan 4:39; 1 Raja-raja 8:27; Mazmur 139:7-10; Amsal 15:3; Yesaya 66:1; Yeremia 23:23-24; Matius 18:20; Matius 28:20; Kisah Para Rasul 17:24-28.

(64)

Walaupun demikian, Yesus pernah turun ke Hades – alam maut, tempat penampungan jiwa-jiwa orang yang mati di luar Tuhan. Turunnya Yesus ke Hades itu adalah untuk mengalahkan maut dan alam maut dan Yesus Kristus menjadi sulung kebangkitan itu.

(65)

E.

Allah itu Maha Tahu – Omniscience.

Pokok ini adalah salah satu bagian yang paling menarik untuk dipelajari, sebab amat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang termulia di bumi. Manusia memiliki akal budi yang dengannya ia mengetahui sesuatu. Manusia menjadi tahu karena pengamatan, pengalaman dan informasi dari pihak lain, Matius 13:11; Markus 13:28-29; Yohanes 7:26; 10:38; 13:12; 2 Korintus 8:9; Ibrani 10:34; 1 Yohanes 2:5; 4:2. Tetapi pengetahuan manusia itu makin bertambah, Daniel 12:4, sehingga manusia sering tergoda untuk ingin menembus keterbatasan pengetahuannya itu ke ‘alam maha tahu’.

Sebenarnya manusia itu tidak tahu persis apa yang bakal terjadi, Matius 24:36cf; Yohanes 13:9-12; 1 Korintus 13:9, 12; 1 Yohanes 3:2, sebab pengetahuan manusia itu terbatas. Manusia hanya mampu menilai zaman atau dengan kata lain memprediksi atau memperkirakan, Lukas 12:54-56. Tetapi justru pengetahuan tentang masa depan itu merupakan satu bagian dari ke-maha tahuan Allah yang sangat ingin dipahami oleh manusia. Banyak sekali manusia yang akhirnya tergoda mencari tahu nasib masa depan mereka kepada roh-roh peramal, Imamat 19:31; Ulangan 18:11-12, 14, 20; 1 Samuel 28; Kisah 16:16.

(66)

Ada. Alkitab mencatat bahwa Ia Maha Tahu, Ayub 37:16; Mazmur 139:17-18; Roma 11:33-35; Ibrani 4:13; 1 Yohanes 3:20. Pengetahuan Allah yang sempurna itu terdiri dari beberapa aspek :

- Allah mengetahui segala sesuatu di masa lalu.

- Allah mengetahui hal-hal yang tersembunyi, Mazmur 139:1-5, 16.

- Allah mengetahui rahasia-rahasia alam, Ayub 38-39.

- Allah mengetahui pikiran dan isi hati manusia, 1 Samuel 16:7; 1 Tawarikh 28:9; Mazmur 7:10; 17:3; 44:22; 94:11; 139:23; Amsal 17:3; Yeremia 11:20; 17:9-10; Lukas 16:15; Yohanes 2:25; Roma 8:27; Wahyu 2:23.

- Allah mengetahui masa depan. Dalam bagian ini adalah dua hal penting, yakni : ‘Mengetahui lebih dahulu’, (Kisah Para Rasul 2:23; 15:18; Roma 8:29; Efesus 2:7; 3:10-11; 1 Petrus 1:2, 20; dan ‘menetapkan lebih dahulu – predestinasi’, Kisah 4:28; Roma 8:29-30, 1 Korintus 2:7; Efesus 1:5, 11).

(67)

Semua konteks ayat yang bicara tentang predestinasi itu intinya adalah Yesus Kristus. Kisah 4:27-28; inti predestinasi adalah ‘di dalam Yesus Kristus’. Roma 8:28-30; inti predestinasi itu adalah ‘Yesus Kristus’. 1 Korintus 2:6-8; inti predestinasi itu adalah ‘Yesus yang disalibkan’. Efesus 1:3-14, yang di dalamnya ada ayat 5 dan 11, tercatat 4 kali ‘di dalam Yesus Kristus’; 6 kali ‘di dalam Dia’; 1 kali ‘di dalam kasih’.

‘Di dalam Yesus Kristus’ lah keselamatan manusia ditentukan, Kisah 4:12. Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus itu menjadi ‘Batu Penjuru’, Mazmur 118:22-23; Yesaya 28:16; Matius 21:42; Markus 12:10-11; Kisah 4:11-12; Efesus 2:20. Batu penjuru artinya: ukuran, patokan, standar. Tetapi batu penjuru itu mempunyai fungsi ganda. Bila orang tidak mau hidup dengan patokan, ukuran atau standar keselamatan itu, ‘batu penjuru’ itu pada sisi lain menjadi ‘batu sandungan’, Yesaya 8:13, 15; Lukas 20:17-18; Roma 9:32-33; 1 Petrus 2:6-8. ‘Batu sandungan’ itu juga adalah ‘batu kebinasaan’, Lukas 20:18. Yudas Iskariot adalah ‘anak kebinasaan – son of perdition’, Yohanes 17:12; Efesus 2:2; Kolose 3:6, karena ia murtad dan berbalik menyerahkan Yesus, Yohanes 13:18; 6:70-71. Binasanya Yudas Iskariot itu bukan ditentukan oleh Allah, melainkan pilihannya sendiri, ia tersandung pada ‘batu sandungan’ itu.

Referensi

Dokumen terkait

Pewarisan Sitoplasmik adalah pewarisan sifat yang disebabkan oleh bagian eksternal dari nukleus, yaitu dengan adanya protein Histon yang dipilin oleh DNA di dalam

Penelitian ini akan membandingkan antara output yang diberikan oleh jaringan syaraf tiruan metode Boltzmann Machine dengan metode Kohonen Self- Organizing Maps

Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu yang

Visi : Terwujudnya Program Studi Pendidikan Ekonomi yang mampu mengembangkan Ilmu Pendidikan Ekonomi serta menghasilkan tenaga Pendidik Ekonomi yang berkualitas,

Dari hasil evaluasi keseluruhan proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini, dapat dikatakan

Pembunuhan disengaja menurut mereka adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan didasari niat melawan hukum dan mendatangkan kematian, baik pelaku sengaja

Peran pesantren yang begitu besar terhadap masyarakat kini mendapat tantangan yang begitu berat, terutama di zaman modern pada saat sekarang ini, dimana posisi