• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Majakani Terhadap Tikus"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan

Majakani dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Oak Gal telah digunakan secara meluas sebagai bahan obat sejak 2.725 SM oleh orang Mesir dan Arab, Parsi, serta China (Anonima, 2010). Majakani bukan merupakan jenis buah-buahan tetapi merupakan pertumbuhan abnormal dari ranting tumbuhan Quercus infectoria G. Olivier (Rangari, 2007).

Banyak yang beranggapan bahwa majakani adalah sejenis buah yang dihasilkan oleh pohon majakani. Sebenarnya majakani adalah sejenis biji atau benjolan yang terdapat pada kulit batang pohon akibat tusukan serangga Cynips galae tintctoria. Akibat dari tusukan ini akan menyebabkan kulit pohon bertunas

dan mengeluarkan larva yang akan merangsang pertumbuhan biji. Majakani dapat ditemui dihutan-hutan atau ditanam untuk tujuan pengobatan. Di India pohon Oak digunakan untuk menghasilkan majakani yang bermutu tinggi (Anonimb, 2010).

Gal majakani pada dasarnya berasal dari daerah Allepo di Asia Turki (Claus, E.P.,1962) namun dapat juga ditemukan di India, Arab, Parsi China dan Malaysia (Anonima, 2010).

2.1.1 Karakteristik makroskopik

(2)

tonjolan pada permukaanya. Gal ini berat dan biasanya tenggelam dalam air. Memliki lubang yang melingkar untuk serangga keluar (Anonimb, 2010).

2.1.2 Karakteristik mikroskopik

Penampang melintang gal menunjukkan parenkim berdinding tipis di sebelah luar yang lebih besar dibandingkan sebelah dalam. Setelah parenkim, kemudian diikuti oleh sebuah cincin sklerenkim yang terdiri atas satu atau dua lapis sel. Bagian dalam terdiri atas parenkim berdinding tebal yang mengelilingi rongga tengah. Sel parenkim menunjukkan adanya sejumlah besar pati, sekelompok kalsium oksalat, dan tanin. (Rangari, 2007).

2.1.3 Kandungan kimia

Kandungan utama dari majakani terdiri atas 50 – 70% tanin terutama asam galotanin yang merupakan asam tanin, Asam tanin adalah tannin terhidrolisa yang menghasilkan asam galat dan glukosa yang memiliki kompleksitas minimum pentadigalloyl glukosa. 2 – 4% asam galat, pati dan gula (Dayang, 2012; Ahmad, 2011). Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa majakani juga mengandung asam syring yang memiliki efek sebagai SSP (Ahmad, 2011)

2.1.4Kegunaan

(3)

2.2Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000). 2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara yaitu:

a. Cara dingin:

(4)

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas

1. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

(5)

2.3Uraian diare

Diare adalah keadaan dimana tinja menjadi lebih encer konsistensinya dan frekuensi defekasi lebih sering dari keadaan normal. Diare merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu atau gejala-gejala lainnya. Secara umum diare terjadi karena meningkatnya motilitas usus dan gangguan absorbsi yang menyebabkan tinja menjadi encer (Nuratmi, dkk., 2006; Tan dan Raharja, 2002).

Secara fisiologi, dalam lambung makanan dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi absorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicerna, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada disini mencernakan lagi sisa-sisa makanan tersebut, sehingga sebagian besar makanan dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi kembali, sehingga lama kelamaan isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi. Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare (Tan dan Rahardja, 2002; anonimd, 2013).

(6)

dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare (anonimd, 2013).

2.3.1 Klasifikasi diare

Berdasarkan klasifikasinya, diare dibagi kedalam tiga kelompok yaitu: 1. Berdasarkan adanya infeksi, dibagi atas:

a. Diare infeksi enteral, yaitu diare karena infeksi di usus, misalnya infeksi bakteri (Vibrio cholera, Eschericia coli, Salmonella dan Shigella), infeksi virus (Rotavirus dan Enterovirus) dan infeksi parasit (cacing, protozoa dan jamur).

b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya). 2. Berdasarkan lamanya diare, dibagi atas:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak yang segera berangsur sembuh pada seseorang yang sebelumnya sehat. Diare akut biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

b. Diare kronis, yaitu diare yang timbul perlahan-lahan berlangsung 2 minggu atau lebih, baik menetap atau bertambah hebat (Sriyanto, 2004). 3. Berdasarkan penyebab terjadinya diare, dibagi atas:

a. Diare spesifik, yaitu diare yang disebabkan oleh adanya infeksi misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan enterotoksin. b. Diare non spesifik, yaitu diare yang tidak disebabkan oleh adanya infeksi

misalnya alergi makanan atau minuman (intoleransi), gangguan gizi, kekurangan enzim dan efek samping obat (Tjay dan Raharja, 2002).

(7)

a. Pengobatan spesifik, dilakukan dengan memberikan obat-obat kemoterapeutik setelah diketahui penyebab yang pasti melalui pemeriksaan laboratorium. Diberikan pada keadaan infeksi.

b. Pengobatan non spesifik, dilakukan dengan mengurangi peristaltik otot polos usus, menciutkan selaput lender usus (adstringensia), menyerap racun dan toksin (absorbensia) dan memberikan cairan elektrolit (Tan dan Rahardja, 2002).

2.3.3 Obat-obat diare

Kelompok obat yang sering digunakan pada keadaan diare, yaitu:

1. kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon.

2. obstipansia, yang dibagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidnya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.

(8)

2.4Loperamid Hidrokloridum

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tan dan Rahardja, 2002).

2.5Minyak Jarak

Referensi

Dokumen terkait

Buku berjudul Surat dari Samudra: Antologi Puisi Anak merupakan hasil kompilasi puisi karya penulis-penulis terbaik di Jawa Tengah. Balai Bahasa Jawa Tengah menyeleksi

Didalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) disebut bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penangung mengikatkan diri

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keberadaan burung rangkong ketersediaan pohon pakan dan potensi pohon sarang serta ancaman yang dihadapi burung tersebut

Kombinasi yang paling baik ditemukan pada perlakuan perendaman dengan tingkat kematangan kuning pada alur dan punggung buah (A2B1) pada proses perkecambahan dan pertumbuhan

dirongga paru, penurunan ekspansi paru, yang kedua Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan subkotis tipis, yang ketiga Ketidakefektifan nutrisi : kurang dari

penanggulangan bencana gempa bumi yang memiliki kesiapsiagaan dengan kategori sangat siap sebanyak 3 anak (13,6%), namun setelah diberikan pelatihan penanggulangan

ANALISA Ricklefs pada dasarnya mau menelisik bagaimana pertarungan yang terjadi dalam pembentukan identitas ‘Islam lokal’ di Jawa. Sampai pada tahun 1830, sintesa mistik Jawa

Adapun judul penelitian ini adalah “ Hegemoni Tengkulak Terhadap Petani Lada Putih ( Muntok White Pepper ) Di Desa Ranggas Kecamatan Air Gegas Kabupaten Bangka