BAB II
PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG TRAFFICKING TERHADAP ANAK
A. Pengertian Anak
Terdapat beraneka ragam pendapat mengenai pengertian anak dan pada
umur beberapa seorang anak itu dikategorikan sebagai anak-anak.
Menurut Convention on the right of the child (Konvensi Hak Anak) pada
tanggal 20 November Tahun 1989 yang telah diratifikasikan oleh indonesia,
disebutkan dalam pasal 1 pengertian anak ialah
“Semua orang yang dibawah 18 tahun kecuali undang-undang menetapkan
kedewasaan dicapai lebih awal”
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak Pasal 1 menyatakan anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997
tentang peradilan anak Pasal 1 menyatakan anak adalah orang yang telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun, belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan
belum kawin.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979, LN
1979-32 tentang kesejahteraan anak Pasal 1 menyatakan anak adalah seseorang
Menurut pendapat Irma Soemitro, ditegaskan pengaturan dengan
dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berarti
makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seorang anak harus memperoleh
hak-hak yang kemudian hak-hak-hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmani, maupun sosial. Atau
anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosial.8
D Indonesia, dapat ditemukan perbedaan pendapat mengenai orang yang
dikategorikan sebagai anak seperti :
1. Menurut hukum adat, anak tersebut sering dikatakan minderjarig heid (di
bawah umur), yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh
orang lain yaitu jika dikuasai oleh orang tuanya, maka dia dikuasai oleh
walinya (voogd)nya.
2. Menurut fiqh Islam, seseorang dikatakan dewasa dengan salah satu tanda
sebagai berikut : 9
a. Cukup berumur 15 tahun;
b. Keluar mani;
c. Mimpi bersetubuh;
d. Mulai keluar haid bagi perempuan.
Pengertian-pengertian tersebut di atas menekankan bahwa selama seseorang
yang masih dikategorikan anak-anak, seharusnya masih dalam tanggung jawab
8
Irma Setyowati Soemitro, Aspeh Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, 1990, hal 16 9
orang tua wali maupun negara tempat si anak tersebut menjadi warga negara
tetap.
Pada pasal 330 Undang-undang Hukum perdata menyatakan bahwa :
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun dan tidak lebih dahulu kawin”
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua
puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum
dewasa, mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur
dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam dalam bab ini.
Sedangkan dewasa dan belum dewasa menurut Romli Atmasasmita10
adalah selama di tubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, maka
orang itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan
dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur, anak-anak adalah sama dengan
permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk
laki-laki, seperti halnya di Amerika, Yugoslavia, dan negara-negara barat lainnya.
Anak Menurut Konvensi Hak Anak
Perhatian dunia terhadap nasib anak, sesungguhnya dimulai sejak tahun
1924, ketika nasib anak-anak yang dijadikan budak atau anak-anak dari
Liga Bangsa-Bangsa telah mengesahkan Deklarasi Hak Anak yang diusahakan
oleh International Union for the Save Children.
Dalam tahun yang sama lahir Universal Declaration of Human Rights
yang meyakinkan bahwa “Semua orang dilahirkan bebas dan sama dalam
keluhuran diri dan hak-hak”, diterima 7 butir pokok Deklarasi tahun 1924,
pengakuan bahwa manusia berutang budi pada anak untuk sesuatu yang terbaik
yang dapat diberikan kepada mereka, serta menerima hal tersebut merupakan
tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya secara terhormat.11
Berkaitan dengan perkembangan perlindungan hak-hak asasi manusia,
hak-hak anak menjadi perhatian dan seterusnya diakui bahwa hak anak adalah hak
asasi manusia.
Konvensi Hak-Hak anak (Convention on the Rights of the Child)
dideklarasikan dalam Sidang Umum PBB 26 Januari 1990, pemerintah Indonesia
telah mengesahkannya dalam Keppes No. 36 Tahun 1990 yang menetapkan
bahwa “ Semua anak tanpa pengecualian apapun memiliki hak yang tercantum
dalam deklarasi, tanpa perbedaan atau diskriminasi atau dasar ras, warna kulit,
jenis kelamin, bangsa, agama, paham politik lainnya, asal kebangsaan atau asal
sosial, kekayaan, kelahiran, dan status dari dirinya sendiri atau dari keluarganya”.
Oleh karena itu, Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak, maka
Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan yang termaktub di
dalam Konvensi Hak Anak. Dalam substansi atau materi Konvensi Hak Anak atau
11
materi Konvensi Hak Anak dideskripsikan secara detail, menyeluruh, dan maju
apa saja yang menjadi hak anak.
Konvensi Hak Anak melingkupi segenap hak yang secara tradisional
melekat atau dimiliki anak sebagai manusia dan hak-hak anak sebagai hak anak
yang memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. Konvensi Hak Anak terdiri
dari 54 pasal yang berdasar materi hukumnya yang mengatur mengenai hak-hak
anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasi
Konvensi Hak Anak.
Materi hukum hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak tersebut dapat di
kelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, yaitu :
1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right) yaitu hak-hak anak dalam
melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk
memperoleh standar kesehatan yang tertinggi dan perawatan yang
sebaik-baiknya.
2. Hak terhadap perlindungan (protection right) yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak
kekerasan, dan keterlantaran bagi anak yang telah mempunyai keluarga dan
bagi anak-anak pengungsi.
3. Hak untuk tumbuh kembang (development rights) yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non
formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan
4. Hak untuk berpartisipasi (participation right) yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan segala
pendapat dalam segala hak yang mempengaruhi anak.
Konvensi hak-hak anak ini memiliki cara pandang yang berbeda
dibandingkan dengan instrumen-instrumen sebelumnya. Perbedaan itu terutama
nampak dari cara melihatnya dan memperlakukan anak, bukan semata-mata
sebagai pihak yang ditempatkan secara paradoksal dengan orang dewasa,
melainkan ia diperlakukan sebagai satu insan yang penuh dengan segala hak-hak
yang secara inheren melekat pada diri anak.
Pasal 2 Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun 1979,
dirumuskan hak-hak anak sebagai berikut :
1. Anak berhak atas kesejahteraan, keperawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang, baik di dalam keluarga maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk menjadi warga
negara yang baik.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik secara semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 4
Tahun 1979, dikatakan bahwa anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial
belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi
generasi terdahulu untuk menjamin, memelihara, dan mengamankan kepentingan
ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya dibawah
pengawasan dan bimbingan negara, dan bila perlu oleh negara sendiri. Karena
kewajiban inilah, maka yang bertanggung jawab atas asuhan anak wajib pula
melindunginya dari gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dari anak
itu sendiri, sehingga secara kenegaraan, pemerintah menunjuk orang tua asuh
lainnya.
Dalam penjelasan pasal 9 Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 4
Tahun 1979, disebutkan bahwa tanggung jawab otang tua atas kesejahteraan anak
mengandung kewajiban memelihara serta mendidik anak sedemikian rupa,
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat,
berbakti kepada orang tua, berbudi luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa.
Pengertian perempuan menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak adalah orang yang
mempunyai alat kelamin perempuan, dapat mengalami menstruasi, hamil,
melahirkan anak, menyusui, dan termasuk orang yang telah mendapat status
B. Sejarah Lahirnya Konvensi Hak Anak
Sejarah perjalanan hak-hak anak mulai dari gagasan sampai pada
penerimaannya sebagai konvensi PBB berlangsung panjang. Berbicara mengenai
sejarah perjalanan hak-hak anak dimulai dengan usaha perumusan draf hak-hak
anak yang dilakukan Mrs. Englantynee Jebb, pendiri Save the Children Fund.
Seusai melaksanakan programnya merawat para pengungsi anak-anak di
Balkan setelah perang dunia pertama, Jebb membuat draf “Piagam Anak”. Pada
tahun 1923 beliau menulis “Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak-hak
tertentu bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapatkan pengakuan
universal”.12 Dalam draf yang dikemukakannya Jebb mengembangkan 7 (tujuh)
gagasan mengenai hak-hak anak, yaitu:13
1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras,
kebangsaan, dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga.
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan
secara normal, baik materil, moral, dan spiritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak
cacat mental atau cacat tubuh harus di didik, anak yatim piatu dan anak
terlantar harus diurus/diberi perumahan.
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan atau pertolongan
pada saat terjadi kesengsaraan.
12 Lihat UNICEF, Pengembangan Hak Anak dan Pedoman Pelatihan Tentang Konvensi
1996 hal. 24 13
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program
kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat
diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya
dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat.
Pada tanggal 20 November 1989, Konvensi Hak Anak (Convention on the
Rights of the Child) telah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered into force)
pada tanggal 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan instrumen
yang merumuskan prinsip-prinsip universal dan norma hukum mengenai
kedudukan anak. Oleh karena itu, Konvensi Hak Anak ini merupakan sebuah
perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan
masing-masing hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Konvensi Hak
Anak merupakan hasil dari konsultasi dan pembicaraan negara-negara,
lembaga-lembaga PBB, dan lebih dari lima puluh organisasi internasional.
Berdasarkan materi hukum yang tercakup di dalam Konvensi Hak Anak,
dapat dikualifikasikan beberapa isi konvensi, yakni:
1. Penegasan hak-hak anak;
2. Perlindungan anak oleh negara
3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dalam
Di dalam pembukaan/preambule atau Konvensi Hak Anak, dikemukakan
latar belakang dan landasan strategi-filosofis hak-hak anak yang menegaskan
bahwa anak-anak, berhubung kondisi mereka yang rentan membutuhkan
pengasuhan dan perlindungan khusus.
C. Hak Anak Menurut Konvensi Hak Anak
Pada tanggal 20 November 1989, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyetujui Konvensi Hak Anak. Konseiderans konvensi itu
memuat pokok-pokok pikiran, pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak
yang sama dan tidak dapat dicabut yang dimiliki seluruh anggota keluarga
manusia. Ini menjadi landasan dari kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di
seluruh dunia.14
Secara garis besar, strukur Konvensi Hak Anak dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1. Mukadimah yang berisi berbagai pemikiran dan keprihatinan yang mendasari
diadopsinya Konvensi Hak Anak oleh Majelis Umum PBB
2. Pasal-pasal yang mengatur hak-hak anak (pasal 1-41)
3. Pasal-pasal yang mengatur mekanisme pemanatauan dan pelaksanaan
konvensi (pasal 42-54)
4. Pasal-pasal yang mengatur soal pemberlakuan konvensi (pasal 46-54)
Adapun hak anak menurut Konvensi Hak Anak jo Keputusan Presiden No.
36 Tahun 1990 adalah sebagai berikut :15
14
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung, 2003, hal 103 15
1. Hak hidup (survival right) meliputi
a. Anak mempunyai hak untuk hidup (pasal 6)
b. Hak atas tingkat kehidupan yang layak atas kesehatan dan pelayanan
kesehatan (pasal 24)
2. Hak mendapatkan perlindungan (protection right) meliputi
a. Larangan diskriminasi anak
b. Larangan eksploitasi anak
c. Larangan anak dalam keadaan kritis dan darurat
3. Hak untuk tumbuh kembang (development right)
a. Hak untuk mengambil langkah legislasi dan administrasi (pasal 4)
b. Hak hidup (pasal 6)
c. Hak untuk mempertahankan identitas (pasal 8)
d. Hak anak tidak dipisahkan dari orang tuanya (pasal 9)
e. Hak menjamin repatriasi keluarga (pasal 10)
f. Hak menyatakan pendapat secara bebas dan untuk didengar (pasal 13)
g. Hak untuk kemerdekaan berpikir (pasal 14)
h. Hak atas kebebasan untuk berkumpul (pasal 15)
i. Hak untuk memperoleh informasi (pasal 17)
j. Hak anak menikmati norma kesehatan tertinggi (pasal 24)
k. Hak mendapat pendidikan, baik formal maupun non formal (pasal 28 dan
pasal 29)
a. Menjamin pandangan anak (pasal 12)
b. Hak anak untuk menyatakan pendapat secara bebas (pasal 13)
c. Hak anak untuk berkumpul (pasal 15)
D. Pengertian trafficking
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah
trafficking :
“Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and
international borders, largely from developing countries and some countries and
some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women
and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative
situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as
other illegal activities related to trafficking, such as forced domestic Labour, false
marriages, clandestine employment and false adoption.” (Perdagangan adalah
suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan
internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan
perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak
perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam
keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan,
sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan
seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi).
Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan
istilah perdagangan (trafficking):
“Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian,
penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan
atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak
diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam
kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu
tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Sesuai dengan definisi tersebut di atas bahwa istilah “perdagangan“ atau
trafficking mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Rekrutmen dan /transportasi manusia;
b. Diperuntukkan bekerja atau jasa /melayani;
c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan.
Pengertian trafficking dari Protokol PBB pada Desember Tahun 2000,
yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia,
khususnya perempuan dan anak (Protocol to prevent, suppress, and punish
trafficking in persons especially women and children, supplementing the United
Nations Convention against transnational organized crime, December 2000).
Pemerintah Indonesia telah menandatangani protokol ini. Kegiatan mencari,
mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan
ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu,
memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-iming) korban,
menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan,
imbalan untuk mendapatkan izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain
yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau
memeras tenaga (mengeksploitasi) korban.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan:
a. Pengertian trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu
kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat
tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang
dimaksud di sini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar
negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin
tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi
penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya
(misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya
membiayai orang tua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak
mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja
(dengan memeras habis-habisan tenaga yang dipekerjakan) dan ekplotasi
seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan, kemolekan tubuh,
serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam
E. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Trafficking terhadap anak
Dalam Kepres RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, menyebutkan faktor-faktor
penyebab terjadinya perdagangan perempuan dan anak :
1. Kemiskinan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecendrungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996
menjadi 23,4% pada tahun1999, walaupun berangsur-angsur telah turun
kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002.
2. Ketenagakerjaan, Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999
menjadi 17,6% pada tahun 2000.
3. Pendidikan, Survey sosial ekonomi Nasional Tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun keatas belum/tidak tamat
SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 15% yang tamat
SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia 7-12 dan
24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan
pembiayaan
4. Migrasi, Menurut Konsorsium Peduli Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) sepanjang tahun 2001 penempatan buruh migran ke luar negeri mencapai
sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban proses trafficking
6. Sosial Budaya, anak seolah merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sehendak orang tuanya, ketidakadilan jender, atau posisi perempuan yang
dianggap lebih rendah masih tumbuh ditengah kehidupan masyarakat desa.
7. Media massa, masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking, dan belum memberikan
kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya.
Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat
pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan
susila lainnya.
Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan
manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply dan demand.
Dari sisi supply antara lain :
a. Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari industri seks saja
diperkirakan US $ 1,2 – 3,3 milyar pertahun untuk Indonesia. Hal ini
menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi
internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai fokus utama
kegiatannya.
b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan
untuk memiliki ketrampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks
komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi
masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian anak
dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar
c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim
dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak
dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk
dalam dunia prostitusi.
d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja,
sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat
konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan
cara mudah.
e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan diusia muda yang rentan
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersil.
Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara
homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis
seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi
kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.
Dari sisi demand, antara lain :
a. Adanya kegiatan pembangunan yang lebih melibatkan pekerja pendatang tidak
tetap yang pada umumnya laki-laki, nampaknya berhubungan dengan
tajamnya peningkatan pelacuran.
b. Meningkatkan kemudahan dan frekuensi internasional bersamaan dengan
tumbuhnya fenomena migrasi temporer karena alasan pekerjaan, telah
meningkatkan peluang perdagangan manusia.
d. Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan industri multinasional,
kerjasama keuangan dan perbankan menyebabkan banyaknya pekerja asing
(ekspatriat) dan pebisnis internasional tinggal sementara di Indonesia.
Keberadaan mereka meningkatkan demand untuk jasa layanan seks yang
memicu peningkatan perdagangan perempuan.
e. Banyak laki-laki China Taiwan yang merindukan perempuan China yang
masih “tradisionil”. Melalui layanan “mail order bride” yang sudah lebih dulu
marak di Thailand dan Filipina, layanan diperluas ke Indonesia, melibatkan
calo-calo sejak dari lapis bawah di Singkawang, tempat transit di Jakarta dan
di Taiwan. Satu mempelai bisa membuat para calo mendapat uang sekitar Rp
45 juta. Tetapi tidak semuanya berakhir dengan bahagia, karena ternyata para
suami Taiwan itu ada yang hanya petani yang hidup dipelosok Taiwan dan
banyak diantaranya suka melakukan tindakan kekerasan, membebani dengan
banyak pekerjaan dan memperlakukannya sebagai budak16
f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut mudah diatur, dan
mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak
(pekerja Jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh pabrik/industri di kota-kota
besar, diperkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan
dan perusahaan penangkap ikan). Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi
yang rawan kecelakaan dan berbahaya.
16
g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi /
komersil, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah dan kebutuhan akan
perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
h. Dalam kondisi yang tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap
penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa
istirahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh.
Trafficking merupakan suatu bagian dari dinamika perpindahan penduduk.
Dalam hal ini imigrasi tenaga kerja pada satu titik bisa berlangsung secra sukarela
untuk kepentingan jangka pendek dan dilakukan secara paksa. Perpindahan tenaga
kerja baik secara sukarela maupun paksa bukanlah fenomena baru. Misalnya pada
jaman kolonisasi, penduduk lokal dipindahkan baik melalui perbudakan,
perdagangan karena hutang, ataupun perpindahan yang dilakukan oleh negara
dalam hal penjahat kriminal atau pengasingan politik.
Namun, ada perbedaan mendasar dengan trafficking yang terjadi pada
abad masa kini, yaitu migrasi antar negara. Dalam arus ini, terdapat fenomena lain
yang muncul yakni feminisasi migrasi yang didominasi oleh anak gadis dan
perempuan. Pekerjaan yang dilakoni oleh gadis-gadis atau perempuan korban
penyeludupan manusia bercirikan 3D yaitu Dirty, No Dignity, dan Dangerous atau
kotor, tidak memiliki martabat, dan berbahaya.
Salah satu faktor terjadinya trafficking adalah ambruknya sistem ekonomi
lokal, sehingga banyak anak-anak, gadis dan perempuan yang diekspos ke
mengalami perpecahan. Di samping itu, pekerjaan yang tersedia tidak sesuai
dengan pekerjaan pilihan mereka untuk tetap tinggal di kampung halamannya.
Dengan kata lain, pekerjaan ada yang tidak memberi harapan akan kehidupan
yang lebih baik lagi bagi para ana gadis tersebut. Bagi para calon migran sendiri,
mereka tidak mengetahui apakah calon tenaga kerja atau para rekruter itu resmi
atau gelap.
Menurut Mabes Polri, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah terbesar
kedua di Indonesia setelah Jawa Timur (Surabaya) sebagai daerah pengirim
anak-anak untuk tujuan pelacuran ke berbagai lokasi pelacuran. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Salah satu faktornya ialah karena letak Provinsi Sumatera Utara
yang berkaitan dengan Malaysia, Singapore, dan pusat bisnis wilayah barat, yaitu
Batam. Posisi strategis demikian akhirnya memempatkan Sumatera Utara sebagai
daerah pengirim, daerah transit, dan sekaligus daerah penerima. Sebagai daerah
transit sebelum anak-anak diperdagangkan dari Jawa ke Batam, Tanjung Balai
Karimun, atau Dumai, pada umumnya korban transit terlebih dahulu di Medan
karena tidak ada bus yang bisa langsung menuju Batam, kecuali para sindikat
yang menggunakan jasa pengangkutan laut. Anak-anak yang akan menjadi korban
biasanya tinggal selama 1 sampai 4 hari sampai ada kapal yang akan
diberangkatkan dari Medan ke Batam.
Dilihat dari jalur pengirimannya menuju ke lokasi prostitusi, Provinsi
Sumatera Utara memiliki dua jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Jalur darat
adalah yang menggunakan terminal terpadu Amplas sebagai titik tolak menuju
Belawan, Sibolga, dan Tanjung Balai. Menurut observasi, ditemukan dua lokasi
utama yang teridentifikasi sebagai daerah penampungan serta tujuan anak untuk
pelacuran, yaitu :
1. Untuk daerah Sumatera Utara meliputi Bandar Baru, Warung Bebek (Deli
Serdang), Bukit Maraja (P. Siantar), serta diskotik, karaoke, dan hotel-hotel
melati dan berbintang di Medan dan sekitarnya.
2. Daerah tujuan utama di luar daerah Sumatera Utara meliputi Tanjung Balai
Karimun, Dumai, Duri, dan Batam (Kepulauan Riau).
Selain faktor geografis, tumbuh suburnya bisnis perdagangan anak untuk
pelacuran di Sumatera Utara disebabkan oleh jaringan perdagangan anak yang
terorganisasi dengan rapi. Jaringan perdagangan ini di-backing oleh aparat
keamanan/kepolisian. Direktur Handal Mahardika memberikan dua alasan yang
menyebabkan jaringan perdagangan anak menjadi kuat, yaitu :
1. Sindikat perdagangan anak sering berjalan mulus dan tidak ada hambatan dari
aparat.
2. Tempat-tempat lokalisasi di Medan dan mungkin juga di tempat lain seperti
memperoleh jaminan keamanan.
Hal inilah biasanya membuat perdagangan anak lebih aman untuk
melakukan aksinya. Bertransaksi dalam perdagangan anak di tempat-tempat
hiburan tidak sulit karena adanya perlindungan dari aparat keamanan.
Di lain pihak, anak-anak lebih mudah dibujuk atau diiming-imingi
mereka beroperasi dipusat-pusat keramaian seperti mal, plaza, bahkan hingga ke
desa-desa. Para kolektor biasanya sudah terlatih mengenai calon korban yang
gampang tergiur dengan tawaran sejumlah uang atau pekerjaan. Di jaringan
sindikat, status kolektor dipekerjakan oleh bos sindikat.
Kian maraknya kasus perdagangan anak untuk pelacuran juga seiring
dengan adanya peningkatan permintaan pasar/konsumen, terutama bagi mereka
yang berusia 14 sampai 17 tahun. Menurut pandangan konsumen, anak-anak di
usia tersebut masih bebas dari berbagai virus dan penyakit, sedangkan untuk
pekerjaan rumah tangga, anak dinilai tidak mempersulit majikan karena lebih
mudah diatur dan bisa dibayar murah.
F. Norma-norma hukum internasional yang mengatur penghapusan perdagangan anak
1. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948
Deklarasi ini memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi
Manusia tidak secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak,
tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu
mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafficking. Konvensi
Hak Anak 1989. Konvensi ini secara tegas mengatur hak anak yang berbeda
dengan orang dewasa.
Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung dengan penentangan
terhadap eksploitasi seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan
Anak, dan Pornografi Anak. Opsional Protokol ini telah diadopsi tahun 2000,
Indonesia belum meratifikasinya. Akan tetapi Protokol ini tidak berkait langsung
dengan penghapusan perdagangan anak, tetapi lebih penentangan terhadap
prostitusi dan pornografi anak.
2. Konvensi ILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak
Di bawah Konvensi ILO 182, penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi
dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat
dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia
telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000. Protokol untuk
Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia Terutama Anak
yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Terorganisir antar
Negara .
Protokol ini secara tegas menegaskan definisi perdagangan manusia:
“Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman
atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan,
muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau
penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang
memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Pada Protokol ini secara
tegas menyebutkan anak “berarti setiap orang yang usianya di bawah delapan
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang
ini mengatur secara tegas tentang perdagangan anak. Pada Pasal 59 menegaskan
“Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,.”
Pasal 68 (1) Perlindungan khusus bagi anak ... perdagangan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan,
perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau
perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Serta Pasal 78 setiap orang
yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak ... anak korban perdagangan...
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).