BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah
menjadi salah satu kebutuhan dari setiap orang. Informasi merupakan hasil
pemrosesan data menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan
yang relevan yang dibutuhkan pemakainya guna mencapai suatu tujuan.
Melalui informasi seseorang dapat mengetahui bagaimana perkembangan
zaman sekarang, apa yang akan terjadi dan bagaimana untuk menanggapi setiap hal
yang akan terjadi ke depannya. Saat ini informasi semakin mudah diperoleh, sudah
semakin banyak variasi bentuknya, serta semakin banyak kegunaannya (Wahyu,
2004).
Untuk menghasilkan informasi, maka dibutuhkan suatu sistem informasi (SI).
Sebuah sistem informasi (SI) merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan
satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data,
memproses, dan menyimpan serta mendistribusikan informasi yang mendukung
pembuatan keputusan dan melakukan kontrol terhadap jalannya perusahaan. Selain
menunjang proses pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengawasan sistem
informasi juga dapat membantu manusia dalam menganalisis permasalahan,
menggambarkan hal-hal yang rumit dan menciptakan produk baru (Kenneth, 2005).
Perkembangan dunia sistem informasi pada saat ini sudah sedemikian pesat
dan merambah ke berbagai sisi kehidupan manusia. Perkembangan yang demikian
Kualitas informasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu keakuratan data,
ketepatan waktu, ketepatan orang yang menerima, serta penyajiannya yang sempurna.
Pada masa kini, untuk menghasilkan informasi yang berkualitas prima, maka
dibutuhkan teknologi komputer yang kemudian dikenal dengan sebutan teknologi
informasi atau Information Communication Technologi (ICT) yang telah terbukti
memiliki kinerja yang sangat unggul. Teknologi informasi digunakan sebagai basis
pembangunan sistem informasi yang akan memberikan jaminan kelancaran aliran
data dan informasi serta keakuratan hasil pengolahan data.
Pembangunan di bidang kesehatan adalah mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan
upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Berbagai upaya dalam
penyelenggaraan kesehatan telah dilaksanakan dan obat merupakan salah satu unsur
terpenting.
Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin
tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan,
dengan mutu terjamin dan tersebar secara merata serta teratur sehingga mudah
diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat, serta meningkatkan ketepatan,
kerasionalan dan efisiensi penggunaan obat (Depkes, 2005).
Saat ini obat sudah menjadi kebutuhan pokok pelayanan kesehatan masyarakat.
Persepsi masyarakat tentang hasil pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah
mereka berkunjung ke sarana kesehatan, seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik
Mengingat bahwa obat merupakan elemen penting dalam pelayanan kesehatan
serta besarnya biaya yang diserap untuk pengadaan obat, maka pengelolaan obat
harus terus menerus ditingkatkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan program
pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat yang tidak efisien menyebabkan tingkat
ketersediaan obat menjadi berkurang, terjadi kekosongan obat, banyaknya obat yang
menumpuk akibat dari perencanaan obat yang tidak sesuai, biaya obat yang menjadi
mahal disebabkan penggunaan obat yang tidak rasional serta banyaknya obat yang
kadaluarsa yang disebabkan sistem distribusi yang kurang baik.
Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak
tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan
baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah
untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan
jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.
Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan
yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
obat untuk pelayanan kesehatan dasar.
Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi
tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang
masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan segala
implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian
ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana
kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif besar,
karena personal terlatih dipindah tugaskan atau sarana diubah peruntukannya.
Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat yang telah dibina
bertahun-tahun dirubah tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Selain
kemungkinan tersebut, ada alternatif lain yang bahkan menjadi lebih baik seperti :
bila semula ada UPTD Farmasi dan Gudang Farmasi dijadikan satu wadah,
sarana, personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi
petugas terlatih dan sebagainya. Adanya Otonomi daerah membuka berbagai
peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di masing- masing Kabupaten/Kota
dalam melaksanakan pengelolaan obat.
Pada era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh Badan POM sedangkan
pada era desentralisasi jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai POM.
Penjaminan mutu oleh Balai POM ditingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya
dilakukan. Monitoring dan supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan operator pengelolaan
obat sehingga monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan.
Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan,
tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan. Pengadaan
obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan
pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang
Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi
dari pengelolaan obat harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah
direncanakan sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tepat guna. Untuk
mendukung hal ini, perencanaan obat secara terpadu antara obat untuk pelayanan
kesehatan dasar merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang
tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik.
Pengelolaan obat yang tidak efisien menyebabkan tingkat ketersediaan obat
menjadi kurang ataupun banyak obat tertentu yang menumpuk akibat perencanaan
kebutuhan obat yang tidak sesuai, biaya obat menjadi mahal disebabkan tidak
rasionalnya penggunaan obat, banyaknya obat yang kadaluarsa karena sistem
distribusi yang kurang baik, sehingga akan berdampak kepada inefisiensi penggunaan
anggaran/ biaya obat di tingkat kabupaten/kota.
Untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien pemerintah telah menetapkan
berbagai kebijaksanaan bagi seluruh upaya dan kegiatan di bidang obat antara lain
penyampaian konsep Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Obat Generik serta
peningkatan pengelolaan obat mulai dari pusat sampai ke Kabupaten/Kota. Konsep
DOEN dan Obat Generik bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
dan ketepatan serta kerasionalan penggunaan obat, sedangkan peningkatan pelayanan
obat dilakukan dengan membangun Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) di setiap
Kabupaten/Kodya (KONAS, 2006). Peraturan dan pedoman tentang tata cara
pengelolaan obat di Kabupaten/Kota tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Pengadaan obat pada pelayanan kesehatan sektor pemerintah saat ini dibiayai
melalui berbagai sumber anggaran, seperti APBD Tingkat I dan II, PT. ASKES,
APBN dan sumber-sumber lainnya. Pelaksanaan pengelolaan biaya pengadaan obat
tersebut dilaksanakan oleh instansi pelayanan kesehatan baik di tingkat Nasional,
Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Namun pada kenyataannya belum dapat
memenuhi kebutuhan obat di unit-unit pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai masalah pada aspek ketersediaan obat. Untuk itu ketersediaan obat yang
baik pada tingkat unit pelayanan kesehatan harus terus ditingkatkan agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna bagi peningkatan upaya-upaya pelayanan kesehatan.
Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan
unit pelaksana teknis pengelola obat di Dinas Kesehatan Kota Medan yang sangat
berperan dalam menjamin ketersediaan obat di Kota Medan. Kegiatan pengelolaan
obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan meliputi
perencanaan, penyimpanan, pendistribusian serta pencatatan dan pelaporan. Obat
yang dikelola selama ini adalah obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran,
seperti BPJS, DAK, DAU, ASKES, Program Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,
dan BDB. Saat ini dalam pembuatan laporannya masih menggunakan cara manual
dengan melakukan pencatatan pada saat penerimaan dan pendistribusian obat,
sehingga kemungkinan terjadi kesalahan maupun keterlambatan dalam pembuatan
laporan ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota
Medan karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan pencatatan yang akurat
Sistem informasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
pengelolaan obat, karena keberadaan informasi tersebut dapat menentukan kelancaran
dan kualitas proses kerja dan dapat menjadi ukuran kinerja organisasi. Informasi yang
dihasilkan oleh sistem akan bermanfaat bagi pengambilan keputusan jika informasi
tersebut dihasilkan dari proses pengolahan data yang lengkap, tepat waktu dan akurat
(Jogiyanto, 2005).
Sistem informasi ketersediaan obat merupakan faktor yang sangat penting
dalam menunjang pengelolaan obat yang baik. Permasalahan dalam sistem informasi
berpengaruh terhadap fungsi pengelolaan obat, terutama pada aspek perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi. Sebagai suatu sistem, maka hasil kegiatan
dari setiap unit yang terlibat dalam pengelolaan obat akan bermanfaat bagi unit itu
sendiri maupun unit lain. Bila terjadi suatu keterlambatan pada satu unit akan
berakibat dan berpengaruh langsung pada pengelolaan obat Kabupaten/Kota (Depkes
RI, 2005).
Pelaksanaan sistem informasi pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan
Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan mengacu kepada sistem yang sudah ada yaitu
berdasarkan Laporan Pemakaian dan Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas
kemudian diolah secara manual dan sebagian lagi dengan komputer. Sedangkan di
tingkat Puskesmas pengolahan dan analisis data program pengelolaan obat dilakukan
secara manual. Menurut Isman (2007) “Keterlambatan dan ketidaklengkapan dalam
penyampaian LPLPO berakibat pada tidak tepatnya distribusi obat ke unit pelayanan
Berdasarkan fakta ada terdapat beberapa penyebab masalah pada sistem
informasi program pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas
Kesehatan Kota Medan diantaranya adalah proses pengolahan dan analisis data di
Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan belum optimal
khususnya dalam pemanfaatan komputer pada saat pengelolaan data obat dan di
tingkat Puskesmas masih dengan sistem manual.
Berdasarkan permasalahan di atas penulis melakukan penelitian untuk
merancang sistem informasi ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan
Dinas Kesehatan Kota Medan, sesuai dengan ketersediaan data, kondisi dan
kebutuhan informasi yang ada di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan
Kota Medan. Sistem informasi ini diharapkan dapat dipakai untuk perbaikan kinerja,
perbaikan manajemen, dan membantu mengoptimalkan fungsi ketersediaan obat di
Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat disimpulkan bahwa belum
optimalnya pengelolaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan
Kota Medan dikarenakan sebagai berikut:
1. Proses pengolahan dan analisis data di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan belum optimal khususnya dalam pemanfaatan komputer
pada saat pengelolaan data obat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Terbentuknya Sistem Informasi Manajemen Pengelolaan Obat yang dapat
mengolah data dan menghasilkan informasi ketersediaan obat yang berkualitas untuk
mendukung manajemen Program Obat dan Perbekalan Kesehatan di Gudang Farmasi
Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Membuat form Utama.
2. Membuat form Obat.
3. Membuat form Donor.
4. Membuat form Puskesmas.
5. Membuat form Obat Masuk.
6. Membuat form Obat Keluar.
7. Membuat form Laporan.
8. Membuat form Laporan Ketersediaan Obat.
9. Membuat form Laporan Obat Masuk per Tanggal
10. Membuat form Laporan Obat Masuk per Bulan
11. Membuat form Laporan Obat Masuk per Tahun
12. Membuat form Laporan Obat Keluar per Tanggal
13. Membuat form Laporan Obat Keluar per Bulan
14. Membuat form Laporan Obat Keluar per Tahun
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota Medan
a. Dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas petugas`dalam pengelolaan
informasi ketersediaan obat di Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan
Kota Medan.
b. Sistem Informasi Ketersediaan Obat yang dirancang ini diharapkan
diimplementasikan pada Gudang Farmasi Pekan Labuhan Dinas Kesehatan Kota
Medan dan dapat membantu pihak manejemen dalam melakukan perencanaan,
evaluasi, serta menghasilkan informasi yang cepat, tepat dan lengkap terhadap
ketersediaan obat di GFK.
1.4.2 Untuk Peneliti
Dapat menambah pemahaman dan pengalaman serta wawasan peneliti dalam
merancang sistem informasi ketersediaan obat yang berguna untuk mendukung
terwujudnya sistem informasi pelayanan kesehatan yang akurat, relevan dan tepat