• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar Kebijakan Luar Negeri dan E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Dasar Kebijakan Luar Negeri dan E"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Dasar: Kebijakan Luar Negeri dan Evolusi dari Kebijakan Luar Negeri

Sebagai penstudi Hubungan Internasional (HI) yang erat kaitannya dengan interaksi antar negara bangsa ataupun entitas lain yang sifatnya beyond the territory of the state, tentu kita sudah familiar dengan istilah Kebijakan Luar Negeri (selanjutnya disingkat KLN). Wicaksana (2014) mengatakan bahwa relasi antara ilmu HI dengan KLN adalah tak terbantahkan. Lalu apakah yang dimaksud dengan KLN? Pada review ini, penulis akan mencoba memaparkan mengenai apakah yang dimaksud dengan KLN dan konsep-konsep dasar yang melingkupinya. Kendati sebenarnya tidak ada konsensus mengenai definisi dari KLN (Dugis, 2014), KLN oleh Breuning (2007) didefinisikan sebagai keseluruhan kebijakan suatu negara terhadap entitas diluar batas wilayahnya.

Kebijakan Luar Negeri (KLN) seringkali dimaknai sebagai hal yang rumit/ kompleks (puzzling). Selain rumit, KLN seringkali dianggap sebagai titik krusial yang menyebabkan terjadinya peristiwa besar dan monumental seperti perang dan krisis – walaupun tidak semua KLN ber-efek demikian– (Breuning, 2007). Pernyataan Breuning (2007), ini dibenarkan oleh Wicaksana (2007), bahwa studi mengenai KLN adalah hal yang kompleks. Selain itu, KLN suatu negara bangsa –apalagi jika negara tersebut adalah negara bangsa yang besar– akan mampu menghadirkan peristiwa yang monumental dan mempengaruhi tatanan dunia.

Kerumitan dan signifikansi suatu KLN tercermin pada peristiwa Invasi Irak yang saat itu dipimpin oleh Saddam Hussain ke Kuwait pada tahun 1990an. Dalam kasus ini, Amerika Serikat dibawah komando George H. W. Bush memutuskan turut campur dalam membantu Kuwait mendepak Irak, sebuah tindakan yang diluar perhitungan Saddam Hussain. Saddam berfikiran bahwa Invasi ‘kecil’ nya ke negara tetangga tidak akan menarik perhatian si super power Amerika Serikat yang sedang dalam uforia kehancuran Soviet dan krisis ekonomi setelahnya. Selain itu, keyakinan Saddam bahwa Amerika tidak akan turut campur diperkuat oleh pernyataan duta besar Amerika untuk Irak pada masa itu, April Glaspie (t.t) bahwa, “we have no opinion on the Arab, Arab conflicts like your border disagreement with Kuwait.” Namun pada kenyataannya Amerika justru bertindak sebaliknya. Amerika merasa tidak bisa membiarkan Invasi Irak ke Kuwait. Keterlibatan Amerika sebagai Hegemon tunggal dunia membuat Irak terperangkap dalam konflik berkepanjangan dan tidak bisa dimenangkan, yang pada akhirnya banyak memberikan kerugian ekonomi (Breuning, 2007).

Contoh kasus yang dipaparkan diatas merupakan contoh yang memperlihatkan betapa rumitnya KLN. Marijke Breuning menuliskan dalam artikelnya, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction (2007), bahwa berdasarkan analisis para penstudi KLN dan tinjauan ulang para sejarawan, keputusan yang diambil Saddam Hussain adalah hal yang rumit. Hal ini dikarenakan pada saat membuat keputusan, pengambil keputusan (Saddam) tidak benar-benar tahu posisi Irak dan medan yang sedang dihadapi. Bahkan beberapa menganggap keputusan Saddam tersebut irasional dan merupakan tindakan orang tidak waras atau bodoh. Namun, memberikan justifikasi siapa yang irasional dan siapa yang tidak, atau siapa yang bodoh dan siapa yang cerdas, bukanlah fokus dari studi KLN yang tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman seutuhnya terhadap suatu KLN (Breuning, 2007).

(2)

Selain itu, terdapat dua konsep penting yang perlu diberi perhatian khusus dalam studi KLN, yaitu: (1) rasionalitas (rationality), dan (2) kebijakan yang baik (good policy). (1) Dalam kasus yang dicontohkan, ‘kegilaan’ Saddam secara sekilas terlihat sebagai perangai yang sulit ditutupi. Namun jika analis mencoba menelaah kasus tersebut dari sudut pandang Saddam, mungkin akan diketahui hal-hal terselubung yang mempengaruhi Saddam saat pengambilan kebijakan. Sehingga anggapan irasional terhadap Saddam berubah menjadi pernyataan ‘oh ternyata cukup rasional juga’. Dari penjelasan tersebut, Breuning (2007) mencoba memberikan eksplanasi bahwa rasionalitas adalah sesuatu yang sangat kontekstual dan subyektif . Bisa jadi suatu keputusan yang menurut si A cukup rasional untuk dieksekusi, menurut si B tidak cukup rasional untuk dieksekusi. (2) Sedangkan kebijakan luar negeri bisa dikatakan sebagai kebijakan yang baik (desirable) atau tidak (disastrous), bisa dilihat berdasarkan kajian mengenainya dimasa datang dan peristiwa yang mengikutinya. KLN Saddam ketika menginvasi Kuwait, dalam hal ini adalah kebijakan yang disastrous. Namun tetap saja tidak ada standar pakem dalam menentukan suatu KLN itu sukses atau tidak. Breuning (2007: 4) menawarkan cara penilaian baik tidaknya sebuah KLN adalah dengan berdasar pada (a) proses bagaimana kebijakan tersebut bisa dibentuk?, dan (b) apa saja faktor yang melatarbelakangi pemimimpin sehingga memutuskan kebijakan itu? (Breuning, 2007).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, KLN tidak cukup hanya dikelaskan dari sudut pandang pengambil keputusan (leader/ pemimpin) saja, melainkan juga dari sudut pandang situasi politik domestik dan internasional yang mempengaruhinya. Kompleksitas yang ada inilah yang menjadikan studi KLN bukanlah hal yang mudah. Penjelasan terbaik dalam menganalisis suatu KLN yang diambil suatu negara dapat ditemukan dalam banyak faktor kompleks yang saling bertautan satu sama lain (Breuning, 2007).

Lalu sebenarnya apa pentingnya mempelajari KLN? Breuning (2007) menuliskan bahwa tujuan paling vital dalam mempelajari KLN adalah untuk memahami perilaku dan tindakan negara baik terhadap negara lainnya maupun lingkungan internasional secara umum. Secara tradisional, fokus studi KLN adalah untuk mencari cara paling strategis untuk meningkatkan power dan keamanan negara. Yaitu dengan memprioritaskan beberapa hal antara lain: mencari solusi-solusi diplomatis untuk menghindar dari terjadinya perang, memproklamirkan peperangan jika memang perlu, dan yang terpenting adalah untuk mempertegas integritas batas teritorial suatu negara.

Kendati demikian, fokus yang ada dalam KLN tidaklah bersifat statis. Hal ini selaras dengan studi KLN sendiri yang evolusioner dan dinamis (Wicaksana, 2007). Walaupun beberapa penstudi HI banyak yang berselisih pendapat mengenai penting tidaknya periodisasi dari evolusi KLN yang berhubungan erat dengan tradisi dalam KLN itu sendiri, namun kata ‘dinamis’ sudah disepakati sebagai atribut tak terpisahkan dalam fokus KLN (Wicaksana, 2014). Breuning (2007) memaparkan bahwa dinamisnya fokus dalam studi KLN terlihat dari mulai dijamahnya sektor ekonomi utamanya hubungan ekonomi antar negara, yaitu sejak Perang Dingin berakhir. Interkoneksitas dalam globalisasi telah melahirkan interdependensi tak terelakkan dalam bidang ekonomi antar negara-negara di dunia. Tidak hanya isu keamanan dan ekonomi, studi terkait KLN terus berkembang hingga merambah pada isu lingkungan, hak asasi manusia, pertumbuhan penduduk dan migrasi, kebijakan terkait energi dan ketahanan pangan, bantuan luar negeri, pembangunan, serta dinamika hubungan antara negara kaya dan miskin.

(3)

usaha diplomasi masyarakat dan atau media kepada pemerintah terkait kebijakan tertentu) (Breuning, 2007). Untuk contoh public diplomacy adalah pernyataan Bush junior kepada publik internasional mengenai war on terrorism Amerika Serikat setelah peristiwa 9/11. Sedangkan contoh dari citizen diplomacy dapat dilihat pada fenomena kemunculan kelompok emistemik dan kosmopolitan yang seringkali mempunyai pengaruh signifikan pada pengambilan kebijakan tertentu.

Wicaksana (2014), menyebutkan bahwa dalam evolusi studi KLN, terdapat setidaknya empat periodisasi. (1) Initial Generation atau First Generation atau Ontological Tradition. Disini, diputuskan bahwa KLN dan HI sebagai bidang studi membutuhkan satu ruang lingkup area yang jelas. Selain itu, Ontological Tradition sendiri terbagi menjadi dua. (a) Normative position, yaitu ketika decision maker memutuskan suatu KLN, maka keputusan tersebut didasarkan pada kebenaran normatif atau what it should be. (b) Empirical position,yaitu bahwa ketika decision maker memutuskan suatu KLN, maka keputusan tersebut didasarkan pada fakta dan kenyataan tanpa mempedulikan tatanan normatif. Selanjutnya adalah (2) Second Generation atau Epistemological Tradition. Didalam periode ini, tidak dipermasalahkan jika seorang decision maker memilih normative position atau empirical position dalam meutuskan suatu KLN. Apapun posisi yang dipilih, yang terpenting adalah metode yang digunakannya jelas. Wicaksana (2014) menjelaskan, bahwa sedikitnya terdapat lima metode pengambilan KLN. (a) Metode pengambilan KLN dengan memperhatikan situasi dan menggunakan decision making theory. Dalam metode ini, terdapat suatu KLN sebelum diaplikasikan akan disimulasikan terlebih dahulu. (b) Metode pengambilan KLN dengan memperhatikan interaksi entitas domestik dengan entitas lain diatasnya. Metode ini disebut juga sebagai metode classical realism. (c) Metode pengambilan KLN dengan secara scientific memperhatikan interaksi antar entitas internasional (systemic factor). (d) Metode Komparatif. Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan dalam pengambilan suatu KLN. Dalam metode yang bertujuan untuk menemukan keteraturan dalam KLN, digunakan Level of Analysis. (e) Metode Key-Study. Dalam metode yang menolak metode komparasi ini, dasarnya adalah pada asumsi bahwa tidak ada konsensus universal yang menyepakati metode tertentu sebagai metode pakem pengambilan KLN.

Periodisasi selanjutnya dalam evolusi studi KLN adalah (3) Third Generation atau Axiological Tradition, yang menjelaskan bahwa selama ini metode ilmiah dalam studi KLN hanya ‘memuaskan’ penstudi KLN itu sendiri saja. Sementara science itu sendiri sebenarnya tidak ada gunanya jika tidak memberikan manfaat yang luas. Untuk itu, dalam periode ini para penstudi mulai membuat studi KLN bersinggungan dengan disiplin ilmu lain sehingga membuatnya menjadi applicable. Mulai berkembangnya tradisi ini dapat dilihat dari mulai munculnya bahasan-bahasan KLN yang bersinggungan dengan feminisme, fundamentalisme, dll. Yang terakhir adalah (4) Fourth Generation atau Pragmatic Tradition, yaitu periode atau tradisi yang mulai mempertanyakan apakah paradigma itu perlu dalam studi KLN dan HI. Dalam metode ini, teori, tradisi, atau metode tidaklah lagi penting, yang paling penting adalah nilai (value) (Wicaksana, 2014).

(4)

Didalam hasil (outcome), keputusan yang diaktualisasi akan terkomparasi oleh faktor-faktor lain seperti reaksi negara lain atau reaksi entitas internasional, dll, sehingga hasil (outcome) tidak selalu sama seperti yang tujuan awal sebagaimana direncanakan oleh decision maker. Oleh sebab itu, seorang pengambil keputusan (pemimpin) yang strategis, akan mampu memilih keputusan paling menguntungkan dan menimbulkan reaksi kooperatif dari pihak-pihak lain supaya KLN negaranya bisa berhasil. Untuk bisa memunculkan keputusan paling strategis tersebut, maka diperlukan analisis mendetail kepada entitas lain yang dimungkinkan memberikan reaksi. Yaitu dengan menggunakan metode komparatif level of analysis (LoA) yang oleh Breuning (2007) dibagi menjadi tiga: individu, negara, dan sistem.

LoA individu fokus kepada sumbangan pemimpin atau pengambil keputusan didalam KLN. Keberadaan LoA individu ini mengasumsikan bahwa satu orang sekalipun mempunyai andil yang besar dalam menuliskan sejarah. Fokus LoA individu adalah pada kepribadian dan persepsi dari person terkait yang akan mempengaruhi keputusan (decision). LoA individu banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan kelompok disekitarnya. LoA negara fokus pada faktor-faktor internal (domestik) yang dimungkinkan bisa mempengaruhi KLN seperti kondisi pemerintahan, keberadaan kelompok etnis skala nasional, kondisi ekonomi domestik, budaya dan sejarah nasional, dll. LoA negara akan melahirkan perilaku (behavior) atau aktualisasi keputusan. Yang terakhir adalah LoA sistem. LoA sistem fokus pada perbandingan dan interaksi antar negara. Di dalam LoA ini, akan dianalisis mengenai kepentingan serta power dari negara dalam sistem internasional yang mungkin memberikan reaksi ketika pemimpin mengeksekusi KLN. Kedetilan analisis pada level sistem akan berdampak pada hasil (outcome) dari KLN. Walaupun ketiga LoA mempunyai signifikansi masing-masing, namun ketiganya saling bertautan dalam mewujudkan sebuah KLN yang desirable (Breuning, 2007).

Dari review diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi mengenai KLN merupakan suatu hal yang kompleks. Untuk mendapatkan pemahaman seutuhnya mengenai suatu KLN, maka kita harus menganalisis dari sudut pandang pengambil keputusan (pemimpin/ leader), mengapa dia memutuskan ini, dan motivasi apa yang melatar belakanginya. Keberadaan entitas lain baik dalam level domestik maupun internasional juga mempunyai peran yang signifikan dalam keberhasilan suatu KLN. Untuk mempermudah dalam menganalisis KLN, terdapat salah satu metode paling umum yang bisa digunakan, yaitu metode komparasi dengan instrumen Level of Analysis yang terdiri dari tiga macam: individu, negara, dan sistem. Selain sifatnya yang kompleks, sifat dari studi KLN adalah dinamis dan akan terus berkembang sesuai perkembangan studi HI dan pengetahuan manusia. Secara umum, penulis sependapat bahwa dalam mempelajari KLN, terdapat kompleksitas tak terelakkan. Untuk itu, akan menjadi sangat menarik sebagai salah satu penstudi HI, setelah mempelajari konsep dasar dan fundamental mengenai KLN akan dilanjutkan dengan konsep-konsep yang lebih mendalam dan rinci.

Daftar Pustaka

Breuning, Marijke. 2004. “Bringing ‘Comparative’ Back to Foreign Policy Analysis”, International Politics, (41), hal. 618-628.

Dugis, Vinsensio M.A. 2014. “Konsep Dasar: Kebijakan Luar Negeri dan Evolusi dari Kebijakan Luar Negeri”. Dalam perkuliahan minggu ke–2 mata kuliah Perbandingan Politik Luar Negeri 11 September 2014. Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

(5)

Politik Luar Negeri 11 September 2014. Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Referensi

Dokumen terkait

Besaran dan satuan Mekanik merupakan materi praktikum fisika dasar I di LFD UNSRI. Tujuan dari Praktikum Besaran dan Mekanik ini adalah mahasiswa akan dapat memahami

Suatu Business Case adalah alat operasional yang harus secara terus menerus diperbaharui sepanjangn perjalanan bisnis dari suatu investasi, dan digunakan untuk

terbukti dan secara sah menurut hukum. Saksi korban menjelaskan bahwa yang melakukan penganiayaan terhadap dirinya saat itu adalah terdakwa H. Asis, dan terdakwa juga

Beberapa waktu yang lalu bermacam – macam jenis pengawet dipakai misalnya asam benzoat, asam sorbat, K sorbat, Na propionat, yang hanya efektif pada media asam,

Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik penting untuk memastikan diagnosis penyakit ginjal dan derajat penurunan fungsi ginjal, dalam hal ini nilai laju filtrasi

Pembahasan yang kedua adalah perizinan usaha industri menurut UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga dijelaskan dalam pokok bahasan bab ini dan tak lupa

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Proses-proses yang tergabung dalam kelompok pengukuran analisa dan perbaikan adalah proses-proses yang bersifat mengidentifikasi dan mengukur data-data dan