• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN LIMBAH CAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN LIMBAH CAIR"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Industralisasi dianggap sebagai landasan strategi pembangunan karena memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia, namun dibalik dari itu industri juga memberikan dampak terhadap lingkungan, menyebabkan polusi dan degradasi, sehingga dalam mengelola masalah yang berhubungan dengan polusi udara, maupun sumbedaya air membutuhkan biaya yang tinggi pula (Adebayo et al, 2008).

(2)

Pengawasan kualitas air di Negara yang berkembang sangat tidak memadai, terutama limbah perkotaan dan limpasan. Penggunaan bahan beracun dan berbahaya seperti logam berat di anak sungai kampala di Uganda yang tidak terkontrol menyebabkan kekurangan oksigen terlarut, meningkatkan kebutuhan oksigen biologis (BOD). Hal ini diakibatkan oleh dua faktor utama yaitu pertama percampuran secara kimiawi dan emisi dari industri dan transportasi dan yang kedua timbal yang bersumber dari industri, pemukiman komersil dan transportasi (K. Sekabira et al, 2010).

Kontribusi pencemaran air tanah merupakan hasil buangan polutan yang tidak terkonrol baik sampah organik maupun anorganik. Pada waktu hujan polutan tersebut akan mengalami infiltrasi ke dalam air tanah secara lateral maupun vertical menyebabkan terjadinya kontaminasi. Limpasan yang banyak mengandung zat polutan yang beracun seperti logam berat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem perairan (Forsithe, 2004). Partikel kecil dalam air sangat berperan dalam menyerap beberapa jenis polutan kemudian diendapkan kedasar perairan danau dan sungai, kombinasi banyaknya pertikel yang tercemar membentuk endapan sedimen beracun (Ashworth, 1996).

(3)

badan perairan juga terkontaminasi dengan micro-organism yang dapat dapat menurunkan kualitas lingkungan dan berdampak terhadap kesehatan manusia yang mengonsumsi ikan yang terkontaminasi, sehingga tempat pembunagan yang dapat diperbolehkan adalah tempat yang jauh dari badan perairan (Agatha A. Nwabueze, 2011).

2. Tujuan Dan Manfaat

(4)

Tantangan yang dihadapkan Negara-negara maju dan berkembang saat ini adalah bagaimana, menampung, mendaur ulang dan mengatasi peningkatan jumlah yang dihasilkan baik cair maupun padat. Dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah pembentukan pengelolaan limbah yang efisien, efektif dan benar-benar berkelanjutan. Harus lebih ditekankan pada kesehatan masyarakat, keselamatan lingkungan, kobenefit yang diperoleh dari pengelolaan limbah yang efektif, meningkatkan kualitas hidup, mencegah kontaminasi ekosistem secara menyeluruh, melestarikan sumberdaya alam dan memberikan energy yang terbarukan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Perencanaan Pemantauan Kualitas Air

Pemantauan rutin dan penilaian kualitas air merupakan dua hal penting oleh lembaga pengawasan. Data kualitas air yang dikoleksi harus benar-benar dinilai dan dievaluasi, dengan tujuan pengelolaan yang efektif dengan pertimbangan kesehatan manusia dan perlindungan lingkungan. Pemantauan kualitas air yang efektif dan efisien jika benar-benar melaui suatu perencanaan dan diimplementasikan. Perencanaan yang matang harus dilakukan sebelum pengumpulan data untuk memastikan bahwa situs sampling, frekwensi sampling, dan parameter kualitas air disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan.

2.1.1. Koleksi Parameter Kualitas Air

(6)

dapak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Suhu dapat mempengaruhi oksigen terlarut,

2.1.2. Parameter Fisik 2.1.2.1. Suhu

Kisaran suhu antara 40C dan diatas 350C akan mematikan terutama pada udang (New, 1990). Perubahan suhu dapat disebabkan dari berbagaai hal diantaranya adalah buangan limbah panas, pangaruh musim harian, bulanan dan tahunan (iklim global). Suhu dapat mempengaruhi oksigen terlarut, penurunan suhu dibawah optimum juga dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan organisme akuatik. Suhu juga sangat perperan dalam proses fisiologis hewan air, diantaranya berfungsi sebagai pengendali enzimatik dalam untuk menurunkan energi aktivasi, mempercepat reaksi dan tekanan yang tetap tanpa mengubah besarnya tetapan keseimbangan dan sebagai pengendali reaksinya.

(7)

karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono & Setiadji, 1989).

Suhu adalah variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik karena suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan, metabolisme, gas (oksigen) terlarut dan proses reproduksi ikan. Kisaran suhu yang optimal untk pertumbuhan ikan patin adalah 25-300C (Susanto, 2009). Lebih lanjut Ruth dan Reed (2009) menjelaskan bahwa parasit protozoa ―Ich‖ dapat berkembang dengan cepat disebabkan oleh kualitas air yang jelek khususnya suhu air. Dimana suhu memiliki pengaruh yang besar pada seberapa cepat siklus hidup untuk parasit "Ich" ini. Pada suhu hangat (75-790 F), siklus hidup selesai dalam waktu 48 jam yang berarti perkembangan dan penyebaran dari parasit ini sangat ditentukan oleh kualitas air terutama suhu dari media pemeliharaan. Suhu air juga sangat mempengaruhi seluruh aktivitas pada proses reproduksi organisme akuatik (OECD, 2006).

2.1.2.2.Padatan Terlarut Total (TDS) dan Padatan Tersuspensi Total (TSS)

(8)

menentukan kualitas air, caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per juta) (sastrawijaya, 2000).

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.

(9)

meningkat. Ditambahkan oleh Nybakken (1992), peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun.

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

2.1.2.3.Kekeruhan dan Kecerahan

(10)

optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (Davis dan Cornwell, 1991).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesoebiono (1979), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

(11)

Dalam Rukaesih (2004) bahwa padatan terlarut yang tinggi biasanya perairan dalam kondisi basa atau pH tinggi. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri).

2.1.2.4.Warna Perairan

(12)

2.1.3. Parameter Kimia 2.1.3.1. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut Mahida (1993) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan.

Ion-ion hidrogen (asam) dan ion-ion hidroksil (basa) keduanya dihasilkan dari pengisian air. dengan demikian, setiap perubahan konsentrasi salah satu ion ini akan membawa perubahan dalam konsentrasi ion lainnya. Karenanya, suatu skala bilangan yang disebut skala pH digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasaan air dan bilangan tersebut menyatakan konsentrasi ion hidrogen secara tidak langsung. pH di difinisikan sebagai logaritma dari resprokal aktivitas ion hidrogen dan

secara matematis dinyatakan sebagai pH = . pH juga didefinisikan

(13)

pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5, tetapi pada tambak ikan atau udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002). Perubahan pH ini merupakan efek langsung dari fotosintesis yang menggunakan CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida dalam air bereaksi membentuk asam seperti yang terdapat pada persamaan di bawah ini : HCO3- +H+.

Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 banyak terpakai dalam proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+ sehingga menaikkan pH air. Sebaliknya pada malam hari semua organisme melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi turun. Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yang tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yang beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd, 2002b).

(14)

Udang mampu mentolerir pH pada kisaran 7-9. Air yang terlalu asam (pH<6.5) dan air yang terlalu basa (pH>10) dapat merusak insang udang dan mengganggu pertumbuhan. Walaupun udang dapat hidup pada kisaran pH 7-9, tetapi pH sebaiknya dijaga pada kisaran 7.2-7.8. Hal ini berkaitan dengan toksisitas amonia, dimana toksisitas amonia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Pada pH kurang dari 7.8 fraksi amonia dalam total amonia nitrogen berkurang sekitar 5% dan pada pH lebih dari 9 sekitar 50% total amonia nitrogen berada dalam bentuk amonia (Van Wyk dan Scarpa, 1999). pH rendah mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi, sedangkan pH tinggi mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen yang rendah. Nilai pH berkisar antara 0-14. Air disebut asam jika pH< 7, netral jika pH 7, dan basa/alkali jika pH> 7 (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Pengaruh pH terhadap organisme akuatik menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1982) dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 1. Pengaruh pH terhadap Organisme Akuatik

(15)

yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 1: Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH Pengaruh Umum

6.0-6.5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan

5.5-6.0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak.

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti

3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral

5.0-5.5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat

4.5-5.0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar

2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat

Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003

2.1.3.2. Alkalinitas

(16)

Alkalinitas juga didefenisikan sebagai gambaran kapasitas air tuntuk menetlalkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinrtas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas menyangga dari ion bikarbonat, dan sampai tahap terlentu terhadap ion karbonat dan hidroksida dalam air. Semakin tinggi alkalinitas maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH perairan semakin rendah. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat.

(17)

Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air dan limbah cair bereaksi membentuk endapan hidroksida yang tidak larut. Ion hydrogen yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas berperan sebagai penyangga untuk mengatahui kisaran pH yang optimum dalam penggunaan koagulan. Dalam hal ini nilai alkalinitas sebaiknya berada pada kisaran optimum untuk mengikat ion hydrogen yang dilepaskan pada proses koagulan.

Alkalinitas adalah parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan dalam menentukan soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan dengan metode pengendapan. Selain itu, alkalinitas merupakan pengendali korosi, juga salah satu faktor yang penting dalam penentuan kemampuan dari limbah secara biologi.

(18)

mempertahan kepekaan membran sel dalam jaringan dan otot (Boyd, 1988, Wedenmeyer, 1996 dan dan Smit, 1982).

2.1.3.3. Oksigen Terlarut

(19)

dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978). Kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut.

(20)

maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga.

Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.

2.1.3.4. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod,1973).

(21)

organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C (Sawyer & Mc Carty, 1978).

(22)

5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70-80% dari nilai BOD total (Sawyer & Mc Carty, 1978). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :

Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan.

2.1.3.5. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

Kebutuhan oksigen kimia merupakan oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi. COD adalah parameter yang menunjukkan banyaknya senyawa organik yang dapat dioksidasi dalam limbah cair. Senyawa organik tersebut akan dioksidasi oleh reagen yang merupakan oksidator. COD dinyatakan sebagai mg O2/1000 mL larutan sampel. Bahan buangan tersebut dioksidasi oleh kalium bikhromat dalam suasana asam yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxygen agent) menjasi gas CO2 dan H2S serta sejumlah ion krom.

(23)

Dalam pengukuran nilai COD selalu besar dari nilai BOD karena senyawa anorganik juga bisa ikut teroksidasi selama proses. Kenyataanya hampir semua zat organik (95-100%) dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganant dalam suasana asam. Makin tinggi nilai COD maka semakin tinggi pula oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik pencemar. Nilai COD pada perairan yang normal adalah berkisar <20 mg/L.

Kelebihan pengukuran COD dibandingkan BOD adalah dapat menguji air limbah yang beracun, yang tidak dapat di uji secara BOD karena bakteri akan mati secara membutuhkan waktu pengujian lebih singkat yaitu 3 jam.

2.1.3.6. Salinitas

(24)

osmokonformer dan osmoregulator. Oleh karena itu, osmolaritas cairan tubuhnya selalu berubah sesuai dengan kondisi osmolaritas media hidupnya, salinitas juga mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Boyd, 1990, dan Farraris etal, 1986).

Besarnya konsentrasi salinitas pada suatu perairan tawar seperti sungai dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan bakteri facel. Bakteri fecel bersifat haloter haloteran lemah yaitu hidup pada toleransi salinitas rendah Junidar (1996). Salinitas dapat mempengaruhi tekanan osmositik pada mikroorganisme. Tekanan osmotik terjadi karena akibat dari zat terlarut didalam sel dan diluar sel tidak sama. Umumnya mikroorganisme akan tumbuh dengan baik dalam substrat yang memiliki tekanan yang sedikit lebih rendah dari tekanan osmotik didalam selnya.

Bakteri tidak dapat tumbuh pada salinitas 10%, Aeromonas hydrophyla tumbuh dan perkembang dengan baik pada salinitas 0-4%, dan pada salinitas 5% bakteri ini sudak tidak mampu mengalami pertumbuhan. Sedangkan Bacyllus sp. Memiliki toleransi terhadap salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Aeromonas hydrophyla (Nurlita Annisa Sari et al, 2010).

2.1.3.7. Logam Berat

(25)

berat yang sering mencemari habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb, Zn sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk, 1999).

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup. Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.

(26)

waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni, 1997). Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan (Alloway, 1990).

2.1.3.8. Nitrogen

Total nitrogen adalah gambaran nitrogen dalam organik dan ammonia pada air limbah. Total nitrogen juga merupakan penjumlahan dari nitrogen anorganik berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3, yang bersifat larut; sedangkan nitrogen organik berupa partikulat yang tidak larut dalam air. Nitrogen dalam air limbah pada umumnya dalam bentuk organik dan oleh bakteri merubahnya menjadi nitrogen ammonia. Dalam kondisi aerobik bakteri dapat mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Nitrat dapat digunakan oleh algae dan tumbuh-tumbuhan lain untuk membentuk protein tanaman (Effendi et al, 2003)

(27)

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nitrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/L, perairan mesotrofik memiliki konsentrasi antara 1-5 mg/L, dan perairan eutrofik kisaran konsentrasinya berkisar 5-50 mg/L. pada perairan yang menerima limpasan dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrit dapat mencapai 1000 mg/L. Konsentrasi nitrit untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/L (Volenwider et al, 1969, Wetzel, 1975 dan Effendi, 2003).

Sumber ammonia di perairan adalah pemicahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Sumber lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi di atmosfer, limbah industri dan domestik.

(28)

biasanya ditemukan pada dasar perairan, kadar ammonia sangat tinggi (Effendi, et al 2003)

2.1.3.9. Fosfor

Di perairan, unsure fosfor ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik terlarut yakni ortofosfat dan polifosfat dan dalam bentuk senyawa organik yang berupa partikulat. Total fosfor menggambarkan jumlah total fosfor, baik dalam bentuk partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik.

Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, misalnya fluorapatite [Ca5(PO4)3F], hydroxylapatite [Ca5(PO4)3OH], strengite [Fe(PO4)2H2O], whitockite [Ca3(PO4)2], dan berlinite (Al(PO4). Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pupuk juga berkontribusi cukup besar bagi keberadaan fosfor.

(29)

Kadar forfor yang diperkenangkan untuk kepentingan air minum adalah 0,2 mg/L dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0.005-0.02 mg/L P-PO4, sedangkan pada air tanah sekitar 0.02 mg/L. kadar fosfor total di perairan alami jarang melebihi 1 mg/L (UNESCO/WHO/UNEP, 1992, Boyd et al, 1988).

Berdasarkan kadar total fosfor, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yakni ―perairan dengan tingkat kesuburan rendah, yang memiliki

kadar fosfor total antara 0-0.02 mg/L‖, ―perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki kadar fosfor total 0.0021-0.05 mg/L, dan ―perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki kadar fosfor total 0.051-0.1 (Yoshimura et al, 1969).

2.1.4. Parameter Biologi

(30)

dapat memberikan data tentang tingkat akumulasi suatu senyawa yang keberadaannya mengganggu system tubuh suatu organisme.

Terkait dengan biomonitoring, tidak hanya terbatas pada evaluasi ekosistem tetapi juga dampak yang ditimbulkan terhadap manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Kamrin (2004) dan Angerer et al. (2006) yang mendefinisikan biomotoring sebagai teknik evaluasi lingkungan terhadap paparan bahan kimia berdasarkan sampling dan analisis jaringan, cairan dan jaringan individu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diungkapan, maka disimpulkan bahwa biomonitoring adalah penggunaan suatu spesies tertentu yang dapat memberikan informasi terkait dengan status pencemaran lingkungan oleh logam berat tertentu berdasarkan analisis matriks lingkungan, analisis jaringan dan molekul organisme yang terpapar logam berat.

(31)

Berdasarkan pengertian biomonitoring yang telah dijelakan sebelumnya, maka dapat dijelaskan ruang lingkup biomonitoring. Ruang lingkup yang dimaksud meliputi variable-variabel yang menjadi objek kajian dalam biomonitoring (de Zwart, 1995). Variabel-variabel yang menjadi objek kajian dalam biomonitoring, menurut Zhou et al. (2008) berupa teknik/metode dalam program biomonitoring, meliputi bioakumulasi, perubahan biokimia, pengamatan morfologi dan perilaku, pendekatan level-populasi dan komunitas. Masing-masing teknik menunjukkan kelebihannya masing-masing dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Teknik/metode dalam program biomonitoring atau yang dikenal dengan variable-variabel biomonitoring, yaitu biomonitoring akumulasi (bioakumulasi), biomonitoring toksisitas, dan biomonitoring ekosistem. Berikut ini akan dijelaskan biomonitoring akumulasi sebagai alat asesmen kualitas perairan akibat logam berat kadmium pada invertebrata perairan.

Bioakumulasi merupakan proses penting dimana bahan kimia dapat mempengaruhi organisme hidup. Zhuo, serta jaringan tubuh organisme yang terpapar logam berat. Penjelasan lebih spesifik diberikan oleh Maanan (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi akumulasi logam berat pada suatu organisme tergantung pada keberadaan logam berat, musim, hidrodinamik lingkungan, ukuran, jenis kelamin, perubahan-perubahan pada komposisi jaringan dan siklus reproduksi.

2.2. Kualitas Air Dan Pengelolaan Limbah

(32)
(33)

Gambar 2. Proses Pengelolaan Air dan Limbah Cair salah satu Perusahaan Minuman

Salah satu upaya dalam proses pengelolaan kualitas air limbah menghilangkan patikel-partikel melalui proses Kieselguhr lumpur, ragi surplus. selanjutnya melakukan prediksi volume limbah yang dihasilkan, dan perkiraan biaya dalam upaya pengelolaan pengolahan air limbah yang dihasilkan disajikan pada table berikut :

(34)

biaya oprasional seperi yang diterapkan oleh salah satu perusahaan minuman ringan di eropa dengan cara penghalusan materi berasal dari rendering gandum dan sereal gandum yang larut dalam air merupakan langkah awal dalam memproduksi minuman. Setelah ekstraksi, menghaluskan butiran dengan Wort (air diekstraksi dengan materi) perlu dipisahkan. Jumlah solid setelah penyaringan biasanya berkisar antara 25-30%. Partikel-partikel sisa (sering dicampur dengan surplus ragi dan didinginkan (pemisahan TRUB setelah pendinginan wort) dijual sebagai pakan ternak dengan keuntungan rata-rata 5-6 €/ton.

Selain itu, keunggulan pengelolaan limbah dengan menggunakan diatomaceous dalam proses penyaringan seperti dilaporkan oleh Baimel et al, 2004. Penyaringan atau dikenal dengan filter-aids (kieselguhr) telah menjadi standar untuk setiap industri lebih dari 100 tahun terakhir, lebih efisien dari sudut pandang ekonomi, lingkungan dan teknis pada masa mendatang. Sekitar duaper tiga dari produksi diatom di alam digunakan dalam industri miniman serti bir, anggur, jus buah, dan minuman lainnya. System penyaringan konvensinal (filter-aids) menggunakan diatom di alam berkisar 1-2 g/L, sangat baik untuk sanitasi lingkungan, dan implikasi ekonomi. Pada akhir proses pemisahan diatom lumpud yang berisi air dan lumpur dan lebih dari tiga kali berat awal. Dari sudut pandang lingkungan, diatom lumpur dapat langsung diperoleh dari system perambangan terbuka dan merupakan sumbedaya alam yang terbatas. Setelah menggunakan daur ulang dan pembuangan kieselguhr (selah penyaringan) mengalami kesulitan karena berdampak terhadap pencemaran.

(35)

2.3. Teknologi Plasma Untuk Pengelolaan Limbah Cair

Plasma ini biasanya dibentuk dengan memanfaatkan tegangan listrik, yaitu dengan menghadapkan dua kutub elektroda dengan memberikan tegangan listrik searah yang cukup tinggi yang nantinya akan menghasilkan loncatan ion. Ion positif dan negatif yang dihasilkan bergerak bebas mengikat elektron-elektron. Teknologi ini menguraikan, membersihkan, dan tidak mengendapkan. Kimia pun terurai sehingga tidak ada endapan lain, hasilnya air akan menjadi bersih.Ozon sendiri dapat dibuat menggunakan teknologi plasma. Dewasa ini teknologi plasmalah yang paling banyak dipergunakan untuk membuat ozon (Tuhu Agung et al, 2011).

(36)

yang selama ini sulit atau tidak dapat diuraikan dengan metode mikrobiologi atau membran filtrasi (Anto TS, 2002).

Secara umum ozon sebagai oksidator yang paling kuat setelah radikal hidroksida, dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik, menghilangkan warna dan bau, ataupun rasa( Bismo.S., 2008 ). Sedangkan elektron beam adalah elektron hasil pemanasan dengan menggunakan medan listrik beda potensial atau tegangan yang relatif tinggi sehingga diperoleh elektron berenergi. Elektron tersebut digunakan untuk meradiasi pengolahan air limbah, interaksi antara radiasi berupa elektron beam dengan air akan menghasilkan molekul terionisasi yang selanjutnya akan terbentuk spesies reaktif (OH, H dan H

2O atau O2) spesies tersebut bereaksi dengan zat terlarut serta menguraikannya (Cristina M., 2010).

2.3.1. Plasma

Plasma adalah zat keempat selain zat klasik padat, cair, dan gas. Zat plasma ini bukanlah plasma seperti kata plasma darah, kata yang paling umum digunakan berkaitan dengan plasma di bidang biologi. Plasma zat keempat ini ditemukan pada tahun 1928 oleh ilmuan Amerika, Irving Langmuir dalam eksperimenya melalui lampu tungsten filament.

(37)

tegangan listrik mulai mengalir (electrical dicharge) fenomena ini disebut electrical breakdown. Semakin besar tegangan listrik yang diberikan pada elektroda maka semakin besar pula ion dan elektron bebas yang terbentuk. Singkatnya plasma adalah kumpulan elektron bebas, ion bebas, dan atom bebas. Pada tahun 1833, Faraday menunjukkan bahwa jumlah zat-zat yang teroksidasi dan tereduksi pada elektroda-elektroda berbanding lurus dengan waktu dan jumlah kuat arus yang melalui sel tersebut.

Teknologi plasma dapat langsung digunakan dalam proses pengolahan

limbah organik, dan apabila air limbah mengandung logam maka akan terjadi

gumpalan atau pembentukan flok pada waktu proses pengolahan yang merupakan

proses destabilisasi. Salah satu cara pembuatan plasma dalam air, pembuatan

plasma dalam air hampir sama dengan pembuatan plasma diudara. Plasma dalam

air menyebabkan timbulnya berbagi reaksi fisika dan kimia, seperti sinar ultra

violet, shockwave, spesies aktif (OH, O, H, H

2O2) serta termal proses.

(38)

Aksi reaksi yang terjadi pada ion dan elektron dalam plasma di dalam limbah cair industri tahu berlanjut dengan terbentuknya sinar ultraviolet dan shockwave, akibat ion dan elektron yang dihasilkan teknologi plasma mempunyai energi yang sangat tinggi maka air (H

2O) akan terurai dan menghasilkan spesies aktif seperti OH, O, H dan H

2O2(Anonim, 2006)

(39)

Zat yang terbentuk dari reaksi plasma dengan bahan organik limbah cair industri tahu tersebut berupa gas. Apabila zat hasil reaksi berfasa gas maka akan keluar gelembung-gelembung gas disekitar batang katoda yang kemudian akan bergerak keatas permukaan air, jadi semakin banyak gas yang keluar dan kotoran yang mengendap pada pengolahan limbah cair industri tahu menggunakan teknologi plasma, maka kandungan COD dan TSS dalam limbah cair tersebut juga akan berkurang.

2.3.2. Kinetika Reaksi

Kinetika reaksi adalah suatu cabang ilmu kimia yang mempelajari mekanisme reaksi, yaitu bagaimana reaksi itu berlangsung dan kecepatan terjadinya reaksi. Kecepatan merupakan pengurangan setiap satuan jumlah berlangsungnya reaksi dan itu tergantung pada jenis reaksi.

Kinetika suatu reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan selama terjadinya reaksi. Dengan menganalisa campuran reaksi dalam selang waktu tertentu, maka konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi dapat dihitung. Selanjutnya dari data-data yang diperoleh tersebut kinetika reaksi dapat ditentukan.

(40)

Keterangan Gambag : 1. C = Condensator

2. D = Double Voltage (AC 220 Volt dirubah menjadi DC 10000 volt).

3. Z = Jarak Elektroda 4. Fuse

5. Reaktor.

6. Elektroda Karbon.

2.4. Pengelolaan Limbah Cair Industri Farmasi Secara Biologis

(41)

2.4.1. Pencernaan Aerobik

Metode pengembangan pengolahan limbah cair secara aerobik pada tahun 1960. Namun, pada awal tahun 1970 perubahan metodologi pengolahan air limbah secara secara signifikan. Penghematan energy dalam proses industri menjadi perhatian utama dan proses anaerobik dengan cepat muncul sebagai alternative yang dapat diterima.

Salah satu keuntungan utama dari pencernaan anaerobik adalah produksi produksi energy selama proses dalam bentuk metana. Tingkat muatan yang tinggi ditampung, daerah tersebut diperlukan reactor yang kecil. Produksi lumpur rendah, bila dibandingkan dengan metode aerobik, karena tingkat pertumbuhan bakteri anaerob yang lambat.

2.4.2. Limbah Industri Farmasi

(42)

mengganggu endokrin yang berawal dari terganggunya system biologis. Selain itu, air limbah yang dihasilkan oleh industri antibiotik dan farmasi, umumnya mengandung tingginya bahan organik terlarut, yang sangat resisten. Jika senyawa tersebut tidak hilangkan pada saat proses instalasi pengolahan air limbah, maka akan dapat mengganggu keseibangan proses biologi dan ekologi mikroba pada ekosistem perairan umum (Grismer ME et al, 1998, Nandy T et al, 2001, Kasprzyk Hordern B., et al, 2008, Sim WJ., Lee JW et al, 2010, Schroder H.F et al, 1999, Sui Q, et al, 2010, dan Stasinakis AS, Gatidou G., Mamais D., et al, 2008).

Tujuan dari pengolahan air limbah adalah mengidentifika zat terutama persisten. Selain itu, menghitung jumlah limbah yang dihasilkan dan memprediksi damapak jangka panjang pada ekosistem perairan. Pada dasarnya mendeteksi limbah dari industri farmasi seperti antibiotic pada lingkungan perairan menimbulkan kekhwatiran potensi dampak terhadap kesehatan manusia. Masuknya limbah farmasi ke lingkungan perairan melalui intalasi pengolahan limbah secara langsung, limbah rumah sakit maupun penggunaan komesial oleh masyarakat. Selain itu, limbah juga di buang langsung ke sungai atau anak sungai oleh pabrik farmasi atau perusahaan medis. Tingkat debit limbah sangat tergantung pada proses pengolahan atau tritmen oleh pelaku indusri.

2.4.3. Pengolahan Limbah Cair Farmasi Secara Anoaerobik

(43)

detoksifikasi bahan aktif secara oksidasi (menggunakan ozon sistem basah udara ultraviolet oksidasi atau solusi peroksida), dan pengolahan biologis (menggunakan filter trickling, anaerob, lumpur aktif, dan putaran kontraktor biologis). Meskipun air limbah farmasi dapat mengandung bahan refrakter organik yang tidak mudah terdegradasi, pengolahan secara biologis merupakan pengelolaan pilihan yang layak Oz NA et al, (2004), Rosen M. et al, (1998). Namun, akibat tingginya kekuatan, hal ini tidak mudah untuk pengolahan beberapa air limbah farmasi menggunakan proses biologis secara aerobik. Sebaliknya proses anaerobik lebih baik untuk menghilangkan masalah tingginya bahan organik.

(44)
(45)

Kelebihan dari system pengolahan limbah secara anaerobik bila dibandingkan dengan system pengelolaan secara aerobik dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 4. Kelebihan dan Kekurangan dari system Anaerobik dan Aerobik

Tabel 3. Penolahan Anaerobik Limbah Cair Farmasi

2.5. Pengolahan Limbah Cair Radioaktif

(46)

baik dan proses yang yang dipertimbangkan dalam pengembangannya di berbagai negara (Iaea-Tecdoc, 2003).

Penyerapan dikombinasikan dengan filtrasi membran dalam proses tahap tunggal dapat memberikan penghapusan efisien dari kedua kontaminan terlarut dan tersuspensi bahkan bentuk koloid. Kombinasi ini tidak hanya keuntungan dari peningkatan sorpsi kinetika karena luas permukaan yang sangat tinggi dari sorbents, tetapi juga menyediakan untuk pemisahan efektif dari sorbents dari limbah. Zeolit muraha mineral aluminosilikat alami yang terhidrasi, distribusi secara geografis yang luas dan ukuran deposit yang besar. Eksperimental penentuan mengenai perlakuan terhadap radioaktif limbah cair pada membran semipermeabel dilakukan dengan menggunakan perangkat filtrasi. Setiap sistem membran akan memerlukan beberapa jenis air umpan pretreatment, baik untuk melindungi integritas membran dan atau untuk mengoptimalkan kinerjanya [4]. Sorpsi radionuklida pada sorbents anorganik (zeolit) alam adalah sangat baik pretreatment untuk filtrasi membran. Berbagai kation dapat teradsorpsi pada zeolit dengan mekanisme pertukaran kation dan dengan memodifikasi permukaan, peningkatan kemampuan untuk menghapus polutan nonpolar dan anion air dapat diperoleh.

(47)

permasalahan limbah maka sebelum terbentuknya limbah hendaknya dilakukan tindakan-tindakan yang berorientasi pada upaya meminimalkan terjadinya limbah yang dapat dilakukan melalui seleksi bahan baku, rekayasa proses dan penerapan prinsip reuse, recycle serta recovery.

Bidang radioekologi saat ini banyak menarik perhatian para pecinta lingkungan, terutama berkaitan dengan masalah limbah radioaktif. Limbah radioaktif selama ini tidak pernah dibuang ke lingkungan secara sembarangan karena telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional. Pengaturan limbah radioaktif dan paparan radiasi secara internasional ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan juga oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP). Sedangkan di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh BAPETEN juga memperhatikan Undang-ndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya.

(48)

adalah memancarkan radiasi yang dapat mengionisasi atau merusak target sehingga menjadi tidak stabil/disfungsi, sedangkan karakteristik bahaya dari limbah B3 antara lain: mudah meledak, mudak terbakar, beracun, reaktif, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif. Dalam pengelolaan limbah B3 dikenal konsep Cradle to Grave yaitu pengawasan terhadap limbah B3 dari sejak dihasilkan hingga penanganan akhir. Makalah ini akan membahas implementasi dari sistem pengelolaan limbah dengan konsep Cradle to Grave untuk limbah radioaktif dengan treatment dari setiap fase akan menyesuaikan dengan karakteristik limbah radioaktif.

2.5.1. Limbah Cair Radioaktif

Pada fasilitas produksi radioisotop, limbah radioaktif cair dihasilkan dari proses pelindihan atau pendinginan material, dalam jumlah kecil akan mengandung pengotor yang bersifat radioaktif sehingga bersifat aktif. Di bidang kesehatan, limbah radioaktif cair antara lain hasil ekskresi pasien yang mendapat terapi atau diagnostik kedokteran nuklir. Zat radioaktif yang digunakan pada umumnya berumur paro pendek (100 < hari), misalnya 125I, 131

I, 99mTc, 32P, sehingga cepat mencapai kondisi stabil. Fasilitas penelitian di bidang kesehatan juga memberikan kontribusi limbah radioaktif cair melalui hasil ekskresi binatang percobaan. Dengan umur paro sangat pendek, maka penanganan limbah radioaktif tersebut dilakukan dengan menampung sementara sebelum dilepas ke badan air.

(49)

pelumas, dan larutan sintilasi. Zat radioaktif yang terkandung pada umumnya 3

H dan sebagian kecil 14C, 125I dan 35S. Dalam pengelolaan limbah cair tersebut harus diperhitungkan pula aktivitas konsentrasi zat radioaktif yang digunakan, terutama jika zat radioaktif yang digunakan untuk tujuan penandaan umumnya mempunyai konsentrasi aktivitas sangat tinggi sehingga harus dipisahkan dengan zat radioaktif yang mempunyai konsentrasi aktivitas rendah.

2.5.2. Sumber Radioaktif Bekas

Sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi memerlukan pengkondisian dan disposal yang sesuai. Sumber radioaktif bekas dibedakan menjadi:

1. Sumber dengan umur paro ≤ 100 hari dengan aktivitas sangat tinggi. 2. Sumber dengan aktivitas rendah, misalnya untuk tujuan kalibrasi. 3. Sumber yang berpotensi memberikan bahaya kontaminasi dan

kebocoran.

4. Sumber dengan umur paro >100 hari yang memiliki aktivitas tinggi maupun rendah.

(50)

limbah dari penghasil limbah sampai dengan pihak pengolah atau penyimpan sehingga keberadaan dan tanggungjawab terhadap limbah dapat diketahui. Karena kegiatan tersebut melibatkan beberapa pihak maka memerlukan pengawasan dan dokumen perjalanan yang sesuai sebagai indikator keberadaan limbah. Salah satu tujuan pengawasan limbah radioaktif dengan pendekatan cradle to grave untuk menunjukkan perjalanan limbah radioaktif dari penghasil (industri, rumah sakit, laboratorium penelitian) sampai lokasi tujuan pengiriman limbah radioaktif melalui rangkaian perjalanan dokumen. Dalam setiap tahapan dari rangkaian perjalanan limbah radioaktif disertai dengan tindakan keselamatan terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan. 2.5.4. Penghasil Limbah Radioaktif

Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengumpulan dan pengelompokkan limbah berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik dan kimia, sifat racun dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki fasilitas pengolahan.

(51)

dan cuci disalurkan secara terpisah dengan saluran grey water dan disalurkan ke tempat penampungan sementara untuk mengetahui dosis paparan radiasi yang ditimbulkan, limbah radioaktif tersebut dapat di lepaskan ke badan air apabila memenuhi persyaratan pelepasan.

Penghasil limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar secara tertulis (dalam manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas limbah, bahaya radiasi, dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya. Penghasil limbah juga berkewajiban memberikan tanda, label, atau plakat pada kendaraan angkutan.

2.5.5. Pengangkut

Pengangkut merupakan mata rantai yang sangat penting dalam sistem ini dan bertanggung jawab atas keselamatan pengangkutan limbah sejak menerima dari penghasil sampai kepada penerima. Apabila terjadi kerusakan atau kecelakaan selama pengangkutan, pengangkut harus memberitahukan kepada Badan Pengawas dan Penghasil. Saat ini pengangkutan limbah radioaktif hanya boleh dilakukan oleh pihak-pihak yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari BAPETEN dalam bentuk persetujuan pengangkutan.

2.5.6. Pengolah Penympan Negara asal Sumber Radioaktif

(52)

pengolah/penyimpan /negara asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka pihak pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib memberitahukan ke Badan Pengawas dan penghasil limbah guna investigasi lebih lanjut. Namun apabila limbah radioaktif yang diterima oleh pengolah sudah sesuai dengan dokumen pengiriman limbah maka pihak pengolah/penyimpan dapat melakukan pengolahan/penyimpanan limbah radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber radioaktif dapat melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang diterimanya sesuai dengan kebijakan pengelolaan limbah radioaktif Negara tersebut.

(53)

BAB III PENUTUP

Berdasarkan pembahan sebelumnya, maka peran kualitas air sangat penting dalam mendukung kehidupan di muka bumi, semua mahluk hidup sangat tergantung terhadap air ―Kualitas dan Kuantitas Air‖. Namun sejak

berkembangnya tingkat peradaban manusia kualitas air kini menjadi terancam diseluruh penjuru bumi, berbagai macam kebutuhan yang kemudian menghasilkan zat atau polutan baik pertanian, perikanan, industri, pariwisata, farmasi dan produksi obat-obatan maupun peralatan medis, bahan penelitian dan masih banyak kebutuhan lainnya yang menyisihkan berbagai jenis, jumlah, daya rerun, warna, bau yang sangat berfariasi.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adebayo S. A.and Eniola, I. T. Kehinde. 2008. Impact Of Industrial Effluents On Quality Of Segment Of Asa River Within An Industrial Estate In Ilorin, Nigeria. New York Science Journal, Volume 1, Issue 1, January 1, 2008, ISSN 1554-0200.

Alfiyan M., Akhmad ., Y. R., 2010. Strategi pengelolaan limbah Radioaktif di Indonesia Ditinjau Dari Konsep Cradle To Grave. Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif- BAPETEN, Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565. Jakarta.

Annisa Sari N., Fauziah R. N., Nurbaety A. T., 2010. Pengaruh Suhu dan salinitas Terhadap Viabilitas Bakteri Aeromonas hydrophila dan Baccilus sp. Institute Pertanian Bogor.

Bundela P. S., Sharma A., Pandey K. A., and Awasthi A. K., 1012. Physicochemical Analysis Of Ground Water Near Municipal Solid Waste Dumping Sites In Jabalpur. International Journal Of Plant, Animal and Environmental Sciences. Volume-2, ISSN 2231-4490. Bogner J., Ahmed M. A., Diaz C., Faaij A., Gao Q., Hashimoto Seiji., Mareckova

Katarina., Pipatti Riitta., Zhang Tianzhu., Diaz Luis., Kjeldsen Peter., Monni Suvi., Gregory Robert., Sutamihardja R.T.M., 2009. Waste Management. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Fillaudeau L., Blanpain A. P,, Daufin., 2006. Water, Wastewater and Waste Management in Brewing Industries. Journal of Cleaner Production, Vol 14. ISSN 463-471.

Kanu., Ijeoma and achi, O.K. 2011. Industrial Effluents And Their Impact On Water Quality Of Receiving Rivers In Nigeria. Journal of Applied Technology in Environmental Sanitation, 1 (1): 75-86.

MacGibbon J. D., 2008. The Effects Of Different Water Quality Parameters On Prawn (Macrobrachium Rosenbergii) Yield, Phytoplankton Abundance And Phytoplankton Diversity at New Zealand Prawns Limited, Wairakei, New Zealand. Thesis Submitted To the Victoria University of Wellington in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Master of Science in Ecology & Biodiversity. Victoria University of Wellington.

(55)

Mosley L., Singh S., Aasbelberg B. 2005. Water Quality Monitoring In Pacific Island Countries. SOPAL Tecnical Report. The University Of the South Pacific.

Nwabueze Agatha A., 2011. Water Quality and Micro-organisms Of Leachate-Contaminated Pond. American Journal Of Scientific And Industrial Research. ISSN: 2153-649X.

Rumahlatu D., 2011. Biomonitoring: Sebagai Alat Asesmen Kualitas Perairan Akibat Logam Berat Kadmium Pada Invertebrata Perairan. Universitas Pattimura, Jl. Dr.Tamaela Ambon.

Salmin., 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3,2005:2126. ISSN 0216 -1877.

Sekabira K., Origa H. O., Basamba T. A., Mutumba G., Kakudidi E. 2010. Heavy metal Assessment and Water Quality Values in Urban Stream and Rain Water. Int. J. Environ. Sci. Tech., 7 (4), 759-770, Autumn. ISSN: 1735-1472 © Irsen, Ceers, Iau.

Shreeshivadasan Chelliapan., and Paul J. Sallis. 2011. Application Of Anaerobic Biotechnology For Pharmaceutical Wastewater Treatment. The IIOAB Journal, Special Issue On Environmental Management For Sustainable Development, ISSN 0976-3104.

Sutopo Rina S., Aditia K., Indarsasi P., 2007. Tingkat Toksitas Pentaklorofenol Terhadap Organisme Air Tawar. Majalah Ilmiah Terakreditasi. No. 18/AKRED-LIPI/P3MBI/9/2006. ISSN 0005 9145.

Tuhu Agung R., Hanry Sutan Winata. 2011. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu Dengan Menggunakan Teknologi Plasma. Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ―Veteran‖Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya 60294.

Yuliastuti E., 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyer Dalam Upaya Pengendalian Percemaran Air. Tesis Ilmu Lingkungan, Unversitas Diponegoro, Semarang.

Yulfiperiusl., Toelihere R. M., Affandi R., dan Sjafei D. S.,2004. Pengaruh Alkalinitas Teriiadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Ikan Lalawak Burbodes sp. Jurnol lktiologi Indonesin, Volume 4, Nomor I.

Gambar

Gambar berikut :
Tabel 1: Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Tabel 2. Situasi Pembuangan Limabah
Gambar 3. Alat yang Digunakan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini komputer tidak hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik atau alat perhitungan biasa, namun lebih dari sekedar itu, komputer digunakan penyimpanan data. Salah

One can glean from the two examples above that the sample information is made available to the analyst and, with the aid of statistical methods and elements of probability,

Dari program ini, dapat diketahui informasi seperti, status pada link dan device , waktu selama dalam keadaan up , jumlah data yang masuk dan keluar, IP Address, Subnet Mask,

Hasil percobaan pengaruh larutan ekstrak dari berbagai bagian tanaman bunga matahari menunjukkan bahwa larutan ekstrak daun bunga matahari menghambat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain dan Analisis Eksperimen menggunakan Blok Lengkap Acak pada kasus data hilang.. Desain Blok Lengkap Acak

yang artinya penurunan variabel harga (X3) akan menyebabkan penurunan pada variabel loyalitas konsumen dalam membeli shampoo Sunsilk diwilayah Gadel Tandes Surabaya

By including the available emergy for use in the category of Non-Financial Assets, while natural resources and energy used to produce emergy into the

Pengembangan karir dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang terencana, terorganisir, terdiri dari aktivitas atau proses yang terstruktur yang menghasilkan upaya saling