LAPORAN PENGKAJIAN
LEMBAGA KEARSIPAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PENGELOLAAN ARSIP STATIS
BIDANG JIBANG SISTEM KEARSIPAN STATIS
PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM KEARSIPAN
DEPUTI IPSK - ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
i
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, mengamanatkan
bahwa lembaga kearsipan sesuai dengan wilayah kewenangannya wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis untuk menjamin keselamatan dan pelestarian arsip sebagai
pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka untuk meningkatkan pengelolaan arsip statis
secara nasional, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan, Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI) pada Tahun Anggaran 2011 melaksanakan Kegiatan
Pengkajian tentang Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan
Arsip Statis di Lembaga Kearsipan Daerah Provinsi.
Kajian ini bertujuan sebagai acuan bagi lembaga kearsipan provinsi,
kabupaten/kota dan perguruan tinggi dalam melaksankan pengelolaan arsip statis. Kami
menyadari kajian ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun, setidaknya kajian ini
sudah menjawab sedikit permasalahan yang dihadapi oleh lembaga kearsipan dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan arsip statis.
Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Pimpinan ANRI,
anggota tim, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kegiatan pengkajian ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua amal baik yang telah Bapak/Ibu/Sdr
berikan. Amin.
Jakarta, November 2011
Kepala
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem
Kearsipan
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ……….. ii
DAFTAR TABEL ………. iii
DAFTAR GAMBAR ………. iv
ABSTRAK ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 4
C. Pertanyaan Penelitian ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Keterbatasan Penelitian ... 7.
G. Sistematika Penelitian ... 8
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 9
A. Pengertian Organisasi dan Iklim Organisas ... 9
B. Lembaga Kearsipan ... 11
1. Alasan dan Pentingnya Pendirian Lembaga Kearsipan ... 12
2. Lembaga Kearsipan di Indonesia ... 14
C. Manajemen Arsip Statis... 16
1. Konsep Arsip Statis ... 16
2. Pengelolaan Arsip Statis ... 17
D. Hipotesis ... 19
BAB III METODOLOGI ... 20
A. Jenis Penelitian ... 20
B. Variabel Penelitian ... 21
C. Populasi dan Sampel ... 23
D. Lokasi Penelitian ... 23
iii
F. Kriteria Pengukuran ... 25
G. Teknik Pengumpulan Data ... 27
H. Instrumen Penelitian ... 28
I. Teknik Analisa Data ... 28
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Variabel Independen ... 30
B. Variabel Dependen ... 34
1. Akuisisi Arsip Statis (Y1) ... 34
2. Pengolahan Statis (Y2) ... 37
3. Preservasi Arsip Statis (Y3) ... 40
4. Akses Arsip Statis (Y4) ... 43
C. Analisis Hubungan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen ... 49
1. Perhitungan Korelasi Variabel X dengan Variabel Y1 ... 49
2. Perhitungan Korelasi Variabel X dengan Variabel Y2 ... 51
3. Perhitungan Korelasi Variabel X dengan Variabel Y3 ... 53
4. Perhitungan Korelasi Variabel X dengan Variabel Y4 ... 55
5. Perhitungan Korelasi Variabel X dengan Variabel Y ... 57
D. Evaluasi Perhitungan Korelasi Variabel Independen dengan Variabel Dependen ... ... 59
BAB V PENUTUP ... 62
A. Kesimpulan ... 62.
B. Rekomendasi ... 63
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Variabel Lembaga Kearsipan Dalam Meningkatkan
Pengelolaan Arsip Statis ... 22
Tabel 3.2 Kriteria Pengukuran Iklim Organisasi Lembaga Kearsipan Dalam Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis ... 26
Tabel 3.3 Pengumpulan Data Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis ... 27
Tabel 4.1 Rekapitulasi Jawaban Responden dan Presentase Mengenai Indikator Iklim Organisasi Lembaga Kearsipan... 32
Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian Iklim Organisasi Lembaga Kearsipan (X) ... 33
Tabel 4.3 Rekapitulasi Jawaban Responden dan Presentase Mengenai Indikator Akuisisi Arsip Statis Dalam Pengelolaan Arsip Statis ... 36
Tabel 4.4 Data Hasil Penelitian Akuisisi Arsip Statis (Y1) ... 37
Tabel 4.5 Rekapitulasi Jawaban Responden dan Presentase Mengenai Indikator Pengolahan Arsip Statis Dalam Pengelolaan Arsip Statis ... 39
Tabel 4.6 Data Hasil Penelitian Pengolahan Arsip Statis (Y2) ... 40
Tabel 4.7 Rekapitulasi Jawaban Responden dan Presentase Mengenai Indikator Preservasi Arsip Statis Dalam Pengelolaan Arsip Statis ... 42
Tabel 4.8 Data Hasil Penelitian Preservasi Arsip Statis (Y3) ... 43
Tabel 4.9 Rekapitulasi Jawaban Responden dan Presentase Mengenai Indikator Akses Arsip Statis Dalam Pengelolaan Arsip Statis ... 45
Tabel 4.10 Data Hasil Penelitian Akses Arsip Statis (Y4) ... 46
Tabel 4.11 Skor Rangkuman Data Pengelolaan Arsip Statis . ... 47
Tabel 4.12 Tabel Kerja Korelasi X dengan Y1 ... 50
Tabel 4.13 Tabel Kerja Korelasi X dengan Y2 ... 52
Tabel 4.14 Tabel Kerja Korelasi X dengan Y3 ... 54
v
Tabel 4.16 Tabel Kerja Korelasi X dengan Y ... 58
Tabel 4.17 Evaluasi Perhitungan Korelasi Variabel Independen
dengan Variabel Dependen ... 59
Tabel 4.18 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Iklim Organisasi Lembaga Kearsipan ... 31
Gambar 4.2 Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Akuisisi Arsip Dalam Pengelolaan Arsip
Statis ... 35
Gambar 4.3 Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Pengolahan Arsip Dalam Pengelolaan
Arsip Statis ... 38
Gambar 4.4 Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Preservasi Arsip Statis Dalam
Pengelolaan Arsip Statis ... 41
Gambar 4.5 Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Akses Arsip Statis Dalam Pengelolaan
Arsip Statis ... 44
vii
ABSTRACT
Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
merupakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara iklim organisasi lembaga
kearsipan dengan pengelolaan arsip statis.
Penelitian dilakukan dengan metode survey terhadap 30 lembaga kearsipan daerah
provinsi dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan dengan rumusan
masalah deskriptif. Permasalahan dituangkan dalam bentuk pertanyaan umum (grand
tour question) yaitu adakah hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
meningkatnya pengelolaan arsip statis di lembaga kearsipan daerah provisi ?
Untuk lebih fokus maka permasalahan pokok tersebut dirinci menjadi beberapa
permasalahan khusus dalam bentuk sub pertanyaan (sub questions), sebagai berikut :
(1) Adakah hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
akuisisi arsip dalam pengelolaan arsip statis ?
(2) Adakah hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pengolahan arsip dalam pengelolaan arsip statis ?
(3) Adakah hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
preservasi arsip dalam pengelolaan arsip statis ?
(4) Adakah hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
akses arsip dalam pengelolaan arsip statis ?
Hipotesis penelitian ini dalam bentuk hipotesis nol (Ho) yang dinyatakan dalam
kalimat negatif, yaitu” Tidak ada hubungan iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
meningkatnya pengelolaan arsip statis ”.
Hasil pembahasan analisis data dilakukan secara kuantitatif sehingga diperoleh
pada kesimpulan, dengan tolok ukur yaitu ada atau tidak adanya hubungan antara
variabel X dengan variabel Y untuk N= 30 adalah df 30-2 = 28 pada taraf kepercayaan 5
% sebesar 0,374. Hasil perhitungan korelasi memperlihatkan sebagai berikut :
(1) Perhitungan korelasi X dengan Y1 sebesar 0,55 berarti ada hubungan antara
variabel iklim organisasi lembaga kearsipan dengan variabel akuisisi arsip statis;
(2) Perhitungan korelasi X dengan Y2 sebesar 0,48 berarti ada hubungan antara
viii
(3) Perhitungan korelasi X dengan Y3 sebesar 0,32 bera rti tidak ada hubungan
antara variabel iklim organisasi lembaga kearsipan dengan variabel preservasi arsip
statis;
(4) Perhitungan korelasi X dengan Y4 sebesar 0,36 berarti tidak ada hubungan
antara variabel iklim organisasi lembaga kearsipan dengan variabel akses arsip statis;
(5) P erhitungan korelasi X dengan Y sebesar 0,46 berarti ada hubungan antara
variabel indikator iklim organisasi lembaga kearsipan dengan variabel pengelolaan arsip
statis;.
Berdasarkan analisis korelasi r tersebut kiranya dapat terungkap bahwa variabel
iklim organisasi lembaga kearsipan mempunyai hubungan dengan varia bel pengelolaan
arsip statis, dimana hasil koefisien korelasi sebesar 0,46 sehingga hipotesis nol (Ho)
diajukan sebelumnya ditolak dan tidak dapat dipertahankan karena tidak didukung data
empirik. Justru sebaliknya, hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya, terdapat hubungan
antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan meningkatnya pengelolaan arsip statis di lembaga kearsipan khususnya pada lembaga kearsipan daerah provinsi.
Dari hasil penelitian terhadap kajian lembaga kearsipan dalam rangka
meningkatkan pengelolaan arsip statis ini, maka perlu dikemukakan rekomendasi kepada
pimpinan lembaga kearsipan sebagai berikut :
1. ANRI selaku penyelenggara kearsipan secara nasional perlu menyusun kebijakan
optimalisasi fungsi dan tugas dari organisasi lembaga kearsipan yang tidak hanya
melibatkan pejabat struktural tetapi juga memberdayakan tenaga fungsional
arsiparis dalam pengelolaan arsip statis, khususnya kegiatan preservasi arsip
statis dan akses arsip statis;
2. Lembaga kearsipan perlu mengoptimalisasikan iklim organisasi yang kondusif,
sehat dan bernas guna meningkatkan pengelolaan arsip statis sehingga mampu
memperlihatkan eksistensi lembaga kearsipan selaku penanggungjawab kegiatan
penyelamatan dan pelestarian arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional;
3. Kebijakan kelembagaan organisasi kearsipan sebagai bagian dari pendukung
sistem kearsipan nasional harus tetap mengacu kepada Undang-Undang
Kearsipan sehingga perlu disosialisasikan secara terus menerus sesuai dengan
tujuan penyelenggaraan kearsipan, visi dan misi lembaga kearsipan.
1
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Dalam rangka kepentingan penyelamatan dan pelestarian arsip sebagai bukti
pertanggung jawaban nasional kepada generasi yang akan datang perlu diselamatkan
bukti-bukti kegiatan yang lengkap mengenai kehidupan kebangsaan bangsa Indonesia
umumnya dan penyelenggaraan pemerintahan khususnya. Menurut Djoko Utomo,
keberadaan arsip dapat memberi gambaran obyektif tentang perjalanan hidup berbangsa
dan bernegara serta memberi informasi yang akurat mengenai pertanggungjawaban
nasional tentang bagaimana pengelola negara menjalankan kehidupan kebangsaan
(2005:3).
Dengan demikian arsip adalah bagian dari memori kolektif bangsa mengenai
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Memori dalam bentuk arsip, mengingatkan
kembali akan keberhasilan dan kegagalan yang dialami bangsa Indonesia kepada generasi
penerus. Untuk mengetahui kehidupan kebangsaan yang dijalankannya maka arsip-arsip
tersebut perlu di simpan, di pelihara, dan di kelola dengan baik. Keberadaan arsip
merupakan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan oleh karenanya arsip
yang tercipta harus dapat menjadi sumber informasi, acuan dan bahan pembelajaran bagi
masyarakat, bangsa dan negara. Itu berarti, upaya penyelamatan dan pelestarian arsip
menjadi bagian dari penyelenggaraan kearsipan.
Berdasarkan Pasal 3 huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan, disebutkan bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan kearsipan
adalah menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam penjelasannya, yang
dimaksud dengan menjamin keselamatan dan keamanan arsip adalah bahwa arsip baik
secara fisik maupun informasinya harus di jaga keselamatan dan keamanannya sehingga
tidak mengalami kerusakan atau hilang, karena arsip merupakan bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tujuan penyelenggaraan kearsipan tersebut menyangkut dua aspek besar. Pertama,
penyelamatan arsip dinamis yang terdapat pada setiap lembaga negara dan badan
pemerintah, serta badan/organisasi yang dalam penyelenggaraannya menggunakan
2
pertanggungjawaban nasional yang merupakan tanggung jawab lembaga kearsipan.
Dengan demikian untuk mewujudkan pertanggungjawaban tersebut dibutuhkan kehadiran
lembaga kearsipan, adanya lembaga kearsipan diharapkan mampu menyimpan,
memelihara dan mengelola arsip-arsip yang memiliki nilai pertanggungjawaban nasional
untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas.
Keberadaan lembaga kearsipan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Kearsipan, adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan tanggung
jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan. Dengan fungsi, tugas
dan tanggung jawab yang dimilikinya untuk mengelola arsip statis tersebut maka lembaga
kearsipan harus dapat menjamin keselamatan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban
nasional. Lembaga kearsipan selain mempunyai fungsi, tugas dan kewajiban mengelola
arsip statis juga melakukan pembinaan kearsipan dinamis yang terdapat di pencipta arsip.
Muara dari pembinaan kearsipan dinamis ini adalah adanya penyelamatan dan pelestarian
arsip melalui penyerahan arsip ke lembaga kearsipan baik secara kualitas dan kuantitas.
Menurut Jeanette White Ford, bahwa terciptanya kualitas arsip statis yang dimiliki
lembaga kearsipan sangat tergantung oleh jenis arsip dinamis yang dihasilkan oleh
organisasi pencipta arsip (Cox; 1992,59)
Begitu berperannya lembaga kearsipan, maka keberadaannya pun tidak hanya untuk
kebutuhan skala nasional saja tetapi juga kebutuhan daerah dan perguruan tinggi, dalam
Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, lembaga
kearsipan terdiri dari Arsip Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disingkat ANRI),
arsip daerah provinsi, arsip daerah kabupaten/kota, dan arsip perguruan tinggi. Kehadiran
lembaga kearsipan tersebut diharapkan mampu mewujudkan sistem penyelenggaraan
kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu, dengan dukungan sumber daya
manusia yang profesional serta prasarana dan sarana yang memadai.
Adanya lembaga kearsipan daerah baik itu provinsi dan kabupaten/kota diharapkan
mampu menghasilkan memori kolektif daerahnya masing-masing sesuai dengan ciri dan
karakteristik daerahnya. Menurut Urip Sihabudin dalam tulisannya pada Majalah Arsip
Media Kearsipan Nasional (2008), keberadaan lembaga kearsipan daerah menjadi sangat
berarti bagi masyarakat karena institusi ini berfungsi sebagai pelestari memori kolektif
daerah, sebagai sumber informasi dan wahana pelestari warisan budaya lokal.
Sejalan dengan adanya penataan kelembagaan di daerah sesuai amanat Peraturan
3
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
maka lembaga kearsipan daerah harus menyesuaikan fungsi dan posisinya dalam struktur
kepemerintahan di daerah dengan tetap mempunyai kewenangan untuk melaksanakan
pengelolaan arsip statis secara mandiri. Pengelolaan arsip statis yang dimaksud adalah
proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi akuisisi,
pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dalam suatu
sistem kearsipan nasional, sebagaimana dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang
Kearsipan.
Lembaga kearsipan daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota
sebagai organisasi mandiri di daerah dengan demikian merupakan organisasi pemerintah
daerah di bidang kearsipan, keberadaannya menjadi bagian penyelenggaraan otonomi
daerah. Menurut Josef Riwu Kaho, organisasi merupakan salah satu faktor yang
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah (2002: 206). Itu artinya, Lembaga kearsipan
daerah provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota perlu mengoptimalkan
kinerjanya terutama dalam mengelola arsip statis, terlebih lembaga kearsipan daerah
provinsi juga mempunyai kewenangan melakukan pembinaan kearsipan di lembaga
kearsipan daerah kabupaten/kota. Keberhasilan penyelenggaraan kearsipan oleh lembaga
kearsipan daerah provinsi tentunya diharapkan menjadi panutan bagi lembaga kearsipan
kabupaten/kota untuk menyelenggaran kearsipan kabupaten/kota.
Guna mengoptimalkan kinerja lembaga kearsipan daerah provinsi khususnya dalam
meningkatkan pengelolaan arsip statis maka dukungan iklim organisasi yang efektif di
lembaga kearsipan daerah provinsi menjadi hal yang mendesak. Itu artinya, kinerja
lembaga kearsipan daerah provinsi dalam upayanya meningkatkan pengelolaan arsip statis
perlu segera di dukung oleh iklim organisasi di lembaga kearsipan daerah provinsi. Oleh
karenanya, dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan kearsipan maka ANRI
melakukan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan iklim organisasi lembaga
kearsipan dalam meningkatkan pengelolaan arsip statis., khususnya yang dilakukan oleh
lembaga kearsipan daerah provinsi.
B. Permasalahan
Lembaga kearsipan daerah provinsi selaku penanggung jawab penyelenggaraan
4
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan. Pengelolaan arsip statis merupakan proses pengendalian
arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi,
pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan
nasional.
Sebagai bagian dari sistem kearsipan nasional maka pengelolaan arsip statis
bertujuan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karenanya, lembaga kearsipan
daerah provinsi dituntut tidak hanya sekedar menyelenggarakan kearsipan tetapi juga
mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan melalui terkelolanya arsip statis yang di
dukung oleh iklim kinerja dari organisasi lembaga kearsipan.
Keberadaan organisasi lembaga kearsipan daerah provinsi sejalan dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah menyebabkan terjadinya reorganisasi di sejumlah lembaga kearsipan daerah
provinsi terutama banyaknya urusan kearsipan yang digabungkan dengan urusan
perpustakaan, dan informasi. Adanya reorganisasi ini sedikit banyak berimbas kepada
iklim organisasi lembaga kearsipan, seperti tugas, fungsi dan kebijakan organisasi, sistem
birokrasi, budaya organisasi, dukungan top management, sistem imbalan, penyelesaian
konflik dalam organisasi, penyusunan program kerja, perumusan visi dan misi, mutu
pekerjaan, dan loyalitas personil dalam suatu organisasi.
Namun berdasarkan data Direktorat Daerah Kedeputian Pembinaan ANRI (2010),
masih banyak urusan kearsipan yang belum mandiri secara fungsi dan tugas. Adanya
penggabungan beberapa urusan utamanya bidang kearsipan dan perpustakaan
menyebabkan pengorganisasian lembaga kearsipan berjalan di tempat, fungsi utama
lembaga kearsipan sebagai pengelola arsip statis cenderung belum optimal. Belum lagi
adanya mutasi pejabat dalam lembaga kearsipan daerah provinsi, yang dengan sendirinya
mempengaruhi iklim kerja organisasi.
Iklim organisasi lembaga kearsipan yang belum optimal dalam pelaksanaannya
dikhawatirkan mempengaruhi kinerja dari lembaga kearsipan dalam melaksanakan
kewajibannya untuk mengelola arsip statis. Kondisi iklim organisasi lembaga kearsipan
yang rendah tentunya berdampak pula terhadap kinerja lembaga kearsipan daerah
5
Dari penjelasan di atas, menyiratkan perlunya iklim organisasi yang efektif di
lembaga kearsipan daerah provinsi guna meningkatkan pelaksanaan pengelolaan arsip
statis yang pada akhirnya mampu menjamin keselamatan dan keamanan arsip statis
sebagai bukti pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
C. Pertanyaan Penelitian
Kajian lembaga kearsipan dalam rangka meningkatkan pengelolaan arsip statis ini
merupakan penelitian korelasional dengan 2 (dua) variable, yaitu iklim organisasi lembaga
kearsipan sebagai variabel independen dan pengelolaan arsip statis sebagai variabel
dependen. Rumusan masalah assosiatif dalam bentuk pertanyaan umum (grand tour
question), yaitu “ Apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan
dengan pengelolaan arsip statis di lembaga kearsipan daerah provinsi?”
Untuk lebih fokus maka pertanyaan umum tersebut diuraikan menjadi beberapa sub
pertanyaan (sub question) sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pelaksanaan akuisisi arsip statis di lembaga kearsipan daerah provinsi ?
2. Apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pelaksanaan pengolahan arsip statis di lembaga kearsipan daerah provinsi ?
3. Apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pelaksanaan preservasi arsip statis di lembaga kearsipan daerah provinsi ?
4. Apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pelaksanaan akses arsip statis di lembaga kearsipan daerah provinsi ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
iklim organisasi lembaga kearsipan dengan peningkatan pengelolaan arsip statis.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga
kearsipan dengan pelaksanaan akuisisi arsip statis ;
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga
6
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga
kearsipan dengan pelaksanaan preservasi arsip statis ;
4. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga
kearsipan dengan pelaksanaan akses arsip statis ;
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi pemangku
kepentingan (stakeholder) penyelenggaraan kearsipan, yaitu :
1. ANRI selaku penyelenggara kearsipan nasional yang mempunyai kewajiban
melaksanakan pengelolaan arsip statis yang berskala nasional;
2. Lembaga kearsipan daerah provinsi selaku penyelenggara kearsipan provinsi
yang mempunyai kewajiban melaksanakan pengelolaan arsip statis yang
diterima dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi,
3. Lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota selaku penyelenggara kearsipan
kabupaten/kota yang mempunyai kewajiban melaksanakan pengelolaan arsip
statis yang diterima dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan
penyelenggara pemerintahan daerah provinsi;
4. Lembaga kearsipan perguruan tinggi selaku penyelenggara kearsipan di
lingkungan perguruan tinggi yang mempunyai kewajiban melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari satuan kerja dan civitas akademika di
lingkungan perguruan tinggi.
F. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya memotret organisasi lembaga kearsipan daerah provinsi
saja dan belum mewakili lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota, dan
lembaga kearsipan perguruan tinggi;
2. Penelitian ini hanya memotret lembaga kearsipan daerah provinsi pada indikator
iklim organisasi;
3. Penelitian ini belum dapat mewakili hasil pekerjaan pengelolaan arsip statis dari
7
4. Responden penelitian hanya diwakili oleh penanggung jawab pengelola arsip
statis lembaga kearsipan daerah provinsi sehingga belum dapat mewakili semua
pengelola arsip dalam setiap kegiatan kearsipan di lembaga kearsipan;
G. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan
Pengelolaan Arsip Statis ini terdiri dari 5 (lima) Bab, yang masing-masing meliputi :
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, permasalahan, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, keterbatasan penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II Kerangka Konseptual dan Hipotesis, berisi tentang konsep-kosep mengenai
organisasi dan iklim organisasi, lembaga kearsipan, dan pengelolaan arsip statis.
Bab III Metodologi, menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian,
meliputi : jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, lokasi penelitian,
definisi operasional, kriteria pengukuran, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
dan teknik analisis data
Bab IV Analisis Pembahasan dan Pembahasan Penelitian, membahas hasil kajian,
baik itu variabel independen dan variabel independen, serta hubungan dari kedua variabel
tersebut.
8
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Pengertian Organisasi dan Iklim Organisasi
Organisasi dalam pengertian umum adalah setiap sistem kerjasama yang dijalankan
oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai suatu sistem maka
organisasi mempunyai 3 unsur yang saling berhubungan, yaitu sekelompok orang,
kerjasama dan tujuan tertentu. Dengan demikian, setiap organisasi tersusun dari
sekelompok orang yang melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan.
Menurut James Mooney, dalam rangka proses kerjasama untuk mencapai tujuan
maka koordinasi merupakan asas yang melandasi semua organisasi, sedangkan Chester
Bernard berpendapat komunikasi sebagai unsur yang penting dalam mencapai tujuan (The
Liang Gie: 2002, 42). Dengan demikian koordinasi dan komunikasi menjadi prasyarat
dalam setiap unsur kerjasama dari segenap organisasi.
Agar suatu organisasi dapat benar-benar mencapai tujuannya secara penuh, maka
perlu kerangka yang mewujudkan fungsi-fungsi yang menghubungkan kerjasama di dalam
mencapai tujuan. Kerangka yang dimaksud menunjukkan kedudukan, wewenang, dan
tanggung jawab masing-masing dalam suatu kerjasama, yang disebut dengan struktur
organisasi. Struktur organisasi harus dirancang dan dibangun sesuai dengan perkembangan
organisasi, oleh karenanya dalam struktur organisasi harus memenuhi 2 syarat, yaitu
efisien dan sehat.
Struktur organisasi yang efisien berarti bahwa organisasi itu mempunyai susunan
yang logis dan bebas dari sumber-sumber pergesekan sehingga segenap satuan didalamnya
dapat mencapai yang terbaik antara usaha dengan hasil kerjanya baik mengenai mutu
maupun banyaknya hasil kerja. Sedangkan struktur organisasi yang sehat, berarti
organisasi mempunyai bentuk yang teratur di mana masing-masing bidang kerja beserta
pejabat, tugas dan wewenangnya yang merupakan satuan-satuan tertentu dalam
lingkungan keseluruhan organisasi dapat menjalankan perannya dengan tanpa
kesimpangsiuran. Struktur organisasi yang tidak mengikuti pola yang efisien dan sehat
biasanya akan mekar susunannya menjadi berlipat ganda dengan tidak menambah kegiatan
yang dilakukan dan hasil kerja yang dicapai. Pemekaran susunan organisasi itu
bertambahnya jumlah karyawan dan besarnya biaya, sedang pembagian kerjanya mungkin
9
menyimpulkan bahwa proses pengorganisasian dengan merancang struktur organisasi
yang efisien dan sehat akan membuat suatu organisasi dapat mencapai tujuan. (1999, 169).
Pemahaman terhadap tujuan organisasi menjadi langkah awal dalam menetapkan
parameter efektivitas organisasi. Berkaitan dengan hal itu, efektivitas organisasi dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Menurut Mustari Irawan (2009, 98), terdapat beberapa pendekatan untuk mengukur
efektivitas organisasi, yaitu (1) pendekatan sasaran, yaitu mengukur keberhasilan
organisasi dalam mencapai tingkat output yang direncanakan, (2) pendekatan sumber,
yaitu mengukur keberhasilan organisasi mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan
untuk mencapai kinerja yang optimal, dan (3) pendekatan proses, yaitu bagaimana
mengukur efektivitas melalui berbagai indikator internal seperti efisiensi ataupun iklim
organisasi.
Pada pendekatan proses menekankan efisiensi dan kondisi sehat dari organisasi
internal. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan eksternal dan lebih memusatkan
perhatian kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi.
Pendekatan ini mengutamakan human relation terutama dalam meneliti hubungan antara
efektivitas dengan sumber daya manusia yang dimiliki organisasi. Beberapa komponen
yang dapat menunjukkan tingkat efektivitas organisasi, diantaranya sebagai berikut :
(1) Perhatian atasan terhadap bawahan;
(2) Semangat, kerjasama dan loyalitas kelompok kerja;
(3) Saling percaya dan komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar antar
organisasi, serta;
(4) Desentralisasi dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian pendekatan proses melalui cara pandang iklim organisasi
mempunyai kepentingan terhadap kinerja organisasi.
B. Lembaga Kearsipan
Lembaga kearsipan (institusional archives) merupakan suatu pranata kelembagaan
yang bertanggung jawab untuk menerima arsip statis, serta menyimpan dan mengelola
arsip statis. Lembaga kearsipan tidak identik dengan lembaga milik pemerintah. Di
beberapa negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Canada, dan Australia, istilah
institusional archives bisa saja dikelola dan diperuntukan oleh perusahaan swasta yang
10
publik, lembaga penelitian maupun universitas yang mengelola arsip statis maka lembaga
tersebut dapat pula membangun lembaga kearsipan. Lembaga kearsipan yang dimaksud
tentunya merupakan bagian dari lembaga informasi publik, lembaga penelitian maupun
universitas.
Sebagian besar negara pada umumnya mempunyai lembaga kearsipan yang
merupakan tanggung jawab pemerintahannya, sebut saja seperti : Arkib Negara Malaysia,
National Archives of Algeria, National Archives of Fiji, National Archives of Zimbabwe,
Seychelles National Archives, National Archives of Mongolia, The National Archives of
Trinidad and Tobago, Swedish National Archives, dan lain sebagainya.
Namun ada juga lembaga kearsipan yang fungsinya tidak hanya mengelola arsip
statis tetapi juga mengelola arsip dinamis ataupun mengelola yang sejenis, seperti :
National Archives and Public Records of Papua New Guinea, Records Management and
Archives Office of Philipine, Service Regional des Archives de Thies (di Senegal), Belize
Archives and Records Services, The National Library and Archives of Egypt , dan lembaga
lainnya yang sejenis.
Menurut Patricia E. Wallace (1992; 313) terdapat tiga tujuan membangun dan
mendirikan lembaga kearsipan yang dikelola pemerintah, yaitu :
1. Menyeleksi dan menentukan arsip-arsip yang bernilai permanen;
2. Memelihara dan menyimpan arsip-arsip yang bernilai permanen; dan
3. Memberikan layanan arsip statis kepada pemerintah.
Fungsi utama lembaga kearsipan adalah memelihara dan mengamankan arsip statis
(Cox; 1992, 85). Fondasi yang utama dalam mengelola lembaga kearsipan : misi,
dukungan finansial, prosedur, arsiparis, komitmen memberikan pendidikan dan pelayanan
terus menerus, tersedianya fasilitas penyimpanan dan layanan informasi, serta program
kerjasama dengan pihak lain.
1. Alasan dan Pentingnya Pendirian Lembaga Kearsipan
Begitu pentingnya lembaga kearsipan di setiap negara memperlihatkan bahwa
informasi yang memiliki nilai berkelanjutan ini perlu diselamatkan dan dilestarikan untuk
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas. Informasi yang kemudian menjadi
arsip statis ini merupakan rekam jejak sekaligus memori kolektif yang terdokumentasikan
11
Arsip yang semula hanya berupa peninggalan administrasi pemerintahan telah
beralih telah menjadi sumber penting dalam penelitian. Dijadikannya Dewa Romawi yang
bernama Janus-Dewa Bermuka Dua, sebagai simbol atau lambang arsip oleh para
ilmuwan kearsipan, sesungguhnya melambangkan ketidakterikatan hakikat arsip terhadap
waktu. Menurut Noerhadi Magetsari (1997), muka Janus yang menghadap ke belakang
melambangkan peranan arsip yang apabila dilestarikan dapat menjamin keotentikan
sebagai jati diri bangsa, sementara muka yang menghadap ke depan di analogikan sebagai
sumber informasi yang diperlukan dalam perencanaan masa depannya. Dengan kata lain,
makna yang tersirat dari simbol tersebut adalah ’keterbukaan’ dari keberadaan arsip. Melalui arsip, suatu bangsa dapat memandang masa lalunya untuk sekaligus merancang
masa depannya. Dengan kata lain, arsip merupakan mata rantai dengan masa silam,
menghubungkan masa silam dengan masa kini dan juga masa yang akan datang.
Filosofis inilah yang menyebabkan beberapa negara akhirnya mendirikan lembaga
kearsipan. Ada beberapa alasan pentingnya didirikan lembaga kearsipan menurut TR
Schelenberg adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan praktis dari efisiensi kepemerintahan yang semakin maju dan
menuntut penyimpanan terhadap arsip;
2. Pertimbangan budaya, lembaga kearsipan merupakan salah satu di antara
banyak jenis sumber-sumber informasi kebudayaan dan hal ini merupakan
tanggung jawab pemerintah untuk melestarikan kebudayaan bangsanya;
3. Kesadaran pribadi, merasa prihatin akan kehancuran suatu masyarakat lama
sehingga dirasakan perlu untuk menyimpan arsip-arsip lama untuk dijadikan
dasar hubungan sosial maupun dasar perlindungan hak-hak feodal dan hak-hak
istimewa;
4. Bersifat resmi kedinasan, setiap arsip yang diciptakan pemerintah senantiasa
dibutuhkan oleh pemerintah untuk pekerjaannya, baik untuk arsip yang paling
tua maupun yang baru, kesemuanya merupakan rekam jejak kegiatan
pemerintahan.
Bagi lembaga kearsipan yang didirikan di luar pemerintah memiliki kewajiban untuk
menyajikan informasi yang bernilai berkelanjutan untuk kepentingan publik atau
masyarakat. Hal mana, ini pun menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan yang didirikan
pemerintah. Keberadaan lembaga kearsipan berperan memberikan kontribusi ke dunia
12
Dengan demikian lembaga kearsipan baik yang didirikan oleh pemerintah ataupun
bukan pemerintah, mempunyai tujuan yang sama, yaitu menginformasikan khazanah arsip
yang dimilikinya kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab terhadap perubahan yang
strategis baik yang terjadi di masa lampau, saat ini, maupun yang akan terjadi di masa
yang akan datang. Sebagai lembaga informasi publik maka segala produk arsip merupakan
corporate memory, sebagai bahan pertanggungjawaban organisasi sekaligus sebagai
sumber informasi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa terdapat dua alasan
mengapa lembaga kearsipan didirikan. Pertama, adanya pertimbangan praktis, dan kedua
pertimbangan budaya. Semakin bertambah dan berkembangnya catatan-catatan tertulis
sebagai hasil suatu kegiatan administrasi dari waktu ke waktu, mendorong kita
memikirkan bagaimana kita menyimpan catatan-catatan tersebut pada suatu tempat yang
aman, yang sewaktu-waktu jika digunakan dapat diketemukan kembali. Pertimbangan
praktis inilah yang menuntut kesadaran untuk mendirikan lembaga kearsipan.
Pertimbangan lain yaitu dengan adanya penghargaan yang tinggi terhadap
pentingnya catatan-catatan sebagai bukti pertanggungjawaban suatu bangsa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan negara dan mensejajarkan nilainya dengan
kekayaan lain seperti : naskah-naskah kuno, buku, benda etnografi, dan benda kebudayaan
lainnya, yang semuanya merupakan warisan budaya bangsa.
2. Lembaga Kearsipan di Indonesia
Lembaga kearsipan di Indonesia berawal dari staatblad 1892 Nomor 34 tentang
pendirian Landsarchief yang berfungsi sebagai tempat penampungan arsip pemerintahan
Hindia Belanda maupun arsip pemerintah sebelumnya, zaman pemerintahan VOC.
Landsarchief diharapkan dapat mengisi khazanah algemeen rijksarchief milik Belanda
yang berfungsi untuk menyimpan naskah-naskah lama kehidupan Kerajaan Belanda.
Landsarchief berubah menjadi Kobunsjokan semasa masuknya kependudukan
Jepang 1942-1945, kemudian berubah lagi menjadi Arsip Negara seiring dengan
kemerdekaan Republik Indonesia. Arsip Negara sempat menjadi landsarchie kembali pada
saat NICA melakukan agresi namun tidak berselang lama, berdasarkan SK. Menteri P.P
dan K Nomor 9052/B berubah lagi menjadi Arsip Negara (ketika masa RIS). Kemudian
berdasarkan SK Menteri PP dan K Nomor 69626/a/S tanggal 1 Juni 1959 Arsip Negara
13
Arsip Nasional sempat berkali-kali berada di bawah naungan yang berbeda, mulai
Menteri PP dan K, Menteri Pertama RI, Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus, Meneteri
Koordinator Hubra, Waperdam RI bidang Lembaga Politik sampai tahun 1967 yang
menyebutkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai Lembaga Pemerintah
Non-Departemen.
Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan sebagaimana dalam Pasal 3 bahwa tujuan
kearsipan adalah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional
tentang perencanaa, pelaksanaan, dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk
menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan pemerintah.
Bagi Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa maka diamanatkan dalam
Undang-Undang seyogianya pada setiap provinsi didirikan sebuah Arsip Nasional Daerah.
Hal ini merujuk Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 yang mengamanatkan
institutsi/lembaga pemerintah wajib menyerahkan arsip yang bernilai permanen ke ANRI.
Demikian pula, untuk institusi/lembaga pemerintah yang berada di daerah wajib
menyerahkan arsip yang bernilai permanen ke Arsip Nasional Daerah selaku instansi
vertikal pusat yang ada di daerah.
Sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan adanya keleluasaan kepada daerah untuk
memberdayakan segala potensinya, pemberian otonomi tersebut memberikan pengaruh
terhadap proses perubahan dan membawa konsekuensi yang tidak terelakan terhadap
bidang kearsipan umumnya dan upaya penyelamatan arsip yang bernilai permanen
khususnya. Di tingkat daerah penyelenggaraan kearsipan merupakan tanggung jawab
lembaga kearsipan daerah sesuai dengan lingkup wilayah kewenangan yang diberikan.
Lembaga kearsipan daerah (provinsi dan kabuoaten/kota) pada dasarnya merupakan
organisasi pemerintah daerah di bidang kearsipan.
Selanjutnya dengan keluarnya Keputusan Presiden RI Nomor 105 tahun 2004
tentang Pengelolaan Arsip Statis dijelaskan bahwa pengelolaan arsip statis dilaksanakan
oleh lembaga kearsipan, dalam hal itu adalah : Arsip Nasional Republik Indonesia,
Lembaga Kearsipan Provinsi; dan Lembaga Kearsipan Kabupaten/Kota.
Kini dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
yang menggantikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan
14
yang meliputi : Arsip Nasional Republik Indonesia, Arsip Daerah Provinsi, Arsip Daerah
Kabupaten/Kota, dan Arsip Perguruan Tinggi.
C. Manajemen Arsip Statis
Dalam tatanan praktek manajemen arsip statis merupakan salah satu bagian dari
sistem pengelolaan kearsipan (archival system). Untuk memahami lebih jelas mengenai
manajemen arsip statis maka akan dibahas terlebih dahulu konsep arsip statis dan
kemudian di ikuti dengan pengelolaan arsip statis.
1. Konsep Arsip Statis
Dalam siklus hidup arsip, arsip statis diartikan sebagai arsip dinamis yang telah
selesai masa retensi dan selanjutnya dipindahkan untuk disimpan secara permanen.
Penetapan masa simpan permanen ini dilakukan setelah melalui penilaian (records
appraisal). Bagi arsip yang tidak memiliki informasi tinggi, baik untuk kepentingan
pencipta arsip dan kepentingan publik maka arsip tersebut dapat dimusnahkan.
Sementara bagi arsip yang memiliki informasi tinggi dapat dipertahankan untuk di
simpan secara permanen.
Menurut Frank B. Evans dalam Boedi Martono (1990, 26), arsip statis di
definisikan sebagai arsip yang tidak berlaku lagi bagi suatu organisasi namun
dipelihara oleh lembaga karena memiliki nilai yang berkelanjutan (continuing value) .
Arsip ini sudah tidak digunakan lagi oleh organisasi, tetapi karena nilai informasinya
cukup tinggi masih tetap dipelihara dan di simpan. Dengan kata lain, arsip ini memiliki
nilai berkelanjutan setelah nilai kegunaan bagi manajemen arsip dinamisnya
selesai. Informasi yang terkandung di dalam arsip statis kegunaannya beralih kepada
kegunaan yang lebih luas.
Peralihan fungsi arsip yang kegunaan awal diperuntukkan untuk kepentingan
pencipta arsip beralih ke kepentingan yang sifatnya lebih luas, telah menjadikan arsip
statis memiliki sifat yang terbuka. Dalam arti, informasinya dapat diketahui oleh semua
pihak. Sementara arsip dinamis dimungkinkan tertutup hanya untuk pihak-pihak
tertentu dan berkepentingan terhadap informasi dari arsip dinamis. Suatu hal yang perlu
diketahui bahwa tidak semua arsip dinamis akan menjadi arsip statis, hanya arsip
yang memiliki nilai berkelanjutan saja yang akan menjadi arsip statis, selebihnya akan
15
Menurut Sulistyo Basuki (2008, 342), arsip statis tidak saja penting untuk
mempelajari masa lalu tetapi juga dampak pengetahuan masa lalu terhadap masa kini
dan masa mendatang. Beberapa fungsi arsip statis, diantaranya :
1. Sebagai memori kolektif bangsa (baik untuk kepentingan lembaga negara,
swasta dan perorangan);
2. Sebagai bahan penelitian dan ilmu pengetahuan serta teknologi;
3. Sebagai pembuktian sah di pengadilan;
4. Sebagai sarana penelusuran silsilah;
5. Digunakan untuk kepentingan politik dan keamanan;
6. Sebagai penyebaran informasi ke masyarakat.
2. Pengelolaan Arsip Statis
Arsip yang tercipta atau diterima merupakan bukti dari aktivitas atau hubungan yang
pernah terjalin antara organisasi/individual dengan pihak lain. Sebagai sumber
informasi yang mengandung continuing value, maka arsip perlu dipelihara dan
dilestarikan. Dengan demikian, daur hidup arsip secara sistematis akan menggolongkan
arsip ke dalam fungsinya berupa arsip aktif, arsip inaktif, dan arsip statis. Arsip statis
adalah arsip yang berasal dari arsip dinamis dan telah dinyatakan permanen melalui
kegiatan penilaian untuk di simpan menjadi arsip statis. Di dalam melakukan proses
kegiatan yang dimaksud maka perlu adanya mekanisme pengelolaan yang dikhususkan
untuk arsip statis, yaitu pengelolaan arsip statis.
Pengelolaan arsip statis atau manajemen arsip statis adalah manajemen yang
diterapkan pada pengelolaan arsip bernilai guna permanen dan tidak digunakan secara
langsung dalam pelaksanaan kegiatan administrasi dengan tujuan penyelamatan,
pelestarian, pengaturan dan pendayagunaan arsip untuk kemaslahatan bangsa dan
negara. Sementara Patricia Wallace berpendapat, pengelolaan arsip secara keseluruhan
merupakan pengendalian secara sistematik atas daur hidup arsip dari penciptaan sampai
dengan pemusnahan akhir atau penympanan arsip permanen (1992:2). Sedangkan Betty
R. Ricks mendefinisikan arsip statis sebagai kegiatan pengelolaan arsip statis yang
meliputi akuisisi, preservasi dan layanan informasi. Definisi ini harus dipahami bahwa
arsip yang telah di akuisisi dalam keadaan normal atau tertib sehingga tidak diperlukan
16
Menurut International Standard Archives Description (ISAD/G) manajemen arsip
statis adalah proses pengelolaan arsip statis yang meliputi : akuisisi (acquisition),
pengolahan (description), pencegahan/pemeliharaan (preventive concervation),
perawatan (restorative currative preservation), penerbitan naskah sumber (source
publication) dan layanan informasi (information service).
Pengelolaan arsip statis merupakan proses kesinambungan di dalam
penyelenggaraan kearsipan yang dihasilkan dari pengelolaan arsip dinamis. Oleh
karenanya , menurut Jeanette White Ford bahwa terciptanya kualitas arsip statis sangat
tergantung oleh jenis arsip dinamis yang dihasilkan oleh organisasi (Cox; 1992,59).
Dengan demikian dapatlah dikatakan keseluruhan rangkaian pengelolaan arsip statis
ini bertujuan untuk mendayagunakan arsip statis yang diperoleh dari hasil kagiatan
akuisisi dengan pihak pencipta arsip untuk disajikan secara lengkap dan utuh baik
secara fisik dan informasi., dengan mengorganisir segala sumber daya yang dimiliki
lembaga kearsipan untuk dapat menyelamatkan dan melestarikan arsip yang memiliki
nilai guna berkelanjutan, menjamin ketersediaan dan layanan arsip statis, serta
menyebarluaskan informasi arsip statis kepada masyarakat atau publik.
D. Hipotesis
Meningkatnya pengelolaan arsip statis tentunya tidak terlepas dari dukungan iklim
organisasi di lembaga kearsipan daerah provinsi. Tanpa adanya dukungan iklim
organisasi yang efektif di lembaga kearsipan daerah provinsi maka akan berimbas kepada
meningkatnya pengelolaan arsip statis, dan pada akhirnya menjamin arsip dapat
terselamatkan dan terlestarikan sebagai bukti pertanggungjawaban nasional bagi
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan asumsi di atas dan dikaitkan
dengan kerangka konseptual, maka diperlukan hipotesis sebagai jawaban sementara
terhadap permasalahan penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan dalam Bab I.
Dikatakan sementara karena data yang diperoleh belum berdasarkan data-data empiris.
Oleh karenanya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hipotesis nol (Ho),
yaitu pernyataan dalam bentuk kalimat negatif, ” Tidak ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan daerah porovinsi dengan meningkatnya pengelolaan arsip
17
BAB III
M E T O D O L O G I
Bab ini menguraikan cara-cara ilmiah guna mendapatkan data dan juga hal-hal yang
berkaitan dengan metodologi penelitian, meliputi: jenis penelitian, variabel penelitian,
populasi dan sampel, lokasi penelitian, definisi operasional, kriteria pengukuran, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknis analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan
Pengelolaan Arsip Statis ini termasuk penelitian korelasional. Menurut Yatim Rianto
(1996: 27), penelitian korelasional adalah penelitian yang akan melihat hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen, dalam hal ini hubungan antara iklim
organisasi lembaga kearsipan dengan pengelolaan arsip statis di lembaga kearsipan daerah
provinsi.
Pengelompokkan jenis penelitian menurut Prasetyo dan Janah (2008: 37), dapat
ditinjau berdasarkan manfaat, tujuan, dimensi waktu, dan pengumpulan data. Berdasarkan
manfaat dan tujuan, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian terapan (applied
research), karena hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara kearsipan
dan bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis yang terjadi di
lembaga kearsipan.
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian cross
sectional, karena penelitian ini hanya dilakukan dalam rentang waktu tertentu, yakni bulan
Februari s.d. Desember 2011 sesuai program kerja yang telah ditetapkan. Sementara
berdasarkan pengumpulan data, maka penelitian ini menggunakan metode survey untuk
memperoleh data primer dari tempat tertentu yang alamiah dengan bantuan kuesioner.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian. Oleh karenanya menetapkan variabel penelitian sangat ditentukan dari landasan
teoritisnya. Menurut Kidder, variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti mempelajari
18
mengenai organisasi lembaga kearsipan dan manajemen arsip statis dijadikan sebagai
landasan teoritis untuk menemukan variabel yang diamati dan diteliti.
Berdasarkan telaahan kerangka konsep maka diperoleh 2 (dua) variabel yang
digunakan penelitian kajian lembaga kearsipan dalam rangka meningkatkan pengelolaan
arsip statis adalah :
1. Variabel Independen (bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab adanya perubahan atau timbulnya varia bel dependen . Variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga kearsipan, dengan indikator yang
akan di ukur yaitu iklim organisasi.
2. Variabel Dependen (output/keluaran), yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel independen. Variabel dalam penelitian ini
adalah pengelolaan arsip statis, adapun indikator yang akan di ukur adalah :
a. Akuisisi arsip statis;
b. Pengolahan arsip statis;
c. Preservasi arsip statis;
d. Akses arsip statis.
Tabel 3.1
Variabel Lembaga Kearsipan
Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
PENELITIAN VARIBAEL PENELITIAN
]
INDIKATOR JUMLAH
PERTANYAAN NO. PERTYAAN
Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
INDEPENDEN:
Lembaga
Kearsipan
Iklim organisasi lembaga
kearsipan
15 nomor 1 s.d. 15
DEPENDEN :
Pengelolaan
Arsip Statis
- Akuisisi arsip statis
- Pengolahan Arsip Statis
- Preservasi Arsip Statis
4 nomor
3 nomor
6 nomor
16 s.d. 19
20 s.d. 22
19
- Akses arsip statis 5 nomor 29 s.d. 33
Pola pikir penelitian korelasional dalam kajian ini menggunakan paradigma
sederhana, yaitu hanya satu variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y),
seperti yang digambarkan berikut ini :
r
X Y
Keterangan :
X = Iklim organisasi lembaga kearsipan
Y = Pengelolaan arsip statis
r = Korelasi Product Moment
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang
lingkup dan waktu yang ditentukan. Dalam penelitian ini, populasinya bersifat homogen
yaitu lembaga kearsipan daerah provinsi . Dikatakan homogen, karena memiliki sifat yang
sama sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif (Nurul Zuriah; 2005,
116) . Penentuan populasi berdasarkan karakteristik variabel penelitian yang akan di ukur,
dalam hal ini lembaga kearsipan dan juga pengelolaan arsip statis.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi dan yang
akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik penarikan sampel
nonprobalita (nonprobabilty sampling), teknik ini memberi peluang yang sama untuk
ditugaskan menjadi sampel. Selanjutnya penarikan sampel dilakukan dengan cara
sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dalam
hal ini responden adalah penanggungjawab penyelenggaraan kearsipan. Jumlah anggota
sampel dari populasi sesuai yang dikembangkan Isaac dan Michael (dalam Sugiyono,
2008:86) untuk tingkat kesalahan 5% dengan jumlah N=33 lembaga kearsipan provinsi
adalah 30.
20
D. Lokasi Penelitian
Penelitian kajian ini dilakukan dengan cara metode survey di 30 (tiga puluh) lokasi
lembaga kearsipan daerah provinsi, dimana untuk melengkapi persyaratan jumlah sampel
akibat keterbatasan waktu dan anggaran maka beberapa sampel diperoleh dengan cara
insidental dimana peneliti membagikan kuesioner ke lembaga kearsipan provinsi
bersamaan dengan kegiatan yang lain, maupun ketika penanggungjawab penyelenggaraan
kearsipan provinsi datang dan bertemu dengan peneliti di ANRI . Pemilihan responden
dilakukan secara ketat hanya kepada orang yang mempunyai tanggugjawab atau diberi
wewenang dalam penyelenggaraan kearsipan di lembaga kearsipan daerah provinsi.
Lokasi penelitian sejumlah 30 lembaga kearsipan daerah provinsi, yaitu :
NO NAMA LEMBAGA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Badan Arsip dan Perpustakaan Prov. DI Jogjakarta
Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Prov. Jawa Tengah
Badan Perpustakaan dan Arsip Prov. Bangka Belitung
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Sumatera Barat
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Kalimantan Tengah
Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Prov. Riau
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. DKI Jakarta
Kantor Arsip Daerah Sumatera Selatan
Badan Arsip dan Perpustakaan Prov. Nanggroe Aceh Darusalam
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Banten
Badan Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi Prov. Kalimantan Barat
Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Prov. Bengkulu
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Kepri
Badan Perpustakaan dan Arsip Prov. Kalimantan Selatan
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Jawa Timur
Badan Perpustakaan dan Arsip Prov. NTB
Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Prov. Sulawesi Utara
Badan Arsip Daerah Prov. Kalimantan Timur
Badan Arsip Daerah Prov. NTT
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Papua
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Lampung
21 23
24
25
26
27
28
29
30
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Prov. Jawa Barat
Kantor Arsip Daerah Prov. Papua Barat
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Gorontalo
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Bali
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Sumatera Utara
Kantor Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Prov. Sulbar
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Sulawesi Selatan
Badan perpustakaan dan Arsip Daerah Prov. Jambi
E. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah disampaikan pada Bab II maka
dapatlah disusun definisi operasional kajian lembaga kearsipan dalam rangka
meningkatkan pengelolaan arsip statis sebagai berikut:
1. Iklim organisasi adalah faktor-faktor yang mendukung kinerja suatu organisasi,
meliputi legalitas, sistem birokrasi, budaya organisasi, sistem imbalan, penyelesaian
konflik, visi dan misi, mutu pekerjaan, dan loyalitas;
2. Lembaga kearsipan provinsi atau arsip daerah provinsi adalah lembaga kearsipan
berbentuk satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang kearsipan pemerintahan daerah provinsi yang berkedudukan di ibukota
provinsi.
3. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien efektif,
dan sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan,
dan pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional;
F. Kriteria Pengukuran
Berdasarkan definisi operasional yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikembangkan kriteria pengukuran terhadap variabel penelitian kajian lembaga kearsipan
dalam rangka meningkatkan pengelolaan arsip statis, dimana kriteria pengukuran
merupakan jawaban respoden yang sebelumnya telah diberikan dalam data kualitatif
kemudian diganti dengan data kuantitatif sesuai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert, dimana variabel yang akan di
22
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kriteria Pengukuran Lembaga Kearsipan
Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
Kajianl Variabel Indikator
Pengukuran
Sumber Data Kategori Kriteria
Kajian
Lembaga
Kearsipan
Dalam
Rangka
Meningkat
kan
Pengelolaa
n Arsip
Statis
INDEPEN
DEN;
Lembaga
Kearsipan
DEPENDE
N
Iklim Organisasi
Pengelolaan
Arsip Statis
Dukungan iklim
organisasi
Akuisisi arsip
statis
Pengolahan
arsip statis
Preservasi arsip
statis
- Dukungan ikli m organisasi,
rutin dilakukan (skor 4)
- Dukungan iklim organisasi,
jarang dilakukan (skor 3)
- Dukungan iklim organisasi,
pernah dilakukan (skor 2)
- Dukungan iklim organisasi,
tidak pernah dilakukan (skor 1),
Akuisisi arsip statis rutin
dilakukan (skor 4)
Akuisisi arsip statis jarang
dilakukan (skor 3)
Akuisisi arsip statis pernah
dilakukan (skor 2)
Akuisisi arsip statis tidak pernah
dilakukan (skor 1)
Pengolahan arsip statis rutin
dilakukan (skor 4)
Pengolahan arsip statis jarang
dilakukan (skor 3)
Pengolahan arsip statis pernah
dilakukan (skor 2)
Pengolahan arsip statis tidak
pernah dilakukan (skor 1)
Preservasi arsip statis rutin
dilakukan (skor 4)
Preservasi arsip statis jarang
Angket/
Kuesio
23
Akses arsip
statis
dilakukan (skor 3)
Preservasi arsip statis pernah
dilakukan (skor 2)
Preservasi arsip statis tidak
pernah dilakukan (skor 1)
Layanan akses arsip statis rutin
dilakukan (skor 4)
Layanan akses arsip statis jarang
dilakukan (skor 3)
Layanan akses arsip statis pernah
dilakukan (skor 2)
Layanan akses arsip statis tidak
pernah dilakukan (skor 1)
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan sebagaimana dalam tabel
berikut ini:
Tabel 3.3
Tabel Pengumpulan Data Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
Instrumen Pengumpulan Data
Sumber Data Kriteria
Sumber Data Cakupan Data
Kuesioner Penanggungjawab
penyelenggaraan
kearsipan provinsi
- Lembaga Kearsipan
-Pengelolaan Arsip Statis
- Iklim organisasi
- Akuisisi arsip statis
- Pengolahan arsip statis
- Preservasi arsip statis
24
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi penelitian dalam mengumpulkan
data. Menurut Nurul Zuriah (2005: 168), kualitas instrumen akan menentukan kualitas
data yang terkumpul. Oleh karena itu, menyusun instrumen merupakan langkah penting
yang harus dilakukan dan dipahami oleh peneliti.
Penyusunan instrumen dilakukan setelah peneliti memahami variabel penelitian
yang kemudian dituangkan dalam metode/alat pengumpulan data, yaitu kuesioner.
Kuesioner dalam penelitian ini merupakan alat instrumen yang bersifat tertutup, dikatakan
tertutup karena responden hanya mempunyai jawaban sesuai yang telah ditentukan oleh
peneliti.
Kuesioner penelitian ini terdiri atas beberapa jenis pertanyaan yang terbagi dalam 2
(dua) variabel , yaitu:
a. Kuesioner dengan 15 butir pertanyaan untuk mengukur variabel indenpenden,
dengan indikator iklim organisasi di lembaga kearsipan
b. Kuesioner dengan 18 butir pertanyaan untuk mengukur variabel dependen yang
meliputi :
(1) indikator akuisisi arsip statis, dengan 4 butir pertanyaan;
(2) indikator pengolahan arsip statis, dengan 3 butir pertanyaan;
(3) indikator preservasi arsip statis, dengan 6 butir pertanyaan ;
(4) indikator akses arsip statis, dengan 5 butir pertanyaan;
I. Teknik Analisis Data
Data ditampilkan dalam cylinder shape (bentuk silinder). Analisis data
menggunakan analisis statistik korelasi pearson product moment dalam bentuk sederhana.
Dikatakan sederhana karena penelitian ini hanya ingin mengetahui hubungan satu variabel
independen dengan empat variabel dependen. Rumus Korelasi P earson Product Moment
25
∑ xy
r
xy = _________________________________√
(
∑ x2
)
(
∑ y 2)
Selanjutnya untuk memberikan interpretasi terhadap hubungan variabel tersebut
26
B A B IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Kajian Lembaga Kearsipan Dalam Rangka Meningkatkan Pengelolaan Arsip Statis
dilakukan terhadap 30 lembaga kearsipan daerah provinsi yang bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan kearsipan provinsi.
Hasil penelitian tentang kajian ini mencoba menjawab tujuan penelitian, yaitu
mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi lembaga kearsipan dengan
pengelolaan arsip statis ? Dalam Bab IV ini hasil analisis dan pembahasan kajian, terlebih
dahulu menampilkan korelasi dari masing-masing variabel, yaitu variabel independen
dengan iklim organisasi lembaga kearsipan, dan variabel dependen dengan pengelolaan
arsip statis, kemudian dilanjutkan dengan mencari hubungan dari kedua variabel
independen dengan dependen melalui korelasi product moment.
A. Variabel Independen
Dalam kajian lembaga kearsipan dalam rangka meningkatkan pengelolaan arsip
statis, yang menjadi variabel independennya adalah lembaga kearsipan dengan indikator
iklim organisasi lembaga kearsipan
1. Lembaga Kearsipan (X)
Kajian lembaga kearsipan dalam meningkatkan pengelolaan arsip statis
adalah untuk mengetahui apakah ada dukungan iklim organisasi kearsipan pada
lembaga kearsipan daerah provinsi.
Hasil survei dari 30 lembaga kearsipan daerah provinsi terhadap 15 nomor
pertanyaan sehingga diperoleh 450 pertanyaan adalah sebagai berikut :
- 220 jawaban responden (48,89%) menjawab rutin dilakukan dukungan
terhadap iklim organisasi;
- 149 jawaban responden (33,11%) menjawab jarang dilakukan dukungan
terhadap iklim organisasi;
- 63 jawaban responden (14%) menjawab pernah dilakukan dukungan terhadap
iklim organisasi;
- 18 jawaban responden (4%) menjawab tidak pernah dilakukan dukungan
27
Gambar 4.1
Diagram Silinder Jawaban Responden terhadap
Indikator Dukungan Iklim Organisasi dalam Lembaga Kearsipan
220
149
63 18
0 50 100 150 200 250
1
Dukungan Iklim Organisasi
rutin jarang pernah tidak pernah
Sumber : Pusjibang Sistem Kearsipan Statis, Data yang diolah (2011)
Tabel 4.1
Rekapitulasi Jawaban Responden dan Persentase
Mengenai Indikator Iklim Organisasi Dalam Lembaga Kearsipan
INDIKATOR KATEGORI JUMLAH JAWABAN
RESPONDEN
PERSENTASE (%)
Rutin dilakukan 220 48,89
Jarang dilakukan 149 33,11
Iklim Organisasi Pernah dilakukan 63 14
Tidak pernah dilakukan
18 4
JUMLAH 450 100,00
28
Berdasarkan tabel 4.1. jawaban responden tertinggi sejumlah 220 (48,89%)
diberikan ketika responden menjawab ’rutin’ dilakukan dukungan terhadap iklim organisasi didalam lembaga kearsipan, diikuti jawaban responden sejumlah 149
(33,11%) yang menjawab ’jarang’ dilakukan, kemudian jawaban responden
sejumlah 63 (12,38%) yang menjawab ’pernah’ dilakukan, dan terakhir jawaban
responden sejumlah 18 (18,81%) yang menjawab ’tidak pernah’ dilakukan.
Hasil survei dengan kriteria pengukuran yang telah ditetapkan sebelumnya
maupun gambar diagram di atas, maka variabel independen dengan indikator iklim
organisasi yang menjawab telah dilakukan dukungan iklim organisasi (dari
jawaban rutin dan jarang dilakukan) mencapai persentase sejumlah 82 % . Berarti,
jawaban responden yang menyatakan telah ada dukungan iklim organisasi didalam
lembaga kearsipan lebih besar dari jawaban responden yang menyatakan
belum/tidak ada dukungan iklim organisasi didalam lembaga kearsipan.
Sementara skor untuk prasarana kearsipan (X), seperti yang tertuang dalam
tabel 4.2.
Tabel 4.2
Data Hasil Penelitian Prasarana Kearsipan (X)
NO Skor untuk item nomor
Skor
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
29 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 2 4 1 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 2 4 2 4 2 4 3 4 4 4 1 2 4 4 4 4 3 3 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 3 3 4 4 1 4 1 4 2 3 1 4 3 4 4 4 2 2 3 4 4 1 4 3 3 2 3 1 4 3 4 3 3 2 3 4 4 4 1 3 1 4 2 3 2 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 59 55 60 55 52 48 54 54 60 58 50 56 42 59 38 54 43
∑ 98 99 5 92 110 106 106 82 90 85 101 100 95 103 102 1472 X=
49,07
Sumber : Pusjibang Sistem Kearsipan Statis, Data yang diolah (2011)
Sementara skor ideal untuk variabel independen (prasarana dan sarana
kearsipan) masing-masing adalah sebesar :
- Skor ideal iklim organsisasi, 4 (skor tertinggi) x 15 (jumlah
instrumen) x 30 (jumlah responden) = 1800
Dengan demikian hasil pengujian hipot