• Tidak ada hasil yang ditemukan

J00364

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J00364"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

BERBASIS LOGIKA FUZZY

UNTUK

PENENTUAN KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN

(STUDI KASUS : KABUPATEN SEMARANG)

Adi Nugroho, ST, MMSI1, Dra. Sri Hartati, MSc, PhD2

ABSTRAK

Penentuan kesesuaian lahan (pemukiman, industri, kehutanan, rekreasi, serta tempat pembuangan limbah) di suatu daerah tertentu merupakan hal yang sangat memerlukan perhatian para pengambil keputusan baik di tingkat pusat maupun daerah. Berbagai parameter (misalnya ketersediaan jaringan jalan, kemiringan lereng, ketersediaan air, dan sebagainya) perlu dipertimbangkan secara seksama sehingga para pengambil keputusan bisa melakukan pengambilan keputusan yang berkualitas berkaitan dengan kesesuaian lahan. Dalam tulisan ini, kami memilih metoda logika fuzzy (fuzzy logic) sebagai metoda yang akan digunakan sebagai basis pengambilan keputusan. Dalam tulisan ini, kami juga menggunakan suatu ‘bahasa’ yang dinamakan sebagai FCL (Fuzzy Controler Language) sebagai kakas (tool) untuk mendefinisikan model inferensi fuzzy. Berkaitan dengan hal ini, SIG (Sistem Informasi Geografis) yang mampu melakukan visualisasi area geografis tertentu dapat digunakan sebagai sarana untuk menampilkan hasil perhitungan logika fuzzy ke layar monitor komputer atau ke dalam bentuk peta tercetak .

Kata kunci : Kesesuaian lahan, Fuzzy GIS.

I

PENDAHULUAN

Penentuan kesesuaian lahan (pemukiman, industri, kehutanan, rekreasi, serta tempat pembuangan limbah) merupakan hal yang sangat krusial bagi para pengambil keputusan yang terkait dengan hal ini (Pemerintah Daerah [Pemda], Departemen Pekerjaan Umum [DPU], dan sebagainya) [5, 15]. Jika tidak dilakukan secara semestinya dan secara benar, alokasi lahan yang keliru kemungkinan besar akan mengakibatkan berbagai permasalahan, baik permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, kesehatan, transportasi, keamanan, dan sebagainya [4, 6].

1

Staf pengajar di Fakultas Teknologi Informasi – Universitas Kristen Satya Wacana (FTI–UKSW) di Salatiga – Jawa Tengah. Saat ini sedang menempuh studi di Program S3 Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Gadjah Mada (FMIPA–UGM) di Jogyakarta. Email : adi.nugroho@staff.uksw.edu 2

(2)

Penentuan kesesuaian lahan ini pada umumnya bersifat semi terstruktur sehingga, jika kami menggunakan sistem berbasis komputer, SPK (Sistem Pengambilan Keputusan)/DSS (Decision Support System) merupakan sistem yang paling sesuai untuk mengimplementasikannya [16]. Dalam hal ini, berbagai metoda dapat digunakan [1, 4, 7]. Meski demikian, dalam tulisan ini, kami akan secara konsisten menggunakan metoda logika fuzzy (fuzzy logic) yang model inferensinya diimplementasikan menggunakan FCL (Fuzzy Controler Language) yang diintegrasikan dengan bahasa pemrograman Java menggunakan kelas-kelas yang ada dalam paket (package) JFuzzyLogic 2.0.8 yang tersedia cuma-cuma dalam bentuk kode terbuka (opensource) di Internet. Metoda logika fuzzy, yang pada awalnya ditemukan oleh Lotfi Zadeh dari Universitas California pada tahun 1965 [6, 18], pada dasarnya adalah metoda keanggotaan himpunan yang memungkinkan sesuatu yang bersifat kualitatif „dihitung‟ menggunakan teknik yang bersifat kuantitatif. Sebagai contoh, misalkan pada area tertentu, curah hujannya dikatakan „rendah‟, „sedang„, atau „tinggi‟, maka perlu dinyatakan secara kuantitatif derajad keanggotaan untuk masing-masing himpunan „rendah‟, „sedang„, atau „tinggi‟ untuk masing-masing karakteristik curah hujan tersebut [3, 20].

Tekanan tulisan ini pada dasarnya adalah penerapan metoda logika fuzzy untuk penentuan kesesuaian lahan. Dalam hal ini, metoda logika fuzzy (juga kelas-kelas dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8 yang digunakan) tidak serta merta menyediakan modul-modul penggambaran hasil perhitungan-perhitungan fuzzy di SIG (Sistem Informasi Geografis) [3]. Oleh sebab itu, sebagai batasan permasalahan, dalam tulisan ini kami tidak membahas bagaimana hasil dari penerapan metoda logika fuzzy ditampilkan dalam perangkat lunak SIG. Kami hanya akan memperlihatkan bagaimana metoda logika fuzzy dapat diterapkan untuk pengolahan data spasial dan non-spasial. Penggambarannya melalui perangkat lunak SIG berada di luar lingkup tulisan ini. Meski demikian, dalam tulisan ini kami juga menyertakan prosedur-prosedur yang semestinya dilaksanakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

II

METODA LOGIKA FUZZY

Logika fuzzy seringkali berawal dengan dan dikembangkan berdasarkan sejumlah aturan (rule) yang didefinisikan oleh para pengambil keputusan [2, 13, 18]. Selanjutnya, sistem inferensi fuzzy akan melakukan konversi aturan-aturan itu menjadi ekivalen-ekivalennya secara matematika, dimana hal ini pada gilirannya akan membentuk hasil representasi perilaku sistem di dunia nyata secara lebih akurat. Keuntungan tambahan dari konsep logika fuzzy adalah kesederhanaan dan fleksibilitasnya. Selain itu, logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi yang bersifat non-linier dari suatu permasalahan yang bersifat kompleks dan ambigu (mendua-arti) [18].

2.1 Metoda Logika Fuzzy Secara Umum

(3)

dikatakan sesuatu itu (misalnya temperatur suatu ruangan) „dingin‟ atau „panas‟, logika fuzzy bisa menjelaskan „berapa nilai/derajad dinginnya‟ atau „berapa nilai/derajad panasnya‟.

Dalam hal di atas, kita sebelumnya juga tau suatu aturan inferensi dalam bentuk p->q (p maka q). Dalam logika fuzzy, merupakan hal yang mungkin untuk mengatakan (0.5*p) -> (0.5*q) atau (0.5*p maka 0.5*q) [12, 13, 18]. Sebagai contoh, untuk aturan “IF (cuaca dingin) THEN (sistem pemanas hidup)”, kedua peubah (variable) yaitu “dingin” dan “hidup”, pada umumnya bisa dipetakan menjadi suatu bentuk rentang nilai bilangan nyata (real) tertentu [12, 13, 18]. Sistem inferensi fuzzy pada dasarnya melandaskan dirinya pada suatu fungsi keanggotaan himpunan yang dapat diterjemahkan oleh komputer sebagai nilai-nilai bilangan nyata (real) yang berada dalam rentang nilai tegas di antara 0 dan 1, dimana hal yang tegas ini ( nilai 0 dan 1) sering dinyatakan sebagai Teori Himpunan Bivalen (Bivalent Set Theory) [12, 13, 18]. Dengan kata lain, berbeda dengan Teori Himpunan Bivalen, derajad kebenaran suatu pernyataan fuzzy biasanya dapat dinyatakan menggunakan nilai-nilai bilangan nyata (real) di antara 0 dan 1 [12, 13, 18].

Gambar 1 : Himpunan Bivalen Untuk Karakte risasi Curah Hujan

Suatu contoh yang dapat menggambarkan himpunan bivalen dapat dengan mudah diperlihatkan dalam Gambar 1 [Karakte risasi Curah Hujan] di atas („rendah‟ [0-150 mm], „sedang‟ [150-300 mm], „tinggi‟ [300-450 mm], „sangat tinggi‟ [450-600 mm]). Suatu keadaan bivalen yang terlihat dengan jelas pada Gambar 1 adalah bahwa tidaklah mungkin curah hujan di daerah tertentu termasuk dalam lebih dari 1 keanggotaan himpunan (misalnya curah hujan 375 derajad pastilah „tinggi‟, tidak mungkin yang lainnya). Pada himpunan bivalen, tidak dimungkinkan untuk secara akurat mendefinisikan transisi yang mulus dari suatu kondisi curah hujan ke kondisi curah hujan yang lainnya (misalnya dari „tinggi‟ ke „sangat tinggi‟), sementara di dunia nyata hal ini sangatlah mungkin terjadi. Dari kelemahan-kelemahan teori himpunan bivalen ini, muncullah apa yang disebut sebagai Teori Himpunan Fuzzy (Fuzzy Set Theory) [12, 13, 18].

Fungsi

1

0

(4)

Gambar 2 : Himpunan Fuzzy Untuk Karakte risasi Curah Hujan

Gambar 2 di atas memperlihatkan bagaimana himpunan fuzzy mengkuantifikasi informasi yang sama dengan yang telah kami bahas sebelumnya pada Gambar 1 („rendah‟ [0-150 mm], „sedang‟ [150-300 mm], „tinggi‟ [300-450 mm], „sangat tinggi‟ [450-600 mm]), tetapi menggunakan perpindahan/transisi yang lebih alamiah. Dalam hal ini (lihat Gambar 2), kami menggambarkan fungsi keanggotaan berbentuk segitiga (Triangular). Sesungguhnya, untuk fungsi keanggotaan yang digunakan, kita bisa saja memilih fungsi-fungsi keanggotaan yang lainnya, misalnya Fungsi GenBell, Fungsi Sigmoid, Fungsi Phi, Fungsi Trapesium, Fungsi Gaussian, Fungsi PieceWiseLinear, dan sebagainya, dimana masing-masing fungsi keanggotaan itu memiliki perhitungan derajad keanggotaannya sendiri-sendiri [2, 16, 18].

Himpunan fuzzy, dibandingkan himpunan bivalen, sangat lebih alamiah dan sangat lebih bermanfaat sebab kita tau bahwa pengendalian untuk sistem komputasi yang berukuran besar jauh lebih kompleks dibandingkan dengan permasalahan karakteristik curah hujan seperti yang telah kita bahas sebelumnya saat kita menggunakan Teori Himpunan Bivalen [4, 18]. Sebagai contoh, perhatikan Gambar 2, suatu kondisi curah hujan tertentu (katakanlah 375 mm) bisa dikelompokkan menjadi „tinggi‟ atau „sangat tinggi‟ sesuai dengan keadaan orang yang mendeteksinya (seseorang mungkin mengatakan curah hujan 375 mm sebagai „tinggi‟ sementara seseorang yang lainnya mungkin mengatakannya sebagai „sangat tinggi‟) sesuai dengan keadaan di dunia nyata. Jika kita berbicara secara lebih teknis, curah hujan 375 mm akan memiliki nilai x bilangan nyata derajad keanggotaan „tinggi‟ dan akan memiliki nilai y bilangan nyata derajad keanggotaan „sangat tinggi‟, dimana nilai x dan y adalah nilai bilangan nyata (real) di antara 0 dan 1. Dari sudutpandang suatu sistem (dalam hal ini : sistem informasi pengambilan keputusan berbasis komputer), dapat kita lihat bahwa menggunakan sistem logika fuzzy ini, transisi-transisi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya bisa berjalan dengan lebih mulus.

Dalam tulisan ini, kami akan mengembangkan suatu model untuk penentuan kesesuaian lahan (pemukiman, industri, kehutanan, rekreasi, serta tempat pembuangan limbah) menggunakan teori yang telah kami singgung di atas tentang logika fuzzy. Dalam hal ini, kami mengambil studi kasus untuk daerah Kabupaten Semarang [23, 25] . Meski demikian, langkah-langkah serupa tentunya bisa dilakukan untuk daerah-daerah penelitian lainnya. Langkah-langkah untuk melakukan perhitungan-perhitungan kesesuaian lahan itu akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut [13, 16, 18].

Fungsi

1

0

(5)

1. Fuzzification. Mengubah nilai-nilai bivalen (crisp) menjadi nilai-nilai keanggotaan fuzzy tertentu. 2. Inference. Menetapkan aturan-aturan inferensi fuzzy yang digunakan serta yang merupakan inti dari sistem pengambilan keputusan data SIG menggunakan logika fuzzy. Dalam hal ini, proses inferensi untuk metoda logika fuzzy ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan metoda Mamdani atau menggunakan metoda Sugeno.

3. Deffuzification. Mengubah nilai-nilai fuzzy yang didapatkan dari langkah sebelumnya menjadi nilai-nilai bivalen (crisp) kembali.

Dalam semua hal di atas, seperti yang telah kami singgung sebelumnya, kami menggunakan metoda logika fuzzy (fuzzy logic) yang diimplementasikan menggunakan FCL (Fuzzy Controler Language) [14, 22] yang diintegrasikan dengan bahasa pemrograman Java (menggunakan kelas-kelas dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8) [3]. Dalam hal ini, kami juga menggunakan IDE (Integrated Development Environment) Eclipse 3.7.0 (Indigo) yang memudahkan kami untuk mengunduh (download) paket logika fuzzy di atas dari jaringan Internet [24] dan kemudian memasang (meng-instal) dan memanfaatkannya. Meski demikian, meskipun kita tidak melakukan perhitungan-perhitungan secara manual, kita harus memahami algoritma yang digunakan oleh kelas JFuzzyLogic 2.0.8 itu sebelum kita kelak akan memanfaatkannya. Dalam hal ini, dalam membahas contoh-contoh selanjutnya, kita akan menggunakan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas.

2.1.1 Fuzzification

Fuzzification berkaitan dengan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengubah nilai-nilai bivalen menjadi nilai keanggotaan tertentu [16]. Perhatikan Gambar 2 di atas, dimana kita menggunakan fungsi keanggotaan Segitiga (Triangular). Sesungguhnya kita bisa menggunakan fungsi-fungsi keanggotaan lainnya, misalnya [2] Fungsi GenBell, Fungsi Sigmoid, Fungsi Phi, Fungsi Trapesium, Fungsi Gaussian, Fungsi PieceWiseLinear, dan sebagainya. Meski demikian sebagai contoh kita menggunakan fungsi keanggotaan Segitiga (Trianglar) ini. Dengan demikian, rumus perhitungan derajat keanggotaan yang digunakan adalah sebagai berikut [16].

0, x

μSegitiga (x, a, b, c) = (x-a)/(b-a),

-(x-c)/(c-b),

Dengan demikian, untuk contoh kita (curah hujan = 375 mm) kita bisa menghitung fungsi keanggotaannya sebagai berikut.

µSegitiga (375, 300, 375, 450) = -(375-450)/(450-375) = 0,5

(6)

2.1.2 Inference

Proses inference ini memperhitungkan semua aturan yang digunakan dalam basis pengetahuan [16]. Dalam hal ini, kita bisa menggunakan model Mamdani sebagai berikut.

IF Curah_Hujan IS Rendah THEN Karakteristik_Lahan IS Area_Rekreasi IF Curah_Hujan IS Rendah THEN Karakteristik_Lahan IS Pembuangan_Limbah IF Curah_Hujan IS Rendah OR Sedang THEN Karakteristik_Lahan IS Pemukiman IF Curah_Hujan IS Rendah OR Sedang THEN Karakteristik_Lahan IS Industri

IF Curah_Hujan IS Tinggi OR Sangat_Tinggi THEN Karakteristik_Lahan IS Kehutanan

Dengan basis pengetahuan di atas, kita bisa menentukan bahwa daerah dengan curah hujan = 375 mm seharusnya dijadikan area Kehutanan. Dalam hal ini, tentu saja (seperti yang kita akan lihat selanjutnya dalam penelitian sesungguhnya) basis pengetahuan yang digunakan jauh lebih kompleks. Di sini kita hanya melihat proses inference yang sangat disederhanakan.

2.1.3 Defuzzyfication

Proses defuzzyfication pada umumnya diperlukan saat ada sejumlah besar himpunan fuzzy yang digunakan. Dalam contoh di atas, karena kita hanya menggunakan 1 himpunan fuzzy, kita tidak perlu melakukan proses defuzzyfication ini. Meski demikian, dalam penelitian sesungguhnya, karena ada begitu banyak himpunan fuzzy yang digunakan, kita harus melakukan proses defuzzyfication ini.

Pada dasarnya, defuzzyfication merupakan proses untuk menghasilkan hasil yang bersifat kuantitatif berdasarkan sejumlah himpunan fuzzy dan derajad keanggotaan yang terkait [16, 26]. Dalam hal ini, ada banyak sekali metoda untuk melakukan defuzzycation, antara lain [26]: AI (Adaptive Integration), BADD (Basic Defuzzification Distributions), CDD (Constraint Decision Defuzzification), COA (Center of Area), COG (Center of Gravity), ECOA (Extended Center of Area), EQM (Extended Quality Method), FCD (Fuzzy Clustering Defuzzification), FM (Fuzzy Mean), FOM (First of Maximum), GLSD (Generalized Level Set Defuzzification), ICOG (Indexed Center of Gravity), IV (Influence Value), LOM (Last of Maximum), MeOM (Mean of Maxima), MOM (Middle of Maximum), QM (Quality Method), RCOM (Random Choice of Maximum), SLIDE (Semi-linear Defuzzification), serta WFM (Weighted Fuzzy Mean). Meski demikian, dengan alasan kesederhanaan dan kemampuannya yang memadai untuk melakukan defuzzyfication, dalam penelitian, kami memilih menggunakan COG.

2.2 Metoda Logika Fuzzy Dalam Konte ks JFuzzyLogic

(7)

-450 mm], „sangat tinggi‟ [450-600 mm]) menggunakan fungsi keanggotaan Segitiga (Triangular). Untuk bisa melakukan pemrosesan logika fuzzy menggunakan FCL, yang pertama kali harus kami lakukan adalah mendefinisikan FUNCTION_BLOCK-nya [3, 22] (kenyataannya mungkin saja ada lebih dari 1 FUNCTION BLOCK di dalam sebuah berkas FCL). Pertama kali, kami perlu mendefinisikan asupan (input) dan luaran (output)-nya sebagai berikut.

VAR_INPUT

Curah_Hujan : REAL; END_VAR

VAR_OUTPUT

Karakteristik_Lahan : REAL; END_VAR

Selanjutnya, bagaimana masing-masing peubah (variable) asupan mendapatkan proses fuzzyfication didefinisikan dalam blok FUZZYFY, dimana pada masing-masing blok kami mendefinisikan 1 atau lebih TERM [3, 22] (sering juga dinamakan sebagai Linguistik Term). Masing-masing TERM memuat nama peubah serta fungsi keanggotaannya. Contohnya (masih untuk Gambar 2) adalah sebagai berikut (Perhatikan bahwa kami menentukan TERM berdasarkan kordinat yang tertera pada Gambar 2).

FUZZYFY Temperatur

TERM Rendah := (0,0) (75,1) (150,0); TERM Sedang := (150,0) (225,1) (300,0); TERM Tinggi := (300,0) (375,1) (450,0); TERM Sangat_Tinggi := (450,0) (525,1) (600,0); END_FUZZYFY

Selanjutnya, dengan cara serupa kami bisa menentukan peubah-peubah deffuzification-nya. Sebagai contoh, misalkan untuk keadaan (yang dinyatakan sebagai Curah_Hujan) Rendah kita dianjurkan menggunakan lahan sebagai Area Rekreasi atau Pembuangan Limbah, jika Curah_Hujan Rendah dan Sedang, kita dianjurkan menggunakan lahan sebagai Pemukiman atau Industri, sementara jika keadaan (baca : Curah_Hujan)-nya Tinggi dan Sangat_Tinggi, kita dianjurkan menggunakan lahan sebagai area Kehutanan. Dengan aturan (rule) seperti ini, maka blok DEFUZZYFY-nya secara umum akan terlihat sebagai berikut.

DEFUZZYFY Karakteristik_Lahan

TERM Area_Rekreasi := (0,0) (75,1) (150,0); TERM Pembuangan_Limbah := (0,0) (75,1) (150,0); TERM Pemukiman := (0,0) (150,1) (300,0); TERM Industri := (0,0) (150,1) (300,0); TERM Kehutanan := (300,0) (450,1) (600,0); METHOD : COG;

DEFAULT := 0; END_ DEFUZZYFY

(8)

Terakhir, kita bisa mendefinisikan „aturan main‟ (rule) yang digunakan. Dalam hal ini, sesungguhnya kita bisa mancantumkannya dalam blok RULEBLOCK dalam berkas FCL yang bersangkutan. Pertama kali, kita bisa mendefinisikan beberapa operator yang digunakan dalam RULEBLOCK.

RULEBLOCK Penentuan_Karakteristik_Lahan AND : MIN;

ACT : MIN; ACCU : MAX;

IF Curah_Hujan IS Rendah THEN

Karakteristik_Lahan IS Area_Rekreasi; IF Curah_Hujan IS Rendah THEN

Karakteristik_Lahan IS Pembuangan_Limbah; IF Curah_Hujan IS Rendah OR Sedang THEN Karakteristik_Lahan IS Pemukiman;

IF Curah_Hujan IS Rendah OR Sedang THEN Karakteristik_Lahan IS Industri;

IF Curah_Hujan IS Tinggi OR Sangat_Tinggi THEN Karakteristik_Lahan IS Kehutanan;

END_RULEBLOCK

Seperti dapat kita lihat di atas, kami menggunakan MIN untuk operator AND (juga secara implisit menggunakan MAX untuk operator OR sesuai dengan aturan Hukum DeMorgan [3]) dan kami juga menggunakan metoda aktivasi MIN dan menggunakan metoda akumulasi MAX, yang berarti jika ada lebih dari satu nilai crisp yang memiliki derajad keanggotaan maksimum maka akan diambil salah satu nilai maksimum yang dijumpai pertama kali [3].

// Impor kelas FIS dari paket JFuzzyLogic

import net.sourceforge.jFuzzyLogic.FIS;

public class TestFuzzy {

public static void main(String[] args) throws Exception {

// Memanggil berkas FCL

String fileName = "C:\\Lahan.fcl";

FIS fis = FIS.load(fileName,true);

// Ada kesalahan dalam memanggil berkas FCL?

if (fis == null) {

System.err.println("Can't load file: " + fileName + "'");

return;

}

// Menampilkan/menggambarkan grafik asupan (input). fis.chart();

// Melakukan pengaturan asupan (input). fis.setVariable("Curah_Hujan",375); // Melakukan evaluasi.

fis.evaluate();

// Menampilkan grafik peubah (variabel).

fis.getVariable("Karakteristik_Lahan").chartDefuzzifier(true);

// Mencetak aturan.

System.out.println(fis);

} }

(9)

Setelah kami menyelesaikan pembuatan berkas FCL menggunakan langkah-langkah di atas, selanjutnya kami bisa memprosesnya menggunakan bahasa pemrograman Java seperti terlihat pada Gambar 3 di atas. (Dalam contoh di atas, kami mencoba memasukkan nilai 375 untuk nilai Curah_Hujan.)

Gambar 4 : Peta Daerah Penelitian (Kab. Semarang)

Demikianlah, menggunakan langkah-langkah di atas, kami bisa menyelesaikan permasalahan perhitungan logika fuzzy dengan cara yang relatif mudah. Selanjutnya, kami akan menggunakan langkah-langkah yang ekivalen dengan apa yang telah kami lakukan di atas untuk menyelesaikan permasalahan kami sesungguhnya, yaitu menentukan kesesuaian lahan di daerah penelitian (Kabupaten Semarang).

III

PENERAPAN METODA LOGIKA

FUZZY

UNTUK PENENTUAN

KESESUAIAN LAHAN

(10)

guna lahan tentunya tidak bisa dilakukan secara sembarangan [15, 19, 20, 21]. Dalam hal ini, untuk melakukan penentuan kriteria-kriteria (serta sub-subkriteria) perhitungan logika fuzzy, kami merujuk pada Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang) yang dikeluarkan oleh Badan Kordinasi Penataan Ruang Nasional – Republik Indonesia 25] serta beberapa acuan yang relevan lainnya [4, 5, 7, 10, 11, 14, 15, 19, 20, 21]. Dalam hal ini, kriteria-kriteria (dan sub-subkriteria-kriteria) penentuan kesesuaian lahan adalah sebagai berikut.

Ketersediaan air (curah hujan, kelembaban udara, drainase, luas akuifer di bawah permukaan). Ketersediaan oksigen (drainase, kemiringan lereng).

Bentang alam/morfologi (fisiografi, kemiringan lereng, kepekaan erosi, tingkat erosi). Jenis vegetasi (hutan, sawah, ladang).

Kondisi tanah (drainase, tekstur, jenis batuan, jenis tanah, ketebalan tanah). Jaringan jalan (arteri primer, sekunder, kolektor primer, sekunder).

Suhu.

Tabel 1 : Karakte ristik Lahan Untuk Berbagai Area Peruntukan

Karakte ristik Lahan Pemukiman Industri Kehutanan Area

(11)

Tabel 2 : Contoh Aturan (Rule) Untuk Penentuan Kesesuaian Lahan

Kode FCL (Fuzzy Controler Language)

Penentuan Kesesuaian Lahan Pemukiman

IF (Curah Hujan IS Sedang AND Kelembaban Udara IS Sedang AND Drainase IS Baik AND Luas Akuifer IS Besar) OR (Drainase IS Baik AND Kemiringan Lereng IS Landai) OR (Fisiografi IS Datar AND Kemiringan Lereng IS Landai AND Kepekaan Erosi IS Rendah AND Tingkat Erosi IS Tidak Rentan) OR (Hutan IS Tidak Luas AND Sawah IS Luas AND Ladang IS Sedang) OR (Drainase IS Sedang AND Tekstur Tanah Atas IS Sedang AND Tekstur Tanah Bawah IS Sedang AND Jenis Batuan IS Sedang AND Jenis Tanah IS Sedang AND Ketebalan Tanah IS Sedang AND Permeabilitas IS Sedang) OR (Arteri Utama IS Dekat AND Arteri Sekunder IS Dekat AND Kolektor Primer IS Dekat AND Kolektor Sekunder IS Dekat) OR (Suhu IS Sedang) THEN Area IS Pemukiman

Data yang kami miliki untuk studi kasus di Kabupaten Semarang adalah seperti yang diperlihatkan melalui kolom Karakte ristik Lahan pada Tabel 1 di atas dengan karakteristik-karakteristik peruntukan lahan seperti yang diperlihatkan melalui kolom-kolom lainnya. Data yang kami peroleh di lapangan bisa diolah menggunakan metoda logika fuzzy seperti yang telah kami bahas sebelumnya untuk menentukan kesesuaian lahan untuk area dimana data yang bersangkutan diambil. Dalam hal ini, nilai-nilai crisp yang ada di dalam data hasil perolehan di lapangan bisa dimasukkan ke dalam program bahasa Java yang memanfaatkan kelas-kelas yang ada di dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8 yang menghasilkan nilai kualitatif tertentu yang bisa digunakan untuk melakukan penilaian area tertentu berkaitan dengan kesesuaian lahannya. Program Java yang kami buat tentu saja tidak akan serta merta menunjukkan kesesuaian lahan untuk area tertentu [9]. Perlu dibuat aturan-aturan (rule) sedemikian rupa sehingga program bahasa Java yang kami buat bisa menentukan kesesuaian lahan untuk area tertentu. Adapun contoh dari aturan-aturan itu (dalam bentuk FCL) terlihat seperti pada Tabel 2 di atas (tentunya untuk peruntukan lahan yang lain, perlu dibuat FCL menggunakan teknik yang serupa).

Kelas-kelas dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8 yang ditulis menggunakan bahasa pemrograman Java adalah kakas (tool) yang sangat membantu kami melakukan pengambilan keputusan saat metoda logika fuzzy yang digunakan sebagai basis untuk pengambilan keputusan. Meski demikian, ada aturan yang harus diikuti. Dalam hal ini, untuk bisa memanfaatkan kelas-kelas yang ada dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8 dengan baik, kami mengikuti langkah-langkah berikut ini.

1. Peta Kabupaten Semarang (Gambar 4) kami bagi-bagi menjadi grid-grid berukuran 1x1 km2. 2. Untuk masing-masing grid, kami memasukkan data (spasial dan non-spasial) yang kami miliki

dan menghitungnya menggunakan metoda logika fuzzy (khususnya menggunakan model inferensi yang ditulis menggunakan FCL [Fuzzy Controler Language] yang diintegrasikan dengankelas-kelas yang ada di dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8).

(12)

4. Menggunakan perangkat-perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografis) (misalnya ArcGIS), pada peta Kabupaten Semarang dibuat peta yang menggambarkan area-area yang memiliki jenis kesesuaian lahan yang sama akan diberi warna-warna yang sama pula [8, 11].

Demikianlah, secara garis besar telah kami sampaikan apa yang kami lakukan saat kami melakukan penelitian kami. Tulisan kami ini memang tidak menekankan pada hasil, alih-alih lebih menekankan pada model serta prosedur yang kami gunakan/lakukan untuk mendapatkan hasil berupa gambaran pada SIG yang menunjukkan area-area kesesuaian lahan untuk pemukiman, industri, kehutanan, rekreasi, serta tempat pembuangan limbah. Melalui tulisan ini, kami berharap pembaca bisa mendapat gambaran meluas tentang pekerjaan penentuan area kesesuaian lahan menggunakan metoda logika fuzzy yang difasilitasi dengan penggunaan kelas-kelas yang ada di dalam paket JFuzzyLogic 2.0.8 yang berbasis pada bahasa pemrograman Java dan, menggunakan teknik yang sama, dapat menerapkannya untuk daerah-daerah yang lainnya sesuai dengan kebutuhan.

IV

KESIMPULAN

Kombinasi penggunaan metoda logika fuzzy (yang difasilitasi paket JFuzzyLogic 2.0.8) dengan perangkat-perangkat lunak SIG seperti ArcGIS, ArcView, dan sebagainya, sesungguhnya memungkinkan para pengambil keputusan dapat melakukan pengambilan keputusan dengan baik (meskipun data yang dimilikinya bersifat deskriptif dan kualitatif) dan menghasilkan keputusan-keputusan yang berkualitas. Meski demikian, perhitungan metoda logika fuzzy dengan teknik untuk menampilkannya dalam bentuk SIG belum terintegrasi dengan baik. Perangkat lunak perhitungan menggunakan logika fuzzy belum terintegrasi dengan perangkat lunak SIG. Riset selanjutnya mungkin bisa dilakukan dengan membuat modul-modul perhitungan menggunakan logika fuzzy yang terintegrasi di dalam perangkat-perangkat lunak SIG yang ada saat ini. Dengan cara seperti ini, pengolahan data yang serupa dengan penentuan kesesuaian lahan bisa dilakukan dengan mudah dan terintegrasi dari dalam perangkat lunak SIG.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Shalabi, Mohamed, Shattry Ben Mansoor, Nordin bin Ahmed, Rashidd Shiriff, 2006. GIS Multicriteria Approaches to Housing Site Suitability Assesment. XXIII FIG Congress, Munich, Germany.

2. Cingolani, Pablo. Tutorial mengenai kelas JFuzzyLogic 2.0.8. http://jfuzzylogic.sourceforge.net/. Diakses 2 Mei 2011.

3. Hartati, Sri, Imas S. Sitanggang, 2010. A Fuzzy-based Decission Support System for Evaluating Land Suitability and Selecting Crops. Journal of Computer Science 6 (4): 417-424, 2010, ISSN 1549-3636,©2010 Science Publications.

(13)

5. Kingham, R.A., Chartres C.J., Ivkovic K.M., Mullen I.C., Johnstom R.M., Sims J., Kirby J.M. 2002. Integrating Biophysical and Economic Data Using GIS/DSS to Access Irrigation Suitability foR Specific Crops. Bureau of Rural Science, Australia.

6. Lotfi, Sedigheh, Kiumars Habibi, Mohammad Javad Koohsari, 2008. Spatial Analysis of Urban Fire Stations by Integrating AHP Model and IO Logic Using GIS (A Case Study of Zone 6 Tehran). Journal of Applied Science 8 (19): 3302-33015, 2008, ISSN 1812-5654,©2010 Science Publications. 7. Mokaram, M., F. Amenzadeh, 2005. GIS-based Multicriteria Land Suitability Evaluation Using

Ordered Weight Averaging with Fuzzy Quantifier : A Case Study in Shavur Plain, Iran. International Journal of Geographical Information System.

8. Muller, Markus, 2010. Modul-modul Sistem Informasi Geografis. GIS Service Center (GSC) Dishut Provinsi Kalimantan Barat (gsc_kalbar@yahoo.co.id).

9. Nugroho, Adi, 2008. Pemrograman Java Untuk Aplikasi Basis Data Dengan Teknik XP Menggunakan IDE Eclipse. Penerbit ANDI OFFSET, Jogyakarta.

10. Pavloudakisa, F., M. Galetakis, Ch. Roumpos, 2009. A Spatial Decision Support System for the Optimal Environmental Reclamation of Open-pit Coal Mines in Greece. International Journal of Mining, Reclamation and Environment Vol. 23, No. 4, December 2009, 291–303.

11. Puntodewo, Atie, Sonya Dewi, Josupta Tarigan, 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Center for International Forestry Research (CIFOR), Jakarta. 12. Ross, Timothy, 2004. Fuzzy Logic with Engineering Applications. John Willey&Sons, Ltd., West

Sussex, England.

13. Ruan, Da, Chongfu Huang. Fuzzy Set and Fuzzy Information Granulation Theory. Beijing Normal University Press, Beijing.

14. Sasikala, K.R., Petrou M., Kittler J. Fuzzy Classification with a GIS as an Aid To Decision Making. Dept. Electrical and Electronic Engineering, University of Surrey, Guildford, UK.

15. Suroso, Djoko Santoso Abi, 2010. Perencanaan Pedesaan : Metoda Penentuan Kemampuan Lahan Untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang. http://www.scribd.com/doc/54585932/11/Evaluasi-Kesesuaian-Penggunaan-Lahan.Diakses 7 Mei 2011.

16. Suyanto, 2007. Artificial Intelligence : Searching, Reasoning, Planning, and Learning. Penerbit INFORMATIKA, Bandung.

17. Temiz, Nurcan, Vahap Tecim, 2009. Geographic Information System as a Decission Support System in Forest Management. SDU Journal of Science (e-Journal). 2009, 4(2), 213-223.

18. Zadeh, Lotfi A., King-Sun Fu, Kokichi Tanaka, Masamichi Shimura, 1974. Fuzzy Sets and Their Applications to Cognitive and Decision Processes. Proceeding of American-Japan Seminars on Fuzzy Logic, University of California-Berkeley.

19. Karakteristik pemukiman sehat. http://helpingpeopleideas.com/publichealth/permukiman-sehat-2/. Diakses 9 Mei 2011.

20. Klasifikasi curah hujan. http://kehidupan-disamarinda.blogspot.com/2008/12/perkiraan-curah-hujan-januari-2009. Diakses 9 Mei 2011.

21. Luas akuifer untuk pemukiman. http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Sumur/sumur.html. Diakses 9 Mei 2011.

22. _______, 1997. Programmable Controllers : Fuzzy Control Programming. International Electrotechnical (IEC) Technical Comitee No. 65: Industrial Process Measurement and Control Sub-Comitee 65 B: Devices.

(14)

24. ________. Paket JFuzzyLogic 2.0.8. http://www.mcb.mcgill.ca/~pcingola/jFuzzyLogicUpdateSite/. Diakses 1 Mei 2011.

25. ________, 2007. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Badan Kordinasi Penataan Ruang Nasional – Republik Indonesia. www.bkprn.org (Diakses 22 April 2011).

Gambar

Gambar 1 : Himpunan Bivalen Untuk
Gambar 2  :  Himpunan Fuzzy Untuk  Karakterisasi Curah Hujan
Gambar 3 : Program Java Untuk Perhitungan Logika Fuzzy
Gambar 4 : Peta Daerah Penelitian (Kab. Semarang)
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

• Catatan hasil wawancara tentang kesesuaian fakta sikap dan perilaku pelaksana pelayanan dengan ketentuan yang ada • Catatan hasil observasi fakta. sikap dan perilaku

Regresi linier merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan antara dua variabel atau lebih menggunakan model persamaan linier, sehingga salah

akses, class pengunjung, class informasi, pada class informasi ini terdapat generalisasi untuk menjabarkan informasi yang disediakan menjadi lebih spesifik yaitu (class informasi

Kedua orang tua saya yang saya sayangi, Almarhum Ayahanda Marsuddin dan Ibunda Cut Rosdiana yang telah banyak berkorban untuk saya hingga saat ini yang tidak akan mungkin dapat

Pada dokumen RSPO versi terkini (Oktober 2007) juga diatur mengenai praktek keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya pada kriteria 4.7 disebutkan bahwa sebuah

Michael Fullan dalam Glickman, Gordon, dan Ross-Gordon (2007: 430) menyebutkan asumsi- asumsi perubahan yang perlu dipahami yaitu: 1) perubahan merupakan transformasi

Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari meningkatkan jumlah beban latihan atau

Menurut Andriani dalam Zain ( 2008;10) mengemukakan bahwa pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya