• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL PARA PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL PARA PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL PARA

PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Starta Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuludddin dan Filsafat

Oleh:

HUMAIROH

NIM: E02212004

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL PARA

PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu (Perbandingan Agama)

Oleh:

HUMAIROH

NIM: E02212004

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Perilaku keagamaan dan nilai-nilai sosial para pemulung di TPS Simokerto Surabaya merupaka judul dari penelitian ini. Dalam penelitian ini menjelaskan latar belakang kehidupan pemulung, baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Kedua, menemukan bagaimana bentuk-bentuk perilaku keagamaan yang dilakukan para pemulung dalam kehidupan sehari-hari, baik itu berupa sholat, puasa, dan lain-lain. Dan nilai-nilai sosial yang dilakukan para pemulung, seperti sifat empati seorang pemulung yang rela membantu orang lain meskipun dalam keadaan susah. Dan ketiga, bagaimana pandangan masyarakat terhadap pemulung.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah data terkumpul akan dianalisis dengan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow, bahwa manusia memiliki kebutuhan bertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan paling puncak, dari kebutuhan fisiologi, keamanan, rasa kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri. Penulis menemukan data di lapangan bahwa dilihat dari sisi lahiriyah pemulung kebutuhannya belum terpenuhi, sedangkan dari sisi batiniyah belum sepenuhnya terpenuhi khususnya dari agama yang dianutnya.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

D. Penegasan Judul ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Telaaah Pustaka ... 9

H. Kerangka Teori... 11

I. Metodologi Penelitian ... 13

J. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL ... 20

A. Pengertian Perilaku Keagamaan ... 20

1. Perilaku ... 20

2. Keagamaan ... 22

B. Pengertian Nilai-Nilai Sosial ... 25

1. Nilai ... 25

(9)

C. Teori Kebutuhan Dasar Manusia Perspektif Abraham Maslow ... 29

1. Kebutuhan Fisiologi ... 30

2. Kebutuhan Keselamatan ... 30

3. Kebutuhan Kasih Sayang ... 31

4. Kebutuhan Penghargaan ... 31

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri ... 32

BAB III PROFIL PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA ... 33

A. Kondisi Pemulung di TPS Simokerto Surabaya ... 33

1. Gambaran Umum Kelurahan Simokerto ... 33

2. Subyek Penelitian ... 35

3. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Pemulung ... 38

B. Perilaku Keagamaaan Para Pemulung ... 42

C. Nilai-Nilai Sosial Para Pemulung ... 54

BAB IV ANALISIS PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA ... 57

A. Profil Pemulung ... 58

B. Bentuk-Bentuk Perilaku Keagamaan dan nilai-nilai Sosial ... 62

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Para pemulung ... 67

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran-Saran ... 71

C. Penutup ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya setiap manusia adalah makhluk religius. Percaya terhadap sesuatu yang bersifat supranatural adalah sifat naluri alamiah yang dimiliki setiap manusia. Sebagai homo religius, manusia meyakini bahwa melalui agama seorang individu dapat berhubungan dengan yang “sakral”.1

Maka agama merupakan salah satu kebutuhan bagi manusia.

Agama sebagai pedoman hidup manusia, tidak mengenal perbedaan status sosial, ekonomi, warna kulit, kebangsaan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Agama berlaku dan diikuti oleh semua manusia, meski agama yang dipeluk dan diyakininya berbeda-beda. Secara asasi, agama menjadi salah satu kebutuhan primer manusia. Dengan agama, orang dapat hidup secara baik dan benar. Sebagai kebutuhan rohani manusia, agama bagi seseorang dapat menjadi motivasi dalam hidup, dan juga agama dapat menjadi tempat atau sarana untuk mengatasi persoalan yang dihadapi seseorang. Di sinilah kehadiran agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang.

Sepanjang sejarah kehidupan manusia selalu dibayang-bayangi oleh keberadaan agama. Bagaimanapun majunya pengetahuan dan teknologi, kehidupan manusia tidak luput dari persoalan agama. Agama telah ada sejak manusia ada.

1

(11)

2

Agama merupakan sarana manusia untuk membentengi diri dari segala kekacauan yang melanda dalam realitas kehidupannya. Karena melalui agama manusia bukan hanya dapat memperoleh ketenangan batin atau jiwa, memberikan jawaban terhadap segala kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat diperoleh melalui pengetahuan empirik, namun agama juga memberikan pedoman dalam berinteraksi dengan masyarakat sehari-hari, guna terciptanya ketentraman dalam masyarakat.

Agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan yang lainnya. Selain itu agama juga berkaitan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan seperti kekerabatan, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Jadi agama bersifat operasional dalam kehidupan sosial masyarakat.

Bagi setiap manusia yang beragama, agama bukan hanya sekedar alat kesertaan kegiatan bersama, tetapi sebagai sesuatu yang pribadi perorangan.2 Menurut Murtadho Muthahari, moral dan agama mempunyai hubungan yang erat, karena agama merupakan dasar tumpuan akhlak dan moral.3 Dalam hal ini, tidak ada sesuatu selain agama yang mampu mengarahkan pada tujuan yang agung dan terpuji (moral). Kehidupan beragama dengan perilaku bermoral sukar untuk dipisahkan. Karena kehidupan bermoral merupakan sikap dan tingkah laku yang baik, sedangkan tujuan agama yang penting adalah membentuk manusia bermoral atau berakhlak mulia. Hampir semua kehidupan bermoral dalam masyarakat berasal dari moralitas agama.

2

Jachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, terj. Djaman Nuri (Jakarta: Rajawali, 1989), 3. 3

Murtadho Muthahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj. Djalaluddin Rahmat

(12)

3

َكِلَذ ِهاللا ِقْلَخِل َليِدْبَ ت َ اَهْ يَلَع َساانلا َرَطَف يِتالا ِهاللا َةَرْطِف اًفيِنَح ِنيِدلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

ُنيِدلا

َنوُمَلْعَ ي َ ِساانلا َرَ ثْكَأ انِكَلَو ُمِيَقْلا

Artinya:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah swt), tetaplah atas fitrah Allah swt yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (Q.S. ar-Rum:30).4

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa fitrah Allah SWT maksudnya ciptaan Allah SWT. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama. Karena adanya fitrah ini, maka manusia membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan.

Setiap orang mempunyai tingkat ketaatannya terhadap agama masing-masing. Bagaimana menjalankan ibadah dan tingkat keshalehan seseorang tentang keberagamaan disebut sebagai religiusitas. Religiusitas menjadi makna tersendiri setiap orang untuk menunjukkan keeksistensinya kepada Tuhan.

Di Indonesia mayoritas beragama Islam tentu masyarakat Indonesia mempunyai cara beragama yang berbeda-beda setiap masyarakatnya. Begitu pula masyarakat yang di kota-kota besar dengan pekerjaan yang beragam bahkan terkadang agama menjadi terhalang oleh pekerjaan. Baik pekerjaan tingkat atas hingga pekerjaan level terbawah pun bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk taat beribadah.

4

(13)

4

Namun, pekerjaan bukan satu-satunya menjadi penghalang untuk melakukan ibadah agamanya. Dari individu itu sendiri juga dapat menjadi faktor tidak memperhatikan keagamaannya. Ada individu yang sangat taat dalam beribadah walaupun tempat dan waktu menjadi penghalang dan ada juga yang tidak taat dalam menjalankan ibadahnya meskipun pengangguran.

Demikian halnya agama dalam kehidupan pemulung, di mana mereka sebagai kelompok masyarakat yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengumpulkan barang-barang bekas. Agama bagi mereka dapat saja mempengaruhi perilaku dalam keseharian pemulung, baik secara langsung atau tidak langsung. Sebagai manusia, masyarakat pemulung juga membutuhkan sandaran spiritual, yakni agama, meski dalam hal yang satu ini mereka memiliki persepsi tersendiri. Sisi kehidupan agama pemulung ini adalah merupakan fenomena menarik, mengingat kehidupan keseharian mereka yang sering terisolir dari masyarakat sekitar.

(14)

5

Merujuk pada kehidupan pemulung tersebut, peneliti ingin menfokuskan skripsi ini pada studi kasus para pemulung terkait dengan perilaku keagamaan dan nilai-nilai sosial dengan sesama.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana telah terurai di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana profil pemulung di TPS Simokerto?

2. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku keagamaan dan nilai-nilai sosial pemulung? 3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap perilaku pemulung di TPS

Simokerto?

C. Identifikasi dan Batasan Masalah

Agar pembahasan skripsi menjadi spesifik dan terarah maka perlu adanya identifikasi dan pembatasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Para pemulung yang ada di TPS Simokerto dengan indikator beragama Islam

sebagai subjek informan

2. Menfokuskan perilaku keagamaan pemulung terhadap ibadah sholat dan puasa. 3. Mengetahui dan memahami tentang pemahaman terhadap agama, rezeki dan

(15)

6

4. Mengetahui perilaku tindakan sosial yang dilakukan pemulung. Yang dimaksud dengan tindakan sosial tersebut adalah berbagi dengan sesama meskipun dalam kondisi ekonominya sangat rendah dan tolong menolong.

5. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap perilaku pemulung baik perilaku keagamaan dan tindakan sosial.

D. Penegasan Judul

Untuk memahami dan memudahkan para pembaca dalam memahami judul skripsi ini. Maka perlu penegasan judul “Perilaku Keagamaan dan Nilai-Nilai Sosial Para Pemulung di TPS Simokerto Surabaya”. Maka penulis perlu merumuskan atau mendefinisikan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut. Adapun istilah-istilah dari judul di atas kami uraikan sebagai berikut:

Perilaku keagamaan, perilaku yaitu tindakan atau aktivitas sebagai akibat

atau reaksi. Sedangkan keagamaan yaitu segenap kepercayaaan kepada Tuhan, Dewa, dan sebagainya, serta ajaran kebaktian atau kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan atau sifat-sifat yang terdapat pada agama.5 Jadi yang dimaksud perilaku keagamaan adalah rangkaian perbuatan atau tindakan yang didasari oleh nilai-nilai agama. Yang dimaksud di atas adalah perilaku keagamaan baik dari segi pemahaman terhadap agama, takdir, rezeki, ibadah sholat lima waktu dan puasa.

5

(16)

7

Nilai-nilai sosial, nilai merupakan perwujudan atau potensi-potensi diri menjadi nyata. Sedangkan sosial yaitu hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.6 Jadi yang dimaksud nilai-nilai sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang terhadap sesama atau suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, menderma dan sebagainya.

Pemulung adalah orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan

memungut serta memanfaaatkan barang-barang bekas (seperti botol, plastik, kardus dan sebagainya) kemudia menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi.7 Yang dimaksud pemulung di sini adalah orang-orang yang mengambil sampah dari tiap-tiap rumah yang kemudian dibuang ketempat pembuangan sampah sementara. Setelah sampai di TPS, kemudia dipilih barang bekas yang masih bisa dijual.

TPS Simokerto, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yaitu tempat yang

disediakan atau diakui keberadaanya oleh pemerintah daerah dan lokasi yang telah ditentukan untuk menampung sampah sebelum diangkut atau dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah. TPS ini, berada di jalan Simolawang Baru kelurahan Simokerto kecamatan Simokerto. Sedangkan Simokerto merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Simokerto kota Surabaya.

Jadi, penulis mencoba menguraikan satu persatu dari istilah-istilah yang dipakai dalam judul skripsi ini, untuk menghindari kesalahan persepsi. Untuk lebih jelasnya, kiranya perlu bagi penulis untuk menjelaskan arti dari judul skripsi

6

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern (Jakarta: Pustaka Amani, 2008), 459. 7

(17)

8

tersebut sesuai dengan maksud dan pemahaman penulis, yaitu mengkaji dan mempelajari perilaku keagamaan dan nilai-nilai sosial dalam kaitannya dengan pekerjaan sebagai pemulung.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari penulis di dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kehidupan pemulung di TPS Simokerto baik dari aspek kehidupan ekonomi dan pendidikannya.

2. Menjelaskan bentuk-bentuk perilaku keagamaan pemulung terkait dengan sikap, pelaksanaan ibadah, dan tindakan sosial.

3. Menjelaskan pandangan masyarakat terhadap perilaku pemulung baik dari aspek keagamaan dan sosial.

F. Manfaat Penelitian

Peneliti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sipitas akademik baik secara teoritis maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

(18)

9

2. Manfaat Praktis

a. Menumbuhkan sikap empati dan simpati kepada masyarakat marginal khususnya pemulung yang memiliki kepekaan sosial terhadap sesamanya. b. Menanamkan sikap tenggang rasa terhadap orang lain serta meningkatkan

kualitas ibadah baik secara vertikal maupun horizontal.

c. Mengembangkan nilai-nilai sosial yang dapat berdampak pada kedamaian dan peningkatan kualitas ketauhidan kepada Allah.

G. Telaah Pustaka

Untuk menghindari pengulangan dalam penelitian ini penulis menjelaskan beberapa penelitian yang sebelumnya memiliki keterkaitan dengan judul penelitian. Penulis sadar bahwa pembahasan tentang perilaku keagamaan bukanlah suatu hal yang baru, melainkan telah ada beberapa peneliti yang telah membahas sebelumnya. Akan tetapi tempat dan tema yang diteliti berbeda.

Pertama, penelitian yang ditulis oleh Irawati yang berjudul: “Ramadhan di Mata Masyarakat Marginal, Studi: Komunitas Pemulung di Jl. Bulak II Kelurahan

(19)

10

khususnya telah mendorong dan memaksa mereka untuk semakin giat bekerja.8 Sementara fokus penelitian penulis pada aspek perilaku keagamaan yang tidak mengubah situasi kondisi dalam bulan ramadhan.

Kedua, penelitian yang ditulis oleh Siti Jaojah yang berjudul: “Pengaruh

Kemiskinan Terhadap Perilaku Keberagamaan Kaum Buruh Tani (Studi Kasus

Kampung Keusik Desa Sukamanah Kec. Rajeg. Tangerang)”, hasil penelitian ini

menyebutkan bahwa kemiskinan yang dialami oleh buruh tani sangat berpengaruh terhadap ibadah yang mereka jalankan dikarenakan mereka beranggapan bahwa ekonomi mempunyai peranan penting bagi mereka untuk dapat beribadah dengan baik karena beranggapan bahwa kondisi yang tidak baik sangat mengganggu kekhusukan dalam beribadah.9 Sementara fokus penelitian penulis pada pengaruh kemiskinan terhadap ibadah yang mereka jalankan.

Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Annisa Arrum Alfitri yang berjudul:

“Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan Masyarakat Pedagang di Pasar

Songgolangit Ponorogo”, hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tingkat

pemahaman dan pengamalan keagamaan masyarakat pedagang ini dapat dikategorikan sangat baik. Pengamalan keagamaan yang dilakukan oleh pedagang pasar lebih berpusat pada ibadah-ibadah yang wajib dalam agama Islam, di antaranya adalah rukun Islam kecuali ibadah haji dan zakat tijarah masih banyak

8

Irawati, Ramadhan di Mata Masyarakat Marginal, Studi: Komunitas Pemulung di Jl. Bulak II Kelurahan Kedaung Ciputat-Tangerang, skripsi (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2008).

9

(20)

11

yang belum melakukannya.10 Penelitian tersebut masih menyisakan ruang khususnya pada aspek sosial.

Keempat, penelitian yang ditulis oleh Lilis Suaedah yang berjudul:

“Kemiskinan dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea

Bogor)”, hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kemiskinan yang terjadi di desa

Cinangka muncul akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi kepribadian atau keterampilan. Mengenai kehidupan warga miskin dalam keagamaan, seperti sholat, puasa, zakat, shadaqah, dan pengajian-pengajian semua dikembalikan kepada tingkat keimanan dan kesadaran mereka masing-masing.11 Hasil penelitian tersebut menjadi inspirasi penulis bahwa kualitas keimanan tidak tergantung pada kemapanan ekonomi sebagaimana masyarakat marginal.

Secara general beberapa penelitian di atas menjadi pijakan peneliti untuk mengkaji ulang tentang kehidupan dan perilaku keagamaan pada masyarakat marginal khususnya para pemulung di TPS Simokerto Surabaya yang menjadi fokus objek dan subjek penelitian skripsi.

H. Kerangka Teori

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.12Agama dapat didefinisikan sebagai “relasi dengan Tuhan sebagaimana dihayati oleh manusia”. Skinner (Radical Behaviorism) melihat agama sebagai isme

10

Annisa Arrum Alfitri, Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan Masyarakat Pedagang di Pasar Songgolangit Ponorogo, Skripsi (Surabaya: Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, 2004). 11

Lilis Suaedah, Kemiskinan dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor), Skripsi (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2009).

12

(21)

12

sosial yang lahir dari adanya faktor penganut sebagai perilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga sosial termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku dan kebiasaan masyarakat.13

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Abraham Maslow, salah seorang pemuka psikologi humanistik yang berusaha memahami segi esoterik (rohani) manusia. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan bertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan paling puncak. Pertama, kebutuhan fisiologi, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat, dan sebagainya. Kedua, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi

dari bahaya dan ancaman fisik. Kebutuhan ini dimanifestasikan, antara lain dalam bentuk tempat tinggal yang permanen. Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan antar manusia. Manusia membutuhkan perhatian dan keintiman dalam pergaulan hidup. Keempat, kebutuhan akan harga diri, terdiri dari dua jenis yaitu faktor internal meliputih kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, dan kompetensi. Faktor eksternal meliputi kenutuhan untuk dikenali atau diakui. Kelima, kebutuhan aktualisasi diri meliputi kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat mereaqlisasikan potensinya secara penuh.14

Dengan menggunakan teori di atas, penulis mencoba melihat bagaimana perilaku pemulung dalam segi ibadah dan sosialnya. Perilaku keagamaan merupakan ekspresi dari pengalaman batin seseorang. Mengingat Islam adalah agama Rahmatan

13

Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), 132. 14

(22)

13

lil Alamin, ajarannya sudah lengkap dan dapat menuntun manusia untuk memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat.

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menkankan makna daripada generalisasi.15

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen, dan lain-lain) atau penelitian yang didalamnya mengutamakan untuk pendiskripsian secara analisis suatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakekat proses tersebut.16

Untuk itulah Metode kualitatif yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian ini untuk menganalisis perilaku keagamaan dan nilai-nilai pemulung di TPS Simokerto dan keseluruhannya akan dideskripsikan berupa kata-kata dan bahasa untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, dan

15

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2004), 1. 16

(23)

14

definisi secara umum. karena penelitian ini diperoleh tidak melalui prosedur statisktik dan bentuk perhitungan lainnya.

Dengan berdasarkan penelitian ini, penulis hanya mendeskripsikan apa yang diamati dan ditemukan dalam penelitian. Yakni para pemulung yang ada di TPS Simokerto terkait perilaku keagamaan baik dari aspek ibadah, kehidupan sehari-harinya, dan sosial keagamaan.

2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.17 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama.18 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah para pemulung yang ada di TPS Simokerto khususnya pak Sunariyo, pak Heri, ibu Erna, ibu Paiten dan Yuli. Sedangkan informan pendukungnya adalah masyarakat yang ada di sekitar tempat pembuangan sementara atau orang-orang yang dianggap kenal dekat dengan pemulung dan mengetahui keseharian pemulung.

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumer pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.19 Dokumen yang digunakan

17

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 129.

18

Sumadi Suryabrata, MetodePenelitian (Jakarta: Rajawali, 1987), 93. 19

(24)

15

untuk melengkapi data seperti catatan-catatan, buku literatur, hasil rekaman dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian lapangan ini adalah:

a. Wawancara (interview)

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data atau keterangan-keterangan yang mendalam dengan cara menggali informasi sebanyak mungkin dari responden. Melihat definisinya, wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara penanya (peneliti) dengan penjawab/responden/informan (objek peneliti).20 Dalam hal ini, penulis melakukan Interview dengan para pemulung di TPS Simokerto dan masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal pemulung.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mendapat informasi mendalam terhadap apa yang diteliti, meliputi: cara mereka beragama, cara mereka menjaga kesucian untuk sholat, dan cara mereka melakukan puasa dilingkungan yang mempunyai bau tidak sedap. Dengan ini peneliti wawancara langsung dengan 5 orang pemulung yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, yaitu Paiten, Sunariyo, Heri, Erna, Yuli.

20

(25)

16

Pertama, Paiten dengan latar belakang seorang janda yang harus

menghidupi keluarga, sehingga hampir seluruh anaknya juga bekerja sebagai pemulung. Kedua, Sunariyo dengan belakang orang tua miskin sehingga tidak bisa sekolah, karena tidak mempunyai keterampilan sehingga dia juga bekerja sebagai pemulung. Ketiga, Heri yang berangkat dari kampungnya untuk mencari kerja, karena tidak mempunyai kemampuan sehingga dia bekerja sebagai pemulung. Keempat, Erna mempunyai suami seorang pemulung sehingga dia juga ikut memulung. Kelima, Yuli seorang gadis yang orang tuanya berprofesi sebagai pemulung, bangga dengan pekejaan orang tuanya dan dia tidak malu untuk ikut membantu orang tuanya memulung. Dengan latar belakang kelima responden tersebut sangat menarik untuk diteliti.

b. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu penelitian melalui pengamatan secara langsung di tempat atau objek yang diteliti.21 Dalam observasi ini peneliti menggunakan observasi partisipan dengan mengamati dan mendengarkan secara langsung tentang keadaan, aktivitas, dan perilaku keagamaannya. Pengamatan ini dimaksudkan agar penulis dapat memperoleh data secara detail dan valid.

21

(26)

17

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.22 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi baik berupa foto, tulisan, buku atau yang lain, yang mana data tersebut dianggap penting dalam penelitian. Dokumen diambil ketika berlangsungnya wawancara.

4. Analisis Data

Peneliti tersebut menggunakan analisis data dengan metode deskripsi analisis yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau ingin mengetahui suatu fenomena tertentu. Adapun data yang diperoleh dari hasil wawancara dalam pemaparannya adalah dengan menggunakan metode konstruksi peneliti. Sedangkan analisis data secara keseluruhan dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode deskripsi analisis yaitu menjelaskan pokok-pokok persoalan dan menganalisis data yang diperoleh secara teliti untuk mendapatkan kesimpulan diakhir skripsi ini.23

22

Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R dan D (Bandung: Alfabeta, 2008), 240.

23

(27)

18

J. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti dalam menyusun skripsi ini, maka dijelaskan secara garis besar dari masing-masing bab dan sub-babnya sebagai berikut:

Bab I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali seluruh pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi dan batasan masalah, penegasan judul, tujuan dan manfaat peneliti, telaah pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II (dua) menjelaskan tentang kajian teori yang mana didalamnya menguraikan secara teoritis definisi perilaku keagamaan, definisi nilai-nilai sosial, dan teori kebutuhan dasar manusia perspektif Abraham Maslow.

Bab III (tiga) deskripsi data penelitian yaitu profil pemulung di TPS Simokerto yang meliputi kondisi pemulung seperti (gambaran umum kelurahan Simokerto, kondisi ekonomi dan pendidikan pemulung, dan riwayat hidup pemulung), perilaku keagamaan dan nilai-nilai sosial pemulung.

Bab IV (empat) merupakan analisis dari hasil peneliti dalam skripsi ini, berisi analisa dan pembahasan mengenai bentuk-bentuk perilaku keagamaan pemulung, nilai-nilai sosial, dan pandangan masyarakat terhadap para pemulung.

(28)

19

(29)

BAB II

PERILAKU KEAGAMAAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL

A. Pengertian Perilaku Keagamaan

1. Perilaku

Pengertian perilaku dalam kamus antropologi yaitu segala tindakan manusia yang disebabkan baik dorongan organisme, tuntutan lingkungan alam serta hasrat-hasrat kebudayaannya.1 Sedangkan prilaku di dalam kamus sosiologi sama degan “action” artinya “rangkaian atau tindakan”.2

Perilaku menurut Hasan Langgulung adalah aktivitas yang dibuat oleh seseorang yang dapat disaksikan dalam kenyataan sehari-hari.3 Sedangkan menurut Bimo Walgito, perilaku adalah aktivitas yang ada pada individu atau organisasi yang tidak timbul dengan sendirinya, melainkan akibat dari stimulus yang diterima oleh organisasi yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun internal. Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku organisme itu sebagai respon terhadap stimulus eksternal.4

Menurut Alport bahwa perilaku merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan. Dengan seringnya dengan lingkungan, akan menjadi seseorang untuk dapat menentukan sikap karena disadari atau tidak, perilaku tersebut tercipta karena

1

Ariyono Suyono, KamusAntropologi (Jakarta: Akademi Persindo, 1985), 315. 2

Soerjono Soekamto, KamusSosiologi (Jakarta: Rajawali, 1985), 7. 3

Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental (Jakarta: Al-Husna, 1996), 21. 4

(30)

21

pengalaman yang dialaminya. Sikap juga merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikatos yang sempurna, atau bahkan tidak memadai.5

Dengan demikian perilaku merupakan ekspresi dan manifestasi dari gejala-gejala hidup yang bersumber dari kemampuan-kemampuan psikis yang berpusat adanya kebutuhan, sehingga segala perilaku manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahkluk individu, mahkluk sosial, dan mahkluk berketuhanan. Jadi perilaku mengandung sebuah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) bukan saja badan atau ucapan.

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan indikasi seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan. Perilaku juga bisa terbentuk dari pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dengan adanya hubungan antara satu orang dengan orang yang lain akan menimbulkan berbagai macam perilaku sesuai dengan situasi yang dihadapi, misalnya seseorang akan menunjukkan perilaku tidak senangnya kepada lingkungan jika masyarakat tersebut selalu mengganggunya, dan perilakupun bisa mempengaruhi kehidupan keagamaan seseorang karena perilaku merupakan implikasi dari apa yang didapat dan dilihatnya dalam masyarakat dengan melakukan perbuatan yang diwujudkan dalam tingkah laku.

5

(31)

22

2. Keagamaan

Keagamaan berasal dari kata agama, mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, yang memiliki arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan dengan

agama.6 Agama berarti kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Dikatakan bahwa agama merupakan pengalaman batin yang bersifat individual dikala seseorang merasakan sesuatu yang ghaib, maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap, dan juga agama mengangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara seksama, terlepas dari pengaruh subjektifitas.7

Lebih dari itu, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.8

Dalam definisi tersebut di atas sangat terasa bahwa pendayagunaan semata-mata ditunjukkan kepada kepentingan supra empiris saja. Seakan-akan orang yang beragama hanya mementingkan kebahagian akhirat dan lupa akan kebutuhan mereka di dunia sekarang ini.

Bagi Joachim Watch sebagaimana yang dikutip oleh Hendro Puspito, aspek yang perlu diperhatikan khusus ialah pertama unsur teoritis, bahwa agama

6

Suharso dan Ana Retnoningsih, KamusBesarBahasaIndonesia (Semarang: Widya karya, 2011), 19. 7

Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulis, 2002), 52. 8

(32)

23

adalah suatu sistem kepercayaan. Kedua unsur praktis, ialah yang berupa sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga aspek sosiologis, bahwa agama mempunyai sistem hubungan dan interaksi sosial.9

Pengertian agama lebih dipandang sebagai wadah lahiriyah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataan iman itu di forum terbuka atau masyarakat dan dapat dilihat dalam kaidah-kaidah, ritus, do’a-do’a dan sebagainya. Bahkan orang dapat menyaksikan sejumlah ungkapan lain yang sangat menarik seperti lambang-lambang keagamaan, pola-pola kelakuan tertentu, cara berdakwah, rumah-rumah ibadah, potongan pakaiannya dan sebagainya.

Secara umum ada yang memaknai agama sebagai keyakinan atau sistem kepercayaan, serta merupakan seperangkat sistem kaidah. Sedangkan secara sosiologis, agama sekaligus menjadi sistem perhubungan dan interaksi sosial. Lebih konkritnya, agama dimaknai sistem pengertian, sistem simbol, dan sistem ibadah yang menimbulkan kekuatan bagi pemeluknya untuk menghadapi tantangan hidup.

Adapun perilaku keagamaan menurut Abdul Aziz Ahyadi yang dimaksud dengan perilaku keagamaan atau tingkah laku keagamaan adalah merupakan pernyataan atau ekspresi kehidupan kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung dan dipelajari yang diwujudkan dalam bentuk kata-kata,

9

(33)

24

perbuatan atau tindakan jasmaniah yang berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.10

Dalam pandangan psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan kepada zat supernatural.11 Tanpa agama orang akan merasa kehilangan tujuan dan pedoman hidup. Dengan demikian, perilaku keagamaan merupakan kecenderungan manusia mengamalkan norma atau peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Membina perilaku keagamaan pada hakikatnya adalah usaha mempertahankan, memperbaiki, dan menyempurnakan yang telah ada sesuai dengan harapan.

Jika disimpulkan pengertian di atas maka perilaku keagamaan adalah rangkaian perbuatan atau tindakan yang didasari oleh nilai-nilai agama Islam ataupun dalam proses melaksanakan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh agama, misalnya meninggalkan segala yang dilarang oleh agama, atau meninggalkan minum-minuman keras, berbuat zina, judi dan yang lainnya. Begitu pula faktor-faktor untuk melaksanakan norma agama, seperti halnya melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan tolong menolong dalam hal kebaikan. Adapun perilaku keagamaan itu sendiri timbul diakibatkan oleh adanya

10

Abdul Aziz Ahyadi, PsikologiAgama Kepribadian Muslim Pancasila (Jakarta: Sinar Baru, 1988), 28. 11

(34)

25

dorongan-dorongan atau daya tarik baik disadari atau tidak disadari. Jadi jelasnya, prilaku keagamaan itu tidak akan timbul tanpa adanya hal-hal yang menariknya. Dan pada umumnya penyebab prilaku keagamaan manusia itu merupakan campuran antara berbagai faktor baik faktor lingkungan biologis, psikologis rohaniah unsur fungsional, unsur asli, fitrah ataupun karena petunjuk dari Tuhan.

Perilaku keagamaan di manapun di dunia ini akan memberikan citra ke publik. Jika perilaku keagamaan didominasi pemahaman, penafsiran, dan tradisi keagamaan yang radikal, maka yang muncul adalah citra perilaku keagamaan yang fundamentalis. Begitu juga sebaliknya, jika pemahaman, penafsiran dan tradisi keagamaan yang ramah dan sejuk, maka akan mengekspresikan perilaku keagamaan yang moderat).

B. Pengertian Nilai-Nilai Sosial

1. Nilai

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Karena itu nilai menjadi penting dalam kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi mempertahankan nilai.12

Nilai mempunyai dua segi, yaitu segi intelektual dan segi emosional. Dan gabungan dari kedua aspek ini menentukan sesuatu nilai beserta fungsinya

12

(35)

26

dalam kehidupan. Jika dalam kombinasi pengabsahan terhadap suatu tindakan unsur intelektual yang lebih dominan, maka kombinasi nilai itu disebut dengan norma atau prinsip. Namun dalam keadaan tertentu dapat saja unsur emosional yang lebih berperan, sehingga seseorang larut dalam dorongan rasa. Kondisi seperti ini seperti yang dialaminya para penganut aliran mistisisme.13

Menurut Mardiatmadja, nilai menunjuk pada sikap orang terhadap suatu hal yang baik. Nilai-nilai dapat saling berkaitan membentuk suatu sistem antara yang satu dengan yang lain dan mempengaruhi segi kehidupan manusia. Dengan demikian, nilai-nilai berarti sesuatu yang metafisis, meskipun berkaitan dengan kenyataan konkrit. Nilai tidak dapat kita lihat dalam bentuk fisik, sebab nilai adalah suatu hal yang harus dicari dalam proses manusia menanggapi sikap manusia yang lain. Nilai-nilai sudah ada dan terkandung dalam sesuatu, sehingga dengan pendidikan membantu seseorang untuk dapat menyadari dengan mencari nilai-nilai mendalam dan memahami kaitannya satu sama lain serta peranan dan kegunaan bagi kehidupan.14 Jadi nilai merupakan kadar relasi positif antara suatu hal dengan orang tertentu. Antara lain, nilai praktis, nilai sosial, nilai estetis, nilai kultural/budaya, nilai religius, nilai susila/moral.

Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainnya, ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah, ketika dihubungkan dengan

13

Jalaluddin, Psikologi Agama, 227. 14

(36)

27

estetika menjadi indah-jellek, dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi baik-buruk. Tapi yang pasti bahwa nilai menyatakan sebuah kualitas.

2. Sosial

Dalam kamus sosiologi, ”social” adalah istilah yang berkenaan dengan

perilaku intepersonal, atau yang berkaitan dengan proses sosial. Istilah sosial ditujukan pada pergaulan serta hubungan manusia dan kehidupan kelompok manusia, terutama pada kehidupan dalam masyarakat yang teratur.15 Hubungan antar manusia, terjalin dikarenakan saling membutuhkan untuk melangsungkan kehidupan yang baik dan nyaman. Dengan adanya hubungan yang baik itulah, akan terbentuk interaksi yang menimbulkan suatu kehidupan yang harmonis apabila hubungan tersebut dapat dijaga dengan baik.

Dari kedua pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa nilai sosial merupakan kesepakatan, aturan-aturan, atupun juga sesuatu yang dimaknai dalam kehidupan masyarakat. Sesuatu dapat dikatakan mempunyai nilai ketika masyarakat masih menganggap bahwa sesuatu itu bermakna dan memiliki arti bagi masyarakatnya. Dengan demikian nilai sosial diartikan sesuatu, apakah itu seni, ilmu, barang, atau yang lain yang mempunyai makna, arti, atupun fungsi bagi masyarakatnya.

Dengan demikian, Nilai sosial merupakan segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai sosial itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan

15

(37)

28

sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama. Nilai sosial merupakan sebuah bangunan kukuh yang berisi kumpulan aspek moral dan mentalitas yang baik yang tercipta dalam sebuah mayarakat melalui interaksi yang dikembangkan oleh anggota kelompok tersebut. Nilai sosial diperoleh individu atau kelompok melalui proses pembelajaran secara bertahap, dimulai dari lingkungan keluarga. Proses ini disebut dengan sosialisasi, di mana seseorang akan mendapatkan gambaran tentang nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial.

Nilai-nilai sosial memberikan pedoman bagi warga masyarakat untuk hidup berkasih sayang dengan sesama manusia, hidup harmonis, hidup disiplin, hidup berdemokrasi, dan hidup bertanggung jawab. Sebaliknya, tanpa nilai-nilai sosial suatu masyarakat dan negara tidak akan memperoleh kehidupan yang harmonis dan demokratis.16 Dengan demikian, nilai-nilai sosial tersebut

16

(38)

29

mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

C. Teori Kebutuhan Dasar Manusia Perspektif Abraham Maslow

Dalam tingkah laku manusia, Maslow memiliki asumsi dasar, bahkan tingkah laku manusia dapat ditelaah melalui kecenderungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga bermakna dan terpuaskan. Untuk itu Maslow menempatkan motivasi dasar manusia sebagai sentral teorinya.

Manusia memiliki sifat dasar yang tidak akan pernah sepenuhnya merasa puas, karena kepuasan bagi manusia bersifat sementara. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi nilainya, yang menuntut untuk dipuaskan, begitu pula seterusnya.17

Secara singkat, Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Menurut Abraham Maslow, ada 5 tingkatan need / kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Kelima tingkat kebutuhan itu, menurut Maslow sebagai berikut:

17

(39)

30

1. Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis

Kebutuhan yang bersifat fisiologis ini merupakan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas di antara segala kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhannya akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri dan cinta pertama-tama akan memburu makanan terlebih dahulu. Ia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologinya itu terpuaskan.18

2. Kebutuhan akan rasa Aman/Keselamatan

Apabila kebutuhan fisiologi terpuaskan, maka muncullah kebutuhan akan rasa aman. Karena kebutuhan akan rasa aman ini biasanya terpuaskan pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya adalah dengan mengamati anak-anak atau orang-orang dewasa yang mengalami gangguan neorotik.

Orang-orang dewasa yang neurotik bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman. Orang semacam itu, kata Maslow, bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam bencana besar. Artinya ia akan selalu bertindak seolah-olah menghadapi keadaan darurat. Seorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta

18

(40)

31

akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang diharapkannya.19

3. Kebutuhan akan Kasih Sayang

Jika kebutuhan fisiologi dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi dengan baik, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih saya, dan rasa memiliki-dimiliki. Maslow mengemukakan bahwa tanpa cinta pertumbuhan dan perkembangan kemampuan orang akan terlambat. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat penut kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.

Kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, mengajarkannya, menciptakannya, dan meramalkannya. Jika tidak, dunia ini akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.20

4. Kebutuhan akan Penghargaan

Menurut Maslow setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan yaitu, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kebebasan dan lain-lain. Sedangkan penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, namabaik serta penghargaan.21

Kepuasan harga diri berkaitan erat dengan perasaan percaya diri, kelayakan, tenaga, kemampuan, dan memadai dalam urusan duniawi. Tetapi

19

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, 73. 20

Ibid, 74-76. 21

(41)

32

rintangan kebutuhan tersebut menimbulkan rasa rendah diri, kelemahan serta ketidakberdayaan.22

5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menggunakan kemampuan, oleh Maslow disebut aktualisasi diri, merupakan salah satu aspek penting teorinya tentang motivasi pada manusia.

22

(42)

BAB III

PROFIL PEMULUNG DI TPS SIMOKERTO SURABAYA

A. Kondisi Pemulung di TPS Simokerto Surabaya

1. Gambaran Umum Kelurahan Simokerto Kecamatan Simokerto Surabaya

Kelurahan Simokerto merupakan salah satu kelurahan yang berada di kota Surabaya, tepatnya di kecamatan Simokerto. Kelurahan Simokerto sendiri merupakan wilayah padat penduduk. Dari data yang diperoleh dari masyarakat, masyarakat kelurahan Simokerto kebanyakan bekerja sebagai wiraswasta dan pedagang. Di bawah ini akan dipaparkan secara jelas dan rinci mengenai kelurahan Simokerto yang diambil dari data monografi kelurahan Simokerto kecamatan Simokerto Surabaya, sebagai berikut:1

Kelurahan Simokerto merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah kecamatan Simokerto kota Surabaya dengan luas wilayah 86 Ha, dengan wilayah sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Sidotopo kecamatan Semampir, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Kapasan kecamatan Simokerto, sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Simolawang kecamatan Simokerto, dan sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Gading kecamatan Tambak Sari.

Kelurahan Simokerto terdiri dari 80 RT dan terdiri dari 14 RW. Kelurahan Simokerto mempunyai luas 86 Ha. Dengan rincian, perumahan 46

1

(43)

34

Ha, perdagangan 12 Ha, perkantoran 5 Ha, fasilitas umum 4 Ha, dan lain-lain 8 Ha.

Kelurahan Simokerto merupakan wilayah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut kurang lebih 1,5 meter dengan banyaknya curah hujan 1500 mm/tahun, yang memiliki suhu udara dengan rata-rata 34 c.

Berdasarkan data monografi 2016, kepala lurah mengatakan, bahwa penduduk kelurahan Simokerto berjumlah 24194 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 11980 jiwa dan perempuan sebanyak 12214 jiwa. Dengan total kepala keluarga sebanyak 7071 jiwa.2

Berkenaan dengan aspek agama, mayoritas penduduk kelurahan Simokerto beragama Islam. Jumlah pemeluk agama Islam daerah ini mencapai 16225 orang, dan posisi berikutnya Budha 3210 orang, Protestan 2942 orang, Katholik 1118 orang, Hindu 708 orang, dan Khonghucu 9 orang.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian dari masyarakat kelurahan Simokerto sangat bermacam-macam, ada yang bekerja sebagai karyawan, dagang, hingga ada pula buruh. Kelurahan Simokerto ini merupakan daerah padat penduduk, dan termasuk daerah pinggiran, di mana banyak masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah, sehingga tak heran jika ada sebagian orang yang bekerja sebagai pemulung sampah.

Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan kelurahan Simokerto cukup baik. Hal ini karena ditunjang dengan adanya sarana dan

2

(44)

35

prasarana lembaga pendidikan formal maupun non formal mulai dari tingkat kelompok bermain sampai SMA. Sebagian besar latar belakang penduduk kelurahan Simokerto adalah lulusan SMA dan SD. Karena sebagian warga masyarakat tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Untuk melaksanakan ritual keagamaan, seperti sholat lima waktu dan sholat jum’at, sarana peribadatan yang ada di kelurahan Simokerto tersedia.

Sedangkan untuk sarana peribadatan agama lain juga tersedia, seperti 6 masjid , 13 musholla , 6 gereja , dan 1 vihara .

Subjek dalam penelitian ini adalah para pemulung yang berada di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di jalan Simolawang Baru, kelurahan Simokerto, Kecamatan Simokerto, kota Surabaya. TPS ini terletak di sebelah selatan jalan Simolarang baru dekat dengan jalan raya Simokerto. Di depan TPS tersebut terdapat lembaga pendidikan yaitu lembaga pendidikan TK dan SD. Di TPS ini banyak pemulung mengais sampah di sini, karena hampir seluruh masyarakat kecamatan Simokerto membuang sampah di TPS ini.

2. Subyek Penelitian

Menurut kepala atau yang menjaga kebersihan di TPS jalan Simolawang Baru kelurahan Simokerto ini, jumlah pemulung sampah yang berada di wilayah ini sangat banyak diperkirakan mencapai 30 orang.3 Dari hasil interview, pemulung yang berada di TPS Simokerto ini mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah, yaitu sekolah dasar (SD), bahkan di antara

3

(45)

36

mereka ada yang tidak mengenyam bangku sekolah sama sekali. Hal ini dikarenakan status ekonomi pemulung yang kebanyakan berasal dari kelas bawah. Sehingga dalam pendidikan untuk pemulung kurang diperhatikan oleh orang tuanya, karena pekerjaan orang tuanya juga yang rata-rata sebagai pemulung.

Sedangkan informannya sebanyak 5 orang yang mempunyai kriteria tertentu yaitu dengan latar belakang pendidikan 2 orang sekolah dasar (SD), 2 orang pernah duduk di bangku SD walaupun hanya sampai kelas 4, dan satu orang tidak pernah mengeyam bangku sekolah sama sekali.

Agar penelitian ini lebih terarah, maka penulis menfokuskan penelitian pada lima informan. Lima informan ini diharapkan dapat mewakilkan keragaman latar belakang dan usia yang tersedia dalam kominitas pemulung di wilayah tersebut. Guna terciptanya hasil penelitian yang lebih variatif.

Pertama, Erna dilahirkan di Madura setelah dewasa Erna kemudian

menikah dengan seorang laki-laki dari Blitar, setelah menikah kemudian Erna ikut dengan suaminya hingga sekarang. Erna dikaruniai 1 orang anak, akan tetapi anaknya meninggal. Erna berusia 22 tahun. Jenjang pendidikannya hanya tamat sekolah dasar. Suami Erna seorang penjual koran, hal tersebutlah yang membuat Erna bekerja sebagai pemulung, karena penghasilan dari pekerjaan suaminya tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya.4

4

(46)

37

Kedua, Paiten seorang pemulung yang berasal dari Blitar berumur 60 tahun, ia tidak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali. Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Pada awalnya Paiten bekerja sebagai penjual bensin eceran. Ia bekerja sebagai pemulung sampah karena meneruskan pekerjaan suaminya yang sekarang telah meninggal. Ia memiliki 13 anak, hanya 7 orang yang masih hidup. Sejak umur 30 tahun ia ditinggal oleh suaminya dan harus menafkahi 7 orang anak sendirian. Paiten tidak pernah mengenyam bangku sekolah, sehingga dia tidak mempunyai kemampuan untuk bekerja yang lain.5

Ketiga, Yuli seorang anak dari pemulung, ia berumur 18 tahun. Ia bekerja sebagai pemulung sampah hanya ingin membantu orang tuanya yang bekerja sebagai pemulung. Ia hanya bisa sekolah sampai SD saja, ia sadar bahwa orang tuanya tidak mampu untuk membiayainya.6

Keempat, Sunariyo seorang pemuda berasal dari Blitar, sekarang berusia 30 tahun, ia merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Ia pernah sekolah tapi hanya sampai kelas 4 saja. Sunariyo menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari Madura. Sunariyo mempunyai 1 orang anak tapi sudah meninggal.7

Kelima, Heri seorang pemulung yang berasal dari Probolinggo berumur

25 tahun, ia ke Surabaya ingin bekerja. Karena kurang dalam hal pendidikan,

5

Paiten, Wawancara, Surabaya, 19 Mei 2016. 6

Yuli, Wawancara, Surabaya, 19 Mei 2016. 7

(47)

38

sehingga ia terpaksa bekerja sebagai pemulung. Ia berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga ia hanya bisa sekolah sampai SD.8

3. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Pemulung

Sebagian besar masyarakat telah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan, tetap saja secara praktis aspek tersebut masih terabaikan dalam kehidupan, terutama masyarakat yang secara struktur berada di lapisan bawah atau masyarakat marginal.

Berkenaan dengan pendidikan pemulung di Simokerto ini, pada umumnya pendidikan mereka terbilang rendah. Sangat jarang di antara mereka yang dapat menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) maupun sekolah lanjutan tingkat standart (SLTA). Mayoritas dari mereka hanya mengenyam pendidikan di tingkat sekolah dasar (SD), namun ada juga di antara mereka yang tak menamatkannya, bahkan di antara mereka ada yang tidak mengeyam pendidikan sama sekali. Rata-rata untuk pendidikan pemulung di wilayah ini adalah sekolah dasar (SD). Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Munir, selaku ketua kebersihan di TPS.9

Rendahnya pendidikan formal di kalangan pemulung disebabkan masalah ekonomi keluarga mereka yang memang tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anaknya. Kemiskinan dari orang tuanya yang menjadi faktor tidak terpenuhinya pendidikan formal bagi para pemulung.

8

Heri, Wawancara, Surabaya, 19 Mei 2016. 9

(48)

39

Faktor utama yang mendorong mereka menjadi pemulung adalah karena motif ekonomi. Dengan rendahnya pendidikan mereka dan tuntutan untuk hidup memenuhi kebutuhan biologis khususnya makan dan kebutuhan dasar yang lain seperti pakaian dan papan mereka harus memiliki uang untuk makan. Untuk mendapatkan pekerjaan sebagaimana pekerjaan pada umumnya mereka sebagai orang yang tersisih dan kalah bersaing maka apapun pekerjaan harus dijalaninya.

Salah satu pekerjaan yang tidak perlu membutuhkan persyaratan yang bermacam-macam dan tidak perlu mendaftar serta bersaing, maka mengumpulkan barang-barang bekas di tempat pembuangan sampah adalah satu pilihan terakhir. Yang diperlukan hanya kemauan dan kesehatan fisik semata. Tidak perlu keterampilan khusus dan juga jam kerja tertentu. Kapan saja dapat dilakukan oleh siapa saja. Dengan memilih-milih barang yang telah dibuang oleh pemiliknya di pembuangan sampah ternyata dapat menghasilkan uang.

(49)

40

Bagi pemulung, “mulung” atau mencari barang bekas adalah tumpuan

sektor mata pencaharian mereka. Dari mata pencaharian ini para pemulung memenuhi kebutuhan nafkah jasmani keluarganya. Hal tersebut sama-sama dituturkan oleh informan Paiten dan Heri.

“... mulung sudah menjadi kegiatan pekerjaan utama kita dalam mencari rezeki sehari-hari. Hasil mulung kita gunakan untuk menafkahi keluarga. Kalau kita nggak mulung sehari saja, berarti keluarga nggak makan, karena jika saya nggak mulung atau nggak mengumpulkan sampah dari desa untuk dibuang TPS maka bayaran saya akan dipotong...”.10

Sementara berkenaan dengan faktor yang melatarbelakangi mereka menjadi pemulung umumnya karena minimnya pendidikan dan skill yang mereka miliki. Sehingga mulung merupakan pekerjaan yang tepat bagi mereka, karena tidak memerlukan keterampilan khusus dan modal yang besar seperti pekerjaan-pekerjaaan lainnya yang ada di ibu kota ini. Seperti penuturan Sunariyo di bawah ini.

“... saya datang ke Surabaya untuk mencari nafkah, ketika sampai di sini saya bingung mau kerja apa. Sebab saya cuma punya ijazah SD dan nggak punya keahlian apa-apa, sementara kebanyakan pekerjaan di Surabaya memerlukan sekolah yang tinggi. Akhirnya, mau nggak mau jadi pemulung, sebab mulung itu pekerjaan yang uma memerlukan kerajinan dan bermodalkan gerobak...”.11

Selain faktor tersebut, di antara mereka ada yang menjadikan pekerjaan mulung ini sebagai pekerjan sampingan atau sementara. Pekerjaan mulung dilakukan untuk mengisi kekosongan ketika pekerjaan utama tidak dapat dilakukan. Seperti penuturan Erna sebagai salah satu pemulung dari Madura yang telah tinggal sekitar 5 tahun, ketika ditanya tentang apa yang

10

Paiten dan Erna, Wawancara, Surabaya, 14 Mei 2016. 11

(50)

41

mendorongnya jadi pemulung. Ia menuturkan, mulung baginya hanya pekerjaan sementara saja, yakni ketika pulang dari jual koran langsung pengais sampah untuk membantu orang tuanya.12 Sedangkan faktor yang melatarbelakangi para kaum wanita menjadi pemulung karena ingin membantu para suami dalam mencari nafkah.

Kerajinan dan keuletan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam setiap pekerjaan. Para pemulung di daerah ini pun menanamkan sikap demikian dalam melakoni pekerjaannya tersebut. Pemulung sampah di daerah ini, rela bangun awal dan menelusuri tiap-tiap rumah demi mengankut sampah dan mencari barang-barang bekas sebagai tumpuan hidup dalam memenuhi nafkah. Berdasarkan wawancara mendalaam, di antara mereka ada yang mulai berangkat bekerja jam 4 pagi dan pulang jam 1 pagi, dan ada juga yang berangkat jam 6 pagi pulang jam 4 sore. Hal tersebut, tergantung banyaknya tempat yang mereka bekerja untuk mengambil sampah dan mencari barang bekas.

Sebagian besar masyarakat memandang bahwa plastik, kertas, kardus, dan kaleng merupakan barang tak memiliki nilai berharga. Namun, dalam perspektik pemulung barang-barang bekas tersebut merupakan perantara penting bagi penyelamat perut dari kondisi lapar.

Kemungkinan bagi pemulung untuk mempunyai tempat tinggal yang layak tipis sekali. Pemulung ini hidup dan tinggal di gubuk-gubuk yang sangat kecil dan sempit. Pemulung umumnya hidup dan tinggal dalam kumpulan gubug

12

(51)

42

kertas, plastik, dan lain-lain. Bagi kelompok pemulung, tumpuan sektor mata pencaharian mereka adalah mengumpulkan barang-barang bekas.

Setiap para pemulung hidup bermukim sesuai dengan persamaan daerah asal mereka. Setiap pemulung yang berasal dari Blitar hidup satu lapak dengan para pemulung dari daerah yang sama, begitupun dengan para pemulung lainnya. Umumnya antar pemulung tersebut masih mempunyai satu ikatan kekerabatan atau mereka hidup bertetangga di daerah asal.

B. Perilaku Keagamaan Para Pemulung

Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat dipahami secara terpisah meskipun keduanya mempunyai makna yang sangat erat kaitannya, keberagamaan berarti pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan agama dengan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.13

Sedangkan agama (religi) lebih dipandang sebagai wadah lahiriyah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataan iman itu di forum terbuka (masyarakat) dan yang dimanifestasikan dapat dilihat dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan kultus, do’a-do’a, dan lain sebagainya tanpa adanya agama sebagai suatu wadah

yang mengatur dan membina.

13

(52)

43

Agama sendiri merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Banyak perdebatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat untuk mengetahui atau mempertahankan bahwa agama merekalah yang benar. Setiap orang tentu mempunyai keyakinan sendiri terhadap agama yang dianutnya. Setiap orang juga mempunyai ketaatannya atau keshalehan masing-masing terhadap agamanya. Ada orang yang sangat taat terhadap agama sehingga menghiraukan gemerlap dunia, ada yang terkadang menjadi orang shaleh kemudian terkadang maksiat, dan ada juga yang tidak peduli dengan agama.

Hampir semua pemulung hanya berpendidikan sekolah dasar (SD) dan ada juga yang tidak pernah mengeyam bangku sekolah sama sekali. Akan tetapi meskipun mereka berpengetahuan rendah dan minim tentang pengetahuan keagamaan, hal ini tidak mempengaruhi pemahaman mereka tentang agama dan pada umumnya mereka mengerti benar tentang makna agama bagi mereka. Seperti yang diutarakan Erna di bawah ini:

“Agama suatu kepercayaan kalau sudah dipercaya kita tahu memang ada benar keagungan Tuhan itu, karena walaupun hanya sholat saja kurang tapi saya selalu berpatokan pada Tuhan aja, kalau saya bekerja saya memohon mudah-mudahan ini dapat berhasil”.14

Dari pemaparan di atas, agama merupakan suatu kepercayaan yang wajib diimani oleh setiap lapisan masyarakat. Agama ketika diyakini dan dipercaya maka ia akan memberikan suatu pencerahan dari kehidupan yang sekarang dijalani. Dengan adanya keyakinan yang besar itu akan terasa bahwa ada suatu kekuatan yang menggerakkan hidup ini, dalam mencapai suatu keberhasilan nantinya setelah

14

(53)

44

melakukan usaha. Selain itu, ada diantara mereka yang memaknai agama sebagai tiang atau pondasi dalam hidup, seperti yang dipaparkan oleh Yuli di bawah ini:

“Kata pak ustad agama itu ibarat tiang, kalau kita tidak punya tiang, berarti kita tidak punya pegangan hidup. Sama halnya dengan agama, kalau kita tidak beragama maka hidup kita akan berantakan”.15

Dari pemaparan di atas bahwa agama merupakan pegangan hidup supaya menjadi tentram dan damai. Dengan melaksanakan ajaran agama seseorang akan mendapatkan kebahagiaan, ketentraman, kedamaian, dan lain-lain. Karena dengan kita beragama dan melaksanakan ajarannya maka kita akan selalu berjalan di jalan yang lurus sesuai ajaran agama. Sebagian dari mereka memaknai agama sebagi cara untuk menebus dosa, menurut mereka dengan menjalani ritual agama dan perintah agama, maka kita akan terhindar dari dosa, seperti yang diungkapkan Paiten di bawah ini:

“Dengan kita beragama dan melaksanakan ajarannya dan meninggalkan larangannya, maka kita akan terhindar dari dosa”.16

Orang yang taat terhadap agamanya adalah orang yang melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya. Dengan begitu seseorang tidak akan terjerumus untuk melakukan dosa. Selain itu, Sunariyo juga memaknai agama sebagai keyakinan yang dimiliki oleh setiap orang, seperti yang diungkapkan di bawah ini:

“Agama itu kan sebagai aqidah atau keyakinan yang dimiliki oleh setiap orang, dan keyakinan beragama itu tidak bisa diganggu oleh siapapun, terserah mereka mau beragama Islam, Kristen, dan lain-lain, kita harus menghormati”. 17

15

Yuli, Wawancara, Surabaya, 28 Mei 2016. 16

Paiten, Wawancara, Surabaya, 14 Mei 2016. 17

(54)

45

Setiap orang berhak untuk memilih keyakinan dan pemahaman mereka baik itu Islam, Kristen, dan lain-lain. Akan tetapi kita tidak boleh menghina orang lain, kita harus menghormati pendapat orang lain. Perbedaan itu pasti ada, tapi tidak boleh merendahkan pendapat dan keyakinan seseorang. Karena setiap manusia pasti mempunyai keyakinan yang berbeda-beda.

Dari beberapa pernyataan para pemulung tentang agama, maka dapat disimpulkan bahwa setiap individu memaknai agama berbeda-beda berdasarkan pemahaman agamanya masing-masing. Namun pada intinya mereka memaknai agama sebagai pedoman hidup dalam masyarakat yang harus dimiliki oleh setiap orang karena agama mempunyai peranan penting bagi setiap orang.

Meski para pemulung hanya memiliki pengetahuan yang sangat sederhana sebagai akibat dari pendidikan mereka rendah, tetapi tenyata mereka tidak buta sama sekali tentang agama. Mereka juga memiliki pemahaman tentang nasib (takdir) hidup, walaupun dengan wawasan yang sangat terbatas.

(55)

46

“Manusia ditakdirkan dengan rezekinya masing-masing, ada yang kaya, miskin, pandai, dan bodoh. Akan tetapi kita tidak boleh membedakannya karena semua manusia itu derajatnya sama”.18

Menurut mereka, menjadi pemulung juga karena faktor nasib yang tidak memihak kepadanya, sehingga menjalani hidup sebagai pemulung merupakan garis hidup (takdir) mereka. Mereka menganggap bahwa nasib yang sekarang dijalani adalah sebagai akibat dari keluarga mereka yang tidak mampu atau karena pendidikannya yang rendah, sehingga tidak bisa mendapat pekerjaan yang pantas. Dan semua itu dianggap sudah ada yang mengatur, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Heri di bawah ini:

“Hidup yang saya jalani ini karena dulu orang tua tidak punya biaya untuk saya sekolah, sehingga saya sekolah hanya lulus SD. Jadi untuk mendapatkan pekerjaan yang hasilnya banyak itu sangat sulit, karena semua ini sudah diatur oleh Tuhan”.19

Dari ungkapan tersebut tampak bahwa nasib atau takdir dipahami secara negatif oleh para pemulung. Sebab dalam pandangan mereka menjadi pemulung adalah suratan takdir. Kepasrahan menerima nasib menjadikan sebagian mereka hidup dan tinggal di barak sekitar tempat sampah dengan seadanya. Seolah mereka tidak ingin menapaki kehidupan di masa depan yang berbeda dengan yang sedang dijalani. Padahal nasib seseorang, menurut agama Islam, sangat terkait erat dengan mentalitas manusia dan kreativitas (usaha) masing-masing. Siapa yang mau berusaha keras maka kelak akan menuai hasil yang lebih baik.

Namun demikian, ternyata tidak semua pemulung bersikap fatalis. Ada di antara mereka yang menyadari bahwa sebagai manusia sebagaimana diajarkan

18

Painten dan Erna, Wawancara, Surabaya, 28 Mei 2016. 19

Referensi

Dokumen terkait

BPR Anugrah Dharma Yuwana (ADY) Jember, dapat dilihat untuk Account Officer Landing dan Account Officer Funding (Deposito) tidak mengalami masalah karena real

Dilihat dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk masing- masing variabel pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih besar daripada 0,6 sehingga

Hasil amplifikasi menggunakan kedua primer ini menunjukkan isolat AM1, AM2, AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoA yang berperan dalam proses oksidasi gas

Tujuan dari balanced scorecard adalah menjabarkan strategi dan visi organisasi kedalam rerangka proses belajar strategik dengan mengaitkan semua kedalam lingkungan bisnis

Aedes Berdasarkan hasil penelitian diketahui bah- wa jumlah penghuni yang banyak atau termasuk dalam kategori keluarga besar berpengaruh ter- hadap jumlah TPA

Hasil interaksi mengajar dan pembelajaran di TK Bhayangkari Maros menunjukkan bahwa ada lima bentuk tindak tutur yang digunakan oleh anak usia prasekolah dalam

Diameter pangkal umbi terbesar diproleh varietas Cisarua, Flaker Giant dan Royal Chantenay yang berbeda nyata dengan Nantes Improved, sedangkan diameter hati umbi tertinggi

Berawal dari pengertian tersebut, permainan imajinasi dalam membuat sebuah karya seni yang unik dan menarik tentang figur gendut merupakan pondasi yang dibuat untuk