• Tidak ada hasil yang ditemukan

21024 25052 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 21024 25052 1 PB"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MATHE

dunesa

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017

ISSN :2301-9085

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISWA AUDITORI KELAS X SMA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KECEMASAN MATEMATIKA

Hardika Endrik Agiyantoto

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya,e-mail: hardikaagiyantoro@ mhs.unesa.ac.id

Ika Kurniasari, M.Pd.

Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri

Surabaya,

Abstrak

Kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita umumnya dimiliki oleh setiap siswa. Dalam proses menyelesaikan suatu soal cerita siswa mungkin akan menemui kesulitan dalam pekerjaannya. Ketika siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita dapat menimbulkan kecemasan matematika. Setiap siswa memiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda yaitu kecemesan matematika tinggi, sedang dan rendah. Kecemasan matematika dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian sebelumnya disebutkan hubungan negatif antara kecemasan matematika dengan hasil belajar matematika artinya semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin rendah hasil belajarnya. Kecemasan dapat terjadi pada setiap siswa tak terkecuali siswa dengan gaya belajar auditori. Gaya belajar auditori menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan matematika pada siswa auditori saat menghadapai matematika adalah membuat santai dan nyaman dengan mendengarkan musik atau nada.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Ponorogo. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menyelesaikan soal pada siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan tinggi, sedang, dan rendah. Peneliti memberikan angket gaya belajar siswa dan angket kecemasan matematika untuk memilih subjek. Peneliti memberikan tes penyelesaian soal cerita materi sistem persamaan linear tiga variabel dan mewawancarai subjek. Subjek dalam penelitian ini tiga siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan berbeda-beda yaitu satu siswa auditori dengan tingkat kecemasan matematika tinggi, siswa auditori dengan tingkat kecemasan matematika sedang, dan siswa auditori dengan tingkat kecemasan matematika tinggi.

Berdasarkan hasil dari analisis data ketiga subjek, subjek yang memiliki tingkat kecemasan tinggi termasuk kategori kurang dan berada pada tingkat pertama dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Subjek tidak dapat memahami soal dengan baik, subjek tidak menggunakan rencana penyelesaian yang benar, subjek tidak mampu mengembalikan jawaban sesuai permintaan soal nomor. Subjek yang memiliki tingkat kecemasan sedang termasuk sangat baik dan berada pada tingkat ketiga dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Subjek mampu memahami soal dengan baik, subjek merencanakan penyelesaian soal cerita dengan benar, subjek melaksanaan soal cerita sesuai yang direncanakan. Subjek memeriksa kebenaran jawabannya. Subjek yang memiliki tingkat kecemasan rendah termasuk kategori sangat baik dan berada pada tingkat ketiga dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Subjek mampu memahami soal dengan baik, subjek merencanakan penyelesaian soal cerita dengan benar, subjek melaksanaan soal cerita sesuai yang direncanakan. Subjek memeriksa kebenaran jawabannya.

Kata kunci: Kemampuan menyelesaiakan soal cerita, kecemasan matematika, siswa auditori.

Abstract

The ability in resolving problem is commonly owned by every student. In the process of resolving story question maybe will face the difficulties in the problem resolving. When student found difficulties to solve the questions can result mathematics anxiousness with auditory study style. Every student has the anxiousness level which high anxiousness level, medium and low. The student anxiousness can give impact toward student study result. In the previous study stated that the negative anxiousness mathematics relations with mathematics study result have meaning that the higher level of anxiousness and the lower study result. Anxiousness can happen to ever student expect student with auditory study style. Auditory study style emphasized hearing as the main tool to absorb knowledge information. One of method to resolve the anxiousness of mathematics in auditory student is to make mathematics is more relax and comfortable subject with music or melody.

(2)

question resolving test linear similarity material system three variables and subject interview. The subject is three auditory students with high level of mathematics anxiousness, auditory students with medium level of mathematics anxiousness and auditory students with low level of mathematics anxiousness.

Based on the three data subject analysis, subject with high level anxiousness counted as lack category and on the first level in resolving mathematics story questions. The subject cannot understand the question properly, the subject did not plan the solution arrangement properly, the subject cannot answer the question as the question display. Subject with medium level anxiousness counted as good and on the third level in resolving mathematics story questions. The subject can understand the question properly, the subject plans the solution arrangement properly, the subject answers the question as the question display, the subject is checking his answer. Subject with low level anxiousness counted as excellent and on the third level in resolving mathematics story questions. The subject can understand the question properly, the subject plans the solution arrangement properly, the subject answers the question as the question display, the subject is checking his answer.

Keywords: The ability in resolving mathematics story question, mathematics anxiousness, auditory student.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Sejak sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi cabang ilmu ini sudah diberikan, mengingat matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada kenyataannya, banyak masalah yang dihadapi oleh guru maupun siswa pada saat mempelajari matematika. Salah satu contohnya, ketika seorang siswa dihadapkan pada penyelesaian soal cerita. Soal cerita adalah soal yang didalamnya berbentuk cerita yang mengilustrasikan kejadian sehari-hari. Dalam penyelesaian soal cerita dibutuhkan kemampuan mengartikan soal ke dalam bentuk matematika.

Kemampuan menyelesaikan soal cerita adalah keterampilan dan kesanggupan siswa dalam melakukan penyelesaian soal cerita sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan keterampilan yang harus dikembangkan pada siswa. Pentingnya pengembangan keterampilan ini tersirat ketika siswa melakukan proses melakukan proses pemecahan masalah. Dalam penyelesaian soal cerita, siswa dituntut untuk memecahkan masalah melalui kemampuan dalam memahami, merancang, dan menyelesaikan soal cerita tersebut (Rahardjo dan Waluyati,2011:11). Penyelesaian soal cerita bukan hanya melihat jawaban akhir perhitungan, tetapi lebih pada proses penyelesaiannya. Selain itu dapat dilihat juga bagaimana pemahaman siswa terhadap konsep yang

digunakan dalam soal cerita tersebut. Polya (1973) menetapkan empat langkah yang dapat dilakukan agar siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, yaitu understanding the problem, devising plan, carring out the plan, dan looking back. Menurut Anwar (2013) dengan langkah Polya siswa akan terbiasa mengerjakan soal-soal tidak mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkannya dengan situasi nyata yang pernah mereka alami atau yang pernah dipikirkannya. Dengan adanya soal cerita diharapkan siswa memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat untuk mempelajari serta sikap ulet dalam pemecahan masalah.

(3)

siswa memahami dan mengaplikasian konsep sistem persamaan linear tiga variabel, dapat diasumsikan bahwa materi sistem persamaan linear tiga variabel memang penting bagi siswa SMA kelas X.

Ketika siswa kesulitan dalam memodelkan ke dalam bentuk matematika, hal itu dapat menghambat dalam penyelesaian soal yang berdampak timbulnya kecemasan matematika. Menyelesaikan soal matematika dapat menimbulkan kecemasan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif. Kecemasan yang bersifat positif dapat menjadikan motivasi bagi siswa untuk lebih giat belajar, sedangkan kecemasan yang bersifat negatif merupakan kebalikannya.

Kecemasan matematika memiliki beberapa tingkatan kecemasan. Menurut Stuart dan Laraia (2001), ada tiga tingkatan kecemasan yaitu tingkat kecemasan rendah, tingkat kecemasan sedang, dan tingkat kecemasan tinggi. Setiap siswa memiliki kadar atau tingkat kecemasan yang berbeda-beda dalam penyelesaian soal tersebut. Tingkat kecemasan matematika yang dialami oleh siswa dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika mereka. Hal tersebut didukung oleh penelitian Angreini (2010) yang menunjukkan hubungan negatif antara kecemasan dengan prestasi belajar matematika artinya semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin rendah prestasi/hasil belajar matematika mereka.

“Kecemasan matematika (mathematics anxiety) didefinisikan sebagai perasaan tegang, kekhawatiran atau ketakutan yang mengganggu prestasi matematika seseorang” (Campbell , 2005). Menurut Curtain-Philips (2012) kecemasan matematika (math anxiety) adalah perasaan ketegangan yang mengganggu terkait manipulasi angka dan pemecahan masalah matematika dalam berbagai kehidupan sehari-hari maupun situasi akademik. Menurut Tobias (1993) kecemasan matematika merupakan respon emosional terhadap matematika saat mengikuti kelas matematika,

Menurut hasil penelitian Olaniyan dan Salman (2015) siswa yang terindikasi kecemasan matematika akan berpendapat bahwa matematika itu sulit untuk

dipelajari. Ketika pemikiran siswa tentang matematika itu sulit dipelajari timbul kecemasan matematika. Kecemasan matematika dapat terjadi pada setiap siswatak terkecuali pada siswa dengan gaya belajar auditori. Gaya belajar auditori adalah kecenderungan seseorang untuk mempermudah kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi yang memanfaatkan kemampuan pendengarannya sebagai cara belajar yang optimal. Gaya belajar auditori mengakses segala jenis bunyi dan kata, diciptakan maupun diingat. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan.

Siswa auditori mengekspresikan diri mereka melalui suara, baik itu melalui komunikasi internal dengan diri sendiri maupun eksternal dengan orang lain (Gunawan, 2004). Ketika siswa auditori mengalami kecemasan matematika, pasti akan mencari solusi untuk mengurangi kecemasan yang dialami. Menurut Fredman (2012) salah satu cara untuk mengatasi kecemasan matematika adalah membuat santai dan nyaman saat menghadapai matematika dengan mendengarkan musik atau nada. Menurut Mansur (2013) salah satu ciri pembelajar auditori adalah suka terhadap musik baik mendengarkan ataupun menyanyi. Dari pendapat di atas menyimpulkan bahwa mengatasi kecemasan matematika pada siswa dengan gaya belajar auditori dapat dilakukan dengan mendengarkan musik.

Oleh karena itu, peneliti hanya memilih siswa dengan gaya belajar auditori. Siswa auditori ini cenderung memanfaatkan indera pendengaran dalam menerima dan memahami informasi. Dengan demikian penulis mengangkat judul “Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siswa Auditori Kelas X SMA dengan Mempertimbangkan Kecemasan Matematika “.

METODE

(4)

dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ponorogo pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017.

Pemilihan subjek dalam penelitian ini, siswa diberikan angket gaya belajar. Setelah siswa mengisi angket, peneliti hanya memilih siswa dengan gaya belajar auditori. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori kemudian diberikan angket kecemasan matematika untuk mengetahui tingkat kecemasan matematika siswa.

Peneliti memilih 1 orang siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika tinggi, 1 orang siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika sedang, dan 1 orang siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan matematika rendah. Pemilihan subjek penelitian ini diperoleh dari skor angket kecemasan matematika. Jika terdapat kesamaan dalam skor angket kecemasan matematika, maka peneliti berkonsultasi guru matapelajaran matematika untuk memilih subjek penelitian yang mempunyai keterbukaan, kelancaran dalam berkomunikasi untuk kepentingan wawancara

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu metode tes dan wawancara. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrument angket gaya belajar. Angket digunakan untuk memperoleh siswa dengan gaya belajar auditori dan memperoleh tingkat kecemasan matematika. Angket gaya belajar siswa diadopsi dari angket “VAK learning style self assessment questionnaire”, angket disusun oleh Chislett & Chapman (2005). Angket kecemasan matematika siswa diadopsi dari penelitian yang dilakukan Rosadah (2013). Tes yang pada penelitian ini berupa tes penyelesaian soal cerita dan digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan melihat cara menyelesaikan soal cerita pada masing-masing siswa.

Analisis data dilakukan berdasarkan analisis angket gaya belajar siswa, angket kecemasan matematika, data tes penyelesaian soal cerita matematika dan pendoman wawancara dianalisis berdasarkan indikator kemampuan menyelesaiakan soal cerita matematika.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Siswa Auditori dengan Kecemasan Matematika Tinggi Dari analisis hasil penelitian di atas, terlihat bahwa kemampuan siswa auditori dengan kecemasan tinggi dalam menyelesaikan TPSC sebagai berikut.

Pada langkah memahami soal cerita, siswa auditori dengan kecemasan tinggi tidak mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui baik pada lembar tes maupun pada saat wawancara. Ia mampu mengidentifikasi dan mendata informasi apa yang ditanyakan dalam soal pada saat

wawancara namun tidak menuliskan yang ditanyakan pada lembar tes.

Pada langkah merencanakan strategi penyelesaian, siswa auditori dengan kecemasan tinggi merencanakan strategi penyelesaian soal cerita. Ia menuliskan rencananya pada lembar tes dan mengungkapkan rencananya pada saat wawancara. Namun siswa auditori dengan kecemasan tinggi kurang tepat dalam merencanakan strategi penyelesaian saat membuat model matematika. Kurang tepatnya merencanakan strategi penyelesaian karena siswa dengan kecemasan tinggi tidak mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui pada soal pada langkah memahami soal.

Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian, siswa auditori dengan kecemasan tinggi menggunakan seluruh rencananya yang telah siswa sebutkan sebelumnya. Namun kurang tepatnya siswa ST dalam membuat model matematika pada langkah merencanakan strategi penyelesaian berdampak pada kurang tepatnya hasil penyelesaian.

Pada langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian, siswa dengan kecemasan tinggi memeriksa kembali hasil penyelesaiannya dengan cara mengaitkan hasil penyelesaian dengan persamaan yang didapat dari soal tersebut. Namun kurang tepatnya ia dalam membuat model matematika pada langkah merencanakan strategi penyelesaian berdampak pada kurang tepatnya hasil penyelesaian.

2. Siswa Auditori dengan Kecemasan Matematika Sedang

Dari analisis hasil penelitian di atas, terlihat bahwa kemampan siswa auditori dengan kecemesan sedang dalam menyelesaikan TPSC sebagai berikut.

Pada langkah memahami soal cerita, siswa dengan kecemasan sedang mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui dan yang ditanyakan pada lembar tes, namun dalam wawancara ia mampu mengungkapkan apa yang ditanyakan dalam soal.

(5)

sedang membuat rencana penyelesaian dengan memisalkan yang diketahui di soal ke dalam variabel, memodelkannya ke dalam bentuk kalimat matematika, Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian soal cerita, siswa auditori dengan kecemasan sedang menggunakan seluruh rencananya yang telah siswa sebutkan sebelumnya.

Pada langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian, siswa auditori dengan kecemasan sedang memeriksa kembali hasil penyelesaiannya dengan cara mengaitkan hasil penyelesaian dengan persamaan yang didapat dari soal tersebut. Siswa Auditori dengan Kecemasan Matematika Rendah

Dari analisis hasil penelitian di atas, terlihat bahwa kemampan siswa auditori dengan kecemesan rendah dalam menyelesaikan TPSC sebagai berikut.

Pada langkah memahami soal cerita, siswa dengan kecemasan rendah mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui dan yang ditanya pada soal cerita. Siswa auditori dengan kecemasan rendah tidak menuliskan yang diketahui dalam lembar tes namun dapat menyebutkan yang diketahui pada saat wawancara. Siswa auditori dengan kecemasan rendah tidak menuliskan yang ditanyakan pada lembar tes, namun dalam wawancara ia mampu mengungkapkan apa yang ditanyakan dalam soal.

Pada langkah merencanakan strategi penyelesaian, siswa auditori dengan kecemasan rendah menuliskan rencana penyelesaian soal cerita. Pada wawancara ia mampu mengungkapkan rencana penyelesaiannya. Siswa auditori dengan kecemasan sedang membuat rencana penyelesaian dengan memisalkan yang diketahui di soal ke dalam variabel, memodelkannya ke dalam bentuk kalimat matematika, Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian soal cerita, siswa auditori dengan kecemasan rendah menggunakan seluruh rencananya yang telah siswa sebutkan sebelumnya.

Pada langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian, siswa auditori dengan kecemasan rendah memeriksa kembali hasil penyelesaiannya dengan cara mengaitkan hasil penyelesaian dengan persamaan yang didapat dari soal tersebut. Aktivitas ini juga memenuhi indikator memeriksa kembali penyelesaian.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan tinggi sebagai berikut.

Pada langkah memahami soal siswa tidak mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui, namun mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang ditanya pada soal. Pada langkah merencanakan strategi penyelesaian siswa membuat rencana penyelesaian namun rencana yang dibuat kurang tepat hal itu terjadi karena siswa tidak mampu mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui. Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian, siswa menggunakan seluruh rencana penyelesaiannya. Namun kurang tepatnya siswa dalam langkah memahami soal dan merencanakan strategi penyelesaian menyebabkan kurang tepatnya hasil penyelesaian yang didapat siswa. Dalam langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian siswa mengaitkan dengan yang diketahui di soal. Namun kurang tepatnya siswa dalam langkah memahami soal dan merencanakan strategi penyelesaian menyebabkan kurang tepatnya hasil penyelesaian yang didapat siswa.

2. Kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan sedang sebagai berikut.

Pada langkah memahami soal cerita, siswa mampu memahami soal dengan baik karena siswa dapat mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal. Pada langkah merencanakan strategi penyelesaian, siswa merencanakan penyelesaian soal cerita berdasarkan hasil mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal. Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian, siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan cara/metodenya sendiri didapat dari logika pemikiran siswa itu sendiri sesuai yang direncanakan. Proses perhitungan setiap langkah benar dan siswa merasa yakin terhadap jawabannya. Dalam langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian siswa mengaitkan dengan yang diketahui di soal. Hal itu dilakukan untuk memeriksa kebenaran hasil penyelesaian yang diperoleh siswa

3. Kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa auditori yang memiliki tingkat kecemasan rendah sebagai berikut.

(6)

diketahui dan ditanyakan pada soal. Pada langkah merencanakan strategi penyelesaian, siswa merencanakan penyelesaian soal cerita berdasarkan hasil mengidentifikasi dan mendata informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal. Pada langkah melaksanakan strategi penyelesaian, siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah penyelesaian sesuai yang direncanakan. Proses perhitungan setiap langkah benar dan siswa merasa yakin terhadap jawabannya. Dalam langkah memeriksa kembali penyelesaian, setelah memperoleh hasil penyelesaian siswa mengaitkan dengan yang diketahui di soal. Hal itu dilakukan untuk memeriksa kebenaran hasil penyelesaian yang diperoleh siswa.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan saran sebagai berikut.

Dalam membuat instrument tes penyelesaian soal cerita matematika disarankan hanya satu soal tes. Hal tersebut dapat memudahkan peneliti untuk menyimpulkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika

DAFTAR PUSTAKA

Angreini, T. 2010. Hubungan Antara Kecemasan Dalam Menghadapi Mata Pelajaran Matematika Dengan Prestasi Akademik Matematika Pada Remaja. (Online)

(http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/gradua te/psychology/2010/Artikel_10505235.pdf . Diakses pada 3 Januari 2017.)

Anwar, S. 2013. Penggunaan Langkah Pemecahan Masalah Polya dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Perbandingan di Kelas Vi Mi Al-Ibrohimy Galis Bangkalan. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika e-Pensa.Vol.01(2), 7 halaman(Online)

(http://ejournal.unesa.ac.id/article/6260/30/article.pd f Diakses pada tanggal 10 januari 2017)

Campbell, J.I.D. 2005. Handbook of Mathematical Cognition. New York: Psychology Press.

Chislett dan Chapman. 2005. VAK Learning Styles Self-Assessment Questionnaire. (Online). (www.businessballs.com diakses 10 Februari 2017)

Curtain-Philips, Marylyn. 2012. The Causes and Prevention of Math Anxiety. (Online). (http://www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety .html Diakses tanggal 18 Januari 2017)

Freedman, Ellen, 2012. Do You Have Math Anxiety? A Self Test, Ways To Reduce Math Anxiety dalam http://www.mathpower.com/reduce.htm. (Online) (diakses tanggal 20 Maret 2017)

Gunawan, Adi, W. 2004. Genius Lesrning Strategy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Mansur. 2013. Mengenal Gaya Belajar Peserta Didik. (Online)

(http://www.lpmpsulsel.net/v2/attachments/259_ME NGENAL%20GB%20PESERTA%20DIDIK.pdf diakses 10 Februari 2017)

Olaniyan, O. M., & Salman, Medinat F.. 2015. Cause of Mathematics Phobia among Senior High School Students: Empirical Evidence from Nigeria. Journal of the African Educational and Research Network

1(15): 50-56. (Online)

(http://africanresearch.org/africansymposium/archiv es/TAS15.1/TAS15.1Ol aniyan.pdf Diakses tanggal 10 Maret 2017)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2016 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (Lampiran). Jakarta: Depdiknas.

Polya, G. 1973. How to solve it. New Jersey: Priceton University Press.

Rahardjo dan Waluyati. 2011. Pembelajaran Soal Cerita Operasi Hitung Campuran di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional

Rosadah, Miftachul. 2013. Profil Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Diiringi Musik Ditinjau dari Tingkat Kecemasan dan Kemampuan Matematika Siswa. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: UNESA

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. 2001. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Philadelphia: Mosby

Tobias, S. 1993. Overcoming Math Anxiety. New York: WW Norton.

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih kepada Ibu Aulia Fikriarini M, M.T, selaku ketua Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dan dosen

sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan spasial sedang memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kemampuan

Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan sebuah prosedur analisis butir soal dengan m emusatkan pada teori tes klasik, dengan tujuan dapat memberikan sebuah wawasan bagi para

Aspirasi kacang di saluran napas merupakan keadaan gawat yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat, karena dalam waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total sehingga

1). Bagaimana pengaruh penambahan terak tanur tinggi dari hasil pembakaran bata merah baik dengan menggunakan perekat semen atau semen dan kapur tohor terhadap kuat tekan,

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil kadar protein dengan metoda biuret yang diukur dengan Spektrofotometer Uv-Vis dalam ikan rinuak.

Dari keempat parameter diatas, dapat dilihat bahwa kriteria lokasi rawan bencana puting beliung yakni berada pada lokasi yang memiliki ketinggian rendah,

informasi merupakan tahp keputusan pembelian dimana konsumen mencari informasi sebanyak – banyaknya. Sumber informasi yang sering digunakan oleh konsumen adalah media