• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu hal yang cukup penting dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kemampuan untuk menentukan posisi suatu lokasi dari alamat yang dimiliki (Rimayanti, 2008). Penentuan posisi alamat ini merujuk pada konsep geocoding.

Geocoding merupakan proses menentukan posisi alamat yang disesuaikan dengan

koordinat geografik (Dustin T. Duncan, 2011). Geocoding dapat mengidentifikasi lokasi dengan data input berupa nama lokasi, alamat atau nama jalan. Kode pos dalam SIG juga dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan yang mendeskripsikan alamat rumah atau kantor dengan posisinya pada suatu sistem referensi (Frisco Penniga, 2005).

Geocoding merupakan pekerjaan yang penting dan mendasar untuk melakukan manajemen data pada daerah perkotaan (Grubesic dan Murray, 2004). Alamat merupakan salah satu hal penting dalam konsep penentuan lokasi di era modern ini (Zandbergen, 2011). Pada beberapa negara data alamat ini telah tersedia pada satu badan negara, akan tetapi di banyak negara data alamat ini masih belum tersedia. Atau tersedia tetapi belum terorganisir dengan baik.

Salah satu tantangan utama untuk memperoleh hasil geocoding yang akurat adalah ketersediaan data referensi yang lengkap (Zandbergen, 2011). Kualitas dari hasil geocoding suatu alamat tergantung pada kualitas alamat yang dikumpulkan, kelengkapan dan akurasi dari database alamat yang ada (Hadden, 2007). Alamat dapat diasosiasikan dengan berbagai jenis kelas fitur dalam database referensi. Contohnya jalan, batas bidang, titik alamat (point address), struktur bangunan dan lain sebagainya (Zandbergen, 2008).

Proses geocoding secara umum akan membuahkan hasil yang lebih akurat dan lebih baik pada daerah perkotaan (Kravets dan Hadden, 2007). Lokasi sering kali menjadi komponen yang penting terhadap suatu penilaian, dan kesalahan yang terjadi dalam proses geocoding dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan

(2)

pengelompokan atau penarikan kesimpulan (Vieira dkk, 2010). Hal ini dikarenakan karakteristik alamat di wilayah perdesaan dan perkotaan tidak sama.

Ketentuan penulisan alamat pada daerah pedesaan yang memiliki bangunan rumah yang tidak teratur memiliki penulisan alamat yang berbeda dengan komplek perumahan atau pada daerah perkotaan. Secara umum pola penulisan alamat pada wilayah perkotaan menggunakan nama jalan dan nomor rumah sedangkan pada wilayah perdesaan menggunakan nama desa yang diikuti Rukun Tetangga, Rukun Warga dan nomor rumah. Penulisan alamat di Indonesia yang sudah diatur adalah penulisan alamat surat atau pos yang dikeluarkan oleh Universal Postal Union (UPU). Pos Indonesia memberikan sepuluh model penulisan penulisan alamat kepada UPU untuk wilayah Indonesia (Universal Postal Union, 2013).

Kondisi penulisan alamat pada wilayah perdesaan yang memiliki karakteristik berbeda dengan wilayah perkotaan ini memerlukan penelitian lebih jauh untuk mengetahui kualitas geocoding yang dapat dilakukan. Bentuk model data yang dapat digunakan sebagai data referensi serta model address locator terbaik perlu dicari untuk memperoleh hasil geocoding dengan kualitas yang baik.

I.2 Rumusan Masalah

Model penulisan alamat di Indonesia masih bermacam-macam dan belum ada standar khusus sehingga bentuk penulisan alamat dapat berbeda-beda. Contohnya pada penulisan alamat di perkotaan biasanya menggunakan nama jalan dan nomor sedangkan untuk penulisan di wilayah perdesaan menggunakan nama dusun/kampung, RT, RW, nomor rumah, nama desa, kelurahan, dan seterusnya. Proses geocoding dapat dilakukan dengan data alamat yang dimiliki.

I.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada sub bab 1.2 maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik penulisan alamat di daerah perdesaan khususnya Kampung Wiyoro Kidul dan Bumen Kulon, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)?

(3)

2. Apa model address locator yang paling sesuai untuk wilayah perdesaan?

3. Bagaimana perbandingan hasil geocoding menggunakan model address locator yang berbeda?

I.4 Ruang Lingkup Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada beberaa hal sebagai berikut :

1. Data alamat yang digunakan berupa data alamat daerah perdesaan tanpa menggunakan Rukun Warga dengan susunan nama dusun/kampung, RT, nomor rumah, nama desa, nama kecamatan, nama kabupaten dan provinsi.

2. Perangkat lunak yang digunakan adalah ArcGIS.

3. Daerah yang dilakukan penelitian adalah wilayah Rukun Tetangga (RT) 05, 06, 07 dan 08 di Wiyoro Kidul dan RT 09 di Bumen Kulon.

I.5 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan metode geocoding yaitu geocoding dengan referensi titik, garis dan luasan menggunakan beberapa model

address locator pada daerah perdesaan.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik model pengalamatan di daerah perdesaan khususnya Kampung Wiyoro Kidul dan Bumen Kulon, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY.

2. Mengetahui model address locator yang paling sesuai untuk wilayah perdesaan.

3. Mengetahui perbandingan hasil geocoding menggunakan model address

locator yang berbeda

I.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya tentang geocoding pada wilayah perdesaan.

(4)

2. Dapat dijadikan pertimbangan pembuatan address locator khusus untuk wilayah perdesaan di Indonesia.

3. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan standar penulisan alamat.

I.7 Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait evaluasi perbandingan hasil proses geocoding menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan geocoding yang dilakukan dengan memanfaatkan servis

online (Batchgeo) dilakukan oleh Duncan (2011) untuk wilayah Amerika (USA). Data

yang digunakan pada penelitian tersebut diperoleh dari YMCA-Harvard After School

Food and Fitness Project. Penelitian ini menunjukkan hasil akurasi yang baik untuk

kedua cara tersebut. Geocoding yang dilakukan menggunakan ArcGIS memperoleh hasil 94% data sesuai, 2% tied, dan 3% tidak sesuai. Sedangkan hasil geocoding menggunakan Batchgeo menunjukkan 100% kesesuaian data untuk alamat yang sama. Kedua cara yang ditempuh memperoleh hasil geocoding dengan kesesuaian diatas 80 % sehingga dapat disimpulkan bahwa Batchgeo dapat dijadikan alternatif untuk melakukan proses geocoding dengan hasil yang baik dan tanpa biaya untuk wilayah USA.

Penelitian lain dilakukan oleh Zandbergen (2008) yang membandingkan match

rates dari tiga buah model data yang berbeda yaitu address points, parcels dan street networks di wilayah Florida. Data yang digunakan adalah data address points, parcels

dan street networks dari wilayah Bay, Collier dan Seminole. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa geocoding menggunakan model data address point menghasilkan

match ratess yang hampir sama dengan model data street network atau street address.

Geocoding dengan menggunakan model data parcel menghasilkan match ratess lebih rendah dibandingkan model data address point dan street network.

Zandbergen (2010) juga melakukan evaluasi terhadap hasil geocoding terhadap suatu data alamat menggunakan berbagai dataset jaringan jalan sebagai referensinya. Dataset yang digunakan dalam penelitian ini adalah local street centerlines, StreetMap

USA 2005 dan TIGER 2000. Hasil dari evaluasi tersebut menunjukkan bahwa match rate tertinggi diperoleh dengan menggunakan local street centerines, diikuti dengan

(5)

StreetMap USA 2005 dan TIGER 2000. Akurasi posisi yang diperoleh juga

menunjukkan bahwa local street centerines memiliki tingkat akurasi terbaik. Hasil akurasi untuk StreetMap USA 2005 dan TIGER 2000 relatif sama. Geocoding pada daerah perdesaan menunjukkan akurasi yang lebih buruk dari daerah perkotaan. Data alamat keluarga tunggal (urban single family residential addresses) di daerah perkotaan memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan data alamat

multi-family residential.

Sedangkan Zhan (2006) membandingkan hasil geocoding yang dilakukan menggunakan geocoding tools yang berbeda untuk perangkat lunak ArcGIS. Yang digunakan oleh Zhan tersebut adalah geocoding tool pada ArcGIS 9.1 dan Centrus

GeoCoder untuk ArcGIS. Hasil match rate dari Centrus GeoCoder menunjukkan

kualitas yang lebih baik dari pada hasil menggunakan geocoding tools pada ArcGIS 9.1 dengan prosentase lebih dari 10%. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa geocoding yang dilakukan dengan menggunakan Centrus

GeoCoder menghasilkan tingkat kesesuaian (match rate) yang lebih baik.

Perbandingan metode single-stage geocoding dan multi-stage geocoding untuk 8.157 data alamat pernah dilakukan oleh Levasi dkk (2007) di wilayah Washington. Metode multi-stage geocoding ini diimplementasikan oleh the state health department dengan menggunakan beberapa data referensi lokal dan nasional. Metode single-stage

geocoding menggunakan satu data nasional sebagai referensi. Penelitian ini

menghasilkan kesimpulan bahwa metode multi-stage geocoding menunjukkan hasil yang lebih akurat dengan match rate sebesar 99% jika dibandingkan dengan metode

single-stage geocoding yang menghasilkan match rate sebesar 95%.

I.8 Landasan Teori I.8.1 Alamat

Alamat merupakan salah satu komponen penting dalam melakukan geocoding. Standar geocoding yang dibuat oleh Ross (2010) untuk wilayah Kanada memaparkan beberapa kategori alamat yang dibedakan berdasarkan pengertiannya. Jenis-jenis alamat tersebut dijelaskan pada Tabel I.1

(6)

Tabel I.1. Kategori alamat di Kanada (Ross, 2010)

Universal Postal Union (UPU) sebagai lembaga yang mengurusi surat menyurat

secara internasional menentukan elemen alamat internasional yang merupakan hasil kompilasi dari elemen-elemen yang mungkin dimasukkan sebagai alamat internasional tersebut. Elemen-elemen alamat ini disarikan dari berbagai model alamat yang digunakan pada negara-negara anggota UPU. (Universal Postal Union, 2010)

Alamat yang digunakan secara internasional akan memiliki beberapa unsur sebagai berikut :

1. Kode yang unik dari elemen 2. Nama dari elemen

3. Definisi dari elemen

4. Contoh yang spesifik dari berbagai negara menunjukkan berbagai cara dalam menggunakan elemen.

Sistem penulisan alamat untuk pos yang diajukan Pos Indonesia kepada UPU merupakan mailing address. Alamat ini adalah format yang dituliskan dengan tujuan surat yang dikirim menggunakan alamat yang ditulis dapat sampai kepada tujuan. Format penulisan alamat untuk wilayah perdesaan menrut Pos Indonesia ditampilkan pada Gambar I.1.

Kategori

Alamat Keterangan

Civic Address

Alamat yang menjadi bagian dari provinsi dan tercatat secara administrasi sebagai bagian dari provinsi tersebut, berisi site

name, unit, civic number, nama jalan dan provinsi Delivery

Address

Alamat yang memberikan deskripsi secara mendetai tentang lokasi tersebut sehingga memungkinkan pengiriman paket

Mailing Address

Alamat yang mendeskripsikan lokasi sehingga surat yang dikirim dapat diterima

Non-civic Address

Alamat yang menjadi bagian dari provinsi dan tercatat secara administrasi sebagai bagian dari provinsi tersebut, berisi site

(7)

Gambar I.1 Format penulisan alamat untuk daerah perdesaan (Universal Postal

Union, 2013)

Alamat lengkap menurut Kementerian Sekretariat Negara terdiri dari jalan, nomor, kota dan kode pos. Provinsi ditambahkan apabila alamat yang tersebut berada di daerah yang terpencil atau kurang terkenal. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penulisan alamat ditulis dengan susunan nama dari kelompok bangunan/lokasi bangunan tersebut disertai dengan nomor blok, nomor lantai, dan nomor bangunan tersebut apabila alamat terdapat pada kelompok bangunan atau pusat perbelanjaan. Alamat yang tidak berada pada kelompok bangunan dituliskan dengan susunan nama jalan, nama gang disertai dengan nomor bangunan dan nomor RT/RW-nya.

I.8.2 Geocoding

Geocoding adalah proses untuk memberikan lokasi pada alamat, sehingga alamat

tersebut dapat disajikan dalam bentuk titik dalam peta, mirip dengan meletakkan sebuah pin pada peta kertas, dan melakukan analisis dengan data spasial yang lain (Anonim, 2008). Atau dapat pula dianggap sebagai proses penentuan posisi geografis dari perpotongan jalan, rumah, bangunan dan sebagainya dari data alamat yang dimilikinya (Ross, 2010). Geocoding sering kali diartikan sebagai proses perubahan data alamat menjadi koordinat geografik digital yang biasanya ditampilkan dalam format lintang dan bujur (Goldberg, 2011).

Proses geocoding membutuhkan data referensi, data alamat dan perangkat lunak untuk melakukan proses tersebut. Ketiga hal tersebut menjadi komponen yang diperlukan dalam proses geocoding. Data alamat yang digunakan bisa saja diperoleh dengan kondisi penulisan alamat yang tidak sesuai dengan standar atau format. Hal ini dapat diatasi dengan langkah standarisasi pada proses geocoding.

RAHMAD Penerima

Kampung Sukabatu RT 01/03 Kelurahan + Desa

Malangbong Kecamatan

GARUT 44188 Kabupaten + kode pos

(8)

Secara umum proses geocoding dipaparkan oleh Clark (2013) dalam lima tahap yaitu penentuan skenario geocoding, standarisasi, blocking, penyesuaian data alamat dengan referensi dan review hasil seperti pada Gambar I.2. Skenario geocoding dibuat dengan mempertimbangkan data alamat dan data referensi yang dimiliki. Skenario ini akan memudahkan dalam menentukan address locator yang akan digunakan.

Tahapan kedua berupa stadarisasi terbagi menjadi dua langkah. Langkah pertama adalah persiapan data referensi termasuk di dalamnya melakukan pemisahan data alamat menjadi indvidual field dan menggunakan nama yang sesuai dengan standar yang ada. Langkah kedua adalah menyiapkan data alamat yang akan digunakan untuk melakukan geocoding. Termasuk di dalam langkah ini adalah mengubah alamat sesuai dengan standar yang digunakan dalam penulisan alamat.

Blocking yang merupakan tahap ketiga dari proses geocoding merupakan tindakan

untuk mengelompokkan informasi yang relevan. Hal ini digunakan untuk mempersingkat waktu pencarian dan mengurangi jumlah data yang harus diteliti untuk memperoleh hasil yang sesuai. Untuk membuat blocking ini diperlukan index. Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk membuat index adalah dengan

Soundex.

Perangkat lunak menggunakan field yang ada untuk melakukan perbandingan agar diperoleh data dengan kecocokan maksimal (matching). Perangkat lunak melakukan perbandingan dari tiap field yang tersedia. Hasil dari perbandingan antara field dengan alamat asli ditampilkan dalam bentuk skor yang dihitung dari penjumlahan kesesuaian

field yang ada. Skor untuk kesesuaian data ini berada diantara nilai 0 dan 100.

Perangkat lunak akan membuat rangking kandidat alamat yang sesuai untuk suatu data alamat asli berdasarkan skor yang diperoleh. Selanjutnya hasil yang diperoleh dari proses matching dapat di-review dan diperbaiki kembali agar dapat diperoleh hasil dengan kualitas yang lebih baik.

(9)

Gambar I.2 Proses geocoding (Clark, 2013) I.8.3 Metode Geocoding

Terdapat beberapa perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan proses geocoding, baik perangkat lunak pada komputer maupun layanan untuk melakukan geocoding secara online. Contoh perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan geocoding adalah ArcGIS. Aplikasi yang digunakan untuk melakukan geocoding pada ArcGIS adalah ArcMap dan ArcCatalog.

Metode geocoding mengacu kepada teknik yang digunakan untuk melakukan proses geocoding itu sendiri. Metode ini sangat beragam tergantung pada variabel yang digunakan untuk melakukan proses geocoding. Salah satu metode geocoding adalah dengan menggunakan variasi data referensi yang digunakan. Metode geocoding tersebut adalah metode geocoding berbasis titik, garis dan luasan. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan variasi perangkat lunak yang digunakan. Variasi

address locator yang digunakan dalam proses geocoding dapat pula dijadikan sebagai

metode geocoding. Menentukan skenario geocoding Standarisasi Blocking Matching Review/edit

(10)

I.8.4 Kerangka kerja geocoding pada ArcGIS

Terdapat tiga komponen yang berperan penting dalam proses geocoding di ArcGIS yaitu antar muka pengguna, address locator dan aturan dasar (rule base) untuk menentukan kesesuaian. Antar muka pengguna merupakan tampilan yang ada dihadapan pengguna sehingga antar muka pengguna ini menjadi komponen yang paling dikenal masyarakat secara luas. ArcGIS sendiri terdiri atas dua aplikasi besar yaitu ArcMap dan ArcCatalog. Kedua aplikasi ini diperlukan dalam proses geocoding. Pembuatan dan manajemen address locator yang akan digunakan dalam proses

geocoding dilakukan menggunakan ArcCatalog. Selanjutnya eksekusi dari proses geocoding itu sendiri dapat dilakukan pada kanvas ArcMap.

Aturan dasar yang digunakan untuk menentukan kesesuaian ini merupakan kumpulan file yang digunakan untuk menerjemahkan data alamat menjadi hasil yang diinginkan. Dengan aturan dasar ini proses standarisasi data alamat dan penyesuaian dengan data referensi dapat dilakukan. Kerangka kerja geocoding pada ArcGIS diilustrasikan pada Gambar I.3.

Gambar I.3 Kerangka kerja geocoding pada ArcGIS (Crosier, 2004)

I.8.5 Address Locator

Address locator merupakan komponen dalam proses geocoding yang

mendefinisikan teknik yang digunakan oleh mesin geocoding dalam melakukan interpretasi alamat berdasarkan file rule base. Pemilihan address locator tergantung

Antar muka pengguna Address locator Data referensi Model address locator Aturan dasar untuk geocoding

(11)

pada entitas yang akan dicari dari data yang dimiliki. Address locator memiliki beberapa model. Model dari address locator ini menjadi pondasi dari address locator yang akan dibentuk.

Address locator yang dipilih akan digunakan untuk mencari elemen alamat secara

spesifik sehingga pemilihan model address locator sangat bergantung pada data alamat yang dimiliki dan juga referensinya. Masing-masing address locator memiliki

keyfield yang berbeda. Perangkat lunak ArcGIS menyediakan beberapa model address locator yang dapat dipilih sesuai dengan data yang dimiliki.

Model address locator yang tersedia pada ArcGIS beserta rincian data referensi yang dibutuhkan dan parameter alamat yang dicari ditunjukkan dalam Gambar I.4.

Gambar I.4 Model address locator pada ArcGIS (Crosier, 2004) I.8.6 Data referensi

Data referensi merupakan salah satu komponen penting dalam proses geocoding. Salah satu tantangan utama untuk mendapat hasil geocoding yang akurat adalah ketersediaan data referensi dengan kualitas yang baik. Data fitur geografik yang dibutuhkan untuk proses pencocokan dengan data alamat pada fitur lokasi dalam SIG juga perlu tersedia. Diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap model data untuk memulih data referensi terbaik sesuai dengan logika.

Alamat dapat diasosiasikan dengan berbagai jenis kelas fitur dalam basis data referensi. Contohnya jalan, batas bidang, titik alamat (point address), struktur

(12)

bangunan dan lain sebagainya. Ada banyak model alamat yang umum digunakan. Masing-masing model alamat tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Salah satu model alamat dapat dikategorikan sebagai unit geografik. Unit geografik tersebut dapat terdiri atas rangkaian kode pos, distrik, kota atau batas geografis lainnya. Proses

geocoding yang dilakukan menggunakan model data referensi tersebut biasanya

menggunakan data kode pos. Geocoding menggunakan data referensi kode pos ini tidak menghasilkan lokasi sampai pada tingkat individu.

Untuk memperoleh data sampai pada tingkatan individu dapat menggunakan alternatif model data yang lain selain menggunakan kode pos. Di antara model data alternatif yang dapat digunakan adalah model data titik alamat (address point data

model) dan model data batas bidang (parcel boundaries data model). Model data titik

alamat dapat dibentuk dari centroid suatu luasan. Model data batas bidang dapat digunakan untuk daerah yang memiliki nomor rumah yang tidak teratur.

I.8.7 Kualitas hasil geocoding

Kualitas dari hasil suatu proses geocoding dapat dievaluasi dari prosentase jumlah data yang dapat dilakukan geocoding. Evaluasi tersebut sering kali disebut pula dengan match rate. Tidak ada standar tertentu yang menyebutkan besar minimal hasil

match rate yang dapat diterima untuk proses geocoding.

Untuk memperoleh match rate diperlukan MatchRules yang berperan mendefinisikan field alamat pada data referensi untuk melakukan proses pencocokan

(matching). MatchRules ini akan didefinisikan bersama dengan kemungkinan m (match) dan u (unmatch) serta bobot dari elemen alamat yang diproses dalam match file.

Contoh pembobotan alamat untuk menentukan kualitas hasil geocoding ditunjukkan pada Gambar I.5 di mana kolom candidates adalah elemen alamat yang dicocokkan dengan data referensi. Tanda positif (+) menunjukkan kesesuaian antara data yang diminta dengan data referensi. Tanda negatif (-) menunjukkan ketidak sesuaian atau perbedaan antara data yang diminta dan data referensi. Kolom composite

score menampilkan total nilai dari kesesuaian hasil geocoding. Semakin tinggi nilai

(13)

Gambar I.5 Contoh pembobotan alamat (Clark, 2013)

Bobot dari elemen alamat yang dievaluasi kecocokannya menjadi penentu status data yang dievaluasi. Pada pengaturan standar, bobot di atas 80% akan masuk kategori cocok (match). Prosentase dari perbandingan jumlah data yang sesuai terhadap jumlah data keseluruhan ini akan dihitung sebagai match rate.

Kualitas hasil geocoding dapat dipengaruhi oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi selama proses geocoding. Kesalahan yang umum terjadi dikelompokkan dalam tiga kategori sebagai berikut :

1. Kesalahan data masukan 2. Kesalahan data referensi

3. Kesalahan pada proses geocoding.

Kesalahan di atas dapat dirinci lagi menjadi kesalahan-kesalahan yang lebih rinci untuk memudahkan menemukan solusi permasalahannya.

I.8.8 Openstreetmap

Steve Coast mendirikan OpenStreetMap (OSM) pada tahin 2004 dan memfokuskan pemetaan pada daerah Inggris. Ide awal dari OpenStreetMap ini adalah untuk mengatasi sulitnya akses data geospasial yang dibuat dan dikelola oleh pemerintah baik di Inggris atau di negara lainnya. Pada tahun 2006 OpenStreetMap mulai berkembang dan mendistribusikan datanya untuk digunakan dan didistribusikan kepada siapa saja yang membutuhkan (Wiki OpenStreetMap, 2015)

Openstreetmap merupakan proyek berbasis web untuk membuat peta di seluruh

(14)

berkontribusi dan mengelola data jalan, cafe atau tempat menarik lainnya di seluruh dunia. Kontributor dapat menggunakan citra, data GPS dan data geografis yang tersedia di publik (OpenStreetMap, 2015).

Kontributor OSM dapat memiliki, memodifikasi dan membagikan peta secara luas. Hal ini dikarenakan OSM memiliki lisensi Open Data Common Open Database

License 1.0. Peta dasar pada OSM maupun data yang tersedia di dalamnya dapat

diunduh oleh pengguna secara gratis dan terbuka untuk digunakan dan kemudian didistribusikan kembali (OpenStreetMap Indonesia, 2015)

I.8.9 Java Open Street Map Editor (JOSM)

JOSM merupakan aplikasi dekstop yang dikembangkan oleh Immanuel Scholz dan dikelola oleh Dirk Stöcker. JOSM ini dapat diperoleh pada dari homepage JOSM yang beralamat pada josm.openstreetmap.de (Wiki OpenStreetMap, 2015)

JOSM termasuk salah satu editor OSM yang populer karena plugin dan kestabilannya dalam melakukan editing. Ada beberapa editor lain yang dapat digunakan untuk melakukan editing pada OpenStreetMap seperti iD atau Potlah 2. JOSM merupakan editor yang memiliki tampilan yang terlihat kompleks. Untuk melakukan editing menggunakan JOSM perlu dilakukan instalasi terlebih dulu pada

workspace yang digunakan.

Proses editing dilakukan menggunakan peta dasar yang diperoleh dari citra satelit. Peta dasar yang digunakan adalah bing aerial imagery. Peta bing tersebut hanya diperbolehkan untuk dijadikan peta dasar dalam proses editing pada OSM. Komponen lain dari bing seperti nama jalan tidak termasuk dalam bagian peta bing yang diijinkan untuk digunakan dalam proses editing

Beberapa keunggulan yang dimilik JOSM dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih sebagai editor pada OSM. Editing menggunakan JOSM lebih mudah karena JOSM memiliki banyak plugin dan tools yang dapat membantu proses editing yang dilakukan. Aplikasi ini dapat membaca GPX tracks dari lokasi penyimpanan di komputer maupun dengan mengunduh dari OSM. Untuk melakukan editing, citra satelit dapat diunduh dengan mudah untuk dijadikan latar dalam melakukan editing. Setelah proses editing yang dilakukan selesai data dapat diunggah ke OSM. Editing dapat pula dilakukan dengan keadaan tidak terhubung dengan internet.

(15)

Terdapat cukup banyak plugin yang tersedia pada JOSM. Diantaranya adalah

building tools yang memudahkan pengguna untuk menggambar bangunan berbentuk

persegi. Plugin ini dapat diunduh setelah melakukan instalasi JOSM. Untuk memperoleh plugin yang tersedia pengguna dapat membuka menu dan mengunduh

plugin yang dimaksud. (Wiki OpenStreetMap, 2015)

I.8.10 Walking paper

Walking papers merupakan layanan yang memungkinkan pengguna untuk

mencetak peta OSM, mengedit data tersebut dan mengunggah kembali ke OSM untuk kemudian dijadikan panduan melakukan editing. Walking papers memberikan kemudahan untuk mencetak peta OSM dalam bentuk A4. Peta yang akan dicetak dapat diunduh dalam bentuk PDF. Walking papers ini didesain oleh Mike Migurski. (Wiki OpenStreetMap, 2014).

Pada tahun 2012 Field Papers diluncur menggantikan Walking Papers. Field

Papers diluncurkan pertama kali pada Mei 2012. Kemudian diluncarkan ulang pada

Juni 2013 dengan perbaikan dan perubahan pada fasilitas yang tersedia pada Field

Papers (Field Papers, 2015).

Field Papers merupakan tools berbasis web yang dapat digunakan untuk membuat

peta dari belahan bumi manapun yang dapat dicetak dengan mudah. Peta tersebut dapat dicetak dan diberi tambahan catatan terkait peta tersebut. Field Papers dapat digunakan untuk melakukan perubahan pada OpenStreetMap. Peta yang dicetak dapat dibawa menuju lokasi yang bersangkutan, kemudian dilakukan sketsa sesuai keadaan yang ada. Hasil yang diperoleh tersebut dapat difoto atau di-scan dan diunggah ke OSM atau digunakan sebagai panduan melakukan editing (Wiki OpenStreetMap, 2015).

Field Papers yang merupakan lanjutan dari Walking Papers dapat memfasilitasi

pengguna untuk mencetak beberapa lembar peta dengan berbagai model peta yang diinginkan. Model peta yang tersedia selain data OSM berupa citra satelit dan peta hitam putih. Peta ini dibuat dengan format GIS yang dapat diunduh. Pengguna dapat mengunduh peta yang diinginkan tanpa membuat akun pada Field Paper (Field Papers, 2015).

(16)

I.9 Hipotesis

Penulisan alamat pada daerah perdesaan umumnya ditulis dengan susunan nama kampung, Rukun Tetangga, Rukun Warga, nomor rumah, nama desa, nama kecamatan, dan nama kabupaten. Nomor rumah tidak selalu tercantum pada alamat di wilayah perdesaan. Sesuai karakteristik penulisan alamat di daerah perdesaan tersebut, maka sebagian besar hasil geocoding pada daerah perdesaan akan menunjukkan tied. Selain itu, model address locator yang paling baik digunakan pada wilayah perdesaan adalah General Single Field.

Gambar

Tabel I.1. Kategori alamat di Kanada (Ross, 2010)
Gambar I.1 Format penulisan alamat untuk daerah perdesaan (Universal Postal  Union, 2013)
Gambar I.2 Proses geocoding (Clark, 2013)  I.8.3  Metode Geocoding
Gambar I.3 Kerangka kerja geocoding pada ArcGIS (Crosier, 2004)
+3

Referensi

Dokumen terkait

2) pengembangan sistem perdesaan yang terintegrasi dengan sistem perkotaan; dan.. 3) peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan prasarana wilayah meliputi sistem jaringan

46 tahun 2014.Di wilayah Kabupaten Ponorogo juga terdapat daerah-daerah yang kondisi geografisnya mudah untuk dijangkau seperti di daerah sekitar perkotaan, danyang

Selanjutnya, Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan perkembangan yang memiliki karakteristik perkotaan sehingga Cimahi yang semula berstatus

Kendala lain dalam pelaksanaan geocoding adalah peranti lunak address locator yang digunakan pada ArcGIS saat ini belum dapat mengakomodir penulisan alamat di Indonesia

Citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial tinggi dapat digunakan untuk menyadap data kondisi lingkungan pada suatu wilayah dalam periode tertentu yang mempengaruhi

kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas.. permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri

dengan wilayah yang lebih luas yaitu dalam sekup suatu negara.. negara memiliki karakteristik dan cerita sejarah politik yang berbeda-. beda antara suatu periode

Keragaman persepsi dan perilaku masyarakat perkotaan dalam pengelolaan sampah permukiman memerlukan implementasi pola partisipasi yang berbeda, sehingga melalui pendekatan yang