IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AWAN CUMULONIMBUS DENGAN MENGGUNAKAN SATELIT
(STUDI KASUS PUTING BELIUNG JUANDA, SIDOARJO 04 FEBRUARI 2016) Muhammad Janwar1, Muhammad Arf Munandar2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta 2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email : janwar1301@gmail.com
Abstrak
Fenomena keberadaan awan Cumulonimbus sangat berbahaya untuk aktifitas
manusia karena awan ini menimbulkan cuaca buruk seperti puting beliung. Keberadaan
awan-awan seperti ini penting untuk dipelajari sehingga Kajian mengenai identifikasi awan
Cb pada kejadian Puting Beliung di Juanda, Sidoarjo pada tanggal 04 Februari 2016 sangat
dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik awan tersebut. Dengan menganlisis data satelit
kita dapat mengetahui karakterisrik dari awan cumulonimbus. Awan Cumulonimbus
pemicu terjadinya puting beliung di Juanda, Sidoarjo mempunyai masa hidup 7 jam 20
menit dengan Tahap Tumbuh terjadi pada pukul 07.30 - 08.50 UTC dengan nilai kanal IR1
-30°C sampai -50°C, IR2 -40°C sampai -50°C, dan WV -50°C sampai -55°C. Sedangkan
kanal visible 0,45 sampai 0,7. Tahap Dewasa / Matang dari terjadi pukul 09.00 - 13.50
UTC dengan nilai suhu puncak awan IR1 yaitu 60°C sampai 80°C, IR2 60°C sampai
-85°C, dan WV -60°C sampai -85°C dan nilai kanal VS sebesar 0.45. Tahap Musnah
terjadi pada pukul 13.50 - 14.00 UTC yang ditandai dari nilai kanal (IR1-IR2) yang
menunjukan nilai 2 Kelvin sedangkan (IR1-WV) 4 Kelvin, dan kanal IR1 sebesar -50°C
sampai -55°C, IR2 sebesar -50°C sampai 55°C, dan WV sebesar 55°C.
Kata kunci : Cumulonimbu, puting beliung, satelit
Abstract
Cumulonimbus cloud phenomena where very dangerous to human activity because it
raises a cloud of bad weather such as Whirlwind. The existence of such clouds is important
to learn that studies on the identification of Cb cloud in the event of ‘Whirlwind in Juanda,
Sidoarjo on February 4, 2016 is needed to determine the characteristics of the cloud.
By
analyzing the satellite data we can know the characteristics of a cumulonimbus cloud.
Cumulonimbus clouds trigger
Whirlwind
in Juanda, Sidoarjo has a life span of 7 hours
and 20 minutes with the Growing Stage occurred at 7:30 to 8:50 UTC value IR1 channels
-30 °C to -50 °C, IR2 -40 °C to -50 °C, and WV -50 °C to -55 °C. While the visible channels
of 0.45 to 0.7. Stage Adult / Mature than occurred at 9:00 to 13:50 UTC the cloud tops IR1
temperature value is -60 °C to -80 °C, IR2 -60 °C to -85 °C, and WV -60 °C to -85 °C and
VS channel value of 0:45. Destroyed stage occurred at 1:50 p.m. to 14:00 UTC marked on
the value of the channel (IR1-IR2) which indicates the value of 2 Kelvin while (IR1-WV) 4
Kelvin, and IR1 channels of -50 °C to -55 °C, IR2 by - 50 °C to 55 °C, and WV at 55 °C.
Keywords: Cumulonimbu,
Whirlwind
, satellite
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awan Cumulonimbus (Cb) adalah awan yang sangat berbahaya bagi aktivitas manusia terutama bagi penerbangan, karena merupakan jalur maut bagi penerbangan. Awan ini menimbulkan cuaca buruk seperti hujan deras, kilat dan petir, puting beliung, turbulensi, icing (pembekuan) pada pesawat, squall atau gusty, bahkan hail (hujan es). Keberadaan awan-awan seperti ini penting untuk dipelajari sehingga studi mengenai pertumbuhan awan Cb dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik awan tersebut. Keberadaan awan Cb diperlukan forecaster
dalam
pembuatan prakiraan khususnya prakiraan cuaca jangka pendek (2-6 jam ke depan) seperti melihat pertumbuhan dan pergerakan awan (Tjasyono, 2008).Pada Kamis, 4 Februari 2016 angin puting beliung terjadi di kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Juanda, Sidoarjo. Angin puting beliung merusak ruang kantor. Angin puting beliung terjadi sekitar pukul 16.14 WIB (Jajelis, R., 2016).
Dalam mengamati cuaca ekstrem yang dihasilkan oleh awan Cb maka perlu untuk memahami secara mendalam mengenai tahapan-tahapan pembentukan awan Cb. Tahapan pembentukan awan Cb terdiri atas fase tumbuh, matang, hingga akhinya punah yang mana umumnya terjadi hanya dalam hitungan jam.
Menurut Riehl (1954), pada wilayah tropis awan Cb tidak selalu sama setiap harinya. Variasi ini menunjukkan bahwa Cb memiliki daur hidup yang tidak seragam pada ketinggian dan proses pertumbuhannya. Awan Cb membutuhkan periode waktu sekitar ½ jam hanya dalam proses pertumbuhan, sedang waktu bertahan awan ini sekitar 60-90 menit atau bahkan dapat lebih panjang hingga beberapa jam. Dengan waktu yang cukup
panjang tersebut, Cb tidak pernah berada
pada posisi yang stabil, sebab awan ini
selalu berfluktuasi.
Tahapan-tahapan dalam pertumbuhan awan Cumulonimbus adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pertumbuhan (Developing /
Cumulus Stage)
Pada tahap pertumbuhan terdapat arus udara ke atas secara vertikal yang disebabkan oleh kondisi atmosfer yang memungkinkan seperti adanya konveksi, konvergensi, dan lain-lain, membuat massa udara hangat dan lembab naik dan pada ketinggian tertentu akan menjadi jenuh akibat berkondensasi sehingga terbentuk awan.
2. Tahap Dewasa / Matang (Mature Stage) Pada tahap dewasa awan yang semakin tumbuh akan mencapai ketinggian dimana suhunya di bawah freezing level sehingga butir-butir hujan yang cukup besar serta es mulai terbentuk. Semakin banyak butir air dan es yang terbentuk membuatnya cukup berat untuk dapat jatuh sebagai presipitasi. Partikel-partikel yang jatuh tersebut beberapa akan menguap dan mendinginkan udara di sekitar batas-batas awan sehingga menimbulkan adanya downdraft (udara turun). Di dalam awan selain terjadi updraft (udara naik) juga terjadi downdraft (udara turun).
3. Tahap Musnah (Dissipating Stage)
Pada tahap musnah ini updraft mulai melemah dan semakin lama sudah tidak ada lagi. Dengan tidak adanya updraft yang membawa pasokan massa udara lembab dan panas menyebabkan awan tidak dapat tumbuh lagi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari tulisan ilmiah ini, yatui : Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik awan cumulunimbus pada saat terjadi puting beliung.
1.3 Daerah Studi
Lokasi penelitian adalah di Stasiun Meteorologi Juanda Sidoarjo, Surabaya (112,748 BT dan 7,384 LS). Daerah tersebut
dipilih menjadi lokasi penelitian karena merupakan tempat dilaporkan terjadi puting beliung.
2. DATA DAN METODOLOGI
Data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Data sinop Stasiun Meteorologi Juanda pada tanggal 4 Februari 2016.2.
Data puting beliung 04 Februari 2016.3.
Data satelit Himawari-8 kanal Infra Red(IR1, IR2, Wv, VS) tiap 10 menit tanggal 04 Februari 2016 jam 07.30 UTC sampai 14 UTC. Dalam bentuk NetCdf. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan menggunakan pendekatan secara deskriptif. Pendekatan deskriptif dilakukan dengan menjabarkan secara terperinci dan mendalam dalam mengamati pola dan karakteristik dari awan yang terdapat pada citra satelit. Data satelit kemudian diolah dengan menggunakan GrADS.
diagram alir
Gambar 2.1. Diagram alir
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Cuaca Saat Kejadian
Tabel 3.1 Kondisi Cuaca Stasiun Meteorologi Juanda
Pada tanggal 04 Februari 2016 terjadi puting beliung diikuti dengan hujan sedang dan badai guntur di wilayah Juanda Surabaya. Dari data kondisi cuaca Stasiun Meteorologi Juanda (Tabel 3.1.) tercatat bahwa awan Cb terlihat petama kali pada pukul 07.30 UTC, jumlah awan 1 – 2 oktas, angin dari arah Barat Daya dengan kecepatan 8 knot, jarak pandang 8 km dan tekanan 1006.0 mb. Awan Cb terlihat sampai pada pukul 14.00 UTC. Badai guntur pertama kali terjadi pada pukul 09.01 UTC dan hujan pertama kali terjadi pada pukul 09.30 UTC. Hujan tercatat 50,2 mm pada jam 12.00 UTC (akumulasi hujan dari pukul 09.00 – 12.00 UTC). Terjadi penurunan tekanan dari pukul 07.00 UTC sampai dengan 09.01 UTC berkisar 1,0 mb. Kecepatan angin mengalami peningkatan menjadi 12 Knot dan jarak pandang mengalami penurunan menjadi 7 km.
Pada pukul 09.14 UTC terjadi puting beliung dengan kecepatan angin 33 knot dari Barat, dengan jarak pandang 3 km, jumlah awan Cb 3 – 4 oktas dan tekanan 1006.0 mb. Untuk mengetahui karakteristik dari awan Cb diperlukan analisis satelit cuaca lebih lanjut.
3.1 Analisis Satelit Cuaca Himawari-8 Pada data metar dilaporkan awan Cb mulai teramati pada pukul 07.30 UTC. Untuk menentukan awan tersebut merupakan awan
Cb atau bukan dapat digunakan prersyaratan penentuan awan Cb yaitu IR1-IR2 ≤ Threshold 1 (2K) artinya nilai dari IR1-IR2 apabila lebih kecil atau sama dengan 2 Kelvin maka awan tersebut merupakan awan Cb. Begitu juga untuk IR1-WV ≤ Threshold 2 (3K) (JMA, 2007).
Gambar 3.1. Identifikasi Cb Menggunakan Satelit Cuaca Himawari-8 (a). Kanal (IR1-IR2), (b). Kanal (IR1-WV), (c). Kanal IR1,
(d). Kanal IR2, (e). Kanal WV, (f). Kanal VS Pukul 07.30 UTC
Gambar 3.1 menunjukkan Awan Cb mengalami perkembangan yang signifikan pada pukul 09.00 UTC dengan nilai suhu puncak awan IR1 yaitu -70°C (c), IR2 -75°C (d), dan WV -75°C (e) yang ditandai dengan tanda panah. Nilai kanal VS sebesar 0.6 (f) yang menandakan adanya tutupan awan. Pada pukul 09.00 UTC juga mulai terlihat adanya sel awan konvektif di wilayah Juanda yang ditandai dengan tanda panah tebal dengan nilai IR1 -55°C, IR2 -55°C, WV -65°C dan VS 0.5. Dari Kanal IR1-IR2 (a) menunjukan nilai 1 Kelvin tetapi pada kanal IR1-WV (b) menunjukan nilai 4 Kelvin yang artinya awan tersebut bukan awan Cb. Data kondisi cuaca menyebutkan bahwa terjadi badai guntur pada pukul 09.01 UTC. Badai guntur merupakan salah satu ciri dimana Cb telah mencapai puncak dari tahap tumbuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Cb telah memasuki tahap dewasa atau matang. Data kondisi cuaca melaporkan bahwa pada pukul 09.14 UTC
telah terjadi puting beliung, sehingga untuk melihat kondisi awan pada saat sebelum terjadinya puting beliung maka perlu dianaisis keadaan awan pada pukul 09.10 UTC.
Gambar 3.2. Identifikasi Cb Menggunakan Satelit Cuaca Himawari-8 (a). Kanal (IR1-IR2), (b). Kanal (IR1-WV), (c). Kanal IR1,
(d). Kanal IR2, (e). Kanal WV, (f). Kanal VS Pukul 09.00 UTC
Gambar 4.2 menunjukkan Awan Cb mengalami perkembangan yang signifikan pada pukul 09.00 UTC dengan nilai suhu puncak awan IR1 yaitu -70°C (c), IR2 -75°C (d), dan WV -75°C (e) yang ditandai dengan tanda panah. Nilai kanal VS sebesar 0.6 (f) yang menandakan adanya tutupan awan. Pada pukul 09.00 UTC juga mulai terlihat adanya sel awan konvektif di wilayah Juanda yang ditandai dengan tanda panah tebal dengan nilai IR1 -55°C, IR2 -55°C, WV -65°C dan VS 0.5. Dari Kanal IR1-IR2 (a) menunjukan nilai 1 Kelvin tetapi pada kanal IR1-WV (b) menunjukan nilai 4 Kelvin yang artinya awan tersebut bukan awan Cb. Data kondisi cuaca menyebutkan bahwa terjadi badai guntur pada pukul 09.01 UTC. Badai guntur merupakan salah satu ciri dimana Cb telah mencapai puncak dari tahap tumbuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Cb telah memasuki tahap dewasa atau matang. Data kondisi cuaca melaporkan bahwa pada pukul 09.14 UTC telah terjadi puting beliung, sehingga untuk melihat kondisi awan pada saat sebelum terjadinya puting beliung maka perlu dianaisis keadaan awan pada pukul 09.10 UTC.
Gambar 3.3. Identifikasi Cb Menggunakan Satelit Cuaca Himawari-8 (a). Kanal (IR1-IR2), (b). Kanal (IR1-WV), (c). Kanal IR1,
(d). Kanal IR2, (e). Kanal WV, (f). Kanal VS Pukul 09.10 UTC
Awan Cb mulai meluas dan hampir menutupi wilayah Juanda pada pukul 09.10 UTC yang ditandai dengan terlihatnya tutupan awan yang berwarna biru dan ungu (Gambar 4.3 a dan b) dengan nilai suhu puncak awan IR1 yaitu 80°C (c), IR2 80°C (d) dan WV -75°C (e )yang ditandai dengan tanda panah. Nilai kanal VS sebesar 0.5 (f ) yang menandakan adanya tutupan awan.
3.1 Analisis Time Series
3.1.2. Analisis Time Series Infra Red (IR1-IR2 dan IR1-WV) dan IR1,(IR1-IR2 dan WV
Gambar 3.4. Time Series Citra Satelit Kanal (a). (IR1-IR2) dan (IR1-WV), (b).
IR1,IR2 dan WV.
Pada (Gambar 3.4. a) dapat dilihat adanya penurunan nilai suhu pada kedua kanal yaitu pada kanal (IR1-IR2) terjadi penurunan suhu pada pukul 07.30 UTC sedangkan pada kanal (IR1-WV) terjadi penurunan suhu pada pukul 08.30 UTC. Penurunan suhu ini menandakan pertumbuhan dari awan-awan konvektif. Dengan melihat trendnya maka dapat dikatakan bahwa terjadi petumbuhan awan konvektif dimulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 08.50 UTC.
Gambar 3.4. b menunjukan perkembangan awan konvektif dari Pukul 07.30 – 09.00 UTC yang sangat signifikat karena terjadi penurunan suhu (IR1,IR2, dan WV) yang drastis berkisar 40°C. Awan convektif mencapai tahap matang pada pukul 09.00 UTC dengan nilai suhu (IR1,IR2, dan WV) berkisar -70°C dan cenderung stabil sampai pukul 12.00 UTC. Hal ini menandakan pada pukul 09.00 – 12.00 UTC telah terjadi fenomena cuaca buruk di juanda yaitu terjadi puting beliung pada pukul 09.14 UTC dan Badai Guntur diserati Hujan yang terjadi pada pukul 09.30 – 12.00 UTC. Tahap matang diperkirakan terjadi
Berdasarkan Data kondisi cuaca Stasiun Meteorologi Juanda awan Cb telihat sampai pukul 14.00 UTC dan badai guntur tercatat terakhir kali terjadi pada pukul 13.00 UTC. Dengan melihat grafik diatas terjadi peningkatan suhu (IR1,IR2, dan WV) dari pukul 13.00 – 14.00 UTC berkisar 10°C yang artinya terjadi penurunan aktifitas dari awan Cb. Pada pukul 13.50 UTC kanal (IR1-IR2) menunjukan nilai 2 Kelvin sedangkan (IR1-WV) menunjukan nilai 4 Kelvin (Gambar 4.4. a) sehingga pada saat itu diindikasikan awan Cb sudah tidak terlihat dan dapat disimpulkan bahwa pada pukul 13.30 sampai 14.00 UTC awan Cb sudah memasuki tahap Musnah yang ditandai dengan terjadinya Hujan Ringan yang merupakan salah satu ciri dari musnahnya awan Cb.
4.KESIMPULAN
a. Awan Cumulonimbus pemicu terjadinya puting beliung di Juanda, Sidoarjo mempunyai masa hidup 7 jam 20 menit yaitu dari mulai terlihat pada pukul 07.30 sampai dengan pukul 13.50 UTC.
b. Tahap Tumbuh (Cumulus Stage) awan cumulonimbus terjadi pada pukul 07.30 sampai dengan 08.50 UTC dengan nilai
kanal IR1 suhu awan terpantau -30°C sampai -50°C, IR2 -40°C sampai -50°C, dan WV -50°C sampai -55°C. Sedangkan kanal visible terpantau nilai 0,45 sampai 0,7.
c. Tahap Dewasa / Matang (Mature Stage) dari awan Cumulonimbus terjadi pukul 09.00 sampai dengan 13.50 UTC dengan nilai suhu puncak awan IR1 yaitu -60°C sampai -80°C, IR2 -60°C sampai -85°C, dan WV -60°C sampai -85°C dan nilai kanal VS sebesar 0.45
d. Tahap Musnah (Dissipating Stage) terjadi pada pukul 13.50 sampai dengan 14.00 UTC yang ditandai dari nilai kanal (IR1-IR2) yang menunjukan nilai 2 Kelvin sedangkan (IR1-WV) menunjukan nilai 4 Kelvin, dan kanal IR1 menunjukan nilai -50°C sampai 55°C, IR2 sebesar --50°C sampai 55°C, dan WV sebesar 55°C sehingga pada saat itu diindikasikan awan Cumulonimbus sudah tidak terlihat. Daftar Pustaka
Ahrens, C. Donald, 2007, Essential of Meteorology An Invitation to The Atmophere 3th edition. USA : Thomson Brooks/Cole.
BMKG, 2011,
Pedoman OperasionalPengelolaan Citra Satelit Cuaca (BMKG Pusat) Nomor : 01/PCI/XII/DEP-1/BMKG-2011
Byers, H.R., 1974, General Meteorology, New York, McGraw-Hill Book Company Inc, London.
Forbes, G. S,. dan Wakimot R. M, 1983, A concetrated Outbreak of Tornadoes, Downburts dan Microbusrt dan Implicatons Regarding Vortex Classification. Monthly Weather Review., 111, pp 220-235
Jajelis, R., 2016, Angin Puting Beliung Terjang Kantor BMKG Juanda Sidoarjo [online], http://news.detik.com/berita-jawa- timur/3135288/angin-puting-
beliung-terjang-kantor-bmkg-juanda-sidoarjo di akses pada tanggal 17 Februari 2016
Kristiantri, E., 2015, Analisa Pertumbuhan Awan Konvektif dengan Satelit Himawari 8 (Studi Kasus Hujan Lebat di Timika 25 November 2015). Prosiding Workshop Operasional Satelit Cuaca Vol : 2 Des 2015 Hal 64-67.
Matondang, C, A., 2015, Analisis Data Pengindraan Jauh Dalam Identifikasi Karakteristik Awan Cumulonimbus (Studi Kasus Hujan Es, 26 Juli 2015 di Medan). Prosiding Workshop Operasional Satelit Cuaca Vol : 2 Des 2015 Hal 34-42.
Tjasyono, Bayong H.K, 2004. Klimatologi. ITB, Bandung
Tjasyono, Bayong H.K, 2006. Meteorologi Indonesia I :Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer. BMG, Jakarta
Tjasyono, Bayong H.K dan Harijono, Sri Woro B. 2007. Meteorologi Indonesia 2: Awan dan Hujan Monsun. BMKG, Jakarta.
Tjasyono, Bayong H.K, 2008. Meteorologi
Terapan. ITB, Bandung
Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M, K., 2010, Perspektif Operasional Cuaca Tropis, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
JMA, 2007, Information about the use of the northwestern Pacific Ocean cloud cover grid point (in Japanese). Japan Meteorological Agency