• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan Rantai Pasok yang Robust

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan Rantai Pasok yang Robust"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan Rantai Pasok yang Robust

Oleh :

Laudine Henriette Geraldin *) I Nyoman Pujawan **) Dyah Santhi Dewi ***)

ABSTRAK

Dunia kita selalu dipenuhi oleh ketidakpastian, jika suatu bencana terjadi maka akan berdampak pada timbulnya gangguan bisnis dalam skala besar. Gangguan pada supply chain berdampak negatif dalam jangka panjang terhadap perusahaan dan banyak perusahaan yang tidak mampu pulih secara cepat dari dampak negatif tersebut. Bila suatu bencana besar terjadi, sektor bisnis juga akan ikut terserang, akibatnya banyak supply chain yang mengalami break down dan banyak pula diantaranya yang tidak dapat pulih kembali. Namun terdapat pula beberapa supply chain yang robust yakni mampu bertahan dan bahkan tetap memenuhi kebutuhan pelanggannya di tengah badai krisis yang terjadi. Pada penelitian ini akan dilakukan analisa dan evaluasi resiko yang berpotensi timbul pada suatu supply chain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang telah ada terletak pada pembuatan framework baru yang merupakan pengembangan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Quality Function Deployment (QFD). Dalam penelitian ini akan dikembangan suatu formulasi nilai indeks prioritas risiko untuk menentukan prioritas agen risiko yang akan dimitigasi. Pengembangan matriks house of quality (HOQ) digunakan untuk memetakan framework yang terbentuk dan memetakan mitigation actions dalam menangani agen resiko yang berpotensi timbul pada supply chain perusahaan. Kata kunci : supply chain, FMEA, indeks prioritas risiko, QFD, HOQ, robust, mitigation actions.

PENDAHULUAN ƒ Latar Belakang

Dunia kita selalu dipenuhi oleh ketidakpastian dan hal yang tidak terduga seperti serangan teroris, gempa, tsunami, krisis ekonomi, devaluasi nilai tukar uang, pemogokan dan lain sebagainya. Ketika bencana terjadi maka akan berdampak pada timbulnya gangguan bisnis dalam skala besar. Berdasarkan penelitian oleh Hendricks dan Singhal (2003) diketahui bahwa gangguan pada

supply chain berdampak negatif dalam jangka

panjang terhadap perusahaan dan banyak perusahaan yang tidak mampu pulih secara cepat dari dampak negatif tersebut. Bila suatu bencana besar terjadi, sektor bisnis juga akan

*) Mahasiswa Program S-2 Manajemen Rantai Pasok - ITS

**) Dosen Teknik Industri FTI-ITS ***) Dosen Teknik Industri FTI-ITS

ikut terserang, akibatnya banyak supply chain yang mengalami break down dan banyak pula diantaranya yang tidak dapat pulih kembali. Namun terdapat pula beberapa supply chain yang robust yang mampu bertahan dan bahkan mampu tetap memenuhi kebutuhan pelanggannya di tengah badai krisis yang terjadi. Oleh karenanya, dibutuhkan suatu

supply chain yang robust terhadap berbagai

gangguan yang terjadi.

Pada penelitian ini akan dilakukan analisa dan evaluasi risiko yang berpotensi timbul pada suatu supply chain dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode

and Effect Analysis). Penggunaan pendekatan

FMEA didasarkan pada alasan bahwa metode ini merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisa penyebab potensial timbulnya suatu gangguan, probabilitas kemunculannya dan bagaimana

(2)

cara mencegah atau menanganinya (Nord dan Johansson, 1997; Christopher, 2003). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang telah ada terletak pada pengembangan metode QFD (Quality Function Deployment) untuk merancang suatu strategi proaktif yang diharapkan dapat me-mitigasi dampak risiko yang timbul. Strategi tersebut akan digunakan sebagai panduan dalam menangani risiko yang timbul sehingga diharapkan supply chain yang

robust dapat tercipta.

ƒ Permasalahan

Berbagai gangguan yang timbul akibat ketidakstabilan di negara kita semakin meningkat selama satu dekade terakhir, oleh karena itu suatu perusahaan membutuhkan rantai pasok yang robust. Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi risiko, analisa risiko serta perancangan strategi proaktif yang sesuai bagi perusahaan agar dapat menangani risiko yang berpotensi timbul dalam rantai pasok perusahaan.

ƒ Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian tesis dengan menggunakan pengembangan metode FMEA (Failure Mode and Effect

Analysis) dan pengembangan metode QFD

(Quality Function Deployment) ini antara lain adalah untuk :

1. Mengidentifikasi risiko atau gangguan yang berpeluang untuk timbul.

2. Melakukan analisa risiko dengan menggunakan pengembangan metode FMEA.

3. Memetakan strategi proaktif untuk me-mitigasi risiko yang berpotensi timbul dengan pengembangan metode QFD.

4. Menciptakan rantai pasok yang robust terhadap gangguan tidak terduga.

TINJAUAN PUSTAKA

ƒ Konsep Supply Chain dan Supply Chain

Management

Istilah Supply Chain Management

(SCM) mulai muncul pada akhir tahun 1980-an yang kemudian mulai digunakan secara luas pada tahun 1990-an. Sebelum itu, perusahaan lebih banyak menggunakan istilah seperti “logistik” dan “manajemen operasi” daripada istilah SCM (Hugos, 2003). Dengan menggabungkan berbagai definisi yang dikembangkan oleh beberapa sumber (Ganeshan dan Harisson, 1995; Lambert et. al., 1998; Chopra dan Meindl, 2001; Pujawan, 2005) maka didapatkan definisi supply chain sebagai “suatu jaringan yang terdiri atas beberapa perusahaan (meliputi supplier, manufacturer,

distributor dan retailer) yang bekerjasama dan

terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan, dimana perusahaan-perusahaan tersebut melakukan fungsi pengadaan material, proses transformasi material menjadi produk setengah jadi dan produk jadi, serta distribusi produk jadi tersebut hingga ke end customer”.

Sedangkan definisi SCM oleh Tang pada tahun 2006 (mengutip dari Christopher, 1992;

Council of Supply Chain Management Professional (www.cscmp.org); Ritchie dan Brindley, 2001) yaitu “manajemen aliran material, informasi dan finansial melalui suatu jaringan organisasi (supplier, manufacturer,

logistic provider, wholesaler/distributor dan retailer) yang bertujuan untuk memproduksi

(3)

konsumen secara efektif dan efisien. Kegiatan tersebut meliputi koordinasi dan kolaborasi dari berbagai proses dan aktivitas berbeda, antar fungsional yang berbeda seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan, logistik, keuangan dan teknologi informasi, di dalam suatu jaringan organisasi.” ƒ Konsep Risiko

Setelah mengetahui konsep dan

framework yang telah dikembangkan oleh

beberapa peneliti terkait dengan vulnerability di dalam supply chain, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai konsep risiko. Terdapat berbagai definisi risiko yang dikembangkan oleh berbagai peneliti. Diantaranya, Alijoyo (2006) memberikan definisi risiko berdasarkan dua sudut pandang:

Sudut pandang hasil atau output, risiko adalah “sebuah hasil atau output yang tidak dapat diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai karena akan menjadi kontra produktif”.

Sudut pandang proses, risiko adalah “faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadi konsekuensi yang tidak diinginkan”.

Definisi lain risiko menurut Svensson (2000) adalah “deviasi yang menyebabkan konsekuensi negatif bagi perusahaan yang terlibat di dalam supply chain.” Sedangkan menurut Australian/New Zealand Standard Risk

Management (AS/NZ Standard), risiko

merupakan “kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang dapat memberikan dampak negatif atau positif bagi suatu tujuan tertentu. Risiko diukur berdasarkan kemungkinan terjadi (likelihood) dan konsekuensi-nya (consequences)”.

Setelah mengetahui berbagai definisi risiko/ketidakpastian, maka perlu diketahui kategori risiko/ketidakpastian, penyebabnya dan jenis risiko/ketidakpastian yang termasuk di dalam kategori tersebut. Pemahaman ini diperlukan agar tidak terjadi kerancuan dan untuk menyamakan persepsi mengenai kategori dan jenis risiko. Beberapa peneliti melakukan pengkategorian risiko dari berbagai sudut pandang.

ƒ Konsep Robust Supply Chain

Definisi robust design adalah suatu desain yang bertujuan untuk meminimasi gangguan dari faktor noise maupun faktor terkendali. Sedangkan yang dimaksud dengan

robust supply chain adalah supply chain yang

mampu bertahan ketika dihadang oleh berbagai macam gangguan dan bencana yang tak terduga (Tang, 2005). Untuk mereduksi kerentanan

supply chain terhadap gangguan, maka Chopra

dan Sodhi (2004) menyediakan berbagai rencana efektif seperti meningkatkan kapasitas produksi, persediaan, fleksibilitas dan lain sebagainya. Menurut Tang (2005), ketika suatu gangguan muncul, rencana-rencana tersebut hanya dapat dilaksanakan hanya bila perusahaan telah menjalankan berbagai strategi proaktif terlebih dahulu.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada suatu framework (kerangka kerja) yang dikembangkan dari studi literatur yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Oleh karena konsep supply chain risk

management yang luas, maka pengembangan framework ini perlu dilakukan. Kerangka kerja

(4)

melakukan indentifikasi, analisa, evaluasi risiko dan perancangan strategi mitigasi dalam supply

chain perusahaan. Standar framework risk management yang digunakan merupakan modifikasi dari berbagai standar yang telah ada dengan acuan utama standar AS/NZ 4360 (Australia) dan BSI (Inggris).

Sedangkan untuk proses perancangan strategi, dilakukan dengan mengembangkan metode quality function deployment (QFD), dimana akan menggunakan bantuan matriks

house of quality (HOQ) untuk menyusun mitigation actions dalam menangani risiko yang

berpotensi timbul pada supply chain. Proses perancangan strategi ini mengacu pada

framework (kerangka kerja) yang dikembangkan oleh peneliti. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dari metodologi penelitian yang akan digunakan dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 2.1.

Proses perancangan strategi dilakukan dengan mengembangkan metode QFD, dimana akan menggunakan bantuan matriks house of

quality (HOQ) untuk menyusun mitigation actions dalam menangani risiko yang berpotensi

timbul pada supply chain. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses perancangan strategi ini mengacu pada framework (kerangka kerja) yang dikembangkan oleh peneliti.

Peneliti membagi tahapan perancangan strategi ke dalam dua tahapan yakni fase identifikasi risiko (risk identification) dan fase perlakuan risiko (risk treatment). Dalam fase identifikasi risiko, konsep risiko yang digunakan mengacu pada definisi risiko menurut AS/NZ 4630. Strategi mitigasi yang digunakan mengacu pada strategi proaktif yang dikembangkan oleh Tang (2005).

(5)

Dimana :

Ei = Kejadian risiko (Risk Events) dimana i = 1, 2, …, n

Ci = Dampak yang mungkin ditimbulkan dari resiko yang ada (Potential Causes of

risk);

dimana i = 1, 2, … , n

Aj = Penyebab risiko (Risk Agents) dimana j = 1, 2, ... , m

Si = Tingkat dampak suatu risiko (Severity

level of risk) Si = k ik i i S S S1× 2×K× ∀ i ;

dimana i = 1, 2, … n; k = penilaian orang ke-k

Oj = Tingkat kemunculan risiko (Occurance

level of risk)

Oj =

kOj1×Oj2×K×Ojk ∀ j ; dimana j = 1,

2, … m;

k = penilaian orang ke-k

Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i;

Rij ∈ {0,1}, untuk Rij = 1 maka terdapat korelasi antara risiko i dengan agen risiko j dan Rij = 0 bila sebaliknya

Pj = Prioritas risiko (Risk Priority Index)

Pj = Oj ∑ 1 = n i S i x (Rij x wij)∀ j ; dimana j = 1, 2, ... m; Rij ∈ {0,1};

wij = bobot korelasi antara agen risiko j dengan risiko i Step 1 To be treated risk agents A1 A2 A3 . . . . . An Step 3

Mitigation actions in strategic level (Proactive strategy) MS1 MS2 MS3 . . . MSm Step 2 Risk events occurred E1 E2 E3 . . . . . En Rn1 Rn2 Rn3 . . . Rnm Step 4

Mitigation actions in tactical level MT1 MT2 MT3 . . . MTm

Step 5

Relationship between mitigation actions and to be treated risk agent

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . MS1 MS2 MS3 . . . MSm T1 T2 T3 . . . . . Tn R11 R12 R13 . . . R1m R21 R22 R23 . . . R2m R31 R32 R33 . . . R3m . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rn1 Rn2 Rn3 . . . . Rnm

Gambar 2. Risk Treatment (Penanganan Risiko)

Dimana :

Ai = Agen risiko yang akan di treatment (i = 1, 2, … n)

Ei = Kejadian risiko yang timbul akibat agen risiko ke i (i = 1, 2, … n)

MSj = Aksi mitigasi di level strategik (j = 1, 2, …. m)

MTj = Aksi mitigasi di level taktis (j = 1, 2, …. m)

Rnm = Hubungan antara aksi mitigasi dengan risiko yang akan di treat

Rnm ∈ {0,1}, untuk Rnm = 1 maka ada hubungan dan 0 sebaliknya

(6)

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ƒ House Of Risk (HOR) fase identifikasi

risiko

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam melakukan perancangan strategi mitigasi untuk menciptakan rantai pasok yang robust, peneliti melakukan pengembangan metode QFD dan FMEA untuk menyusun suatu

framework dalam mengelola risiko. Dalam

penelitian ini, tool HOQ pada metode QFD akan dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi risiko dan merancang strategi untuk mengurangi atau mengeliminasi (me-mitigasi) agen/penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Oleh karena perubahan fungsi HOQ dari tool perencanaan produk menjadi tool perencanaan strategi mitigasi risiko, maka istilah house of risk (HOR) akan digunakan di dalam penelitian ini untuk mengganti istilah HOQ. Pengembangan perhitungan nilai prioritas risiko (RPN) dengan metode FMEA dilakukan untuk melakukan penaksiran risiko (risk assessment) di dalam HOR tersebut.

Secara garis besar, tahapan dalam

framework perencanaan strategi dengan menggunakan bantuan tool HOR, dibagi menjadi dua fase yakni fase identifikasi risiko (risk identification) dan fase penanganan risiko (risk treatment). Adapun tahapan input data ke dalam model HOR fase pertama (fase identifikasi risiko) yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tahap 1. Identifikasi proses bisnis / aktivitas

supply chain perusahaan berdasarkan

model SCOR (plan, source, make,

deliver dan return). Pembagian

proses bisnis ini bertujuan untuk

mengetahui dimana risiko tersebut dapat muncul (where are the risk). Selain proses bisnis, dalam tahap pertama ini, juga diidentifikasi departemen/biro yang bertanggung jawab dalam proses bisnis tersebut (risk owner) dan spesifikasi risiko untuk masing-masing proses bisnis. Tahap 2. Identifikasi kejadian risiko (risk

events) untuk masing-masing proses

bisnis yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Risiko ini merupakan semua kejadian yang mungkin timbul dan menimbulkan gangguan dalam pencapaian tujuan perusahaan (yang ditandai dengan tidak tercapainya KPI).

Tahap 3. Identifikasi tingkat dampak (severity) suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Nilai severity ini menyatakan

seberapa besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Adapun skala yang digunakan di dalam menentukan tingkat dampak suatu risiko merupakan tingkat skala 1-10.

Tahap 4. Identifikasi akibat (potential causes) suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Akibat risiko ini menyatakan gangguan yang mungkin timbul bila terjadi suatu kejadian risiko.

Tahap 5. Identifikasi agen penyebab risiko (risk agents), yaitu faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya

(7)

kejadian risiko yang telah teridentifikasi.

Tahap 6. Identifikasi korelasi (correlation) antara suatu kejadian risiko dengan agen penyebab risiko. Bila suatu agen risiko menyebabkan timbulnya suatu risiko, maka dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi ini dilambangkan dengan notasi Rij dimana :

Rij ∈ {0,1}, untuk Rij = 1 maka terdapat korelasi antara kejadian risiko i dengan agen risiko j dan Rij = 0 bila sebaliknya.

Nilai korelasi ini juga memiliki bobot (w), dimana semakin besar korelasi antara suatu agen risiko dengan kejadian risiko maka akan ditandai dengan skala nilai yang semakin besar. Bobot ini menyatakan seberapa besar suatu agen risiko menyebabkan timbulnya kejadian risiko. Adapun skala yang digunakan adalah 9 (bila korelasi kuat), 3 (bila korelasi sedang) dan 1 (bila korelasi lemah).

Tahap 7. Identifikasi peluang kemunculan (occurance) suatu agen risiko.

Occurance ini menyatakan tingkat

peluang frekuensi kemunculan suatu agen risiko sehingga mengakibatkan timbulnya suatu atau beberapa kejadian risiko yang dapat menyebabkan gangguan pada proses bisnis dengan tingkat dampak tertentu. Skala yang digunakan di dalam penentuan peluang

kemunculan suatu agen risiko merupakan skala 1-10.

Tahap 8. Perhitungan nilai indeks prioritas risiko (Pj). Indeks prioritas ini akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan prioritas agen risiko mana yang perlu dilakukan perancangan strategi mitigasi-nya.

Penentuan nilai indeks prioritas risiko (Pj) dari agen risiko menggunakan rumus sebagai berikut: Pj = Oj ∑ 1 = n i S i x (Rij x wij)∀ j (1) Dimana: j = 1, 2, ... m;

Si = Tingkat dampak suatu risiko (Severity level of

risk) Si = k ik i i S S S1× 2×K× ∀ i ; dimana i = 1, 2, … n; k = penilaian orang ke-k

Oj = Tingkat kemunculan risiko (Occurance level of risk) Oj =

kOj1×Oj2×K×Ojk

∀ j ; dimana j = 1, 2, … m; k = penilaian orang ke-k

Rij ∈ {0,1}; merupakan fungsi

binary untuk Rij = 1 bila ada korelasi antara agen risiko j dengan risiko i, dan Rij = 0 jika sebaliknya.

wij = bobot korelasi antara agen risiko j dengan risiko i.

(8)

ƒ House Of Risk (HOR) fase penanganan risiko

Setelah menyelesaikan tahapan proses pada fase ke-1 house of risk (HOR), maka langkah selanjutnya adalah memasuki fase ke-2 dari HOR. Pada fase ke-2 dari HOR ini berupa perancangan strategi mitigasi untuk melakukan penanganan (risk treatment) agen risiko yang telah teridentifikasi dan berada pada level risiko tinggi. Output dari HOR fase 1 akan digunakan sebagai input pada fase 2 ini. Dari fase pertama HOR, akan didapatkan nilai prioritas risiko dan level risiko dari masing-masing agen risiko yang telah teridentifikasi. Agen risiko yang terdapat pada level risiko tinggi akan menjadi input data pada tahap 1 dari HOR fase ke-2 ini. Adapun penjelasan singkat mengenai tahapan proses pada fase ke-2 HOR adalah sebagai berikut:

Tahap 1. Penentuan agen risiko yang akan dilakukan penanganan berdasarkan hasil ouput level risiko pada fase 1 HOR.

Tahap 2. Pemetaan kejadian risiko yang mungkin timbul akibat agen-agen risiko tersebut.

Tahap 3. Perancangan strategi mitigasi untuk level strategik.

Tahap 4. Perancangan strategi mitigasi untuk level taktik.

ƒ Program House of Risk (HOR)

Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh

framework yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan kelemahan dalam aspek teknis input data. Jika jumlah data risiko yang dimasukkan dan diolah di dalam matriks HOR sangat besar, maka tentunya user akan menemui kendala teknis berupa kesulitan dalam

memasukkan data dalam jumlah yang sangat besar tersebut. Kesulitan ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam memasukkan data sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi tidak valid (invalid). Sehingga, untuk mengatasi permasalahan ini maka peneliti juga merancang dan membuat suatu program yang dinamakan dengan program House of Risk (HOR). Program HOR ini dibuat dengan menggunakan bantuan software Visual Basic yang terdapat di dalam program Microsoft

Excel. Keuntungan yang akan didapat dengan

menggunakan bantuan program ini antara lain adalah memungkinkan user untuk melakukan

input data secara tersistematis dan meminimasi

kesalahan dalam input data.

Dari perhitungan indeks Pj dengan menggunakan rumus (1) untuk contoh kasus di PT. Petrokimia Gresik maka maka didapatkan hasil seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Sesuai dengan urutan nilai Pj terbesar maka dapat dikehatui bahwa 5 besar agen risiko adalah agen risiko A47 (Kedatangan kapal tidak sesuai jadwal), A39 (Ketidaksesuain jadwal pengiriman), A17 (Permintaan barang tidak menyebutkan spec yang jelas), A13 (Permintaan yang mendadak) dan A12 (Keterlambatan pengadaan barang). Dengan pertimbangan bahwa nilai Pj yang dimiliki kelima agen risiko ini cukup besar yakni diatas 1000 dan termasuk dalam ranking atas (top rank) prioritas risiko, maka diputuskan bahwa agen risiko yang memerlukan penanganan dengan membuat strategi mitigasi-nya adalah agen risiko A47, A39, A17, A13 dan A12. Namun perlu diperhatikan, meskipun nilai indeks prioritas tidak terlalu besar bukan berarti agen risiko ini tidak mungkin muncul dan tidak menimbulkan

(9)

dampak tertentu. Sehingga idealnya, jika tidak membicarakan masalah keterbatasan biaya dan waktu maka semua agen risiko yang berpotensi timbul seharusnya memiliki strategi mitigasi masing-masing.

Strategi mitigasi yang dipilih untuk masing-masing agen risiko didasarkan pada pertimbangan kejadian risiko yang ditimbulkan oleh agen risiko, serta akibat yang terjadi bila kejadian risiko tersebut timbul. Penjelasan singkat strategi robust supply chain untuk masing-masing agen risiko dapat dilihat pada tabel pada lampiran tabel.

Indeks Prioritas Risiko (Pj) dari terbesar ke terkecil

0 500 1000 1500 2000 2500

A47 A12 A18 A20 A36 A51 A53 A3 A31 A32 A38 A43 A10 A24 A30 Agen Risiko In d e ks P ri o ri ta s Pj

Gambar 3. Pareto Diagram Nilai Indeks Prioritas Risiko

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tesis manajemen rantai pasok dan aksi mitigasi untuk menciptakan rantai pasok yang robust ini antara lain adalah :

1. Dari hasil identifikasi risiko dengan menggunakan bantuan tool matriks house

of risk (HOR) untuk fase identifikasi risiko

(risk identification) terdapat 50 risiko dan 58 agen risiko yang teridentifikasi pada keseluruhan tahapan proses akitvitas intern

supply chain perusahaan dengan

menggunakan model SCOR (terbagi ke dalam tahapan plan, source, make, deliver dan return). Dari fase pertama HOR ini diketahui bahwa suatu agen risiko dapat pula menyebabkan berbagai kejadian risiko dengan nilai bobot korelasi tertentu.

2. Dengan pengembangan metode FMEA maka didapatkan nilai indeks prioritas risiko yang merupakan hasil perkalian tingkat occurance agen risiko dengan nilai korelasi-nya. Dari hasil perhitungan indeks prioritas risiko (risk priority index), maka didapatkan ranking agen risiko yang akan diprioritaskan untuk di-mitigasi. Dalam hal ini, agen risiko yang mendapat prioritas untuk dirancang strategi mitigasi-nya adalah agen risiko A47 (kedatangan kapal tidak sesuai dengan jadwal) dengan nilai indeks prioritas 2144, A39 (ketidaksesuaian jadwal pengiriman) dengan nilai indeks prioritas 1554, A17 (permintaan tidak menyebutkan spesifikasi yang jelas) dengan nilai indeks prioritas 1530, A13 (permintaan yang mendadak) dengan nilai indeks prioritas 1404 dan A12 (keterlambatan pengadaan barang) dengan nilai indeks prioritas 1278.

3. Hasil output pada HOR fase pertama (fase identifikasi risiko), merupakan input pada HOR fase kedua (fase penanganan risiko). Dimana pada fase kedua ini merupakan pemetaan strategi mitigasi untuk agen risiko yang diprioritaskan untuk dilakukan mitigasi dengan menggunakan strategi proaktif agar tercipta rantai pasok yang

robust.

4. Strategi proaktif yang disarankan untuk memitigasi agen risiko di dalam penelitian

(10)

ini adalah strategi proaktif supply dan produk serta strategi supply chain

coordination, sedangkan strategi level

taktis yang digunakan antara lain adalah

strategic stock, flexible supply base, flexible transportation dan silent product rollover.

Idealnya, semua agen risiko yang teridentifikasi di-mitigasi dengan strategi proaktif sehingga rantai pasok yang robust dapat tercipta.

DAFTAR PUSTAKA

Alijoyo, A. (2006). ”Enterprise Risk

Mana-gement”. Jakarta: PT. Ray Indonesia.

Anggraini, M. (2006). ”Analisis dan Evaluasi

Risiko Supply Chain di Lamp Component Factory PT. Philips Lighting Surabaya”.

Tugas Akhir , Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Besterfield, H.Dale, Carol, H. Glen dan Mary (1999). “Total Quality Management”, 2nd Edition. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Chan, Lai-Kow dan Wu, Ming-Lu (2004). A systematic approach to quality function deployment with a full illustrative example. “Omega: The International Journal of

Management Science”.

Chopra, S. dan Meindl, P. (2004). “Supply

Chain Management: Strategy, Planning and Operations”, 2nd Edition. Upper Saddle River, NY: Prentice-Hall.

Chopra, S. dan Sodhi, S.M (2004). Managing Risk to Avoid Supply-Chain Breakdown.

“Sloan Management Review”, Vol. 46,

no.1, hal. 53-61.

Christopher, M. (2003). “Creating Resilient

Supply Chains: A Practical Guide”

[online]. Diambil dari : <http://www.cranfield.ac.uk/som/scr>

[diakses 9 September 2006]

Hart, B. (2006). “Risk Management AS/NZS

4360:2004”.

Holmen, E. dan Kristensen, P.S. (1998). Supplier roles in product development: Interaction versus task partitioning. “European Journal of Purchasing &

Supply Management”, Vol.4, hal. 185 –

193.

Hugos, M. (2003). “Essentials of Supply Chain

Managements”. New Jersey: John Wiley &

Sons.

Kobillard, L. (2001). “Integrated Risk

Management Framework”. Treasury

Board of Canada Secretariat.

Lambert, D.M., James, R.S., dan Lisa M.E. (1998). “Fundamentals of Logistics

Management”. Boston: McGraw-Hill.

Pujawan, I Nyoman (2005). “Supply Chain

Management”. Surabaya: Gunawidya.

Shahin, A. (2003). Integration of FMEA and the Kano Model An Exploratory Examination. “Emerald: International Journal of

Quality and Reliability Management”,

vol.21 no.7, hal.731-746.

Shortreed, J., Hicks J., Craig, L. (2003). “Basic

Frameworks for Risk Management”. The

Ontario Ministry of the Environment [online]. Diambil dari:

<http://www.irrneram.ca/pdf_files/basicFra meworkMar2003.pdf> [diakses 26 September 2006]

Tang, S.C. (2005). “Proactive Product, Supply

and Demand Strategies for Constructing Robust Supply Chains” [online]. Diambil

dari:

<http://www.anderson.ucla.edu/documents/ areas/fac/dotm/supply_chain.pdf> [diakses 11 September 2005]

Tang, S.C. (2005). “Robust Strategies for

Mitigating Supply Chain Disruptions”

[online]. Diambil dari: <http://www.anderson.

ucla.edu/x3258.xml> [diakses 26 September 2005]

Tang, S.C. (2006). Perspectives in Supply Chain Risk Management: A Review. “International Journal Production

(11)

LAMPIRAN

Tabel Deskripsi Strategi Mitigasi

Agen Risiko Strategi level

taktik Penjelasan Rencana

Kedatangan kapal tidak sesuai dengan jadwal

Strategic stock Kedatangan kapal yang tidak sesuai dengan jadwal dapat mengakibatkan terjadinya shortage/overstock barang di gudang. Agar dapat merespon permintaan

user/pelanggan dengan cepat setelah risiko terjadi, maka

dapat dengan meningkatkan ketersediaan barang.

Strategic stock diharapkan dapat membantu mengatasi

permasalahan ketersediaan barang ini sehingga tidak terjadi shortage barang di gudang Gresik maupun gudang penyangga.

Flexible transportation

Dengan menggunakan multi-carrier transportation

model, maka kiriman barang dapat dipisah untuk

beberapa perusahaan forwarder yang berbeda sehingga bila terjadi keterlambatan oleh satu forwarder maka masih dapat di-cover oleh forwarder yang lain.

Silent product rollover

Kedatangan kapal tidak sesuai jadwal dapat mengakibatkan terjadinya keterlambatan pengiriman pupuk ke pelanggan akibatnya dapat terjadi shortage di gudang penyangga. Untuk mengatasi permasalahan ini maka dapat dengan menerapkan strategi silent product

rollover sehingga pelanggan akan lebih memilih pupuk

yang tersedia.

(12)

Lanjutan Tabel 4.2

Agen Risiko Strategi level

taktik Penjelasan Rencana

Ketidaksesuain jadwal pengiriman

Strategic stock

Ketidaksesuaian jadwal pengiriman dapat mengakibatkan terjadinya shortage/overstock barang di gudang. Agar dapat merespon permintaan

user/pelanggan dengan cepat setelah risiko terjadi, maka

dapat dengan meningkatkan ketersediaan barang.

Strategic stock diharapkan dapat me-mitigasi risiko shortage maupun overstock barang.

Flexible transportation

Dapat menggunakan metode multi-carrier

transportation maupun multiple routes. Dengan

menggunakan multi model transportation maka dapat mencari alternatif jasa forwarder yang digunakan, sehingga bila salah satu forwarder tidak memenuhi kesepakatan dalam kontrak maka dapat dengan segera

switch ke forwarder yang lain. Sedangkan dengan multiple routes maka dapat dicari rute alternatif

pengiriman sehingga barang dapat terkirim sesuai dengan jadwal.

Silent product rollover

Ketidaksesuaian jadwal pengiriman mengakibatkan terjadinya shortage di gudang penyangga. Untuk mengatasi permasalahan ini maka dapat dengan menerapkan strategi silent product rollover sehingga pelanggan akan lebih memilih pupuk yang tersedia.

Permintaan barang tidak menyebutkan

spec. yang jelas

Strategic stock Permintaan barang yang tidak menyebutkan spesifikasi yang jelas dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam pengadaan barang. Dampak yang ditimbulkan dari risiko keterlambatan pengadaan barang ini adalah terjadinya shortage barang sehingga strategic stock dapat diterapkan untuk memitigasi risiko ini.

Coordination Agen risiko ini merupakan faktor internal dari user sehingga perlu dilakukan koordinasi dengan user agar melakukan permintaan dengan lebih spesifik atau dengan membuat suatu standar spesifikasi umum

Permintaan yang mendadak

Strategic stock Permintaan yang mendadak mengakibatkan terjadinya keterlambatan penerimaan bahan baku. Agar dapat me-mitigasi permintaan yang mendadak yang menimbulkan risiko keterlambatan penerimaan bahan baku maka dapat menggunakan strategic stock.

Flexible supply base

Dengan strategi flexible supply base maka dapat memitigasi agen risiko permintaan yang mendadak oleh karena dapat dengan mudah berganti supplier yang mampu memenuhi permintaan yang mendesak

Coordination Koordinasi dengan user agar permintaan barang sesuai dengan rencana, tidak mendadak dan disesuaikan dengan waktu pengadaan barang

Keterlambatan pengadaan barang

Strategic stock Keterlambatan pengadaan barang berakibat pada terjadinya shiortage/overstock barang sehingga dapat menerapkan strategi strategic stock untuk me-mitigasi agen risiko ini.

Gambar

Gambar 1. Risk Identification (Indentifikasi Risiko)
Gambar 2. Risk Treatment (Penanganan Risiko)
Gambar 3. Pareto Diagram Nilai Indeks  Prioritas Risiko
Tabel  Deskripsi Strategi Mitigasi

Referensi

Dokumen terkait

Dari proses identifikasi model HOR tahap 1 ditemukan 24 kejadian risiko (risk event ) dan 24 agen penyebab risiko (risk agent), selanjutnya penerapan HOR tahap 2 diperoleh

Prioritas strategi mitigasi untuk tindakan pencegahan kemunculan agen risiko pada rantai pasok industri daging ayam broiler skala menengah di Kota Malang adalah penyuluhan

Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai cara untuk menangani agen risiko serta evaluasi dari strategi penanganan risiko tersebut, sehingga pada tahap ini

Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai cara untuk menangani agen risiko serta evaluasi dari strategi penanganan risiko tersebut, sehingga pada tahap ini

Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu Risiko SCM, sehingga akan tampil tampilan sistem

MANAJEMEN AKSIPengertianAksi (demontrasi) adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa terntentu

spesifikasi yang dalam hal ini merupakan kinerja dari supply chain, sangat perlu dilakukan analisis risiko supply chain bagi perusahaan untuk mengetahui risiko mana yang

Pada tahap ini perancangan strategi mitigasi dengan menggunakan House of Risk (HOR)2 untuk menangani risiko yang teridentifikasi berpotensi terjadi pada supply