• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Dalam rangka untuk memperoleh pemahaman yang lengkap tentang dinamika masyarakat dalam pembangunan desa yang berbasis kearifan lokal, maka diperlukan penelusuran tentang kajian yang relevan dari penelitian–penelitian sebelumnya.

Adapun hasil dari penelusuran penelitian terdahulu antara lain sebagai berikut :

A. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzul Amri, Zulfan Saam dan Thamrin pada Tahun 2013 dengan judul : Kearifan Lokal Lubuk Larangan Sebagai Upaya Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten Kuantan Singingi dengan temuan bahwa pemerintah daerah setempat telah mencoba melakukan pemberdayaan masyarakat desa setempat berbasis kearifan lokal dengan jalan memfasilitasi peningkatan aktivitas perekonomian masyarakat, agar tidak bersinggungan dengan adat serta melakukan sosialisasi pengembangan perekonomian yang dapat meningkatkan kesejahteraan tanpa harus melanggar tata aturan adat.

B. Penelitian yang dilakukan oleh Rarun Virginia Heidy, Warnes Kakansing dan Wilson Bogar pada Tahun 2012 dengan judul Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kelurahan Taratara I Kecamatan Tomohon Barat Kota Tomohon dengan temuan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa dapat berjalan dengan optimal, karena adanya keikutsertaan seluruh anggota masyarakat secara aktif dalam setiap tahap pelaksanaan program tersebut.

(2)

C. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Multika Sari, Andy Fefta Wijaya dan Abdul Wachid (2012) dengan judul Penerapan Konsep

Green Economy dalam Pengembangan Desa Wisata sebagai Upaya Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan (Studi pada Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kota Batu) dengan temuan bahwa penerapan konsep green economy belum dapat secara optimal dilaksanakan karena sumber daya manusia yang kurang mampu mendukung program yang dicanangkan, serta belum diterapkannya peran pemerintah sebagai pengawas pelaksanaan program yang tidak optimal.

D. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain, Asdi Agustar dan Rudi Febriamansyah pada Tahun 2008 tentang : Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Sumber Daya Pesisir (studi kasus di Desa Panglima Raja Kecamatan Concong Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau) dengan temuan kearifan lokal tidak lagi dijadikan panduan dasar dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dikarenakan kebijakan pemerintah sejak masa pemerintahan Orde Baru yang lebih mengedepankan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pesisir untuk tujuan ekonomis.

Penelitian yang dilakukan oleh Amri, dkk (2013) telah membahas secara mendalam kearifan lokal, menemukenali permasalahan pengembangan perekonomian masyarakat yang berbenturan dengan kearifan lokal serta menyusun solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini telah berhasil memberikan gambaran pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan berbasis kearifan lokal, namun demikian pembahasan terkait dengan usaha konservasi alam kurang dalam dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Heidy, dkk (2012) telah membahas secara mendetail tentang program pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kawasan pedesaan termasuk didalamnya model perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program tersebut. Namun demikian penelitian tersebut tidak mengkaitkan pelaksanaan pembangunan dengan kearifan lokal yang ada pada

(3)

wilayah penelitian serta tidak mengkaji dampak pembangunan terhadap ketersediaan sumber daya alam dan pelestariannya.

Penelitian yang dilakukan Sari, dkk (2012) membahas secara mendalam tentang pembangunan berwawasan lingkungan dimana konsep konservasi lingkungan menjadi dasar dalam pengembangan wilayah pedesaan. Namun demikian, meskipun dalam proses pelestarian alam peran serta masyarakat dilibatkan secara aktif tetapi pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka tidak dibahas.

Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain, dkk (2008) membahas tentang pengembangan kawasan pedesaan berdasarkan kearifan lokal. Pada penelitian tersebut diketahui berbagai permasalahan pengembangan kawasan yang terkait dengan kearifan lokal sebagai dasar pembangunan desa. Walaupun penelitian tersebut membahas peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat namun konsep pemberdayaan masyarakat dan konservasi alam tidak dibahas secara mendalam.

Pembangunan

Pembangunan merupakan sebuah proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial, sikap-sikap yang sadar terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk percepatan atau akselarasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran, ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 1993: 124). Oleh karena itu secara tidak langsung pembangunan menyatakan kemajuan, pertumbuhan dan perubahan menuju sebuah keadaan yang lebih baik dari sebelumnya, dimana prosesnya secara keseluruhan selalu terkait dengan kondisi perekonomian, sosial dan perubahan fisik lingkungan.

Pembangunan sebagai sebuah kemajuan dapat diartikan sebagai proses perubahan sosial yang terkait dengan proses distribusi potensi sosial kepada seluruh anggota masyarakat seperti pendidikan,

(4)

kesehatan, pelayanan pemerintahan, perumahan dan berbagai macam aspek dalam kehidupan masyarakat (Todaro, 1993: 146). Pembangunan terkait dengan kemajuan menekankan pada pemerataan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang dapat menjamin peningkatan potensi yang ada pada masyarakat baik dari sisi pendidikan, kesehatan, perekonomian dan sebagainya.

Sementara itu, pembangunan sebagai sebuah pertumbuhan mengarah kepada transformasi teknologi dan perekonomian yang pada intinya berfokus pada pertumbuhan ekonomi (Todaro, 1993: 151). Sasaran pembangunan sebagai sebuah pertumbuhan yaitu perubahan dan perkembangan teknologi yang dapat memfasilitasi perbaikan dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan masyarakat.

Menurut Morris, dkk (1973: 16) tujuan dilaksanakannya pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur berdasarkan tiga indikator yaitu : 1) rata-rata tingkat harapan hidup; 2) rata-rata kematian bayi dan 3) rata-rata potensi buta huruf dan melek aksara. Indikator usia harapan hidup memperlihatkan tingkat kemampuan masyarakat dalam memenuhi semua kebutuhan pokok yang memberikan mereka kesempatan untuk dapat hidup lebih sehat. Sedangkan jumlah kematian bayi memperlihatkan akses masyarakat terhadap perawatan dan perlakuan yang tepat proses kehamilan dan persalinan ibu hamil yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Potensi melek aksara memperlihatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses pendidikan serta juga memperlihatkan potensi pertumbuhan perekonomian yang didasari tingkat pendidikan yang lebih baik.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 menghasilkan sebuah kesepakatan tentang konsep pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien dan memperhatikan keberlanjutan pemanfaatannya terutama bagi generasi di masa yang akan datang yang disebut sebagai konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Mitchell, dkk (1997: 48)

(5)

menggambarkan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai sebuah konsep pembangunan yang memperhatikan tiga aspek dalam pelaksanaan pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya. Pembangunan dianggap berkelanjutan menurut Mitchell, dkk (1997: 48) apabila setiap aspek dalam pembangunan telah diperhatikan dan dikembangkan sedemikan rupa, sehingga ketiga aspek tersebut dapat berkembang secara selaras dan berkesinambungan. Secara selaras diartikan bahwa perkembangan pada satu aspek tidak akan membuat aspek yang lainnya terbengkelai. Adapun secara berkesinambungan merupakan harapan dimana perkembangan setiap aspek sebagai hasil dari pembangunan akan dapat terus dilakukan dan dirasakan secara terus menerus tanpa adanya indikasi terjadinya penurunan.

Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (Salim, 1990: 13) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.

Sutamihardja (2004: 36), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya: 1. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi

(intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam yang

replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.

2. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.

3. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan

(6)

pemerataan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

4. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).

5. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.

6. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.

Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya (Sutamihardja, 2004: 41). Namun demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung pada kebutuhan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan produksi pada skala maksimum. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi ditempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja terjadi bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat membahayakan lingkungan. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan masyarakat terpenuhi kebutuhan dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama untuk semua orang.

Menurut Heal (dalam Fauzi, 2004: 86) konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi

(7)

dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.

Pezzey (dalam Fauzi, 2004: 88) melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Definisi dari konsep pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh dapat dijelaskan pada pendapat Harris, 2000: 27) yang menyatakan bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2) Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

Pembangunan Desa

Salah satu makna pembangunan yakni pemerataan, dimana pembangunan harus dapat dilaksanakan dan memberikan dampaknya bagi seluruh lapisan masyarakat dimanapun mereka berada, dengan tujuan memberikan jaminan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan keberlangsungan hidup baik untuk generasi masa kini maupun generasi masa depan (Todaro, 1993: 86). Uraian tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan yang dipelopori dan diinisiasi oleh pemerintah harus mampu menjamin peningkatan kesejahteraan

(8)

ekonomi masyarakat untuk seluruh wilayah, termasuk juga pembangunan di wilayah pedesaan.

Membangun sebuah desa merupakan sebuah konsep pembangunan sebuah kawasan yang secara spesifik digambarkan sebagai daerah dengan komunitas yang kecil, memiliki karakteristik yang serupa, serta memiliki hubungan yang sangat akrab dan serba informal (Rahardjo, 2010: 29). Daerah dengan komunitas yang kecil memiliki keuntungan besar dimana setiap kepentingan, potensi dan permasalahan yang muncul dalam pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan jauh lebih mudah untuk ditemukenali, termasuk kearifan lokal dalam masyarakat setempat.

Sementara karakteristik yang hampir serupa akan membuat daerah tersebut secara alami memiliki aktivitas dominan yang dapat dengan segera dikenali potensi dan permasalahan yang dimiliki, agar dapat dikembangkan lebih jauh lagi. Membangun sebuah daerah dengan tingkat keakraban yang tinggi antar anggota masyarakat memungkinkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan lebih mudah dibangun dan dilaksanakan dengan pendekatan persuasif, sehingga memotivasi anggota masyarakat untuk turut berperan aktif dalam pembangunan serta turut menyebarkan informasi pembangunan kepada anggota masyarakat lainnya.

Sebagai sebuah kawasan, pedesaan memiliki beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam membangunnya. Dalal-Clayton (2003: 26) menyoroti beberapa aspek yang sangat umum ditemukan pada daerah pedesaan di negara-negara berkembang, antara lain:

1. Masalah kemiskinan dan lapangan pekerjaan

2. Masalah akses yang menjamin keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya agraria

3. Masalah keterkaitan desa-kota, dimana desa merupakan daerah penunjang penyedia hasil pengolahan sumber daya alam, penyedia tenaga kerja yang secara umum tingkat perkembangannya jauh lebih lambat dibanding kawasan perkotaan yang merupakan kawasan pusat aktivitas.

(9)

Menurut Ndraha (2003: 24-25) pembangunan desa memiliki ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut:

1. Membangun masyarakat desa berarti membangun masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.

2. Tanpa partisipasi aktif dari masyarakat desa bersangkutan dalam proses pembangunan proyek, pembangunan itu bukanlah pembangunan desa.

3. Metode pendekatan pembangunan desa adalah metode yang telah disesuaikan dengan kondisi-kondisi psikologis, sosial dan ekonomi pada setiap lingkungan kebudayaan dimana desa berada.

4. Proses pembangunan desa adalah usaha berencana dan diorganisasikan guna membantu anggota masyarakat untuk memperoleh sikap, keterampilan dan pengertian yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desa.

5. Pembangunan masyarakat bermaksud membangun rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan itu sendiri.

6. Pembangunan masyarakat berarti pembangunan swadaya, mengintensifkan partisipasi masyarakat, meningkatkan swadaya gotong-royong masyarakat untuk selanjutnya dapat berkembang sendiri meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat.

7. Membangun pedesaan berarti juga membangun prakarsa dan lingkungan yang serasi.

Konsep Pelestarian Sumber Daya Alam

Sumber daya alam merupakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup manusia (Irawan, 1992: 103). Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non fisik.

(10)

Pelestarian Sumber Daya Alam atau sering disebut juga sebagai Konservasi Sumber Daya Alam berarti penggunaan sumber daya yang optimum (efisien dan teratur) dalam jangka panjang dengan mengurangi pemborosan baik secara ekonomi maupun sosial, dan memaksimumkan pendapatan bersih sepanjang waktu (Wartaputra, 1990: 36). Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa konservasi merupakan pemakaian sumber daya dengan bijaksana dan mempertimbangkan unsur waktu, sehingga mengandung kearifan lokal di dalamnya. Strategi konservasi dunia pada tahun 1980 mengemu-kakan bahwa dalam konsep pelestarian sumber daya alam terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan (Wartaputra, 1990: 54), antara lain: 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, sumber daya alam

dipandang sebagai sumber utama yang mempengaruhi kemam-puan manusia untuk terus hidup dan berkembang, dimana ketiadaan SDA akan menurunkan kemampuan manusia bertahan hidup dan oleh karenanya harus tetap dipertahankan dalam keadaan seimbang.

2. Pengawetan/pelestarian aneka ragam genetik yang ada, pelestarian ragam genetik selalu terkait dengan karakter lingkungan alam tempat ragam genetik tersebut berada, dengan melestarikan seluruh ragam genetik, maka manusia dapat terus memanfaatkan ragam genetik tersebut dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup dan keperluan ekonominya.

3. Pelestarian manfaat, melestarikan manfaat berarti juga melestarikan kapasitas SDA untuk terus dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan dengan demikian memberikan kesempatan kepada manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan kondisi perekonomiannya.

Tujuan dilaksanakannya konservasi sumber daya alam yang tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga

(11)

dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Dwidjoseputro (1994: 32) menggam-barkan secara lebih rinci tujuan dari pelestarian SDA antara lain meliputi:

1. Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya alam terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna alam. 2. Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa lalu yang telah membahayakan produktivitas sumber daya alam. 3. Penggunaan yang seefisien mungkin.

4. Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lainnya. 5. Mencarikan pengganti Sumber Daya Alam yang telah menipis atau

habis sama sekali.

6. Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam pemilihan Sumber Daya Alam untuk dapat dimanfaatkan secara optimal.

7. Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan Sumber Daya Alam diperpadukan berbagai kepentingan, sehingga tidak terjadi pemborosan atau yang satu merugikan yang lain.

Konsep Kesejahteraan Masyarakat

Sejahtera merupakan suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya yang meliputi kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman serta terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sen, 2002: 8). Lebih lanjut lagi, Sen (2002: 39-45) memaparkan bahwa peningkatan kesejahteraan dapat terwujud apabila terjadi perubahan kearah positif terhadap tingkat kehidupan (levels of living),

(12)

peme-nuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life) dan pembangunan manusia (human development) baik pada individu ataupun pada sebuah komunitas masyarakat.

Terkait dengan pelaksanaan pembangunan, maka kesejahteraan lebih tepat untuk diartikan sebagai kesejahteraan pada konsep kesejahteraan sosial (Nasikun, 1993: 25). Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Terkait dengan pencapaian kesejahteraan masyarakat, Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) mengedepankan empat aspek yang dapat dijadikan indikator penilaian kesejahteraan yang terdiri atas:

1. Tingkat pendapatan keluarga, sejahtera dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana tingkat perekonomian masyarakat memberikan kesempatan kepada masyarakat tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Kebutuhan primer seperti pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (perumahan yang layak) merupakan komoditas yang pada saat ini, tidak akan dapat terpenuhi tanpa ada kemampuan ekonomi dari masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya, menilai kapasitas perekonomian masyarakat merupakan salah satu cara penilaian kesejahteraan, dimana penilaian kapasitas ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat tersebut. 2. Tingkat pendidikan keluarga, salah satu hal yang sangat penting

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap berbagai macam informasi yang memberikan mereka kesempatan untuk dapat lebih berkembang. Modal wawasan seperti itu hanya dapat dicapai melalui pengem-bangan tingkat pendidikan, dimana pendidikan yang lebih baik akan memberikan akses informasi yang lebih baik, kemampuan menganalisis kondisi yang juga lebih baik dan pada akhirnya meningkatkan kemampuan untuk menemukan solusi dari setiap permasalahan yang telah diidentifikasi menjadi lebih baik lagi.

(13)

3. Tingkat kesehatan keluarga, kesehatan merupakan modal utama selain modal dana dan informasi dimana tingkat produktivitas masyarakat akan menjadi rendah apabila faktor kesehatan menjadi sebuah masalah yang mengganggu kemampuan masyarakat beraktivitas dalam kegiatan ekonominya sehari-hari. Tingkat kesehatan yang lebih baik berarti kemampuan untuk melakukan aktivitas perekonomian yang lebih baik, dan artinya peningkatan produktivitas yang membuat perekonomian masyarakat akan menjadi lebih baik juga.

4. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga; rumah dapat diartikan sebagai sebuah shelter, yaitu tempat berlindung sekaligus berkembang. Sebuah rumah akan menjadi tempat beraktivitas yang paling dominan dengan waktu tinggal mencapai 2/3 dari waktu hidup masyarakat setiap harinya pada hari kerja yang artinya kondisi rumah yang baik akan memberikan masyarakat sebuah tempat untuk memulihkan kondisi kesehatan dan pikirannya secara lebih baik guna bersiap kembali beraktivitas di hari berikutnya. Rumah menjadi tempat untuk berkembang karena aktivitas di rumah memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai macam informasi tambahan yang dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah rumah yang baik adalah rumah dengan utilitas yang memadai (sanitasi, ventilasi, dan sebagainya) dan terawat dengan baik, sehingga dapat menunjang kehidupan mereka yang bertempat tinggal dengan lebih baik.

Menilai kesejahteraan masyarakat, berdasarkan uraian di atas dapat dititikberatkan pada penilaian terhadap empat indikator yang telah dibahas.

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep yang mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat

(14)

(community based development), dimana memberdayakan masyarakat dapat dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat seluruh anggota masyarakat atau dapat dipandang sebagai upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat (Mardikanto dan Soebianto, 2013: 39-40). Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperdayakan kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan masyarakat terkandung makna untuk menciptakan masyarakat yang mampu menyeleng-garakan kegiatan ekonomi yang berdaulat, yaitu kegiatan ekonomi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang didalamnya terkandung masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal, akses yang luas terhadap pasar ekonomi serta kemampuan manajerial yang baik dalam mengelola kegiatan ekonomi yang diselenggarakan.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah pendekatan yang memberikan wewenang serta kesempatan yang jauh lebih besar kepada masyarakat untuk mengelola proses pembangunan yang berlangsung di wilayahnya, dimana kewenangan yang dimaksud meliputi keseluruhan proses pembangunan dari identifikasi permasalahan dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta proses penarikan kesimpulan hasil dan manfaat pembangunan (Soetomo, 2013: 69). Pembangunan dengan tujuannya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat lebih efektif dilaksanakan dengan menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat, terutama apabila pembangunan dilaksa-nakan di kawasan pedesaan. Menurut Soetomo (2013: 69) asumsi yang mendasari pemikiran ini bahwa kontrol pelaksanaan sebuah pembangunan sudah selayaknya diberikan kepada pihak yang menanggung akibat paling besar dari pelaksanaan pembangunan tersebut.

Menyerahkan kontrol pembangunan kawasan pedesaan kepada masyarakat desa akan lebih tepat, mengingat masyarakat jauh lebih mengenali potensi dan permasalahan yang mereka hadapi dalam mengembangkan tingkat perekonomian mereka. Disamping itu, mengingat pada sebuah kawasan pedesaan selalu ada tadisi, budaya dan kearifan lokal yang menjadi tatanan hukum tak tertulis, maka

(15)

memberikan kepercayaan pelaksanaan proses perencanaan dan pembangunan kawasan pedesaan kepada masyarakat desa akan membuat keseluruhan proses pembangunan di desa tersebut sesuai dengan tradisi lokal yang tentunya akan dilaksanakan dan dipatuhi oleh segenap lapisan masyarakat secara sukarela.

Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk melakukan perbaikan pada setiap aspek kehidupan masyarakat yang diberdayakan yang menurut Mardikanto dan Soebiato (2013: 111-112) terdiri atas :

1. Perbaikan pendidikan

Pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang dapat menumbuhkan semangat masyarakat untuk belajar terus seumur hidup

2. Perbaikan aksesibilitas

Peningkatan kesadaran untuk terus belajar akan menumbuhkan semangat untuk mencari informasi yang terkait dengan sumber informasi, sumber pembiayaan, penyedia produk dan peralatan, lembaga pemasaran, dan sebagainya.

3. Perbaikan tindakan

Adanya perbaikan pendidikan serta aksesibilitas yang lebih baik akan mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.

4. Perbaikan kelembagaan

Perbaikan dalam pengambilan tindakan akan selalu dibarengi dengan kemauan untuk memperbaiki jejaring kemitraan-usaha. 5. Perbaikan usaha

Dengan adanya perbaikan pengetahuan, akses yang lebih baik terhadap setiap aspek kegiatan, tindakan yang lebih terorganisir serta jejaring mitra-usaha yang lebih teratur, maka diharapkan ada perbaikan bisnis usaha yang dijalankan

(16)

6. Perbaikan pendapatan

Dengan terjadinya perbaikan bisnis dan usaha yang dijalankan, maka diharapkan akan terjadi perbaikan pendapatan masyarakat 7. Perbaikan lingkungan

Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena biasanya kerusakan lingkungan disebabkan kemiskinan atau pendapatan yang terbatas

8. Perbaikan kehidupan

Tingkat pendapatan yang baik serta lingkungan yang membaik diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat

9. Perbaikan masyarakat

Perbaikan kehidupan disetiap unit keluarga yang didukung kondisi lingkungan yang membaik diharapkan dapat mewujudkan perbaikan kondisi masyarakat

Perbaikan pada setiap aspek kehidupan masyarakat di atas menurut Mardikanto dan Soebiato (2013: 111) merupakan tahap perbaikan yang runtut dimana perbaikan pada satu aspek akan selalu didahului oleh perbaikan pada aspek lainnya. Perbaikan pendidikan merupakan dasar dari perbaikan aksesibilitas yang kemudian dilanjutkan perbaikan tindakan. Perbaikan tindakan memacu perbaikan kelembagaan yang kemudian menyebabkan perbaikan usaha. Dengan membaiknya usaha, maka akan terjadi perbaikan pendapatan yang kemudian akan membuat kerusakan lingkungan menjadi rendah. Meningkatnya kondisi lingkungan dan perbaikan pendapatan akan menyebabkan perbaikan kehidupan di setiap keluarga yang pada akhirnya akan menciptakan perbaikan masyarakat.

(17)

Gambar 2.1

Tahap Perbaikan Masyarakat sebagai Tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat dengan jalan memberikan dukungan fasilitasi kepada kelompok masyarakat yang miskin sumber daya, agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri (Mardikato dan Soebiato (2013: 61). Sebagai sebuah proses, Mardikato dan Soebiato (2013: 67-87) meninjau pemberdayaan masyarakat dari lima sudut pandang, antara lain :

1. Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran 2. Pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas 3. Pemberdayaan sebagai proses sosial

(18)

5. Pemberdayaan sebagai proses pengembangan partisipasi masyarakat

Sebagai sebuah proses, pemberdayaan memerlukan inovasi berupa ide, produk, gagasan hingga teknologi yang dapat berasal dari luar atau lebih baik apabila berasal dari pengembangan atas kebiasaan, nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal masyarakat itu sendiri (Mardikato dan Soebiato, 2013: 66).

Pemberdayaan sebagai Proses Pembelajaran

Pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan terencana dapat dilaksanakan melalui beberapa cara antara lain : pemaksaan, ancaman, bujukan dan pendidikan (Mardikato dan Soebiato, 2013: 67). Penggunaan metode pemaksaan dan ancaman akan memperoleh perubahan yang sangat cepat terjadi, namun perubahan tersebut akan kembali seperti sedia kala pada saat kekuatan yang mampu memberikan pemaksaan dan ancaman sudah tidak lagi berkuasa. Metode bujukan juga dapat memperoleh perubahan yang sangat cepat, namun kondisi perubahan juga akan kembali seperti sedia kala apabila alat pembujuk yang diberikan sudah tidak lagi tersedia. Satu-satunya metode dengan waktu pencapaian yang lambat adalah melalui pendidikan/ pembelajaran, namun hasil perubahan yang didapat melalui pembelajaran akan memberikan dampak yang semakin bagus dari hari ke hari seiring dengan peningkatan kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat akan pentingnya keberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan secara mandiri.

Mead (1959, dalam Mardikato dan Soebiato: 2013, 68) menjelaskan bahwa proses belajar dalam pemberdayaan bukan bersifat “menggurui” namun lebih mengarah pada menumbuhkan semangat belajar bersama yang merupakan insiatif mandiri anggota masyarakat dan juga partisipatif dimana seluruh anggota dalam masyarakat bersedia sukarela terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.

Sebagai sebuah proses pembelajaran yang mandiri dan partisipatif, maka ukuran efektivitas pencapaian tujuan proses pemberdayaan sebagai pembelajaran bukanlah seberapa banyak ilmu

(19)

yang berhasil ditransfer kepada masyarakat atau seberapa sering intensitas pertemuan dilakukan. Ukuran keberhasilan proses pembelajaran lebih kepada seberapa jauh terjadinya dialog, diskusi dan tukar pengalaman (Mardikato dan Soebiato, 2013: 68), oleh karenanya seorang fasilitator yang memprakarsai diadakannya dialog tukar pengalaman haruslah orang-orang yang memiliki pengalaman lebih terkait dengan pengembangan potensi ekonomi masyarakat, sehingga dapat dijadikan contoh sekaligus motivasi bagi masyarakat desa.

Pemberdayaan sebagai Proses Penguatan Kapasitas

Penguatan kapasitas adalah inti dari pemberdayaan masyarakat dimana pada pelaksanaannya dilakukan peningkatan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang lain, agar dapat memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas dan berkelanjutan (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 69). Tujuan dari dilaksanakannya penguatan kapasitas adalah untuk melebih-mampukan individu, agar dapat berperan didalam kelompok masyarakat dan sebaliknya juga ditujukan untuk menemukenali peluang yang berkembang di lingkungan kelompok masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan kehidupan individu dan kelompok masyarakat itu sendiri.

Mardikanto dan Soebiato (2013: 70-72) mengemukakan bahwa dalam proses penguatan kapasitas, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya, antara lain :

1. Penguatan kapasitas individu

Segala upaya untuk memperbaiki atau mengembangkan mutu karakteristik pribadi agar lebih efektif dan efisien, baik di dalam entitasnya maupun dalam skala global yang melingkupi : pengembangan kapasitas kepribadian, penguatan kapasitas di dunia kerja dan penguatan kapasitas keprofesionalan.

2. Penguatan kapasitas entitas (kelembagaan)

Penguatan kapasitas entitas ditujukan untuk dapat membentuk sistem kelembagaan yang menyerupai organisasi profesional yang

(20)

dalam pelaksanaannya meliputi beberapa hal antara lain (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 72) :

a. Kejelasan visi, misi dan budaya organisasi

b. Kejelasan struktur organisasi, kompetensi dan strategi yang akan ditempuh untuk tercapainya tujuan/ efektivitas organisasi c. Pengelolaan organisasi yang meliputi : perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pembiayaan dan pengendalian d. Pengembangan jumlah dan mutu sumber daya yang mencakup

sumber daya manusia, finansial, informasi maupun sarana dan prasarana

e. Interaksi antar individu didalam organisasi

f. Interaksi antara entitas dengan stakeholders yang lain 3. Penguatan kapasitas sistem (jejaring)

Jejaring merupakan keterkaitan yang saling tersambung antar entitas, dimana menguatkan kapasitas jaringan merupakan proses dalam melakukan penguatan keterkaitan dan kerjasama antar entitas baik didalam sistem yang sama maupun antar entitas yang berbeda sistem (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 72).

Pemberdayaan sebagai Proses Sosial

Sebagai sebuah proses perubahan, pemberdayaan masyarakat tidak hanya meliputi perubahan individu namun juga meliputi perubahan sosial, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi terkait hubungan antar pribadi dalam masyarakat, perubahan struktur, nilai-nilai dan pranata sosial yang berlaku (demokratisasi, transparansi, supermasi hukum, dsb).

Sebagai sebuah perubahan sosial, pemberdayaan disebut juga sebagai sebuah proses rekayasa sosial dan pemasaran sosial. Sebagai sebuah rekayasa sosial, segala upaya dilakukan untuk mempersiapkan setiap individu dalam entitas serta entitas itu sendiri, agar memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam sistem sosialnya masing-masing

(21)

(Mardikanto dan Soebiato, 2013: 73). Pada konsep rekayasa sosial, perekayasaan dilakukan oleh pihak luar, sehingga masyarakat yang diberdayakan justru akan mendapatkan sebuah perubahan yang direkayasa dan dikehendaki oleh pihak luar yang sering kali tidak sesuai dengan keinginan dan potensi masyarakat itu sendiri.

Sebagai sebuah konsep pemasaran sosial, proses pemberdayaan dalam pelaksanaannya lebih bersifat memberikan penawaran kepada masyarakat dimana proses pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 74). Sebagai sesuatu yang ditawarkan, maka masyarakat memiliki hak untuk menolak segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat, merugikan atau membawa konsekuensi pengorbanan yang terlalu besar dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh.

Pemberdayaan sebagai Proses Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat (community development) seringkali disama artikan dengan pemberdayaan masyarakat, asumsi tersebut didasari pada konsep pembangunan yang dijadikan sebagai alat untuk menjadikan masyarakat lebih komplek dan semakin kuat (Bartle, 2003 dalam Mardikanto dan Soebiato, 2013: 75). Tujuan akhir dari pembangunan masyarakat tersebut adalah untuk menjadikan masyarakat semakin komplek, menumbuhkan institusi lokal serta perubahan kualitas menjadi lebih baik pada organisasi masyarakatnya.

Pada proses pemberdayaan, masyarakat ditempatkan sebagai pihak utama, dimana masyarakat didorong agar dapat menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategis untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 76). Melalui upaya pemberdayaan dalam konsep pembangunan, masyarakat didorong agar memiliki kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologinya.

Upaya pemberdayaan harus mampu memanfaatkan sumberdaya produksi yang dimilikinya, sehingga mampu berproduksi secara efisien

(22)

dan menjamin pemenuhan pangan serta memperoleh surplus yang dapat dipasarkan. Pemberdayaan masyarakat juga harus dapat meningkatkan akses petani atau masyarakat terhadap pasar dengan jalan melaksanakan pembangunan dari hulu (produksi) hingga hilir (pemasaran), sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat itu sendiri. Pembangunan dalam pemberdayaan harus dapat mendorong masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ekologinya secara berkelanjutan. Konsep pemberdayaan masyarakat harus dapat menjamin pembangunan mekanisme sosial karena modal sosial memiliki peran penting dan positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi (Mardikanto dan Soebiato, 2013: 76 – 79). Pemberdayaan sebagai Proses Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Konsep pemberdayaan masyarakat menuntut adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaannya, baik berupa keikutsertaan pribadi atau kelompok masyarakat dalam satu atau beberapa kegiatan diluar pekerjaan atau profesinya sendiri (Theodorson, 1969 dalam Mardikanto dan Soebiato, 2013: 81). Partisipasi merupakan bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian wewenang, tanggung jawab dan manfaat yang dilandasi oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh seseorang atas :

1. Kondisi yang tidak memuaskan dan perlu diperbaiki;

2. Kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau masyarakatnya sendiri;

3. Memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan; 4. Merasa mampu memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi

kegiatan yang bersangkutan

Partisipasi dibutuhkan untuk mengembangkan sinergi dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat maupun sinergi dalam jejaring sosial. Pengembangan partisipasi masyarakat bertujuan munculnya kesadaran bahwa kegiatan pembangunan bukanlah kewajiban dari pemerintah semata melainkan menuntut adanya keterlibatan dari masyarakat. Yadav (1980, dalam Mardikanto dan

(23)

Soebiato, 2013: 82) mengemukakan ada empat jenis kegiatan yang memperlihatkan adanya partisipasi masyarakat, antara lain :

1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan 2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan 4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan

Secara lebih detail Dusseldrop (1981, dalam Mardikanto dan Soebiato, 2013: 84) mengidentifikasi macam-macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat antara lain :

1. Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat 2. Melibatkan diri dalam kegiatan diskusi kelompok

3. Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan partisipasi masyarakat yang lain

4. Menggerakkan sumber daya masyarakat

5. Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan

6. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakat

Kearifan Lokal

Menurut Rajab Kat (2006), kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan. Kearifan lokal dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “lokal wisdom” atau pengetahuan setempat “lokal knowledge”

atau kecerdasan setempat “lokal genius” (www.depsos.go.id)1.

Kearifan lokal sebagai kebijakan setempat (lokal wisdom) merupakan kesepakatan yang diyakini bersama oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun sebagai perpaduan dari nilai-nilai suci firman Tuhan dan kepercayaan setempat (Thiam, 2003)2. Sebagai

1Diakses pada Tanggal 30 Maret 2015 2

(24)

sebuah kebijakan, maka kearifan lokal merupakan pedoman dasar yang dijadikan patokan oleh kelompok masyarakat dalam memutuskan berbagai hal yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Kearifan lokal diaplikasikan dalam berbagai perangkat yang memungkinkan masyarakat memutuskan sesuatu yang terkait dengan peri kehidupan masyarakat banyak, dimana pada masyarakat tradisional kearifan lokal selalu dikaitkan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan yang lebih besar yang dapat berpengaruh pada kehidupan manusia. Kelangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu yang menjadi pegangan tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-sehari.

Kearifan lokal sebagai pengetahuan setempat/lokal (lokal knowledge) berangkat dari pengalaman masyarakat menghadapi fakta-fakta yang terjadi di masa lalu di sekeliling kehidupan mereka, dimana pengetahuan tersebut diolah dalam rangka memecahkan permasalahan sehari-hari masyarakat setempat (Wietoelar, 2007: 43). Pengetahuan lokal tersebut merupakan perilaku positif masyarakat yang terbangun secara alamiah dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan dan alam di sekitarnya. Mitchel, dkk (2000: 12) menekankan pengetahuan lokal sebagai salah satu model pola berpikir yang diwariskan secara turun temurun dari permulaan terbentuknya komunitas masyarakat di suatu daerah, dimana evolusi pola berpikir masyarakat tersebut akan selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang didapatkan dan pada akhirnya kesemua pengalaman dalam menghadapi kehidupan sehari-hari yang terjadi selama bertahun-tahun tersebut menjadi sebuah pedoman masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang sama dikemudian hari.

Secara substansial, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang didalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya merupakan yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya (Ayatrohaedi, 1986:40). Pendapat ini menempatkan

(25)

kearifan lokal sebagai sebuah kecerdasan lokal “lokal genius”, dimana dengan adanya unsur kecerdasan, kreativitas dan pengetahuan lokal yang dimiliki, maka kearifan lokal tersebut memungkinkan sekelompok masyarakat untuk dapat menyerap dan mengolah kebudayaan baru sesuai dengan watak dan kemampuan mereka.

Sebagai sebuah kecerdasan lokal, kearifan lokal memiliki sifat-sifat yang membuatnya mampu bertahan (Moendardjito dalam Ayatrohaedi, 1986: 40) antara lain: kemampuan bertahan terhadap budaya luar, kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, kemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luar terhadap budaya sendiri, kemampuan mengendalikan perkembangan budaya terkait keberadaan budaya luar serta kemampuan memberikan arah perkembangan budaya itu sendiri.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan penentu arah kebijakan pembangunan pada masyarakat tradisional di wilayah pedesaan yang masih berpegang teguh pada ajaran nenek moyang. Keseimbangan pemenuhan kebutuhan hidup manusia dengan pelestarian alam sebagai penyedia semua kebutuhan merupakan ajaran utama dalam setiap kearifan lokal di Indonesia (Ayatrohaedi, 1986:18), dan oleh karenanya pengembangan perekonomian masyarakat di kawasan pedesaan haruslah memperhatikan kearifan lokal sebagai basis dari pelaksanaan pengembangan itu sendiri.

Kerangka Pemikiran

Desa sebagai kawasan tempat bermukim dan beraktivitas masyarakat akan selalu mengalami perkembangan yang ditentukan oleh kemajuan tingkat pembangunan di desa itu sendiri. Pembangunan yang efektif adalah pembangunan yang dapat melibatkan masyarakat secara aktif baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan itu sendiri. Dengan demikian, pembangunan kawasan pedesaan dinilai efektif apabila dapat menjamin terjadinya peningkatan kesejahteraan

(26)

ekonomi masyarakatnya serta terjaganya sumber daya alam penunjangnya.

Gambar 2.2.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya menurut Ayatrohaedi (1986:40) menjadi penentu dalam pembangunan

(27)

peradaban masyarakatnya. Hal ini berarti melaksanakan pembangunan di kawasan pedesaan secara efektif dapat dilaksanakan secara optimal apabila pembangunan tersebut berasaskan karifan lokal yang sesuai dengan karakteristik desa dan masyarakatnya, sehingga tujuan pembangunan antara lain peningkatan kesejahteraan ekonomi dan juga kelestarian sumber daya alam dapat tercapai. Oleh karenanya pelaksanaan pembangunan desa harus mampu menggali dan memberdayakan masyarakat desa melalui penerapan pembangunan berasaskan konsep kearifan lokal desa tersebut.

Penerapan pemberdayaan masyarakat dengan konsep kearifan lokal “Tunggu Gunung Kudu Wareg” di Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat telah terbukti berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut, terutama masyarakat Dusun Indrakila yang menjadi fokus penerapan pemberdayaan. Disamping itu kelestarian sumber daya alam juga berhasil ditingkatkan dengan semakin ditekannya aktivitas pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat dusun tersebut. Konsep yang merupakan inisiatif dari kepala desa dapat secara aktif dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi secara terus menerus oleh seluruh anggota masyarakat, hingga pada akhirnya pengembangan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan dapat dilakukan secara optimal.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pre hospital orang tua dalam penanganan kejang demam pada balita di Posyandu

Kedua-dua profesion ini dapat dijadikan kerjaya yang memberi kepuasan kepada seseorang individu; namun, jika disuruh memilih di antara kedua-duanya, saya akan memilih untuk

Merupakan Master dari lebih 80 tradisi energi esoterik, dan pada tahun 1998, mulai memperkenalkan Reiki kepada masyarakat Indonesia, melalui lembaga pelatihan Reiki yang

Penulis akan mencoba menjelaskan ketentuan tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan) secara keseluruhan, menurut Ibn Hazm, sehingga pelaksanaan ibadah

Berdasarkan data dan analisa dengan bantuan software Mike 11, dapat diketahui bahwa peran Floodway dalam mengatasi banjir di Krueng Aceh sangat signifikan hal ini

Gambaran umum kerangka regulasi baik yang sudah ada dan regulasi yang diperlukan Daerah dalam pelaksanaan tugas, fungsi, serta kewenangannya pada pembangunan

Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square menunjukkan bahwa, motivasi dan kinerja perawat memiliki hubungan yang signifikan (p=0,035)(Tabel 2)..

Penggunaan tepung ikan sidat sebagai bahan baku biscuit crackers memberikan oengaruh terhadap peningkatan kadar lemak, protein, abu, dan air, namun disisi lain menurunkan