• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT TA WITEL JEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT TA WITEL JEMBER"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBJECTIVE WELL-BEING TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT TA WITEL JEMBER

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Psikologi Pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember

Oleh :

Arief Fina Wulandari Puspita NIM : 141 081 1004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2018

(2)
(3)

Arief Fina Wulandari Puspita , Siti Nur’aini2

, Danan Satriyo Wibowo3 INTISARI

PT TA perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis penyedia layanan konstruksi dan pengelolaan infrastruktur jaringan. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa kinerja karyawan PT TA dalam menyelesaikan tugasnya memiliki program perencanaan kerja, mampu menyelesaikan tugas yang diberikan perusahaan dan karyawan mampu beradaptasi terhadap situasi kerja baru hal ini dikarenakan karyawan merasa sejahtera sehingga karyawan dapat dengan mudah mengumpulkan dan meningkatkan informasi mengenai pekerjaannya, karyawan sejahtera dikarenakan persepsinya secara kognitif dan afektif dalam hidup yang sering disebut subjective well-being. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh subjective well-being terhadap kinerja karyawan PT TA Witel Jember.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif asosiatif, dengan teknik proportional stratified random sampling untuk mendapatkan sampel penelitian sebanyak 135 karyawan PT TA Witel Jember. Untuk mengukur skala subjective well-being menggunakan skala likert. Pada skala kinerja menggunakan skala semantic differencial. Hasil uji validitas dan reabilitas menunjukkan bahwa dua skala tersebut telah memenuhi syarat sehingga dapat dikatakan kedua alat ukur tersebut valid dan reliabel.

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara subjective well-being terhadap kinerja karyawan PT TA Witel Jember dengan hasil nilai koefisien signifikansi 0,139 > 0,05. Hasil uji deskriptif data subjective well-being secara umum dapat dikategorikan karyawan memiliki subjective well-beingtinggi dengan prosentase 53% dan kategori rendah dengan prosentase 47%. Sedangkan kinerja tinggi dengan prosentase 52% dan kategori rendah dengan prosentase 48%.

Kata Kunci : Subjective Well-being, Kinerja, Karyawan

1. Peneliti

2. Dosen Pembimbing I 3. Dosen Pempimbing II

(4)

Siti Nur’aini2

, Danan Satriyo Wibowo3 ABSTRACT

PT TA is a company engaged in the business of providing network infrastructure construction and management services. Based on the data obtained that the performance of PT TA employees in completing their duties has a work planning program, is able to complete the tasks given by the company and employees are able to adapt to new work situations this is because employees feel prosperous so that employees can easily collect and improve information about their work, employees prosperous because their perceptions are cognitive and affective in life which is often called subjective well-being. This study aims to determine the effect of subjective well-being on the performance of PT TA Witel Jember employees.

This research uses associative quantitative approach, with proportional stratified random sampling technique to get a sample of 135 employees of PT TA Witel Jember. To measure the subjective well-being scale using a Likert scale. On the performance scale using differencial semantic scale. Validity and reliability test results indicate that the two scales have fulfilled the requirements so that it can be said that the two measuring instruments are valid and reliable.

The results of the study and discussion can be concluded that there is no influence between subjective well-being on the performance of PT Witel Jember employees with the results of the significance coefficient of 0.139> 0.05. Descriptive results of subjective well-being data in general can be categorized as employees having a high subjective well-being with a percentage of 53% and a low category with a percentage of 47%. While high performance with a percentage of 52% and a low category with a percentage of 48%.

Keywords : Subjective Well-being, Performance, Employees 1. Researcher

2. Supervisor I 3. Supervisor II

(5)

SDM yang merupakan salah satu aset penting bagi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan, sehingga SDM harus memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Perusahaan melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan agar karyawan menjadi lebih produktif. PT TA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis penyedia layanan konstruksi dan pengelolaan infrastruktur jaringan. Dalam perusahaan sumber daya manusia merupakan orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang dan jasa, mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya financial, serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi dibutuhkan kinerja karyawan yang optimal (Samsudin, 2005). Kinerja karyawan merupakan salah satu komponen penunjang dalam pengembangan perusahaan.

Kinerja merupakan hasil kerja seseorang secara keseluruhan selama waktu tertentu dalam melaksanakan tugasnya yang sesuai dengan standart hasil kerja, sasaran atau kriteria yang telah di tentukan atau yang telah di sepakati bersama oleh organisasi (Colquit et al,2009). Kinerja sendiri memiliki beberapa aspek yang mendukung agar kinerja karyawan menjadi optimal. Kinerja yang optimal dapat dilihat dari perencanaan yang ditentukan sebelum melakukan pekerjaan, cara karyawan menyelesaikan pekerjaannya, memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pekerjaannya, adanya ketekunan dan motivasi karyawan dalam bekerja. Selain itu kinerja yang optimal juga membutuhkan keterampilan komunikasi dan

(6)

hubungan interpersonal antar karyawan serta mampu beradaptasi pada situasi kerja baru (Koopmans et al, 2011).

Fenomena yang di dapat dari hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan pada salah satu koordinator yang ada di PT TA Witel Jember mengatakan bahwasanya, koordinator memiliki tugas mengkoordinir karyawan dengan melakukan perencanaan dalam menyelesaikan tugas, koordinator akan memimpin brieafing yang diikuti oleh perwakilan divisi, brieafing ini dilakukan untuk mengkoordinasikan tugas yang akan dilakukan pada hari tersebut selain itu juga melakukan sebagai sarana evalusasi ketika ada hambatan-hambatan pekerjaan yang dikerjakan hari sebelumnya. Sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan lebih baik dari hal itu nampak koordinator memiliki taks performance, Koordinator juga memiliki perhatian terhadap pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawannya dengan selalu memeriksa atau berkoordinasi dengan karyawan ketika ada pekerjaan yang tidak tepat akan langsung disampaikan. Selain itu koordinator juga memiliki keterampilan komunikasi yang baik dengan karyawannya, selain itu koorinator akan menerima laporan dari karyawan oprasional dan karyawan teknisi mengenai apa saja yang telah dikerjakannya, sehingga nampak koordinator memiliki contextual performance .

Hasil wawancara dan observasi pada karyawan teknisi dalam menyelesaikan tugasnya dengan menunggu informasi dari karyawan oprasional dengan berkomunikasi melalui aplikasi. Selanjutnya penyelsaian tugas yang dilakukan teknisi saat dilapangan ialah dengan bekerja secara tim, pada satu tim

(7)

terdiri dari dua orang teknisi yang saling membantu dalam proses pekerjaannya. Teknisi juga memiliki program perencanaan kerja, kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk brieafing yang dilaksanakan setiap pagi hari. Pelaksanaan koordinsi untuk perencanaan dan evaluasi kerja, sehingga nampak teknisi memiliki taks performance. Teknisi menunjukkan kinerja yang optimal yaitu dengan teknisi memiliki kemampuan adaptasi terhadap kondisi lapangan yang tidak dapat diprediksi seperti cuaca yang tidak menentu dan adanya gangguan masal, hal ini nampak juga ketika terdapat gangguan masal karyawan merasa tertekan sehingga karyawan teknisi akan mengerjakan tugas yang isidental terlebih dahulu. Relasi dan komunikasi yang dilakukan ketika berkoordinasi dan melaporkan tugasnya kepada koordinator maupun karyawan oprasional dengan menggunakan aplikasi telegram sehingga mempermudah komunikasi antar karyawan tersebut, hal ini nampak karyawan teknisi memiliki contextual performance. Selain itu adapula teknisi yang kurang disiplin, seperti datang terlambat dan tidak masuk kerja tampa alasan, adapula teknisi yang menunda pekerjaannya sehingga pekerjaan menjadi menumpuk yang mengakibatkan kurang optimalnya kinerja, hal tersebut menampakkan teknisi memiliki counter productive behavior.

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan didapatkan karyawan PT TA Witel Jember memiliki taks performance dengan melalukan brieafing terlebih dahulu sebelum bekerja, cara menyelesaikan tugas karyawan akan menyelesaikan tugas yang isidental terlebih dahulu, taks performance ini berkaitan dengan cara karyawan dalam menyelesaikan tugasnya, perencanaan,

(8)

pengorganisasian serta administrasi dalam pelaksanaan tugas, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan serta kemampuan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

Selain itu karyawan juga memiliki kinerja contextual performance dengan memiliki perhatian antar apa yang sudah dikerjakan karyawan, penyampaian informasi antar karyawan dan karyawan memiliki hubungan interpersonal dalam situasi kerja dengan saling melaporkan hasil kerja. Contextual performance ini berkaitan dengan tugas ekstra, usaha dan inisiatif karyawan dalam bekerja, selain itu berkaitan dengan perhatian, ketekunan dedikasih dan motivasi karyawan dalam bekerja.

Namun karyawan oprasional dan teknisi juga memiliki perilaku yang counterproductive behavior seperti datang terlambat dan tidak hadir tanpa alasan. Selain itu juga ada karyawan yang menunda-nunda pekerjaannya sehingga tugasnya akan menumpuk dan membuat kinerja tidak optimal, counterproductive behavior mengungkap perilaku yang tidak mendukung perilaku kinerja yang produktif, sehingga dapat merugikan perusahaan.

Setiap kayawan pastinya mengalami permasalahan di tempat kerja, begitupula pada karyawan di PT TA tidak luput dari permasalahan, karyawan mampu beradaptasi terhadap situasi kerja baru hal ini dikarenakan karyawan merasa sejahtera sehingga karyawan dapat dengan mudah mengumpulkan dan meningkatkan informasi mengenai pekerjaannya (Judge dan Locke, 2010). Karyawan sejahtera dikarenakan persepsinya secara kognitif dan afektif dalam hidup yang sering disebut subjective well-being.

(9)

Subjective well-being juga diartikan sebagai kepuasan hidup dan bergantung pada tujuan hidup. Hal ini mengacu pada penelitian individu terhadap bagaimana situasi kehidupannya yang mencakup perasaan senang dan sakit, atau kualitas hidupnya (Diener, 1984). Konsep subjective well-being sebagai evaluasi individu terhadap kehidupannya meliputi penilaian kognitif akan kepuasan hidup dan evaluasi terhadap afeksi dari mood dan emosi. Jika seseorang lebih banyak mengalami afeksi positif atau perasaan senang dan puas atas kehidupannya maka orang tersebut memiliki subjective well-being yang tinggi. Sebaliknya, orang yang memiliki subjective well-being rendah akan cenderung diliputi perasaan-perasaan negatif dalam dirinya (Diener, Suh, Lucas & Smith, 1999).

Penelitian ini penting dilakukan, sebab subjective well-being penting bagi karyawan karena ketika karyawan merasakan subjective well-being yang meliputi kepuasan hidup dan lebih dominan afek positif dibandingkan afek negatif maka karyawan cenderung memunculkan kinerja yang optimal (Ariati Jati, 2010).

Fenomena yang dikaji oleh peneliti dapat diketahui bahwasanya kinerja karyawan belum optimal dan persepsi karyawan secara kognitif dan afektif pada perusahaan termasuk minim, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Subjective well-being terhadap Kinerja Karyawan PT. TA Witel Jember”.

Rumusan Masalah

Fenomena yang telah ditemukan peneliti dari hasil observasi dan wawancara terhadap kinerja karyawan di PT TA Witel Jember, masalah yang akan dikaji

(10)

adalah apakah ada pengaruh Subjective well-being Terhadap Kinerja Karyawan PT TA Witel Jember?.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan peneliti, maka tujuan yang ingin peneliti capai dari hasil penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Subjective well-being terhadap kinerja karyawan PT TA Witel Jember. Jenis Penelitian

Peneliti dalam meneliti ingin mengetahui pengaruh Subjective well-being terhadap kinerja karyawan PT TA Witel Jember, sehingga penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dalam bentuk asosiatif.

Identifikasi Variabel

Variabel kuantitatif dibedakan menjadi 2, yaitu Variabel bebas (independen) dimana penelitian ini menggunakan variabel bebas Subjective well-being dan variabel terikat (dependent) kinerja.

Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini sebanyak 221 karyawan, seluruh karyawan PT TA Witel Jember, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan merupakan karyawan yang telah bekerja selama minimal 1 tahun. Teknik penentuan jumlah sampel menggunakan tabel isac dengan signifikansi 5% sehingga diperoleh 135 sampel dari 221 populasi. Teknik penyebaran kuesioner, yaitu dengan menggunakan proportionate stratified random sampling.

(11)

Data pada penelitian ini instrumen pengumpulan data menggunakan skala Likert untuk subjective well-being dan semantic differential untuk skala kinerja. Skala likert yang digunakan yakni skala dengan peringkat 1 (sangat tidak setuju) – 7 (sangat setuju). Skala semantic differential dengan pilihan 1 (kutub unfavorable) – 10 (kutub favorable).

Metode Analisa Data

Metode yang digunakan dalam analisa data penelitian ini menggunakan uji asumsi (iji validitas & uji reliabilitas), uji asumsi klasik (uji normalitas & uji linieritas)untuk mengukur besarnya pengaruh peneliti menggunakan analisa regresi sederhana.

PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBAHASAN

Pertama-tama dilakukan uji atau pengukuran kelayakan butir-butir pertanyaan dalam variabel (uji validitas) dan reliabilitas untuk skala subjective well-being dan kinerja. Kejmudian dilakukan uji asumsi normalitas dan linieritas untuk mengetahui jenis statistik yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan.

Uji validitas dan Reliabilitas

diperoleh dari hasil perhitungan validitas subjective well-being didapatkan hasil skor koefisien korelasi validitas (rxy) berkisar 0,806 sampai dengan 0,362. Sig 2-tiled 0,000>0,05 maka dari itu dapat disebutkan bahwa 5 aitem SWLS dan 20 aitem PANAS dinyatakan valid, sehingga aitem-aitem tersebut layak atau dapat mewakili setiap indikatornya. Nilai Cronbach Alpha sebesar 0,860 skala subjective well-being dapat dikatakan reliabel dan konsisten.

(12)

Perhitungan validitas kinerja didapatkan hasil skor koefisien korelasi validitas (

r

xy) berkisar 0,276 sampai dengan 0,585. Sig 2-tailed 0,000> 0,05 maka

dari itu dapat dikatakan bahwa 18 aitem kinerja dinyatakan valid, sehingga aitem-aitem tersebut layak atau dapat mewakili setiap indikatornya. Cronbach Alpha sebesar 0,818 sehingga masing-masing memiliki nilai koefisien >0.60 artinya skala subjective well-being dapat dikatakan reliabel dan konsisten.

Uji Asumsi

Hasil uji normalitas di dapatkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,340 sehingga dapat dikatakan data tersebut berdistribusi normal dikarenakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed)>0,05. Maka, dalam hal ini data tersebut memiliki sebaran yang normal dan bisa digeneralisasikan pada seluruh populasi dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa data yang diperoleh adalah tidak linier karena nilai hitung untuk variabel subjective well-being (X) dan kinerja (Y) sebesar 0.135 maka dapat disimpulkan bahwa variabel subjective well-being (X) dan kinerja (Y) tidak linier karena p<0.05.

Uji Hipotesis

Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Subjective well-being dengan kinerja yang ditunjukkan oleh hasil taraf signifikansi 0.139 (p>0.05) sehingga dapat dikatakan pengujian hipotesis Ho diterima dan H1 ditolak. Besaran sumbang pengaruh dapat

(13)

Tabel 14 Hasil Uji Hipotesis

ANOVAb

Model Sum of squares Df Mean Square F Sig.

1 Regresion 128.586 1 128.586 2.222 .139a

Residual 5497.435 95 57.868

Total 5626.021 96

a. predictors: (Constant), SWB b. dependent Variable: Kinerja

Hasil uji hipotesa menghasilkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0.151 dan R Square sebesar 0.023 menunjukkan bahwa nilai sumbangan efektif dari variabel subjective well-being terhadap kinerja sebesar 0.023 atau 2,3% sedangkan 97.7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga fariabel subjective well-being tidak dapat memunculkan perilaku kinerja yang optimal. Analisis Deskriptif

Hasil penelitian pengaruh subjective well-being terhadap kinerja karyawan PT TA Witel Jember. Berdasarkan hasil uji hipotesa yang dilakukan antara variabel subjective well-being dan kinerja menunjukkan nilai signifikansi sebesar signifikansi 0.139 (p>0.05) yaitu dapat dikatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara subjective well-being dengan kinerja, sedangkan jika ditinjau dari perhitungan statistik besaran atau hubungan efektifitas variabel pada penelitian ini yang menunjukkan koefisien korelari (R) sebesar 0.151 yang menunjukkan bahwa pengaruh variabel subjective well-being terhadap kinerja pada karyawan PT TA lemah dengan kontribusi variabel sebesar 0.023 atau 2.3% diperoleh R Square, sedangkan sisanya 97.7% dipengaruhi oleh faktor lainnya diluar faktor X. Hasil analisis yang dilakukan antara variabel subjective

(14)

well-being dengan kinerja menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara subjective well-being dengan kinerja, itu artinya subjective well-being yang dimiliki karyawan tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan.

Kinerja menurut Adam M. Grant, (2008) mengatakan bahwa kinerja ialah hasil atau prestasi yang dicapai karyawan, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu kinerja merupakan hasil kerja seseorang secara keseluruhan selama waktu tertentu dalam melaksanakan tugasnya yang sesuai dengan standart hasil kerja, sasaran atau kriteria yang telah di tentukan atau yang telah di sepakati bersama oleh organisasi (Colquit et al,2009). Pentingnya kinerja bagi perusahaan ialah untuk mencapai tujuan perusahan, kinerja dijadikan bahan evaluasi bagi perusahaan. Jika karyawan merasakan subjective well-being, yang meliputi kepuasan hidup dan lebih dominan afeksi positif dibandingkan afeksi negatif maka karyawan akan cenderung memunculkan kinerja yang optimal menurut Arijati (2010). Hasil analisa yang dilakukan pada variabel subjective well-being dengan kinerja menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara subjective being dengan kinerja, itu artinya subjective well-being yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan, dikarena berdasarkan hasil data wawancara pada karyawan karyawan PT TA dalam bekerja cenderung lebih mengutamakan pendapatan dan berkeinginan menjadi karyawan tetap.

Subjective well-being menurut Diener (2008) mendefinisikan subjective well-being sebagai penilaian individu secara positif dan baik terhadap kehidupuan,

(15)

subjective well-being merupakan tingkatan dimana seseorang menilai kualitas kehidupannya sebagai suatu yang diharapkan dan merasakan emosi-emosi yang menyenangkan. Komponen yang membentuk subjective well-being yang pertama yaitu komponen kognitif sebagai evaluasi terhadap kepuasan hidup, komponen kedua yaitu komponen afektif yang didalamnya meliputi mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Individu dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi apabila mengalami kepuasan hidup dan sering bersuka cita, serta jarang mengalami emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan dan kemarahan (Diener, 2009).

Peneliti menemukan kategori subjective well-being karyawa karyawan PT TA Witel Jember sebesar 53% karyawan PT TA yang memiliki subjective well-being tinggi dan 47% karyawan PT TA memiliki subjective well-well-being rendah. karyawan yang memiliki Subjective well-being yang tinggi akan memberikan kontribusi bagi orang lain dan organisasi, perilakunya akan diperkuat karena saat melakukan kebaikan ia akan merasa lebih baik dan senang (Jex & Britt, 2008). Akan tetapi hal ini belum dirasakan seluruh karyawan PT TA karena setiap karyawan mempersepsikan pengalaman hidupnya berdasarkan konstruk pengalaman yang dialami individu. Sesuai dengan hasil data yang didapatkan peneliti di PT TA setiap karyawan mempersepsikan pengalaman hidupnya sesui dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya, seperti ada salah satu karyawan mengatakan ketika koordinator menegur pekerjaan yang dikerjakan itu adalah hal yang positif untuk kemajuan kinerjanya. Namun disisi lainnya ada

(16)

karyawan yang menyatakan ketika koordinator menegur hasil kerjanya, hal tersebut untuk menjatuhkan hasil kinerja karyawan tersebut.

Secara lebih khusus hasil analisis subjective well-being yang berada pada kategori tinggi adalah aspek kepuasan hidup dan afeksi positif dengan prosentase 53% artinya karyawan PT TA selalu merasa puas dalam hidupnya, merasa hidupnya sangat baik. Afek positif meliputi muncul perasaan-perasaan gembira, tertarik, kuat, antusian dan bangga. Sedangkan aspek yang terendah adalah aspek afeksi negatif berada pada kategori rendah dengan prosentase 96% artinya karyawan PT TA merasakan perasaan yang tidak menyenangkan yang rendah perasaan tersebut meliputi seperti sedih, kacau, merasa bersalah, terkejut, cepat marah, gelisah, gugup dan takut. Apabila seseorang individu merasa sejahtera maka mereka dapat dengan mudah mengumpulkan dan meningkatkan informasi mengenai pekerjaan yang dapat mempengaruhi kinerja individu (Judge dan Locke, 2010).

Peneliti juga menemukan kategori kinerja karyawan PT TA menunjukkan bahwa 70 karyawan TA memiliki kinerja yang tinggi dengan prosentase sebesar 52% yang artinya dapat dilihat dari dimensi milik Koopmans et al (2011) bahwa karyawan yang memiliki kinerja tinggi ialah karyawan karyawan yang menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, memiliki perencanaa dalam melaksanakan tugas, memiliki motivasi dan tekun. Dalam dalam tipe ini juga cenderung mampu untuk bersikap fleksibel dan terbuka pada orang lain dan mampu untuk beradaptasi terhadap ide-ide. Secara lebih khusus hasil analisis kinerja diketahui bahwa aspek Contextual Performance berada pada kategori

(17)

tinggi dengan prosentase 98% artinya karyawan PT TA selalu berusaha dan berinisiatif dalam menyelesaikan tugasnya, kryawan juga memberikan perhatian, ketekunan, memiliki dedikasih dan motivasi dalam bekerja selain itu karyawan juga akan memiliki hubungan interpersonal dalam situasi pekerjaannya. Sedangkan aspek yang rendah adalah aspek Counter Produktive Behavior dengan prosentase 95% artinya karyawan jarang atau bahkan tidak pernah melakukan perilaku yang tidak mendukung produktifitas kerja seperti perilaku sering tidak masuk kerja, terlambat masuk kerja, mengambil jam istirahat diluar jam yang telah ditentukan, melaksanakan tugas dengan cara yang kurang tepat sehingga menimbulkan resiko kecelakaan kerja , mudah mengeluh, membicarakan hal negatif kepada orang lain berkaitan dengan perusahaannya.

Dari penjelasan diatas didapat bahwa subjective well-being tidak adanya pengaruhi kinerja karyawan PT TA, walaupun didapatkan prosentase subjective well-being dan kinerja tinggi namun kedua variabel tersebut dinyatakan tidak berpengaruh , hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh antara subjective well-being terhadap kinerja, dari tidak adanya pengaruh antara variabel subjective well-being (x) terhadap variabel kinerja (y) dimungkinkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kinerja.

Menurut Sedamayanti (2003) ada beberapa faktor yang mepengaruhi kinerja atau prestasi kerja yaitu, kemampuan (ability) yang didapatkan dari pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Ketika karyawan baru masuk PT TA, karyawan tersebut sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang telah karyawan miliki sebelumnya, selain itu karyawan baru juga diberi pelatihan agar

(18)

karyawan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga karyawan dapat mencapai kinerja yang optimal, pelatihan di PT TA juga tidak hanya diberikan diawal saja namun dilakukan pelatihan seiring dengan perkembangan teknologi agar pengetahuan dan keterampilan karyawan terus berkembang. Selain faktor kemampuan (ability) yang mempengaruhi kinerja, kinerja juga dapat dipengaruhi oleh faktor motivasi (motivation) yang terbentuk dari sikap (ettitude) dalam menghadapi situasi kerja, seperti ketika karyawan PT TA mendapatkan gangguan masal karyawan menghadapi situasi tersebut dengan cara mengerjakan terlebih dahulu tugas yang isidental. Ketika teknisi menuju rumah pelanggan untuk memasang wifi atau mengatasi keluhan namun pelanggan tersebut tidak ada dirumah, maka karyawan akan mencoba menghubungi dan menunggu pelanggan tersebut dari apa yang dilakukan karyawan tersebut sehingga karyawan dapat mencapai target yang telah ditentukan. Dari sikap karyawan PT TA dalam menghadapi stuasi kerja yang dialami tersebut sehingga karyawan dapat mencapai kinerja yang optimal.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan Berdasarkan hasil analisa pada penelitian yang telah dilakukan antara variabel subjective well-being dengan kinerja menunjukkan nilai Signifikan 0.139 (p>0.05) yaitu tidak ada pengaruh antara subjective well-being dengan kinerja karyawan.

2. Hasil uji deskriptif dapat dikategorikan karyawan PT TA memiliki subjective well-being tinggi dengan prosentase 53% dan kategori rendah dengan prosentase 47%. Karyawan PT TA yang memiliki Subjective well-being tinggi

(19)

akan memberikan kontribusi bagi orang lain dan organisasi, perilakunya akan diperkuat karena saat melakukan kebaikan ia akan merasa lebih baik dan senang, namun disisi lain karyawan PT TA ada yang memiliki Subjective well-being rendah, jika karyawan yang memiliki Subjective well-well-being rendah karyawan akan merasa sedih, kacau dan merasa bersalah. Sedangkan kinerja tinggi dengan prosentase 52% dan kategori rendah dengan prosentase 48%. Karyawan yang memiliki kinerja tinggi akan memiliki perencanaan tugas, tekun dan perhatian terhadap tuasnya, namun di PT TA masih terdapat karyawan yang memiliki kinerja rendah seperti mudah mengeluh dan melaksanakan tugasnya dengan kurang tepat.

3. Hasil uji deskriptif masing-masing aspek variabel subjective well-being bahwa nilai prosentase tertinggi adalah pada aspek kepuasan hidup dan afeksi positif dengan prosentase 53%, sedangkan aspek terendah subjective well-being ialah aspek afeksi negatif dengan prosentase 47%. Pada variabel kinerja prosentase tertinggi ada pada dimensi contextual performance dengan prosentase 98%.

SARAN

1. Bagi Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47% karyawan PT TA memiliki subjective well-being yang rendah sehingga disarankan kepada karyawan PT TA untuk dapat memiliki pemaknaan dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan positif sehingga karyawan dapat mencapai kebahagiaan. 2. Bagi perusahaan

(20)

Bagi perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan meningkatkan situasi kerja yang membuat karyawan lebih nyaman dengan sistem kerja yang di terapkan diperusahaan.

3. Pagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama disarankan agar dapat melihat variabel-variabel lain dari subjective well-being dan kinerja yang dimiliki oleh karyawan. Peneliti dapat memperluas dengan menggunakan metode yang berbeda dan subjek penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Ariati, Jati (2010). Subjective well-being (kesejahteraan subjektif) dan kepuasan kerja pada staf pengajar (dosen) di lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip.Vol. 8, No.2.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azwar, S. (2005). Sikap Manusia : Teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka belajar.

Baumgardner, S. R.,& Crothers, M. K. (2010). Positive psychology. New Jersey: pearson education, inc.

Bernadin, H John., and E.A. Rissell. (1993). Human Resaurce Management, International Edition. Singapore: McGraw Hill,Inc.

Chaplin, J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

(21)

Colquitt, Jason A., Lepine, Jeffery A. & Wesson, Michael J. (2009). Organizational Behavior. Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill/Irwin.

Compton, W.C. (2005). Introduction To Positive Psychology. New York: Thomson Wodsworth.

Diener, E. (1984). Subjective Well-Being, American Psychological Association, 95 (3): 542 – 575.

Diener, E. 2009. The science of well-being the collected works of ed diener. USA: Springer

Diener, E., Emmons, R.A, Larsen, R.J., Griffin, S. (1985). The Satisfaction With Life Scale, Journal of Personality Assesment, 49 (1): 71-75

Diener, E, dkk. (1999) Subjective well-being: Three decades of progress. Psychological bulletin 125(2),276-302

Diener. E. (2005). Subjective well-being: TheScience of Happiness and life satisfaction. Handbook of positive psychology.NC: Oxford University Press

Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. (1997). Recent Findings on Subjective Well-Being, Indian Journal on Clinical Pcychology,

http://www.psych.uiuc.edu/~ediener/hottopi/paper1.html.

Diener, E. (2003). Subjective well-being is desireable, but not the summum bonus. Artikel. http:www.tc.umn.edu.

Dissler, Gary, 1992, “Manajemen Sumberdaya Daya Manusia”, PT Prenhalindo, Jakarta

Eisenberger, Rhoades. (2002). “Perceived organizational support: A review of theliterature”. Journal of Applied Psychology, 87, 698–714

(22)

Eid, M & Larsen, R. J. (2008). Ed Diener and the Science of Subjective Well-Being. Giulford Publication

Erlinda W & Jimmy. (2015). Hubungan antara iklim organisasi dengan subjective well-being pada karyawan di perusahaan X. Jurnal psikologi teori & terapan, 2, 70-80. ISSN: 2087-1708.

Grant, A. M. (2008). Does intrinsic motivation fuel the prosocial fire? Motivational synergy in predicting persistence, performance, and productivity. Journal of Applied Pschology, 93,48-58.

Harlock, E. (2000). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Halim, A. (2015). Pengaruh Self-Compassion Terhadap Subjective Well-Being Mahasiswa Asal Luar Jawa Tahun Pertama Universitas Negeri Semarang. Fakultas Psikologi UNNES

Hasibuan Malayu S.P. (1997). Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung

Imawati, Amalia. (2011). “Pengaruh Budaya Organisasi Dan Subjective well-beingTerhadap Kinerja Karyawan”. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 1, No. 1, Maret 2011

Jersey Prentice Hall, Luthans, F. (1998). Organizational behavior. Singapore: McGraw-Hill Books Company

Koopmans et al. (2011). Conceptual framework of individual work performance, american college of ocupational & environment mends. JOEM Vol.53.N0.8

Magkunegara. (2005). Evaluasi kinerja sumberdaya manusia. Penerbit Refika Aditama: Bandung.

. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Refika Aditama

(23)

Mulyana, M. (2010). “Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Ritel Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan”. Jurnal Ilmiah Ranggading. 10 (02), 164-1707

Mujiasih, Murti. (2013). Subyective Ell-being (SWB): Studi Indigenous Pada PNS Dan Karyawan Awasta Yang Bersuku Jawa Di Pulau Jawa. Jurusan Psikologi UNNES.

Noor, Juliansyah. (2011). Metodelogi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & Karya Ilmiah. Jakarta : Kencana Perdana Media Group.

Parjanti, dkk. (2014). Pengaruh sistem informasi akuntansi. Gaya kepemimpinan dan kompleksitas tugas terhadap kinerja karyawan. Vol. 12 No. 01 ISSN: 1693-0827. Universitas Islam Batik Surakarta.

Prawirosentono, S. (1999). Manajemen sumber daya manusia, kebijakan kinerja karyawan. BPFE, Yogyakarta.

Robbins, S.P. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Lengkap. Jakarta: PT. INDEKS Kelompok GRAMEDIA

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku Organisasi, Buku 1, Edisi 12. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Ruky A. (2010). Sistem manajemen kinerja. Jakarta: PT Bumi Aksara

Sadili Samsudin. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka setia: Bandung.

Sangki, R & Kojo C dkk. (2014). Lingkungan Kerja, Budaya Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Outsourcing Pada GraPARI Telkomsel Manado. Jurnal EMBA. Vol.2 No.3 September 2014, Hal. 539-549

Sedarmayanti. (2003). Good governance (kepemerintahan yang baik) dalam rangka otonomi daerah. Bandung: Mandar Maju

Sujarweni, W. (2015). SPSS untuk penelitian. Yogyakarta: Pustaka baru press Sugiyono. (2012), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

(24)

Supranto, J. (2009). Edisi Ketujuh Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief measures of positive and negative affect: the PANAS scale. Journal of personality and social psychology, 54 (6): 1063.

Wirawan. (2009). Evaluasi kinerja sumber daya manusia: teori aplikasi dan penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

Wright, TA., & Bonnet, D.G. (2007). Job satisfaction and psychologival well being as nonaddictive predictors of workplace turnover. Jurnal of management, 33, 141-161.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data di atas, secara garis besar tutupan makroalga terendah adalah pada lokasi Crystal Bay 3,75%, Selanjutnya Toyopakeh 16,25%, SD Point 20%, Sampalan 35% dan tertinggi

Siswa yang berada pada tingkat 5 adalah siswa yang dapat menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan soal, mempunyai ide/gagasan untuk menyelesaikan soal tersebut, menyelesaikan

Pendidikan kesehatan yang penting diberikan kepada pasien DM diantaranya adalah dengan materi diet diabetes mellitus, agar pasien DM dapat mengetahui serta melaksanakan pola

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain potong lintang (cross-secsional). Populasi adalah semua rumah tangga Riskesdas 2010. Kriteria inklusi pada penelitian

1) The level of passenger satisfaction.. toward the variable of reliability. It is the degree of the airport’s ability to deliver the promised services well. Here, the

Evolusi sosial masyarakat awal di Semenanjung Tanah Melayu dari zaman Prasejarah sehingga kepada pembentukan bentuk kerajaan-kerajaan awal melibatkan proses berubahnya

Atas izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemerolehan Bahasa Indonesia pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas III SDLB Melalui Kegiatan Membaca Buku

Proses rendering merupakan proses yang paling memakan waktu, dan karenanya penulis mencoba membandingkan setting texture, lighting dan render untuk mengetahui pengaruhnya