• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Teori Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi) (Sagala, 2013:11), sedangkan menurut Aunurrahman (2009:48) belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Syah (2003:66), mengemukakan dua defenisi belajar. Pertama, yaitu proses memperoleh pengetahuan, dalam hal ini lebih menekankan pada perolehan kognitif tanpa memperhatikan keterampilan non kognitif. Kedua, belajar adalah belajar perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Menurut Shaffat (2009:5), bahwa proses belajar merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi karena hasil pengalaman. Perubahan tingkah laku itu kearah yang lebih positif dan melalui suatu proses pengalaman belajar. Suatu aktivitas dapat dikatakan belajar apabila memenuhi tiga unsur, yaitu adanya proses, adanya perubahan yang tetap dan bahwa perubahan itu dikarenakan pengalaman, dilatih, dan disengaja.

(2)

2.1.2 Tujuan Belajar

Tujuan pembelajaran menurut Hidayat (2013:54), dibedakan atas lima kategori yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, strategi afektif, keterampilan gerak. Sedangkan menurut Nasution (2013:3), tujuan belajar yang utama adalah bahwa apa yang dipelajari itu berguna dikemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah.

Menurut Shaffat (2009:6), tujuan belajar sangat terkait dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Uno (2011:35), ada tiga tujuan pembelajaran, yaitu:

1. Tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.

2. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

3. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut Shaffat (2009:5-6), terdapat beberapa prinsip belajar, diantaranya: 1. Belajar adalah peristiwa pengalaman berbuat dan bertingkah laku.

2. Belajar yang dilakukan tanpa tujuan tidak akan membawa hasil. 3. Tidak ada sesuatu yang dipelajari tanpa rintangan.

(3)

5. Cara belajar yang baik adalah senantiasa menilai, mengukur dan menetapkan taraf pencapaian tujuan atau maksud seseorang untuk belajar.

6. Proses belajar akan berlangsung secara efisien jika peserta didik berada dalam situasi yang merangsang perkembangan, tanpa kekuasaan atau paksaan.

2.1.4 Penggolongan Atau Tingkat Jenis Perilaku Belajar

Penggolongan atau tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan meliputi:

1. Menurut Anderson (2001:31), revisi dari taksonomi bloom tujuan pendidikan terdapat enam kategori dari proses kognitif, yaitu:

a. Mengingat, prosesnya yaitu mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang, dengan kategorinya berupa mengenali dan mengingat.

b. Mengerti, prosesnya membangun makna dari pesan instruksional, termasuk lisan, tertulis dan komunikasi grafis, dengan kategorinya menafsirkan, mencontohkan, pengklasifikasian, meringkas, menyimpulkan, perbandingan, menjelaskan.

c. Menggunakan atau memakai, prosesnya melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu, kategorinya yaitu melaksanakan dan menerapkan. d. Menganalisis, prosesnya memecahkan materi menjadi bagian-bagian penyusunnya

dan menentukan bagaimana bagian yang berhubungan satu sama lain dari struktur keseluruhan atau tujuan, kategorinya meliputi membedakan, pengorganisasian dan menghubungkan.

e. Mengevaluasi, prosesnya membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar, kategorinya memeriksa dan mengkritis.

(4)

f. Menulis, prosesnya menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk satu kesatuan yang koheren atau fungsional, mengatur elemen kedalam peta baru atau struktur, kategorinya membangkitkan, perencanaan dan memproduksi atau menghasilkan.

2. Menurut Uno dan Koni (2013:63-64), mengembangkan kawasan Afektif (Sikap dan perilaku) menjadi lima, diantaranya:

a. Kemauan menerima, merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu.

b. Kemauan menanggapi, merupakan kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu.

c. Berkeyakinan, dalam hal ini berkenaan dengan kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi (penghaargaan) terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan (komitmen) untuk melakukan suatu kehidupan sosial.

d. Mengorganisasi, pengorganisasian berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan kepada suatu sistem nilai yang lebih tinggi.

e. Tingkat karakteristik / pembentukkan pola, adalah tingkatan afeksi yang tertinggi. Pada tahap ini individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.

(5)

3. Menurut Uno (2013:65-67), kawasan psikomotor terbagi menjadi enam, yaitu: a. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milah (mendeskripsikan) sesuatu

secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut.

b. Kesiapan, merupakan perilaku yang siaga untuk kegiatan atau pengalaman tertentu. Termasuk didalamnya adalah kesiapan mental, kesiapan fisik atau kesiapan emosi perasaan untuk melakukan suatu tindakan.

c. Gerakkan terbimbing adalah gerakkan yang berada pada tingkat mengikuti suatu model, kemudian meniru model tersebut dengan cara mencoba sampai dapat menguasai dengan benar suatu gerakkan.

d. Gerakkan terbiasa adalah berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakkan ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran.

e. Gerakkan yang kompleks adalah suatu gerakkan yang berada pada tingkat keterampilan yang tinggi.

f. Penyesuaian dan keaslian, pada tingkat ini individu sudah berada pada tingkat yang terampil sehingga ia sudah dapat menyesuaikan tindakannya untuk situasi-situasi yang menuntut persyaratan tertentu.

2.2 Model Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Trianto (2009:22), bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya dan sistem pengelolahannya, pernyataan tersebut didukung oleh Shoimin (2014:23-24), sedangkan menurut Prostowo (2013:68), berpendapat bahwa model pembelajaran

(6)

acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu.

Menurut Prastowo (2013:68), bahwa ciri-ciri model pembelajaran pada umumnya yaitu: memiliki prosedur yang sistematis, hasil belajar diterapkan secara khusus, penetapan lingkungan secara khusus, memiliki ukuran keberhasilan tertentu, dan suatu model mengajar menetapkan cara yang memungkinkan siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan.

2.2.2 Pembelajaran Kooperatif

Prastowo (2013:78), berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa untuk berinteraksi secara aktif dan positif didalam kelompok. Artinya, siswa boleh bertukar ide dan memeriksa ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme, dengan demikian pembelajaran hendaknya mampu mengondisikan dan memberikan dorongan (motivasi) untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika dalam proses pembelajaran.

Menurut Taniredja dkk (2014:59), bahwa ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah: belajar bersama dengan teman, selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, saling mendengarkan pendapat diantara anggota kelompok, belajar dari teman sendiri dalam kelompok, belajar dalam kelompok kecil, produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, keputusan tergantung pada siswa sendiri dan siswa aktif.

(7)

2.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Taniredja dkk (2014:60) ada tiga, meliputi:

a. Meningkatkan hasil akademik dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya.

b. Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar.

c. Untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

2.2.4 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Konvensional

Trianto (2009:58-59), mengemukakan perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif,saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya mendompleng keberhasilan pemborong.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

(8)

Menurut Trianto (2009:66-67),terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.2 Enam Langkah Utama Tahapan Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa.

Fase-2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips

Menurut Lie (2008:63), model Pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Istilah pembelajaran ini yaitu pembelajaran gotong royong, yang mana sistem pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang berstruktur.

Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain (Isjoni, 2007:79).

(9)

2.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips

Keunggulan teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam diskusi kelompok sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara, sebaliknya ada juga anggota kelompok yang pasif. Dalam situasi seperti ini, pemeratan tanggung jawab dalam kelompok tidak bisa tercapai karena anggota kelompok yang pasif terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Dengan menggunakan tipe Talking Chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam diskusi ( Lie, 2009:63-64).

Utami (2008:8), berpendapat bahwa model Talking Chips bertujuan tidak hanya sekedar penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Ciri khas lainnya adalah Talking Chips merupakan pembelajaran secara tim, maka tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan sehingga tim harus mampu membuat setiap mahasiswa belajar, dengan demikian semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan berpartisipasi aktif memanfaatkan kartunya untuk berpendapat dan berkomunikasi menjawab soal.

2.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips

Menurut Warsono dan Hariyanto (2013:236), langkah-langkah pelaksanaan / penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Chips sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kartu-kartu atau kancing

2. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda (heterogen).

(10)

3. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk di diskusikan bersama kelompoknya.

4. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap anggota kelompok diberi sejumlah kartu / “chips” (biasanya dua sampai tiga kartu).

5. Setiap kali salah seorang anggota kelompok menyampaikan pendapat dalam diskusi, ia harus meletakkan satu kartunya ditengah kelompok. Setiap anggota kelompok diperkenankan menambah pendapatnya sampai semua kartu yang dimilikinya habis.

6. Guru memberikan kesempatan kepada setiap siswa berlomba-lomba untuk berkontribusi dalam diskusi tersebut seperti mengekspresikan keraguan, menjawab pertanyaan, mengajukan pertanyaan, memberikan gagasan, bertanya untuk klarifikasi/penjelasan, klarifikasi suatu gagasan, tanggapan terhadap gagasan, membuat ringkasan, mendorong partisipasi, mengatakan sesuatu yang positif terhadap gagasan seseorang dengan memegang kartu berbicara.

7. Jika kartu yang dimilikinya habis, ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota kelompoknya juga menghabiskan semua kartu mereka.

8. Jika semua kartu telah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi-bagi kartu lagi dan diskusi dapat diteruskan kembali.

9. Dengan demikian, semua siswa mendapat kesempatan yang sama dalam mengungkapkan pendapatnya.

(11)

Tabel 2.3 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips menurut Warsono dan Hariyanto (2013:235)

No Fase-fase Perilaku guru

1 Fase-1

Menyajikan informasi

Guru melakukan presentasi singkat

2 Fase-2

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan menyuruh siswa memilih keping bicara dan menempatkan keping berbicara tersebut di meja kelompoknya

3 Fase-3

Membimbing siswa

Guru meminta salah satu siswa berbicara terkait tugas yang diminta dalam keping bicara

4 Fase-4

Siswa berdiskusi

Setelah selesai berbicara, siswa lain memikirkan cara lain untuk melanjutkan diskusi dan angkat bicara terkait tugas yang diarahkan keping bicarasampai semua siswa elah menggunakan keping bicara

5 Fase-5

Melakukan evaluasi

Guru melakukan refleksi kelas

2.4 Hasil Belajar

Menurut Sagala (2013:55), bahwa hasil belajar yang memberikan kepuasan dalam proses belajar dan latihan yang diterima erat kaitanya dengan kehidupan belajar, proses belajar yang demikian akan meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik. Sedangkan menurut Dahar (2011:118), ada lima macam hasil belajar, diantaranya yaitu (1) keterampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) sikap, (4) informasi verbal, (5) keterampilan motorik.

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiawaan itu dibagi dalam tiga dominan : kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif terbagi menjadi enam tingkatan yaitu hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Hasil belajar afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Sedangkan hasil belajar psikomotorik terdiri atas enam tingkatan yaitu: gerakkan reflek, gerakkan fundamental, kemampuan konseptual,

(12)

kemampuan fisis, gerakkan keterampilan dan komunikasi tanpa kata (Purwanto, 2014:48-52).

2.5 Penelitian Yang Relevan

Dalam penulisan proposal ini peneliti akan menyampaikan beberapa kajian yang berkaitan dengan judul proposal ini :

1. Wahab (2013) melakukan penelitian berjudul “penggunaan model pembelajaran Talking Chips untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran Talking Chips dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada konsep alat tubuh makhluk hidup dan fungsinya pada mata pelajaran IPA.

2. Utami, Sri (2008) melakukan penelitian berjudul “penerapan metode Talking Chips dalam pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan prestasi belajar profesi kependidikan II pada mahasiswa prodi pendidikan biologi semester VIB IKIP-PGRI madiun”.Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode Talking Chips dalam pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar profesi kependidikan mahasiswa semester VIB prodi pendidikan biologi FPMIPA IKIP-PGRI Madiun.

3. Sudhita, Romi (2013) melakukan penelitian berjudul “pengaruh penerapan model pembelajaran teknik Talking Chips terhadap hasil belajar IPS Siswa kelas V SD di gugus 1 pupuan”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar antara siswa.

(13)

2.6 Tinjauan Materi

KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP A. Variasi Pada Makhluk Hidup

Didunia ini tidak ada organisme yang benar-benar sama, meskipun mereka termasuk dalam satu jenis. Setiap organisme memiliki ciri-ciri khas yang tidak dimiliki oleh organisme lain. Contohnya keanekaragaman yang terdapat pada jenis manusia. Apakah semua manusia memiliki persamaan bentuk tubuh, bentuk rambut, tinggi badan, warna kulit, dan lain-lain? Tentu tidak. Mungkin ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang berambut lurus, ada yang kriting, ada yang pendek, ada yang jangkung, ada yang warna kulitnya sawo matang, ada pula yang berkulit kuning. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada satu jenis akhluk hidup seperti itu disebut variasi (Muid, 2007:52).

B. Klasifikasi Makhluk Hidup

Klasifikasi adalah memisahkan atau mengelompokkan benda-benda menjadi bagian-bagian yang berbeda berdasarkan persamaan ciri-ciri tertentu. Dalam sistem klasifikasi, organisme terbagi dalam beberapa tingkatan atau takson. Pada takson tersebut organisme dikelompokkan berdasarkan ciri-cirinya dari yang mempunyai persamaan ciri-ciri yang paling umum sampai yang paling khusus. Susunan tingkatan yang umum digunakan terdiri atas tujuh tingkatan yaitu sebagai berikut :

Kingdom Divisio/Phylum Classis Ordo Familia Genus Spesies

Kelompok yang paling umum disebut kingdom (kerajaan) atau dunia. Kingdom dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil, untuk tumbuhan disebut divisio

(14)

dan untuk hewan disebut phylum. Tiap divisio atau phylum dibagi lagi menjadi classis. Classis dibagi lagi menjadi ordo (bangsa), yang dibagi lagi menjadi familia (suku). Tiap suku dibagi lagi menjadi genus (marga) yang selanjutnya dibagi menjadi spesies (jenis). Kadang-kadang diantara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya terdapat anak kelompok atau sub kelompok,misalnya ada subdivisi, subfilum, subkelas, subordo dan subfamily.Pada urutan kelompok dari kingdom sampai spesies, makin kebawah makin sedikit jumlah anggota organisme yang termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi makin banyak persamaan ciri-ciri yang dimiliki. Makin banyak persamaan ciri-ciri, menunjukkan makin dekat kekerabatannya. Organisme yang termasuk dalam satu spesies dapat mengadakan perkawinan dan menghasilkan keturunan, yang selanjutnya akan dapat manghasilkan keturunan berikutnya (Muid, 2007:54)

Muid (2007:55-58), berpendapat ada perkembangan klasifikasi yang lebih maju, seorang ilmuwan bernama Whittaker mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi lima kingdom yaitu monera (Prokariota), protista, jamur (Fungi), tumbuhan (Plantae) dan hewan (Animalia). Klasifikasi makhluk hidup kedalam lima kingdom ini didasarkan atas empat karakteristik, yaitu : Ada atau tidak adanya selaput inti, tubuh tersusun atas satu sel atau beberapa sel, cara memperoleh makanan, cara bergerak.

Kelima kingdom tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. 1. Kingdom Monera (Prokariota)

Secara umum organisme yang termasuk kedalam kingdom monera mempunyai ciri-ciri yaitu bersel satu dan inti sel tidak memiliki selaput (Prokarion). Ada yang

(15)

dapat membuat makanan sendiri (Autotrof). Beberapa diantaranya ada yang dapat bergerak berpindah tempat. Organisme yang termasuk kelompok ini misalnya bakteri dan alga hijau biru (Spirogyra dan Chlorella).

2. Kingdom Protista

Kelompok ini merupakan makhluk hidup sederhana dengan inti sel yang dilindungi selaput. Inti sel yang demikian disebut Eukarion. Sebagian protista bersel tunggal, sebagian bersel banyak dan hidup di air. Ada yang autotrof, ada pula yang heterotrof. Ada yang dapat bergerak untuk berpindah tempat. Contohnya Amoeba, Euglena, Paramecium, alga merah, dan alga hijau.

3. Kingdom Jamur (Fungi)

Ragi tempe merupakan contoh organisme yang tergolong dalam kingdom fungi (jamur). Fungi adalah konsumen dan sekaligus bertindak sebagai pengurai (Dekomposer). Kelompok fungi meliputi organisme bersel satu maupun bersel banyak. Fungi temasuk organisme eukariot, mempunyai dinding sel, tidak berklorofil dan bersifat heterotrof. Anggota fungi pada umumnya bersifat Saprofit, artinya memperoleh makanan dengan cara mengabsorpsi (menyerap) sisa-sisa makhluk hidup yang sudah mati. Ada beberapa fungi yang parasut dan patogen, yaitu merugikan dan menimbulkan penyakit pada makhluk hidup. Organisme yang termasuk kedalam kingdom fungi biasanya tidak mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat. 4. Kingdom Tumbuhan (Plantae)

Kingdom Plantae (tumbuhan) tersusun atas banyak sel, eukariot, memiliki klorofil, dan dapat melakukan fotosintesis. Sel-sel tumbuhan mempunyai dindng sel yang kaku. Sebagian besar tumbuhan memiliki jaringan yang sudah terorganisasi

(16)

kedalam organ berupa akar, batang dan daun. Karena akar tertancap pada tempat tumbuhnya, tumbuhan tidak dapat berpindah tempat.

5. Kingdom Hewan (Animalia)

Anggota kingdom Animalia bersel banyak, eukariot, tidak berklorofil dan heterotrof. Berbeda dengan sel tumbuhan, sel-sel hewan hanya mempunyai selaput sel, tidak dilindungi oleh dinding sel yang kaku. Pada umumnya hewan mempunyai kemampuan berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Sebagian besar hewan juga mampunyai jaringan yang terorganisasi dengan baik kedalam organ dan sistem organ.

C. Klasifikasi Hewan

Menurut Muid (2007:59-63), dalam salah satu sistem klasifikasi, kingdom animalia dibagi menjadi 9 filum, yaitu sebagai berikut :

1. Hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata)

a. Hewan berpori (Porifera), ciri-cirinya tubuh hewan ini tersusun atas banyak sel, sebagian besar hidup dilaut, biasanya hidup berkelompok membentuk koloni, tubuhnya melekat pada suatu dasar sehingga tidak dapat bergerak bebas, pada seluruh permukaan tubuhnya terdapat pori-pori.

b. Hewan berongga (Coelenterata), ciri-cirinya hewan ini tersusun atas banyak sel, tubuhnya berongga, ada yang hidup diair tawar dan sebagian besar hidup dilaut, hidup menetap atau melayang-layang di air.

c. Cacing pipih (Platyhelminthes), ciri-cirinya tubuhnya pipih, kebanyakkan hidup sebagai parasit didalam tubuh hewan lain dan manusia.

(17)

d. Cacing gilig (Nemathelminthes), ciri-cirinya tubuhnya berbentuk gilig (bulat panjang), tidak beruas-ruas, kulitnya licin dan tidak berwarna, umumnya hidup parasit didalam tubuh manusia.

e. Cacing gelang/cacing beruas (Annelida), ciri-cirinya tubuhnya berbentuk bulat panjang dan beruas-ruas, ruas tubuhnya berbentuk seperti gelang-gelang yang saling berhubungan.

f. Hewan lunak (Mollusca), ciri-cirinya tubuhnya lunak, tidak beruas-ruas, umumnya dilindungi cangkang, mempunyai kelenjer lender sehingga banyak mengeluarkan lendir.

g. Hewan berkaki beruas-ruas (Arthropoda), ciri-cirinya tubuhnya terbagi menjadi bagian kepala, dada dan perut, memiliki kaki yang beruas-ruas, merupakan hewan yang paling banyak jenisnya dibumi, ada yang hidup diair, didarat dan berterbangan diudara.

h. Hewan berkulit duri (Echinodermata), ciri-cirinya tubuh dilindungi duri-duri pada permukaannya, hidup dilaut Gerakkannya lamban.

2. Hewan bertulang belakang (Vertebrata)

Vertebrata memiliki sumbu tubuh berupa ruas-ruas tulang belakang yang terentang mulai dari ruas tulang leher sampai tulang ekor, dan memiliki rangka didalam tubuhnya. Hewan-hewan ini memiliki ukuran tubuh yang besar sehingga mudah untuk mengamatinya. Para saintis mengelompokkan vertebrata menjadi lima kelas, yaitu:

(18)

a. Ikan (Pisces)

Ikan merupakan anggota vertebrata yang hidup di air. Tubuhnya dilindungi oleh sisik, dilengkapi alat gerak berupa sirip dan ekor. Untuk mendapatkan oksigen sari lingkungannya, ikan memiliki alat pernapasan berupa insang. Ikan memiliki indra penerima rangsang tekanan air yang dinamakan gurat sisi. Ikan digolongkan hewan berdarah dingin (Poikilotermik), artinya suhu tubuh ikan berubah-ubah mengikuti suhu lingkungannya. Ikan berkembang biak dengan bertelur. Contohnya ikan pari, ikan hiu, ikan lele dan ikan mas.

b. Amfibi (Amphibia)

Amfibi merupakan vertebrata yang dapat hidup di dua tempat, yaitu di air dan di darat. Sama seperti ikan, amfibi termasuk hewan poikilotermik. Salah satu contoh amfibi yang telah dikenal yaitu katak. Dalam pertumbuhannya, katak mengalami metamorphosis (perubahan bentuk). Katak pada masa embrio sampai berudu hidup di air. Setelah dewasa waktunya dihabiskan di darat untuk mencari makan. Pada waktu bertelur, amfibi kembali ke air. Kulit tubuh amfibi selalu lembab. Hal tersebut merupakan adaptasi amfibi dari lingkungan air ke lingkungan darat. Contoh amfibi yaitu katak, kodok.

c. Reptil (Reptilia)

Reptil merupakan kelompok vertebrata yang melata, tubuh reptil dilindungi sisik-sisik yang tebal tersusun dari zat tanduk. Dilihat dari penutup tubuhnya, reptil sangat cocok hidup didaerah kering. Sisik yang tebal menjaga agar cairan tubuh tidak menguap secara berlebihan. Reptil termasuk hewan poikilotermik seperti halnya ikan dan katak. Beberapa reptil digolongkan sebagai hewan buas walaupun ada yang jinak

(19)

seperti cicak dan iguana. Reptil berkembang biak dengan cara bertelur, ada juga yang bertelur dan beranak. Contohnya cicak, kadal, ular, buaya dan penyu.

d. Burung (Aves)

Burung merupakan satu-satunya vertebrata yang memiliki sayap, meskipun ada pula yang tidak dapat terbang. Burung merupakan hewan berdarah panas (Homoiotermik), artinya suhu tubuhnya relatif tetap tidak terpengaruh oleh perubahan suhu lingkungan. Burung bernapas dengan menggunakan paru-paru, paru-paru burung diperluas dengan pundi-pundi hawa untuk menyimpan udara. Tubuh burung dilindungi oleh bulu. Burung berkembang biak dengan cara bertelur. Contohnya ayam, itik, burung beo dan perkutut.

e. Mamalia (Mammalia)

Nama mamalia diambil dari istilah mammae yang berarti kelenjer susu. Kelas mamalia adalah kelompok vertebrata yang memiliki kelenjer susu dan menyusui anak-anaknya. Semua mamalia bernapas menggunakan paru-paru, tubuhnya ditutupi rambut dan seperti burung, mamalia termasuk hewan homoitermik. Hampir semua mamalia hidup didarat, tetapi ada juga yang hidup diair, misalnya paus, lumba-lumba dan duyung. Ada juga mamalia yang dapat terbang, misalnya kalelawar. Contoh mamalia misalnya kucing, kelinci, kuda, sapi. Pada umumnya mamalia berkembang biak dengan melahirkan anak.

D. Klasifikasi Tumbuhan 1. Tumbuhan tidak berpembuluh

Tumbuhan tidak berpembuluh tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Contohnya tumbuhan lumut (Bryophyta). Lumut merupakan kelompok tumbuhan

(20)

pertama yang menyesuaikan diri terhadap kehidupan dilingkungan darat. Lumut termasuk tumbuhan yang sangat kecil dan menyukai tempat-tempat yang lembab. Lumut tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Lumut juga tidak memiliki jaringan berpembuluh. Oleh karena itu sistem pengangkutan berlangsung dari sel ke sel dan pengangkutan zat makanan berjalan lambat sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan tumbuhan yang kecil.

Lumut memiliki struktur seperti akar sederhana yang disebut rizoid. Struktur serupa batang terlihat seperti tangkai, sedangkan struktur seperti daun tampak seperti lembaran berwarna hijau. Contohnya lumut daun dan lumut hati. Tumbuhan lumut disebut sebagai tumbuhan perintis, karena merupakan tumbuhan pertama yang dapat tumbuh dilingkungan yang sulit ditumbuhi tumbuhan lain, misalnya pada hamparan bekas tumpahan larva atau bekas kebakaran hutan.

Lumut daun hidup berkelompok sangat berdekatan satu sama yang lain, dengan cara ini mereka saling menunjang pada tempat tumbuhnya dan menahan air didalam kelompoknya. Tanah yang ditutupi lumut daun menyerupai hamparan permadani hijau yang lembut. Lumut hati berbentuk lembaran hijau seperti daun dan memiliki rizoid dibagian bawah tubuhnya.

2. Tumbuhan berpembuluh

Tumbuhan berpembuluh memiliki akar, batang dan daun sejati. Sesuai dengan namanya, kelompok tumbuhan ini memiliki pembuluh. Ada dua macam pembuluh, yaitu pembuluh kayu (Xylem) dan pembuluh tapis (Floem). Xylem berfungsi mengangkut air dan mineral dari akar ke daun, dan floem berfungsi mengangkut zat makanan dari daun keseluruh bagian tumbuhan.

(21)

a. Tumbuhan paku (Pterydophyta)

Tumbuhan ini tidak berbiji, berkembang biak dengan spora. Ada berbagai jenis tumbuhan paku, misalnya suplir, paku kawat, paku ekor kuda dan paku air. Tumbuhan paku sering ditanam sebagai tumbuhan hias. Pada bagian bawah daunnya ditemukan kumpulan kotak spora yang berwarna kecoklatan, bagian ini disebut sorus dan daun tumbuhan paku yang memiliki sorus disebut daun subur (daun fertil) karena mengandung alat perkembangbiakkan.

b. Tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae)

Tumbuhan berbiji terbuka tidak berbunga. Tumbuhan ini menghasilkan biji yang merupakan alat perkembangbiakkan. Bakal bijinya tidak dilindungi oleh daun buah. Contohnya tumbuhan melinjo, pakis haji, pinus.

c. Tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan berbunga, memiliki bakal biji yang terbungkus oleh daun buah. Tumbuhan berbiji tertutup dapat ditemukan dikebun, taman, halaman rumah, bahkan didalam pot. Contohnya pohon mangga, pohon jambu, pohon rambutan, tanaman padi, jagung, kacang tanah, tumbuhan bunga mawar dan melati. Berdasarkan keping bijinya, tumbuhan berbiji tertutup dikelompokkan menjadi tumbuhan berkeping satu (Monokotil) dan tumbuhan berkeping dua (Dikotil). Kedua kelompok ini memiliki ciri-ciri yang berbeda tidak hanya pada jumlah keping bijinya, tetapi juga pada perakaran, susunan berkas pembuluh, pertulangan daun, dan jumlah bagian-bagian bunganya (Muid, 2007:63-66).

(22)

E. Kegunaan Klasifikasi

Menurut Muid (2007:67-68), klasifikasi organisme didasarkan pada adanya persamaan dan perbedaan ciri-ciri. Beberapa alasan lain untuk mengadakan klasifikasi organisme ialah para saintis perlu membandingkan bentuk kehidupan yang sangat beraneka ragam, mempelajari bentuk-bentuk kehidupan tersebut dan memahami hubungan kekerabatan antara berbagai organisme.

a. Nama ilmiah

Cabang biologi yang mempelajari klasifikasi dan pemberian nama organisme disebut Taksonomi. Tujuan pemberian nama ilmiah adalah untuk mempermudah pengenalan terhadap organisme tertentu. Ilmuwan yang berjasa dalam pemberian nama ilmiah ialah Carolus Linnaeus. Ia mengenalkan susunan tata nama dengan dua kata yang dikenal sebagai sistem Binomial Nomenclature artinya tata nama ganda. Setiap jenis organisme diberi nama ilmiah dengan dua kata. Kata pertama menunjukkan genus (marga) dan kata kedua yang menerangkan kata pertama, menunjukkan spesies (jenis). Contohnya tumbuhan kentang termasuk genus Solanum. Contoh lain manusia diberi nama ilmiah Homo sapiens. Sapiens berarti bijaksana, jadi manusia adalah genus Homo yang bijaksana.

Dalam penulisan nama ilmiah perlu diikuti aturan-aturan tertentu, yaitu sebagai berikut:

a. Kata pertama yang menunjukkan genus, huruf pertamanya ditulis dengan huruf besar.

b. Kata kedua yang menunjukkan spesies, semuanya ditulis dengan huruf kecil. c. Kedua kata harus digaris bawahi atau dicetak miring.

(23)

2.7 Kerangka Berpikir

Keterangan :

Peningkatan Hasil Belajar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Menerapkan model pembelajaran

Kooperatif Talking Chips

Hasil Belajar Siswa Menerapkan metode pembelajaran Ceramah Hasil Belajar Siswa Siswa Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Tes Tes Evaluasi Evaluasi Ranah Kognitif Ranah Afektif Ranah Psikomotor Ranah Psikomotor Ranah Afektif Ranah kognitif Analisis Data Dibandingkan Kesimpulan

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional  Kelompok Belajar Kooperatif  Kelompok Belajar Konvensional  Adanya  saling  ketergantungan  positif,saling
Tabel 2.2 Enam Langkah Utama Tahapan Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.3 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips menurut Warsono dan  Hariyanto (2013:235)
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Menerapkan model pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian mengenai tingkat pengetahuan remaja mengenai bahaya alkohol dengan stroke paling banyak dikategori ya tahu, ini bisa di lihat sebagian besar

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar Yuridis Sosiologis Disparitas Putusan Hakim terhadap Tindak Pidana Perjudian di Pengadilan Negeri Malang didasarkan pada pada

Klien memerlukan pengendalian internal atas kompilasi persediaan untuk memastikan bahwa perhitungan fisik telah diikhtisarkan dengan benar, diberi hargapada jumlah yang sama

Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa apa yang telah dilakukan oleh para pembaharu-pembaharu di dunia Islam tak lain adalah merupakan respons terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui perbedaan trust pasangan hubungan jarak jauh yang belum menikah (pacaran jarak jauh) dengan pasangan hubungan jarak jauh yang

Metode analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kinerja keuangan BRI dengan menggunakan perhitungan nilai EVA, MVA, analisis pengaruh EVA terhadap MVA serta analisis

Induk Organisasi ini merupakan Kepengurusan tiap-tiap cabang pada tingkat Nasional, yang membawahi dan membina olahraga - olahraga di daerah.. Induk organisasi cabang olahraga

Tingkat kerawanan longsor sedang mempunyai arti bahwa wilayah tersebut mempunyai potensi terjadinya longsor sedang yaitu akan terjadi longsor yang pada umumnya