• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK SISTEM PEMELIHARAAN KERBAU

RAWA DI KALIMANTAN SELATAN

AKHMAD HAMDAN,ENI SITI ROHAENI danAHMAD SUBHAN Balai Pengkajian Trknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4. Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTARK

Survei ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sistem pemeliharaan kerbau rawa. Survei dilaksanakan pada tahun 2005, di sentra pengembangan kerbau rawa Propinsi Kalimantan Selatan dengan mempertimbangkan populasi ternak kerbau. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan menggunakan metoda PRA (Participatory Rapid Appraisal) melalui pendekatan pada kelompok peternak dan tokoh masyarakat secara diskusi. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait. Ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan dihitung berdasarkan pengambilan cuplikan sampel dengan ukuran 100 cm x 100 cm secara acak, pengambilan cuplikan dilakukan 4 kali dan ditimbang, selanjutnya rataan bobot hijauan pakan ini dikonversi kedalam luasan 1 hektar. Hasil menunjukkan bahwa Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan daerah penyebaran kerbau rawa terbanyak (8 desa) dengan populasi kerbau tertinggi, kemudian diikuti Kabupaten Hulu Sungai Selatan (6 desa), Hulu Sungai Tengah (3 desa) dan Barito Kuala (2 desa). Rataan umur peternak kerbau adalah masuk kedalam kisaran umur produktif yaitu 42 tahun dengan pengalaman beternak 19,75 tahun. Tingkat pendidikan peternak sebagian besar adalah Sekolah Dasar (73,57%) dengan pekerjaan utama beternak kerbau (59,14%), kemudian diikuti sebagai nelayan (28,83%), pedagang (13,78%) dan PNS (4,79%). Rata-rata pemilikan kerbau per peternak 26,75 satuan ternak. Sistem pemeliharaan kerbau rawa di lokasi survei dilakukan dengan sistem kalang secara ekstensif, yaitu dengan menggembala kerbau secara bebas di padang penggembalan (sangat tergantung pada alam) sehingga faktor musim sangat berpengaruh dan menggunakan kalang untuk kerbau beristirahat. Pada musim hujan (air dalam) aktivitas kerbau dimulai di atas kalang, kerbau turun dari kalang mencari makan dimulai pagi hari sekitar jam 7-9 dan sore harinya kembali ke atas kalang sekitar jam16-18. Sebaliknya pada musim kemarau aktivitas kerbau sepenuhnya berada di padangan, pada saat ini kalang tidak digunakan lagi. Rataan curahan waktu tenaga kerja untuk menggembala adalah sebesar 3,6 jam sehari. Pada saat kemarau peternak hanya melakukan pengontrolan terhadap keberadaan ternaknya dan dilakukan 2 kali dalam seminggu. Penjualan kerbau dilakukan berdasarkan keperluan (60,00%) dan secara rutin setiap tahun (40,00%) terutama terhadap kerbau jantan (dianggap tidak produktif). Rataan produksi hijauan pakan di padang penggembalaan adalah sebesar 13,13 ton per hektar.

Kata kunci : Kerbau rawa, karakteristik, sistem pemeliharaan

PENDAHULUAN

Kerbau rawa adalah salah satu ternak ruminansia dan merupakan plasma nutfah yang dimiliki dan berkembang secara turun temurun di Propinsi Kalimantan Selatan. Kerbau rawa tersebar hampir di semua kabupaten terutama di 4 wilayah Kabupaten yang mempunyai kawasan rawa yang cukup luas yaitu Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Barito Kuala (Batola) dengan populasi yang berbeda. Ternak ini mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi alam berawa-rawa dan hampir sepanjang tahun tergenang air.

Populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan tahun 2004 sebesar 38.488 ekor dengan kontribusi produksi daging sebesar 819.040 kg. Keadaan ini menunjukkan kenaikan yang cukup berarti dari tahun 2003, yaitu dengan jumlah populasi 37.550 ekor (naik 2,50%) dan produksi daging 756.162 kg (naik 8,32%). Kerbau mempunyai peran yang cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumen, produksi daging kerbau di Kalimantan Selatan adalah 15,72% dari total produksi daging ternak besar (DISNAK PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Kontribusi produksi dari ternak kerbau ini tentunya dapat ditingkatkan bila usaha ternak kerbau dikelola dengan baik, sehingga disamping dapat meningkatkan pendapatan peternak yang

(2)

Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi

177 188 pendapatan asli daerah (PAD). Teknologi

yang harus diterapkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam yang tersedia dan kemampuan peternak. Menurut SADERI et al., (2004) fungsi ekonomi dari pemeliharaan ternak kerbau rawa masih terbatas sebagai tabungan untuk memupuk modal, dan pariwisata.

Survei ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemeliharaan ternak kerbau rawa di Propinsi Kalimantan Selatan dalam rangka untuk memperbaikinya guna meningkatkan produktivitas melalui penerapan inovasi teknologi spesifik lokasi.

MATERI DAN METODOLOGI

Survei ini dilaksanakan di kawasan sentra pengembangan kerbau rawa meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Barito Kuala (Batola) Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005. Lokasi terpilih adalah Kecamatan Danau Panggang (HSU), Kecamatan Labuan Amas Utara (HST), Kecamatan Daha Utara dan Daha Selatan (HSS) dan Kecamatan Kuripan (Batola).

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikum-pulkan menggunakan metoda PRA (Partici-patory Rapid Appraisal) (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2005). Pelaksanaan metoda PRA melalui pendekatan pada kelompok peter-nak dan tokoh masyarakat secara diskusi. Pengumpulan data individu melalui wawan-cara langsung dengan peternak mengguna-kan quesioner dan wawancara dengan beberapa informan kunci yang dianggap mengetahui dan memahami tatalaksana pemeliharaan kerbau rawa di lokasi survei. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait.

Ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan dihitung berdasarkan peng-ambilan cuplikan sampel dengan ukuran 100 cm x 100 cm secara acak, pengambilan cuplikan dilakukan 4 kali dan ditimbang.

Rataan bobot hijauan pakan ini kemudian dikonversi kedalam luasan 1 hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum wilayah

Kalimantan Selatan merupakan salah satu propinsi yang ada di Pulau Kalimantan dengan luas 37.377 km2 dan terdiri atas 11 kabupaten dan 2 kota. Luas wilayah Kabupaten HSU, HST, HSS dan Batola masing-masing adalah 2.771, 1.472, 1.703 dan 2.997 km2. Berdasarkan luas wilayah ini terlihat bahwa Kabupaten Batola mempunyai luas wilayah yang terluas dan yang tersempit adalah HST. Wilayah pemeliharaan kerbau rawa merupakan daerah rawa yang tergenang air 6-7 bulan/tahun dengan ketinggian air mencapai > 2 m, kondisi ini menyebabkan kerbau rawa menjadi pandai berenang.

Penyebaran kerbau rawa di empat Kabupaten di Kalimantan Selatan sebagai lokasi survei seperti tertera pada Tabel 1. Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan daerah dengan penye-baran kerbau rawa terbanyak (8 desa), kemudian diikuti Kabupaten Hulu Sungai Selatan (6 desa), Hulu Sungai Tengah (3 desa) dan Barito Kuala (2 desa). Keadaan ini juga diikuti dengan populasi kerbau rawa pada masing-masing daerah, dimana Kabupaten HSU adalah daerah yang memiliki populasi kerbau rawa yang tertinggi (Tabel 2).

Karakteristik peternak

Karakteristik peternak meliputi data umur peternak, pengalaman beternak, pekerjaan utama dan tingkat pendidikan seperti tertera pada Tabel 3.

Berdasarkan rataan umur diketahui bahwa peternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan termasuk dalam golongan umur produktif, yaitu 42 tahun, dimana rataan umur tertinggi adalah peternak kerbau rawa di Kabupaten HSU dan terendah berada di Kabupaten HST. Menurut NURMANAF (2001) dalam MUNIER (2003) bahwa kisaran umur produktif adalah 15 – 54 tahun karena pada kisaran ini produktivitas kerja tinggi yang umumnya teralokasi untuk beragam aktifitas usahataninya.

(3)

Tabel 1. Desa penyebaran kerbau rawa pada 4 kabupaten lokasi pengkajian

Kabupaten Kecamatan Desa

HSU Danau Panggang 1. Bararawa

2. Sapala 3. Pal Batu 4. Ambahai 5. Tampakang 6. Paminggir 7. Paminggir Seberang 8. Tampakang

HST Labuan Amas Utara 1. Sungai Buluh

2. Mantaas 3. Rantau Bujur

HSS Daha Utara 1. Teluk Haur

2. Hamayung 3. Pandak Daun 4. Paharangan

Daha Selatan 1. Bajayau Baru

2. Bajayau Lama

Batola Kuripan 1. Tabatan

2. Tabatan Baru

Tabel 2. Populasi (ekor) kerbau rawa di Kabupaten HSU, HST, HSS dan Batola

No Kabupaten 2000 2004 Trend (%)*

1 Hulu Sungai Utara (HSU) 6.509 7.771 19.39

2 Hulu Sungai Selatan (HST) 1.801 1.895 5.22

3 Hulu Sungai Tengah (HST) 2.812 3.136 11.52

4 Batola 493 857 73.83

Sumber: DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004) * Berdasarkan perhitungan

Tabel 3. Karakteristik peternak menurut kabupaten dan propinsi

Rata-rata Keterangan

Kab. HSU Kab. HST Kab. HSS Kab. Batola

Kalimantan Selatan

Jumlah responden 13 4 11 15 10,75

Umur peternak 47 39 42 40 42,00

Pengalaman beternak (tahun) 22 22 20 15 19,75

Pekerjaan Utama (%) a. Beternak 53,8 50 72,7 60,0 59,14 b. Nelayan 45,5 25 18,2 26,7 28,83 c. PNS 7,7 0 0 6,7 4,79 d. Dagang 7,7 25 9,1 13,3 13,78 Tingkat pendidikan (%) a. Sekolah Dasar 61,5 100 72,7 60,0 73,57 b. SLTP 15,4 0 18,2 40,0 18,39 c. SMU 7,7 0 9,1 0,0 4,20 d. Perguruan Tinggi 7,7 0 0 6,7 3,59

(4)

Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi

184 3

Usaha utama peternak sebagian besar adalah beternak kerbau (59,14%) diikuti sebagai nelayan (28,83%), pedagang (13,78%) dan PNS (4,79%). Kenyataan ini menunjukkan bahwa ternak kerbau rawa adalah sumber penghasilan (pendapatan) utama bagi sebagian besar keluarga peternak disamping menangkap ikan di rawa dan lainnya. Dengan kata lain ternak kerbau memberikan sumbangan yang besar bagi

pendapatan keluarga peternak yang mengusaha-kannya di Kalimantan Selatan.

Pada Tabel 4 disajikan rataan curahan tenaga kerja untuk penggembalaan ternak kerbau rawa di empat kabupaten di Kalimantan Selatan. Kegiatan menggembala ternak di 4 Kabupaten tidak jauh berbeda, yaitu dilakukan setiap hari dan hanya dilakukan oleh kaum pria dengan alokasi penggunaan tenaga kerja 365 HOK per tahun.

Tabel. 4. Rataan curahan waktu tenaga kerja untuk penggembalaan Rata-rata

Kabupaten

Jam/hari Hari/bulan Bulan/tahun Jam/tahun HOK/tahun

Hulu Sungai Utara (HSU) 1,1 30 12 401,5 365

Hulu Sungai Tengah (HST) 3,4 30 12 1241 365

Hulu Sungai Selatan (HSS) 5,0 30 12 1825,0 365

Barito Kuala (Batola) 5,0 30 12 1825,0 365

Curahan tenaga kerja wanita lebih banyak kepada pekerjaan rumah tangga dan sebagian waktunya untuk membantu laki-laki di usahataninya. Rataan curahan tenaga kerja untuk menggembala adalah 3,6 jam sehari sedangkan curahan tenaga kerja terendah dilakukan oleh peternak di Kabupaten HSU dibandingkan peternak di kabupaten lainnya yaitu 1,1 jam sehari dan tertinggi oleh peternak di Kabupaten HSS dan Batola yaitu 5 jam sehari. Perbedaan ini lebih disebabkan oleh faktor air, dimana pada saat musim hujan (air dalam) padang penggembalaan banyak yang tenggelam dalam waktu yang relatif lebih lama dan dalam, sehingga menggembala dilakukan hampir sepanjang hari dimulai sekitar jam 8 pagi (menurunkan kerbau dari kalang) hingga jam 4 sore (memasukkan kerbau ke atas kalang) . Hal ini dilakukan sekitar 2 – 4 minggu guna membiasakan kerbau terhadap kondisi dan padang penggembalaan baru. Bila kerbau sudah terbiasa dan kenal dengan penggembalaan yang baru maka kerbau tidak harus ditunggui lagi. Pada saat musim kemarau rawa-rawa banyak yang kering dan kalang tidak digunakan lagi. Pada saat ini aktifitas kerbau sebagian besar berada di alam bebas padang penggembalaan dan curahan tenaga kerja sangat sedikit, lebih

kepada pengontrolan terhadap keberadaan ternaknya saja.

Pemilikan ternak

Ternak kerbau yang dipelihara oleh peternak umumnya adalah milik sendiri. Sebagian peternak disamping menguasai milik sendiri juga ada yang memelihara ternak milik orang lain sebagai gaduhan dan sebagian kecil lagi hanya sebagai penggaduh saja. Tabel 5 menyajikan rataan skala pemilikan ternak kerbau di lokasi survei di 4 kabupaten di Kalimantan Selatan.

Tabel 5 menunjukkan rataan jumlah pemi-likan ternak kerbau rawa 20 – 77 ekor, dimana rataan pemilikan tertinggi di kabupaten HSS 77 ekor. Tingginya rataan pemilikan ternak kerbau rawa di daerah ini karena merupakan sentra pengembangan ternak kerbau rawa yang diprogramkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan disamping ketersediaan hijauan pakan yang terdapat di lahan rawa cukup tinggi. FORD, (1992) menyebutkan bahwa ternak kerbau di Indonesia umumnya diusahakan oleh petani skala kecil, terutama di Pulau Jawa. Kumpulan terbesar berada di Indonesia Bagian Timur, dengan rataan pemilikan 37 ekor di NTT dan beberapa diantaranya lebih dari 300 ekor (ROBINSON, 1977).

(5)
(6)

Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi

184 191

Tabel 5. Rataan jumlah pemilikan ternak kerbau

Jantan Betina Kabupaten

Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Jumlah

Hulu Sungai Utara (HSU) 3 1 1 19 8 7 39

Hulu Sungai Tengah (HST) 2 1 1 14 14 7 39

Hulu Sungai Selatan (HSS) 5 3 3 33 16 17 77

Barito Kuala (Batola) 1 1 1 8 5 4 20

Total 11 6 6 74 43 35 175

Persentase 6,3 3,4 3,4 42,3 24,6 20,0 100

Ketersediaan hijauan pakan

Daya dukung lahan dari suatu wilayah terhadap bidang peternakan dapat diukur dari kemampuan wilayah dalam menyedia-kan pamenyedia-kan yang berasal dari hijauan pamenyedia-kan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan kerbau rawa relatif cukup tinggi dengan rataan berkisar 1,7 – 13 ton/ha/tahun pada musim kemarau dan 11,9-19,0 ton/ha/tahun pada musim hujan (Tabel 4). Jenis hijauan pakan ternak yang terdapat pada padang penggembalaan didominasi rumput alam seperti rumput (kumpai) jariwit, pepedasan, galunggung, kangkung, hiring-hiring, sumpilang, kumpai batu, kumpai miyang, kumpai juluk dan lain-lain (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan daya dukung lahan yang ada dan ketersediaan hijauan pakan Kabupaten HSU, HST, HSS dan Batola mempunyai potensi untuk pengembangan ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan.

Permasalahan dalam penyediaan hijauan pakan adalah adanya kecenderungan penyempitan lahan sebagai akibat pergeser-an penggunapergeser-an lahpergeser-an menjadi lahpergeser-an pertanian dan pemukiman seiring cepatnya pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu perlu upaya dari pemerintah melalui pengaturan tataguna lahan sesuai dengan potensi sumber daya yang ada.

Tatalaksana pemeliharaan kerbau rawa

Tatalaksana pemeliharaan kerbau rawa di Kalimantan Selatan khususnya di 4

kabupaten (HSU, HST, HSS dan Batola) adalah sama yaitu dengan cara menggembala ternak di padang penggembalaan pada lahan rawa dan malam hari kerbau beristirahat di kalang. Kalang merupakan bangunan yang terbuat dari susunan kayu sedemikian rupa di atas rawa sebagai tempat untuk kerbau beristirahat di malam hari, juga tempat kerbau betina melahirkan dan merawat anak sebelum siap untuk dilepas berenang mencari makan khususnya pada saat air dalam. Pemeliharaan kerbau rawa sangat dipengaruhi oleh musim. Gambaran kondisi pemeliharaan kerbau rawa pada musim kemarau dan hujan adalah sebagai berikut:

A. Pemeliharaan kerbau rawa saat musim hujan

• Kalang digunakan untuk beristirahat sejak sore hingga pagi hari. Kerbau diturunkan dari kalang untuk mencari makan sejak pagi hari yaitu dimulai sekitar jam 7 - 9 pagi hari dan dinaikkan ke atas kalang pada sore hari yaitu dimulai dari jam 4 - 6 sore hari, kecuali anak kerbau yang berumur di bawah 5 bulan (belum bisa berenang) tetap berada di atas kalang.

• Pada saat tertentu (2-4 minggu) untuk membiasakan ternak terhadap kondisi yang baru peternak menggembala kerbau sepanjang hari, dikarenakan peternak harus mengarahkan kerbau dalam mencari makan dan menjaga keselamatan kerbau dari kelelahan berenang. Pada saat ini ketersediaan pakan sulit karena rumput tenggelam dan mati (ketinggian air mencapai 2 meter). Upaya yang dilakukan peternak

(7)

adalah dengan menggembalakan kerbau di daerah dimana hijauan mudah didapat dan kerbau dapat berpijak ke tanah, kecuali di Kabupaten Batola ketinggian air kurang dari 2 meter sehingga kerbau masih bisa berpijak ke

tanah. Lama ternak kerbau berenang mencari makan berkisar 2 – 3 jam kemudian kerbau diistirahatkan ke atas kalang atau di tempat yang lebih tinggi (kerbau dapat berpijak di tanah) selama ± 3 jam dan digembalakan kembali hingga sore hari.

Tabel 6.Rataan ketersediaan hijauan pakan di lahan rawa

Produksi (ton/ha/tahun) Kabupaten

MK MH

Total tersedia

Hulu Sungai Utara (HSU) 1,7 19,0 20,7

Hulu Sungai Tengah (HST) 3,6 11,9 15,5

Hulu Sungai Selatan (HSS) 3,3 - 3,3

Barito Kuala (Batola) 13,0 - 13,0

Keterangan: MK = musim kemarau

MH = musim penghujan

Tabel 5. Jenis hijauan pakan yang terdapat di padang penggembalan kerbau rawa

No Nama daerah Jenis Suku

1 Kumpai jariwit Paspalaum conjugatum Berg. Poaaceae

2. Pepedasan Polygonum hydropiper L Polygonaceae

3. Galunggung/kayapu Salvinia cucullata Roxb Salvinaceae

4. Kangkung rawa Ipomea aquatica Forsk Convolvulaceae

5. Hiring-hiring Cypperus platystylis R. Br Cypperaceae

6. Sumpilang Cynodon dactylon (L.) Pers Poaaceae

7. Kumpai miyang Hymenachne interrupta Buese Poaaceae 8. Kumpai juluk bini Hymenachne Amplexicaulis Nees Poaaceae

9. Kumpai batu Ischaemum barbatum Retz. Poaaceae

10. Kumpai juluk laki Paspalum scrobiculatum L. Var bisppicatum Haek Poaaceae

11 Tanding Nympphea pubescens Will Nymphaeceae

12 Gugura Panicum repens L. Poaaceae

13 Banta Leersia hexandra Swartz Poaaceae

14 Ilung/eceng gondok Eichhornia crassipes (Mart.) Solms Pontederiaaceae • Terhadap kerbau betina ± 1

minggu sebelum melahirkan dipisah dari kelompoknya dan dipelihara di sekitar kalang, menjelang 3 hari sebelum melahir-kan kerbau betina dinaikmelahir-kan ke atas kalang dan dibuatkan kandang pembatas dari kelompok lainnya sampai kerbau melahirkan dan kuat kembali untuk berenang mencari makan. Pada saat ini sebagian peternak menyediakan

melahirkan dan menyusui di atas kalang (± 1 bulan) dan sebagian lagi membiar-kan induk mencari mamembiar-kan sendiri di sekitar kalang.

• Anak kerbau (gudel) selama berada di atas kalang hanya mengkonsumsi air susu dari induknya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan baru mulai belajar memakan rumput setelah ber-umur ± 1 bulan.

• Pada dasarnya gudel dapat berenang setelah berumur ± 1 minggu, akan tetapi

(8)

Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi

184 193

sebagian besar peternak baru akan melepas gudel bergabung dengan kelompoknya setelah berumur ± 1 bulan, dikarenakan pada saat ini kondisi gudel dianggap kuat untuk berenang dan mulai belajar makan.

B. Pemeliharaan kerbau rawa saat musim kemarau:

• Pada saat musim kemarau kalang tidak digunakan lagi. Aktivitas kerbau sepenuhnya dilakukan di padangan, peranan peternak sangat sedikit sebatas mengontrol keberadaan, kesehatan, kelahiran dan kematian serta menjaga hubungan antara peternak dan kerbau agar supaya tetap dekat jangan sampai menjadi liar (tetap jinak). Upaya yang dilakukan peternak adalah dengan membuat kandang untuk tempat istirahat kerbau di malam hari. Kandang ini lebih diperuntukkan kepada ternak kerbau yang berstatus sebagai kepala jalan (tetua) agar ternak kerbau yang lain tidak berkeliaran terlalu jauh.

• Pemeliharaan kerbau di musim kemarau lebih mudah dan curahan waktu pemeliharaan juga lebih pendek dibandingkan pada saat air dalam (musim hujan), peternak hanya sewaktu-waktu mengontrol keberadaan ternaknya (2 kali seminggu).

• Terhadap kerbau bunting, melahir-kan dan menyusui hampir tidak ada campur tangan peternak. Kerbau melahirkan dan menyusui anaknya di padangan. Peternak hanya mengawasi dan baru mela-kukan bantuan apabila terjadi ke-sulitan dalam proses melahirkan. Pemeliharaan kebau jantan dilakukan hingga kerbau berumur ± 4 tahun, setelah itu kerbau jantan biasanya langsung dijual. Kerbau jantan dianggap tidak menghasil-kan kalau terus dipelihara dan kerbau jantan yang sudah tua dianggap tidak mampu lagi untuk mengawini kerbau betina, sehingga lebih dititik beratkan

sebagai sumber pendapatan untuk mencukupi kebutuhan keluarga peternak. Berbeda dengan kerbau betina pemeliharaan dilakukan selama kerbau tersebut masih mampu melahirkan (menghasilkan anak) bahkan ada kerbau betina yang berumur > 35 tahun masih dipelihara peternak. Terhadap kerbau betina yang tidak mampu menghasilkan anak (lambat) akan dikeluarkan dari kelompok karena dinggap tidak menghasilkan.

Menurut FORD (1992) secara fisik kondisi alam di Indonesia memungkinkan untuk pengembangan ternak kerbau secara ekstensif. Lahan yang luas di Sumatra dan Kalimantan memungkinkan untuk pemeliharaan kerbau secara ranch untuk memproduksi daging (COCKRILL, 1974). SADERI et al. (2004) menyebutkan bahwa pemeliharaan kerbau rawa sangat dipengaruhi oleh musim, yaitu pada musim hujan/air dalam dengan cara digembalakan di rawa dan sore hari dikandangkan dalam kalang, sedang pada musim kemarau kerbau digembalakan di padang gembala. ROHAENI et al. (2005) menyebutkan bahwa budidaya ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan dilakukan di lahan rawa yang relatif terpencil dari daerah lain, secara tradisional dengan cara digembalakan secara berkelompok dan berkembang biak hampir tidak ada campur tangan peternak. Selanjutnya disebutkan bahwa pada saat air dalam, pemeliharaan kerbau rawa dilakukan dengan cara digembalakan di padang penggembalaan dan sore hari dinaikan ke atas kalang, sedangkan pada musim kemarau kalang tidak digunakan lagi karena kerbau sepanjang hari hinggga malam berada di padang gembala, sebagian peternak membuat kandang untuk beristirahat pada waktu malam hari. Kandang ini lebih ditujukan untuk kerbau tetua (kepala jalan) agar kerbau yang lain tidak berkeliaran terlalu jauh dari kelompoknya.

Penyapihan terhadap anak kerbau umumnya tidak dilakukan oleh peternak, penyapihan dilakukan secara alami, apabila induk bunting kembali maka induk akan melakukan penyapihan sendiri terhadap anaknya (1,5 tahun).

Pemasaran kerbau rawa

Pemasaran kerbau rawa umumnya dilakukan peternak dengan cara pembeli yang datang ke desa dan sebagian kecil peternak membawa

(9)

ternaknya ke pedagang (hanya ternak yang sakit/keadaan terpaksa) ke luar desa. Penjualan kerbau dilakukan dalam bentuk kerbau hidup sewaktu-waktu apabila peternak memerlukan dana, tetapi umum-nya dilakukan pada saat bulan Haji dan bulan Maulid dengan pertimbangan pada bulan tersebut harga kerbau tinggi. Kerbau yang di jual terutama adalah kerbau jantan yang telah berumur > 2 tahun, karena kalau dipelihara terus dirasakan rugi (tidak menghasilkan anak). Harga seekor kerbau ditentukan oleh peternak berdasar-kan kondisi kerbau, yaitu perkiraan daging yang diperoleh dari seekor kerbau (penaksiran) dan kesepakatan antara peternak dan pembeli.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa harga jual anak kerbau umur <1 tahun berkisar 1-1,5 juta rupiah, bakalan berumur >2 tahun mencapai 3-4 juta rupiah dan induk/ pejantan sekitar 6 juta rupiah. Namun demikian penjualan anak dan kerbau betina sangat jarang terjadi, peternak hanya menjual ternak kebau jantan bakalan saja, karena dianggap hanya menjadi beban apabila terus dipelihara. Pembayaran ternak umumnya dilakukan secara tunai (kontan) namun ada sebagian kecil yang hutang dulu dengan tenggang waktu pembayaran berkisar 1 minggu sampai 1 bulan ber-dasarkan kesepakatan (hanya pada pembeli tertentu).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Tatalaksana pemeliharaan kerbau rawa di Kalimantan Selatan umumnya dilakukan dengan cara digembalakan di padang penggembalaan sepanjang hari (ekstensif), dengan kisaran pemi-likan 20-77 ekor/peternak dengan populasi induk 42,3%.

2. Peternak umumnya berpendidikan rendah dengan rataan umur 42 tahun. 3. Beternak kerbau merupakan sumber

pedapatan utama peternak disamping usahataninya.

SARAN

1. Perlu upaya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan ternak kerbau di Kalimantan Selatan sesuai dengan potensi wilayah.

2. Pengaturan tataguna lahan dan budidaya hijauan pakan serta sistem penggembalaan penting dilakukan guna meningkatkan produktivitas ternak kerbau rawa.

DAFTAR PUSTAKA

BADAN LITBANG PERTANIAN. 2005. Panduan Teknis Participatory Rural Appraisal (PRA); Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian.

COCKRILL,W.R., 1974. The Buffaloes of Indonesia, In: W.ROSS COCKRILL (Editor), The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo. F.A.O, Rome, pp.276-312.

DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2004. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan

FORD, B.D. 1992. Swamp Buffaloes in Large Scale Ranching System. Buffalo Production. School of Agriculture and Forestry, The University of Melbourne, Parkville, Victoria 3052. Austalia. MUNIER,F.F. 2003. Karakteristik Sistem Pemeliharaan

Ternak Ruminansia Kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

ROBINSON, D.W. 1977. Preliminary Onservations on the Productivity of Working Buffalo in Indonesia. Research Report N0.2. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Bogor. ROHAENI, E.S., A. DARMAWAN, R. QOMARIAH, A.

HAMDAN danA.SUBHAN, 2005. Inventarisasi dan Karakterisasi Kerbau Rawa Sebagai Plasma Nutfah di Kalimantan Selatan. Laporan Akhir. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian.

SADERI, D. I., E. S. ROHAENI, A. DARMAWAN, A. SUBHAN dan A. RAFIEQ. 2004. Profil Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. (Studi Kasus di Desa Bararawa dan Desa Tampakang, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara). Laporan. BPTP

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme pengelolaan dana dengan sitem muḍᾱrabah di AJB Bumiputera 1912 Syariah, pada dasarnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ada di dalam fatwa

[r]

Untuk dapat mengoptimalkan polisi tidur otomatis dapat dipasang di kota- kota besar dengan pengguna kendaraan bermotor terbanyak dan sering mengalami kemacetan terutama

Harimurti (1984: 69) mengemukakan bahwa hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud. Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan

Identifikasi Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Penentuan Massa Atom Relatif dan Penentuan Massa Molekul Relatif di Sekolaha. Penyusunan Instrumen Penelitian:

4. Menurut saya penjagaan di area parkir Wisata Pemandian Air Panas Angseri mampu meningkatkan rasa aman bagi wisatawan yang berkunjung. Menurut saya jumlah toilet dan

Berdasarkan hasil dari ketiga wawancara diatas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dialami oleh karyawan yang beralih profesi menjadi driver Gojek adalah sarana

Utang Lainnya merupakan utang sektor publik yang tidak tercakup dalam penjelasan utang tersebut di atas, antara lain terdiri dari utang dagang, uang muka,