• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Lama Fermentasi dan Tingkat Kadar Air dalam Produksi Pigmen Angkak pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras Menggunakan Monascus purpureus ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Lama Fermentasi dan Tingkat Kadar Air dalam Produksi Pigmen Angkak pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras Menggunakan Monascus purpureus ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Lama Fermentasi dan Tingkat Kadar Air dalam Produksi Pigmen Angkak

pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras Menggunakan Monascus purpureus

Alfi Asben dan Anwar Kasim

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang Email: alfi_asben@yahoo.com , Hp. 081363449690

ABSTRACT

This study aims to determine the length of fermentation time and the appropriate level of moisture in production of angkak pigment from the sago hampas - rice flour substrat using Monascus purpureus. The study were conducted in 2 phases: (1) The determination of the length of fermentation time of angkak pigment in sago hampas -rice flour substrate with 3 treatments, ie A (1 week) , B (2 weeks) , and C (3 weeks) ; and (2) Determination of the appropriate level of initial moisture content of angkak pigment fermentation on substrate sago hampas - rice flour substrat with four treatments, ie X30 (water content 30%) , X40 (moisture content 40%) , X50 (water content 50%) , and X60 (moisture content 60%) . Results of the research were: (1) The best treatment of fermentation time of angkak pigment production on sago hampas- rice flour substrate was 3 weeks (treatment C) , where the highest intensity of the pigment content to λ 400 nm (yellow), λ 470 nm (orange) and λ 500 nm (red) with the lowest of remaining starch content was 33.22%; (2) The appropriate treatment of the initial moisture content was 50% (X50) with the highest pigment intensity were at λ 470 nm (orange ) and λ 500 nm (red), residual starch 35.78%, and with the highest antioxidant activity.

Keywords: Angkak pigment, Sago hampas, M. purpureus.

PENDAHULUAN

Angkak awalnya merupakan hasil fermentasi beras oleh Monascus purpureus. Selain media beras, ada beberapa jenis umbi dan bahan lain yang memiliki kandungan pati cukup tinggi dapat digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan M. purpureus untuk menghasilkan pigmen angkak.

Angkak yang dihasilkan dari fermentasi menggunakan M. purperus mampu menghasilkan pigmen alami bersifat tidak toksit dan tidak menggangu sistem kekebalan tubuh. Disamping itu angkak ini menghasilkan senyawa penekan atau penurun kolesterol dalam darah yaitu dalam bentuk lovastatin ataupun menivalin. Pada angkak ditemukan juga senyawa antioksidan yang baik untuk kesehatan. Sebagai pewarna alami, angkak memiliki sifat yang cukup stabil, dapat bercampur dengan pigmen lain, serta tidak beracun. Pigmen warna utama yang dihasilkan oleh M. purpureus pada fermentasi angkak adalah monaskorubrin dan monaskoflavin. Ada tiga warna utama yang dapat ditimbulkan oleh pigmen pada angkak, yaitu kuning, oranye, dan merah (Ma et al., 2000). Jenis pigmen alami yang dihasilkan dari jenis-jenis substrat berupa hasil samping yang mengandung pati seperti ampas sagu, belum banyak dipublikasikan. Penggunaan ampas sagu. dalam pembuatan pigmen angkak perlu penambahan tepung beras sebagai penyedia pati yang standar. Tepung beras merupakan pengecilan ukuran dari beras, bahan yang biasa dalam produksi angkak. Penambahan tepung beras diperkirakan dapat men-suport ampas sagu dalam produksi pigmen angkak.

Ampas sagu merupakan hasil sampingan dari pengolahan batang sagu menjadi pati sagu. Hasil sampingan ini akan menjadi limbah jika tidak dimanfaatkan lebih lanjut. Umumnya ampas sagu yang dihasilkan dari ekstraksi pati sagu cenderung menjadi limbah di daerah penghasil tepung sagu, terutama pada daerah pedesaan. Limbah dari sagu dalam bentuk ampas sisa ekstraksi pati tersedia dalam jumlah yang melimpah. Limbah ikutan pengolahan sagu berjumlah sekitar 72% dari pohon sagu (Syakir, 2005), belum dimanfaatkan secara optimal dan berpotensi menimbulkan pencemaran. Ampas sagu sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam menghasilkan pigmen alami karena masih adanya kandungan pati. Ampas sagu terutama disusun oleh selulosa dan sejumlah pati setelah ekstraksi pati sagu.Limbah ampas sagu merupakan suatu material limbah yang unik dimana merupakan bahan lignoselulosa berpati (Asben et al., 2011).

(2)

Limbah ampas sagu merupakan bahan potensial untuk dijadikan sebagai substrat dalam produksi pigmen angkak. Bintoro (1990) melaporkan bahwa analisis ampas sagu dari genus Mextroxilon diperoleh data: protein kasar 0.62%, lemak 0.4%, abu 4.65%, pati 72.45%, dan ADF 13.42%. Menurut Asben et al., (2012), persentase kandungan bahan utama ampas sagu yaitu, hemiselulosa 14%, selulosa 21%, lemak 2%, protein kasar 1%, lignin 6%, pati 51% dan lainnya 5%. Ampas sagu yang masih memiliki unsur pati ini dapat menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan kapang M. purpureus.

Lama fermentasi angkak dipengaruhi oleh kandungan pati yang ada pada bahan. Semakin banyak kandungan pati dalam bahan, maka semakin banyak nutrisi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan M. purpureus sehingga fase stationer akan menjadi lebih lama dibandingkan M. purpureus yang tumbuh dalam substrat yang lebih rendah kandungan nutrisinya. Semakin lama fase stationer yang terjadi maka semakin lama pula proses terbentuknya pigmen dan lovastatin oleh Monascus saat fase stasioner pada pertumbuhan (Kasim et al., 2005). Pada fermentasi angkak menggunakan beras waktu fermentasi bervariasi dan umumnya dilakukan pada 14 sampai 21 hari.

Kadar air awal (sejalan dengan kelembaban) dalam menghasilkan pigmen alami angkak merupakan salah satu faktor penting. Pigmen merah yang dihasilkan sangat rendah jika kadar air atau tingkat kelembabannya rendah. Kelembaban awal sangat penting bagi pigmentasi, karena menentukan peningkatan aktivitas glukoamilase. Kelembaban dipengaruhi juga oleh kadar air bahan. Kadar air yang tinggi akan menghasilkan lebih banyak glukosa karena adanya aktivitas enzim tersebut. Glukosa tersebut kemudian diubah menjadi etanol. Kelembaban optimalnya adalah 56% (Lotong and Suwanarit, 1990). Berdasarkan uraian di atas telah dilakukan kajian pembuatan pigmen angkak dari ampas sagu dengan pertimbangan lama dan tingkat kadar air awal proses fermentasi

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendapatkan lama waktu fermentasi angkak yang terbaik untuk menghasilkan kandungan pigmen alami yang tertinggi; dan (2) Mendapatkan tingkat kadar air awal yang tepat untuk menghasilkan pigmen alami yang tinggi pada produk angkak.

METODE Bahan dan Alat

Bahanbaku yang digunakan berupa ampas sagu dari Desa Subarang, Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatera Barat, dan isolat Monascus purpureus dari IPB Culture Colection Bogor. Bahan kimia untuk pengolahan berupa : PDA, PDB, garam fisologis dan lain-lain, sedangkan bahan untuk analisis yaitu; metanol, HCL, NaOH, H2SO4, CuSO4, Larutan tiosulfat, Iodium,

soluble starch, DPPH, akuades dan lainnya.

Peralatan yang digunakan meliputi autoclave (Hirayama Hiclave HVE-10), laminar air flow (Telstar BV-1000), spektofotometer (Shimadzu UV-1800), heamocytometer (NESCO No 1280), cabinet dry (Corsiar Manufacturing), oven (Philip Harris Ltd), timbangan analitik (Kern ABJ 220-4M), inkubator (Memmert 100-800) dan lain-lain.

Rancangan dan Pelaksanaan penelitian Rancangan

Penelitian dilakukan dalam 2 tahapan yaitu : Penelitian tahap I : Penentuan lama waktu fermentasi angkak untukmendapatkan kandungan pigmen alami yang tertinggi. Perlakuan yang dicobakan adalah: (A). Lama fermentasi 1 minggu (7 hari); (B) Lama fermentasi 2 minggu (14 hari); dan (C) Lama fermentasi 3 minggu (21 hari). Penelitian tahap II : Penentuan tingkat kadar air awal fermentasi dalam mendapatkan kandungan pigmen alami yang tinggi. Perlakuan yang dicobakan adalah : (X30) Kadar Air 30% ; (X40) Kadar Air 40%; (X50) Kadar Air 50%; dan (X60)

Kadar air 60%. Setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali. Analisis data dilakukan penghitungan secara statistic (rata-rat).

Pelaksanaan Penelitian

(1) Persiapan bahan baku sebagai substrat fermentasi

(3)

60 mesh. Dilakukan analisis proksimat dari ampas sagu (data tidak ditampilkan). Ampas sagu siap dijadikan substrat medium fermentasi.

(2) Persiapan kultur (modifikasi Sudarsono, 1990)

Biakan murni M. purpureus disegarkan pada agar miring dengan media PDA. Dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama 23 hari. Dilepaskan askospora /konidia pada permukaan agar miring dengan memberikan garam fisiologis 5 mL. Selanjunya digerus dengan ose sehingga askospora terlepas dan tersuspensi dalam larutan garam fisiologis. Jumlah spora dihitung dengan heamocytometer (data tidak ditampilkan). Kultur siap digunakan.

(3) Fermentasi ampas sagu-tepung beras dalam menghasilkan angkak (modifikasi Kasim et al., 2005)

Penelitian Tahap I. Fermentasi menggunakan campuran ampas sagu dan tepung beras dengan perbandingan 1 : 1 (total 12,5 gr) dalam erlenmeyer 250 mL. Kadar air bahan diatur ±50% dengan penambahan Glukosa 2.5 %. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminiumfoil, dan dilakukan sterilisasi. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar (29-30oC) dimana digunakan inokulum sebanyak 10% dengan lama sesuai perlakuan (1, 2, dan 3 minggu). Perlakuan setiap tahap diulang 3 kali. Setelah fermentasi bahan dikeringkan pada suhu 40-45oC sampai KA ± 5-6%, selanjutnya dianalisis (pengamatan).

Pada Penelitian Tahap II. Tahapan penelitian sama dengan penelitian tahap I, dimana pada proses fermentasi kadar air awal dilakukan sesuai perlakuan (30, 40, 50 dan 60%). Fermentasi dilakukan selama 3 minggu (sesuai dengan lama fermentasi dengan hasil terbaik pada penelitian tahap I). Tahapan berikutnya sama dengan penelitian tahap I

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan adalah analisis meliputi: jumlah spora awal (Heamocytometer), kadar air (AOAC, 2005) dan kadar pati (metode Luff Scrooll), dan pH bahan baku (AOAC,2005). Pigmen intensitas warna, spektrofotometer; dalam Kasim et al., 2005), kadar pati sisa (metode Luff Scroll) serta antioksidan (spektrofotometer DPPH; dalam Anggraini, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Lama Fermentasi Angkak Ampas Sagu-Tepung Beras

Hasil dari penelitian tahap I, yaitu untuk menentukan lama fermentasi pigmen angkat terutama dilihat dari hasil analisis intensitas warna (kandungan pigmen), kadar pati sisa dan kadar air pigmen angkak yang dihasilkan. Hasil analisis penelitian tahap I ini dilaporkan pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Hasil Analisis Pigmen Angkak Dengan Perlakuan Lama Waktu Fermentasi Pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras

Cat : pH substrat awal 4.78; Kadar pati substrat awal 82.50% No. Perlakuan Kadar

Air (%) Intensitas Warna (Absorbansi) Kadar Pati (%) λ 400 nm (Pigmen kuning) λ 470 nm (Pigmen orange) λ 500 nm (Pigmen merah) 1 A (1 minggu) 5.47 1.090 0.731 0.721 51.88 2 B (2 minggu) 4.46 5.064 3.228 2.700 36.05 3 C (3 minggu) 5.79 6.024 3.875 3.315 33.22

(4)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa kadar air angkak berkisar antara 4.46 sampai 5.79 % setelah dikeringkan dalam oven pada suhu 40-45oC. Kadar air relatif sama kecuali untuk perlakuan B yang sedikit lebih rendah. Pada kandungan /kadar air yang relatif sama ini maka kandungan bahan lain pada produk dapat diperbandingkan.

Pada penentuan pigmen dengan mengunakan spektrofotometer dilakukan pada tiga panjang gelombang yaitu panjang gelombang 400 nm untuk pigmen kuning, 470 nm untuk pigmen warna orange, dan 500 nm untuk pigmen merah. Secara keseluruhan pada substrat ampas sagu dengan tepung beras, pigmen kuning terlihat lebih dominan (panjang gel 400nm) dimana intensitas warnanya paling tinggi untuk pengujian yang sama dari ketiga perlakuan. Ma et al., (2000) menyatakan 2 pigmen warna yang utama adalah yaitu pigmen monaskorubrin (merah) dan monaskoflavin (kuning), dari tiga warna yang dapat ditimbulkan oleh pigmen pada angkak, yaitu kuning, oranye, dan merah. Pada penelitian ini hasil intensitas warna ternyata warna kuning lebih dominan. Hal ini diperkirakan disamping merupakan hasil metabolisme (sintesis) dari M. purpureus, juga dapat disebabkan sifat bahan baku ampas sagu yang tidak putih lagi (Gambar 1b).

Secara keseluruhan angkak yang dihasilkan mengarah ke warna merah tua (Gambar 1c), tetapi dalam pembacaan pada alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm (pigmen merah),intensitas warna lebih rendah dibanding untuk pigmen kuning. Kombinasi pigmen warna kuning bercampur dengan warna orange dan merah memperlihatkan warna akhir mengarah merah tua yang lebih nyata pada angkak.

(a) (b) (c)

Gambar 1. (a) Isolat Monascus purpureus; (b) Awal Fermentasi Perlakuan Penelitian Tahap I; (c) Angkak Hasil Fermentasi Perlakuan Penelitian Tahap I.

INPR (2006) dalam Purwanto (2011), menyatakan jamur M. purpureus adalah salah satu spesies jamur yang berwarna merah keunguan, dimana mikroba ini menghasilkan warna yang khas. Propagulnya tipis, tumbuh menyebar dengan miselium yang berwarna merah atau ungu, namun menjadi keabu-abuan jika konidia sedang tumbuh. Setelah fase pertumbuhan miselium berubah menjadi berwarna merah keunguan dan tumbuh dengan baik pada suhu 27-32oC. Kondisi tersebut tidak persis sama dengan yang ditemui dalam penelitian ini.

Berdasarkan perlakuan yang dicobakan yaitu lama fermentasi angkak pada ampas sagu ini, maka pada perlakuan C dengan lama fermentasi 3 minggu (21 hari) memberikan intensitas warna yang tertinggi pada pigment angkak - untuk ke tiga pengukuran warna dimana hasil pembacaan intensitas (absorbansi) didapatkan secara berturut untuk pigmen kuning, orange dan merah adalah 6.024 , 3.875, dan 3.315. Hal ini terjadi karena masih terjadinya metabolisme pembentukan dan akumulasi pigmen selama proses fermentasi sampai 3 minggu sehingga pada akhir fermentasi dengan waktu terlama didapatkan kandungan pigmen dengan akumulasi tertinggi.

Kandungan pati yang menjadi substrat bagi pertumbuhan telah mengalami penurunan yang cukup signifikan dari jumlah awal pada kandungan bahan bakunya. Kandungan pati bahan baku adalah sekitar 82.5% (diperkirakan berkisar 32.5% dari ampas sagu dan 50% dari tepung)dan terjadi penurunan dengan makin lamanya proses fermentasi angkak dilakukan. Fermentasi angkak ampas sagu-tepung beras pada perlakuan A menghasilkan kadar pati substrat tersisa sebesar 51.88%, sedangkan pada perlakuan C kadar pati tersisa hanya 33.22%. Proses fermentasi

(5)

pigmen. Kondisi ini menggambarkan kandungan pigmen yang dihasilkan semakin banyak.

Pada penelitian tahap I, dapat ditarik kesimpulan bahwa fermentasi angkak hingga 3 mingg masih menghasilkan pigmen dimana intensitas warna (absorbansi) pigmen tertinggi diperoleh pada saat tersebut, pada pengukuran dengan panjang gelombang 400, 470 dan 500 nm. Perlakuan lama fermentasi 3 minggu ini untuk penelitian tahap berikutnya dapat digunakan.

Penentuan Tingkat Kadar Air Awal Fermentasi Angkak Ampas Sagu- Tepung Beras

Pendekatan pengaturan kadar air awal adalah untuk dapat menentukan dan mengontrol kelembaban -yang sangat sulit dilakukan. Perlakuan yang dicobakan disini adalah pengaturan kadar air awal(berkorelasi dengan kelembaban) dengan 4 tingkat kadar air, yaitu: kadar air 30, 40, 50 dan 60%.

Hasil analisis dari proses fermentasi angkak dengan kadar air yang berbeda-beda ini disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Analisis Fermentasi Angkak dengan Perlakuan Kadar Air Awal pada Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras

No. Perlakuan Kadar Air (%) Intensitas Warna (Absorbansi) Kadar Pati (%) λ 400 nm (Pigmen kuning) λ 470 nm (Pigmen orange) λ 500 nm (pigmen merah) 1 X30 6.26 2.539 2.118 1.766 57.21 2 X40 6.61 3.828 2.508 2.274 48.22 3 X50 6.41 6.221 4.231 3.995 35.78 4 X60 6.75 6.494 3.442 3.252 27.86

Catatan : pH awal 5.89; Kadar pati substrat awal 82,01%;

Pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar air angkak relatif sama tinggi, yaitu pada kisaran 6.26% sampai 6.75 %. Nilai ini lebih tinggi dari kadar air penelitian tahap I yang berkisar antara 4.46 sampai 5.79 %. Pengujian kandungan pigmen angkak dengan cara pengukuran spektrofotometer memperlihatkan bahwa intensitas warna pada panjang gelombang 400nm (pigmen kuning) tertinggi untuk setiap perlakuan dibandingkan dengan intensitas warna pada panjang gelombang yang lain. Dapat dinyatakan pigmen kuning merupakan kandungan pigmen yang terbanyak dari campuran pigmen yang terdapat pada angkak ampas sagu-tepung beras ini. Secara visual campuran pigmenpada angkak mengarah ke warna merah tua. Fenomena ini sama dengan yang ditemui pada penelitian Tahap I.

Berdasarkan tingkat kadar air awal fermentasi angkak, ternyata pada kadar air awal 60%, intensitas pigmen yang didapatkan tidak memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dari pada kadar air awal 50%. Hal ini terlihat dengan pembacaan nilai intensitas warna rata-rata yang tertinggi pada perlakuan kadar air 50%, walaupun pada panjang gelombang 400 nm (pigmen kuning) lebih tinggi dengan kadar air awal 60% (6.221 dibandingkan 6.494).

Kandungan pati setelah fermentasi menurun dengan semakin banyaknya pigmen yang dihasilkan. Sisa pati terendah (27.86%) adalah pada substrat perlakuan X60 dimana kandungan

pigmennya hampir sama tinggi dengan penggunaan kadar air awal 50%. Sisa pati tertinggi (57.21%) didapatkan pada perlakuan X30 dimana intensitas kandungan pigmennya untuk 3 panjang

gelombang yang diukur terendah.

Berdasarkan intensitas pigmen yang ada pada angkak dan sisa pati yang ada maka perlakuan X50 atau fermentasi dengan kadar air awal 50% merupakan perlakuan dengan proses fermentasi

angkak yang terbaik. Pigmen yang dihasilkan memberikan akumulasi yang kandungan tertinggi secara keseluruhan.

(6)

Kandungan Antioksidan Pada Angkak Ampas Sagu-Tepung Beras

Produk angkak dari M. purpureus diketahui mempunyai produk metabolit lainnya, disamping adanya lovastatin terindikasi adanya senyawa antioksidan dari angkak ini. Monascus mampu menghasilkan antioksidan dan asam dimerumat (dimerumic acid) (Taira et al., 2002; Su et al., 2003). Hasil analisis aktivitas antioksidan dari angkak yang dihasilkan dengan substrat ampas sagu-tepung beras menggunakan mikroba M. purpureus disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Aktivitas Antioksidan Angkak dari Substrat Ampas Sagu-Tepung Beras

No Perlakuan Konsentrasi sampel Aktivitas Antioksidan (%)

1 C (3 minggu) 10.000 ppm 28.95

2 X50 2.000 ppm 50.34

3 X60 10.000 ppm 60.17

Pada Tabel 3 Hasil analisis antioksidan yang ditampilakn adalah untuk perlakuan terbaik untuk tahap I, dan perlakuan kadar air 50% dan 60% pada tahap II. Dari tiga perlakuan fermentasi berbeda, diuji aktivitas antioksidan yang ada pada angka ini. Aktivitas antioksidan perlakuan lama fermentasi 3 minggu dengan kadar air 50% ( C ) pada penelitian tahap I (konsentrasi 10.000 ppm) memberikan hasil aktivitas antioksidan sebesar 28.95% merupakan aktifitas terendah. Penelitian pembuatan angkak dengan kadar air awal 50% memberikan kandungan antioksidan yang lebih tinggi dari kadar air awal 60%, dimana menghasilkan aktivitas antioksidan 50.34% (konsentrasi 2.000 ppm) dibandingkan 60.17% (konsentrasi 10.000 ppm). Diketahui bahwa secara keseluruhan aktivitas antioksidan untuk fermentasi dengan kadar air 50% selama 3 minggu (X50)

memberikan aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dari proses fermentasi menggunakan kadar air 60% selama 3 minggu pada campuran substrat ampas sagu-tepung beras.

Terjadinya perbedaan hasil, baik untuk kandungan pigmen dan kadar antioksidan antara perlakuan C tahap I dan X50 tahap II (kondisi proses sama) diperkirakan salah satunya disebabkan

oleh faktor pH awal fermentasi yang berbeda. pH awal substrat sebelum fermentasi yang lebih rendah (4.78) untuk perlakuan C, dibandingkan dengan perlakuan X50 yaitu 5.89, mempengaruhi

hasil antioksidan dari angkak yang dihasilkan, termasuk intensitas pigmen yang dihasilkan (Tabel1 dan Tabel 2). Pada fermentasi angkak menggunakan substrat padat, kondisi optimal untuk proses pembentukan pigmen adalah pada pH 5 - 6 (Rehm and Reed, 1983), suhu 30º C, dan kelembaban ±56% (Kaur et al., 2009). Dapat dinyatakan bahwa dalam produksi angkak dengan mempertimbangan intensitas pigmen yang dihasilkan dan aktivitas antioksidannya maka perlakuan fermentasi menggunakan kadar air awal 50% selama 3 minggu lebih baik dilakukan

KESIMPULAN

(1) Perlakuan lama fermentasipigmen angkak dari substrat campuran ampas sagu-tepung beras terbaik adalah 3 minggu (perlakuan C), dimana intensitas (kandungan) pigmen tertinggi untuk λ 400 nm (kuning), λ 470 nm (orange) dan λ 500 nm (merah) dengan kandungan pati tersisa terendah yaitu 33.22%;

(2) Perlakuan kadar air awal yang tepat adalah 50% (X50) dengan intesitas (kandungan) pigmen pada

λ 470 nm (orange) dan λ 500 nm (merah) tertinggi, pati tersisa 35.78%, dan aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 50.34% pada kadar konsentrasi bahan 2.000 ppm.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Universitas Andalas yang telah membantu pembiayaan penelitian ini lewat DIPA FATETA 2014.

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Analytical Chemist, Inc.

Asben, A., T.T. Irawadi, K. Syamsu, N. Haska, and T. Kokugan. 2011. Sago Hampas’Cellulose Conversion to Glucose In Batch Fermentation. The 10th International Sago Symposium. Bogor. Indonesia. 29-30 Oktober 2011.

Asben, A., Irawadi, T. T., Syamsu, K., Haska, N. 2012. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Limbah Ampas Sagu Setelah Pretreatment. LUMBUNG / jurnal Penelitian Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh 11 (1)

Anggraini, T. 2013. The Exotic Plants of Indonesia: Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa),Sikaduduak (Melastoma malabathricum Linn) and Mengkudu (Morinda citrifolia) as Potent Antioxidant Sources. Progress report. Daikin University – Andalas University. The Australian Indonesian Research Institute for Humanity and Development Bintoro HMH, Hariyanto B, Horigone T, Marangkey MP, Sakaguchi E, Takamura Y. 1990. Feeding

Value of Pith and Pith Residue from Sago Palm. Okayama: Proceding Takahashi-Shi Nutrition Conference. P 1-12.

Kasim, E., S. Astuti., dan N. Nurhidayat. 2005. Karakterisasi pigmen dan kadar lovastatin beberapa isolat Monascus purpureus. Biodiversitas 6 (4): 245-247

Kaur, B.; D. Chakraborty; and K. Harbinder. (2009). Production and Evaluation of Physicochemical Properties of Red Pigment from Monascus purpureus MTCC 410. The Internet Journal of Microbiology™ ISSN:1937-8289

Lotong, N. and Suwanarit,P. 1990. Fermentation of angkakin plastic bags and regulation of pigmentation byinitial moisture content. J. Appl. Bacteriol. 68 : 565-70.

Ma, J., Y. Li, Q. Ye, J. Li, Y. Hua, D. Ju, D. Zhang, R. Cooper, and M. Chang., 2000. Constituents of red yeast rice, a traditional chinesee food and medicine. Journal of Agricultural and Food Chemistry 48: 5220-5225

Purwanto, A. 2011. Produksi Angkak Oleh Monascus purpureus dengan Menggunakan beberapa Varietas Padi Yang berbeda Tingkat kepulenannya. Widya Warta No. 01 Tahun XXXV / Januari 2011 ISSN 0854-1981

Rehm HJ and Reed G. 1989. Biotechnology, Vol.1: Microbial Fundamental. Weinheim: Verlag Chemie Gmbh.

Su, Y.-C., Wang, J.-J., Lin, T.-T., and Pan, T.-M. 2003. Production of the secondary metabolites γaminobutyric acid and monacolin K by Monascus. J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 30 : 41-46.

Taira, J., Miyagi, C., and Aniya, Y. 2002. Dimerumic acid as an antioxidant from the mold, Monascus anka: the inhibition mechanisms against lipid peroxidation and hemeprotein-mediated oxidation. Biochemical Pharmacology. 63 : 1019-1026.

Sudarsono, K.A. 1990. Mempelajari Produksi Zat Warna Alami Angkak dengan Substrat Fermentasi Ampas Tapioka (Onggok) oleh Monascus purpureus Went. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Syakir, M. 2005. Potensi Limbah Sagu Sebagai Amelioran da Herbisida Nabati pada Tanaman Lada Perdu. Disertasi. IPB. Tidak dipublikasikan.

Taira, J., Miyagi, C., and Aniya, Y. 2002. Dimerumic acid as an antioxidant from the mold, Monascus anka: the inhibition mechanisms against lipid peroxidation and hemeprotein-mediated oxidation. Biochemical Pharmacology. 63 : 1019-1026.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dimensi baru terkait sosial ekonomi, yaitu kepadatan penduduk, kepadatan sekolah, dan sumber penghasilan penduduk pada kubus

Siswa SMPLB Negeri Pandaan yang mengikuti pembelajaran vokasional tata boga berpendapat buku panduan mengolah kue nusantara untuk SMPLB tunarungu memudahkan mereka dalam belajar

Penelitian yang dilakukan oleh Yoyok (2009), menyimpulkan hal yang sama dengan teori diatas, bahwa pengumuman right issue cenderung direspon negatif oleh investor,

Iya, Manuel Antonio Añapa de la Cruz-yu , iyaa entsa kiika taawasha mumu puushu juntsa kiyu ¨ Rampidal tenanu chumu chachilla' tinbu-kuinda keraa kuinda, yalaya Atahualpa

Jika semua aspek di rata-rata maka prosentase kelayakan media pembelajaran e-book interaktif adalah sebesar 81% dengan kualifikasi sangat baik; (2) keterlaksanaan

Berdasarkan survey awal diperoleh 10 dokumen rekam medis Pasien BPJS Dinasrawat jalan terdapat 60% tidak lengkap persyaratannya dan 40% lengkap persyaratannya.Dokumen rekam medis

Tidak saja cakupan kajiannya yang luas dan mendalam, tetapi juga peran para filsuf Muslim sendiri dalam menggelorakan potensi kreatif dan imajinatif dalam

Apabila Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya bukti telah terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh pelaku usaha maka KPPU