• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kambing"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing

Taksonomi ternak kambing domestikasi adalah ordo Ungulata, sub-ordo

Artiodactyla, famili Bovidae, sub-famili Caprinae, genus Capra, dan spesies Capra hircus (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Blakely dan Bade (1992), kambing

merupakan hewan pertama yang didomestikasi manusia. Kambing berasal dari hewan liar (Capra hircus aegagrus) yang hidup di daerah yang sangat sulit dan berbatu. Pada permulaannya diperkirakan para pemburu membawa pulang anak kambing hasil buruan. Anak-anak kambing tersebut dipelihara di desa sebagai hewan kesayangan kemudian dimanfaatkan untuk diambil susu, daging dan kulitnya. Kambing banyak ditemukan di desa-desa yang masih primitif.

Kambing adalah sub-spesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing liar tersebar dari Spanyol ke arah timur sampai India dan dari India ke utara sampai Mongolia dan Siberia. Habitat yang disukai kambing adalah daerah pegunungan yang berbatu-batu. Kambing sudah dijinakkan manusia sejak 7.000-9.000 tahun sebelum masehi. Kambing merupakan hewan memamah biak yang berukuran sedang. Kambing liar jantan maupun betina memiliki sepasang tanduk, namun tanduk kambing jantan lebih besar. Pada umumnya kambing memiliki jenggot, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan berbulu lurus dan kasar. Panjang tubuh kambing liar, adalah 1,3-1,4 m, dengan panjang ekor 12-15 cm. Bobot badan kambing betina berkisar 50-55 kg, sedangkan kambing jantan dapat mencapai 120 kg. Bangsa kambing dibedakan menjadi tipe pedaging dan tipe penghasil susu (Admin, 2007).

Keberadaan Kambing di Indonesia

Ternak kambing tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, karena memiliki sifat toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak, rerumputan dan dedaunan. Kemampuan adaptasi kambing yang luas memungkinkan kambing dapat hidup berkembang biak dalam berbagai keadaan lingkungan. Domestikasi kambing terjadi sejak zaman purba di Asia Tenggara. Manusia bermigrasi pada zaman prasejarah bersama ternak kambing dan ternak lain dari pusat-pusat domestikasi kambing (Sudono dan Abdulgani, 2002).

(2)

4 Ternak kambing yang dipelihara peternak umumnya merupakan ternak lokal. Kambing lokal yang berkembang biak dengan baik di Indonesia, yaitu kambing Kacang dan kambing Peranakan Etawah (PE). Selain itu terdapat kambing lokal lain seperti kambing Gembrong, Kosta, Marica, Jawarandu dan Bligon (Subandryo dan Anggraeni, 1997). Pemeliharaan kambing di Indonesia masih ditujukan untuk produksi daging, sedangkan produksi susu merupakan produksi sekunder. Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing berfungsi sebagai ternak penghasil daging, susu, kulit, bulu dan kotoran. Sebanyak 99% ruminansia kecil di Indonesia dipelihara pada skala peternakan rakyat (Sodiq dan Sumaryadi, 2002) dan umumnya dilakukan oleh petani penggarap dengan jumlah 2-10 ekor (Devendra dan Burns, 1994).

Kambing Perah

Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan anaknya (Atabany, 2002). Kambing perah yang biasa dipelihara adalah kambing-kambing lokal seperti kambing Etawah, Peranakan Etawah dan kambing Jawarandu. Kambing-kambing tersebut merupakan bangsa kambing perah yang dapat hidup di daerah tropis. Menurut Blakely dan Bade (1992), kambing perah sering dianggap sebagai ternak miniatur atau bentuk kecil sapi perah. Ukuran tubuh kambing perah hanya sepersepuluh dari sapi. Ukuran kecil dari kambing ini memudahkan pemeliharaan dan dapat dipelihara dalam skala kecil maupun dalam skala industri.

Kambing perah dikembangbiakan dan diseleksi sejak dahulu untuk menghasilkan susu dalam jumlah banyak. Kambing memiliki karakteristik yang unik dalam memproduksi susu. Bila sapi memiliki empat puting dan empat ambing yang terpisah, maka kambing hanya memiliki dua ambing dan dua puting saja. Kambing perah sangat efisien dalam memproduksi susu. Tujuh ekor kambing dapat menghasilkan susu yang sama banyaknya dengan produksi satu ekor sapi perah, tetapi jumlah pakan 10 ekor kambing akan sama dengan jumlah pakan satu ekor sapi (Blakely dan Bade, 1992).

Kambing Etawah

Kambing Etawah berasal dari daerah Etawah yaitu antara sungai Yamuna dan Chambal di Provinsi Uttar Pradesh, India dengan nama kambing Jamnapari, namun di Indonesia lebih dikenal dengan nama kambing Etawah. Persilangan dari kambing

(3)

5 Etawah lainnya adalah kambing Peranakan Etawah (PE) dan Jawarandu sebagai penghasil susu. Indonesia mengimpor kambing Etawah pertama kali dari India pada tahun 1908 (Sudono dan Abdulgani, 2002). Kambing ini termasuk kambing dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu (Banarjee, 1982). Warna bulu kambing ini tidak seragam, biasanya berwarna belang putih, merah atau coklat. Bobot badan jantan dewasa berkisar antara 68-90 kg dan betina 45-65 kg. Panjang daun telinga 31-40 cm dengan lebar 7-13 cm dan telinga melipat serta terkulai dengan bagian pangkal menguncup. Profil muka cembung dengan rahang atas lebih pendek dari rahang bawah. Ukuran ambing besar dengan puting berbentuk botol. Kaki berukuran panjang dan terdapat rambut panjang terutama pada bagian paha belakang.

Kambing Etawah digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu kambing asli yang lebih kecil diberbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia. Menurut Devendra dan Burns (1994), produksi susu kambing Etawah berkisar 1,5-3,5 kg per ekor per hari dengan kadar lemak 5,2% atau 200-262 kg selama masa laktasi sekitar 261 hari.

Peranakan Etawah (PE)

Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing lokal Indonesia dengan kambing lokal dari India, yaitu antara kambing Kacang dan kambing Etawah, sehingga memiliki sifat diantara kedua tetua kambing tersebut (Atabany, 2001). Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna yang dapat menghasilkan susu dan dapat menghasilkan daging. Kambing PE di pulau Jawa, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah telah lebih dahulu dibudidayakan dibandingkan dengan di Jawa Barat. Kambing dikembangkan dan dijadikan sebagai usaha sambilan di Jawa Barat dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan hijauan yang tersedia.

Karakteristik kambing PE menurut Markel dan Subandryo (1997) adalah kuping menggantung ke bawah dengan panjang 18-19 cm, tinggi badan antara 75-100 cm, bobot jantan sekitar 40 kg dan betina sekitar 35 kg. Kambing PE jantan berbulu di bagian atas dan bawah leher, rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang. Kambing PE betina memiliki rambut panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna rambut kambing PE terdiri atas kombinasi coklat sampai

(4)

6 hitam atau abu-abu (Sudono dan Abulgani, 2002) dan muka cembung (Hardjosubroto, 1994).

Pakan Ternak

Menurut Sofyan et al. (2000), bahan makanan ternak dapat dibagi ke dalam dua golongan berdasarkan kandungan serat kasar, yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat adalah satu atau campuran bahan makanan ternak yang banyak mengandung zat makanan utama (protein, lemak, atau karbohidrat) dan mempunyai serat kasar kurang dari 18%. Hijauan adalah satu atau campuran makanan ternak yang mempunyai kadar serat kasar lebih besar dari 18%. Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan, baik berupa rumput-rumputan maupun leguminosa. Di negara tropis dengan suhu tanah cukup panas, rumput-rumputan dapat tumbuh sepanjang tahun. Iklim Tropis hanya terbagi menjadi musim hujan dan kemarau. Puncak produksi biasanya dicapai pada saat musim hujan. Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung pada banyak hal, diantaranya adalah spesies tanaman, umur tanaman, iklim dan pemupukan. Kandungan nutrisi rumput lapang bervariasi tergantung dari jenis dan komposisi rumput.

Konsumsi Pakan

Menurut Blakely dan Bade (1992), kambing merupakan jenis ruminansia yang lebih efisien daripada domba atau sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya (5%-7% dari berat badan). Atabany (2002) menyatakan bahwa kambing lokal (bangsa kambing pedaging dan kambing perah) di daerah tropis yang diberi makan sekenyangnya, mempunyai konsumsi bahan kering harian berkisar 1,8%-4,7% dari berat badan. Bila dibandingkan dengan sapi yang dapat mengkonsumsi bahan kering 2%-3% dari berat badan, kambing mampu mengkonsumsi bahan kering relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya. Kambing perah mengkonsumsi bahan kering seharusnya 5%-7% dari berat badan, akan tetapi kambing perah daerah sejuk yang hidup di daerah tropis mempunyai kisaran konsumsi bahan kering 2,8%-4,9% dari berat badan. Kambing laktasi membutuhkan protein lebih banyak daripada kambing jantan dewasa dan induk kering. Kambing jantan aktif dan induk laktasi membutuhkan protein 15%-18%.

(5)

7 Sudono dan Abulgani (2002) menyatakan bahwa ransum yang dimakan kambing tergantung pada ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, dan jenis kelamin. Hijauan pakan ternak untuk kambing dewasa tanpa pemberian konsentrat berkisar antara 5-8 kg per ekor per hari. Campuran hijauan makanan ternak yang terdiri atas berbagai macam dedaunan dan rumput-rumputan lebih baik daripada hijauan pakan ternak yang hanya terdiri atas satu jenis hijauan, karena kekurangan zat makanan pada bahan pakan ternak yang satu dapat dipenuhi bahan pakan ternak yang lain. Atabany (2002) menyatakan bahwa hijauan segar yang dikonsumsi induk laktasi merupakan 10% dari berat hidup, sedangkan konsentrat 2% dari berat badan. Total pakan segar yang dapat dikonsumsi induk laktasi kambing perah adalah 8-10 kg per ekor per hari.

Pada suhu yang lebih rendah daripada kebutuhan optimumnya, ternak akan mengkonsumsi ransum lebih banyak karena sebagian energi ransum akan diubah menjadi panas untuk mengatasi suhu lingkungan yang lebih rendah (Leeson, 1986). Siregar (1982) menyatakan bahwa iklim dapat mempengaruhi penggunaan pakan maupun status faali ternak, sehingga kecepatan pertumbuhan ataupun bentuk produktivitas lain akan ikut dipengaruhi. Pengaruh ketinggian tempat dari permukaan laut terhadap penggunaan pakan dan status faali ternak berakibat pada pertumbuhan.

Bayong (2004) menyatakan bahwa hewan domestik sangat bergantung pada ketersediaan pakan. Faktor iklim secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ternak yang berkaitan dengan ketersediaan rumput atau tanaman pakan. Kecocokan pembiakan hewan terhadap iklim bergantung pada mutu atau kualitas gizi rumput dan jumlah pakan yang tersedia secara alami atau yang dapat ditanam dalam kondisi iklim tersebut. Produksi ternak bergantung pada iklim, manajemen, pemberian pakan, dan peternakan. Tatalaksana berternak seperti kualitas dan kuantitas pakan ternak dipengaruhi oleh aspek iklim.

Susu dan Kualitas Susu

Rahman et al. (1992) menyatakan bahwa secara kimia, susu didefinisikan sebagai emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam, mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Saleh (2004) menyatakan bahwa air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisi gizi yang ideal dan mengandung semua zat yang dibutuhkan tubuh.

(6)

8 Semua zat makanan yang dikandung air susu dapat diserap darah dan dimanfaatkan tubuh. Sebagai bahan makanan/minuman, air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan tubuh seperti kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B dan riboflavin dalam jumlah tinggi. Komposisi gizi (protein, mineral dan vitamin yang tinggi) yang mudah dicerna menjadikan susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen.

SNI 01-3141-1998 (Badan Standarisasi Nasional, 1998) susu segar adalah susu yang berasal dari ambing induk kambing sehat dan diperoleh dengan cara yang benar. Susu kambing merupakan hasil sekresi dari ambing kambing sebagai makanan anaknya. Clark (2001) menyatakan bahwa komposisi susu kambing lebih lengkap dalam hal kandungan protein, lemak, vitamin (A, B kompleks, C) dan mineral (kalsium, fosfor, magnesium, potassium dan tembaga) dibandingkan dengan susu sapi dan susu manusia. Menurut Devendra dan Burn (1994) kandungan protein susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah kalori. Energi total yang dikandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak, dan masing-masing 25% dari laktosa serta protein sedangkan proporsi dalam susu manusia adalah 55% dari lemak, 38% laktosa dan 7% dari protein. Komposisi susu kambing secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

(7)

9 Tabel 1. Komposisi Susu Kambing per 100 g

Komposisi Jumlah Satuan

Air 87 g Energi 68 kkal Energi 288 kj Protein 3,4 g Total Lemak 3,8 g Karbohidrat 4,4 g Serat 0 g Ampas 0,8 g Mineral Kalsium (Ca) 133 mg Besi (Fe) 0,05 mg Magnesium (Mg) 13,97 mg Fosfor (P) 110 mg Potassium (K) 204 mg Sodium (Na) 49 mg Seng (Zn) 0,3 mg Tembaga (Cu) 0,04 mg Mangan (Mn) 0,018 mg Selenium (Se) 1,4 mcg Vitamin

Vitamin C (Asam karbonat) 1,29 mg

Thiamin 0,048 mg

Riboflavin 0,138 mg

Niacin 0,227 mg

Sumber: Moeljanto dan Wirjantan (2002)

Produksi Susu Kambing

Phalepi (2004) menyatakan bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap

(8)

10 produksi susu adalah proses penyusuan, yang dapat meningkatkan produksi susu induk dan akan menurun tajam ketika anak disapih (Hastono, 2003).

Produksi susu pada ternak yang umurnya lebih tua lebih tinggi dari ternak yang umurnya muda, sebab ternak muda masih mengalami proses pertumbuhan. Pendistribusian zat-zat makanan pada ternak-ternak muda hanya sebagian yang digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan termasuk kelenjar ambing yang masih pada tahap perkembangan (Phalepi, 2004). Produksi susu akan meningkat sejak induk beranak dan akan turun hingga akhir masa laktasi (Blakely dan Bade, 1992). Puncak produksi susu akan dicapai pada hari ke 48-72 setelah beranak (Devendra and Burns, 1994).

Sutama (1994) menyatakan bahwa produksi susu kambing PE berkisar 1,5-3,5 l per ekor per hari. Menurut Sudono dan Abulgani (2002), produksi susu kambing PE cukup rendah, yaitu berkisar 0,5–0,9 l per ekor per hari. Atabany (2002) menyatakan bahwa produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari, tergantung pada bangsa kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tatalaksana pemeliharaan. Jumlah pemerahan setiap hari berpengaruh terhadap produksi susu. Produksi susu meningkat 40% pada pemerahan dua kali sehari daripada pemerahan satu kali. Produksi susu lebih tinggi 5%-20% pada pemerahan tiga kali sehari daripada dua kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5%-10% daripada pemerahan tiga kali. Kambing betina dengan berat 55 kg akan memproduksi lebih dari 200 kg susu dalam sekali laktasi dengan lama laktasi 305 hari.

Blakely dan Bade (1992) menyatakan bahwa susu kambing terkenal karena kandungan nutrisi dan nilai medisnya sejak jaman dahulu. Dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing memiliki karakteristik berwarna lebih putih dan globul lemak susu lebih kecil dan beremulsi dengan susu. Lemak harus dipisahkan dengan mesin pemisah (mechanical separator), karena lemak tersebut tidak dengan sendirinya muncul di atas permukaan. Lemak susu kambing lebih mudah dicerna.

Curd protein susu kambing lebih lunak sehingga lebih memungkinkan untuk dibuat

keju yang spesial. Susu kambing mengandung kalsium, fosfor, vitamin A, E dan B kompleks yang lebih tinggi. Susu kambing dapat diminum oleh orang yang alergi

(9)

11 minum susu sapi (lactose intolerant) dan untuk orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan.

Iklim

Menurut Handoko (1995), cuaca adalah nilai sesaat dari atmosfer serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi. Iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang dari suatu tempat atau pada suatu wilayah. Iklim dapat terbentuk karena rotasi dan revolusi bumi dan perbedaan lintang geografi serta lingkungan fisik. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan di bumi. Beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah adalah suhu atau temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara, dan curah hujan.

Lebih dari sepertiga bagian dari muka bumi mempunyai iklim tropis, atau dengan kata lain iklim tropis merupakan bagian yang terbesar di muka bumi (Bayong, 2004). Sifat-sifat iklim di daerah tropis, seperti di Indonesia, tergolong panas dan lembab. Hal ini ditandai dengan kelembaban udara rata-rata di atas 60%, curah hujan rata-rata di atas 1.800 mm/tahun dan perbedaan antara suhu siang dan malam hari berkisar antara 2-5 0C. Iklim tropis terletak diantara 23,5 0LU dan 23,5 0

LS namun tidak semua daerah yang terletak di lintang tropika memiliki iklim tropika. Iklim topika merupakan sebuah tipe iklim yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun (Bayong, 2004).

Suhu Lingkungan

Menurut Kartasapoetra (2006), suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat Celsius (oC), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lain dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (oF). Perbedaan suhu antara berbagai tempat di bumi secara umum ditentukan oleh letak lintang, ketinggian tempat, dan kondisi lingkungan. Bayong (2004) menyatakan bahwa suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Suhu maksimum pada umumnya terjadi sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam 14.00; sedangkan suhu minimum terjadi pada jam 06.00 waktu lokal atau sekitar matahari terbit.

(10)

12 Letak Lintang

Semakin ke arah kutub, semakin rendah suhu udara. Semakin jauh dari ekuator, intensitas penyinaran matahari semakin rendah, sehingga suhu semakin rendah. Penurunan suhu karena lintang disebabkan oleh semakin rendahnya intensitas penyinaran matahari pada daerah kutub. Pada daerah tropis, intensitas penyinaran matahari sangat tinggi karena posisinya tegak lurus dengan daerah tersebut. Semakin ke arah kutub, sudut datang sinar matahari semakin kecil, sehingga intensitas penyinaran matahari semakin rendah (Handoko, 1995). Sudut datang sinar matahari akan mempengaruhi suhu. Sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring (Kartasapoetra, 2006).

Ketinggian Tempat

Semakin tinggi letak suatu tempat, maka semakin rendah suhu udaranya. Siregar (l982) memberikan batasan bahwa daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-250 m dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang berkisar antara 250-750 m dpl. Payne (1970) menyatakan bahwa suhu udara harian rata-rata akan menurun 1,7 oC untuk setiap peningkatan ketinggian tempat 305 m dpl.

Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tingkat penurunan tersebut adalah 0,65 0C setiap kenaikan ketinggian 100 m. Semakin jauh dari permukaan bumi, semakin berkurang jumlah molekul udara dan semakin rendah tumbukan antara molekul, sehingga suhu udara pun semakin rendah. Hal tersebut menyebabkan suhu udara pegunungan lebih rendah dibanding daerah pantai (Handoko, 1995).

Kondisi Lingkungan

Suhu suatu tempat juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan permukaan bumi. Suhu akan cenderung lebih rendah pada daerah yang masih bervegetasi lebat dibanding dengan daerah terbuka. Hal ini terjadi karena tumbuhan memiliki daya serap lebih besar dibanding dengan daerah terbuka, sehingga energi yang dipantulkan akan lebih kecil dibanding dengan daerah terbuka (Handoko, 1995). Menurut Kartasapoetra (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi ialah jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim; pengaruh daratan atau lautan; pengaruh sudut datang sinar matahari; pengaruh ketinggian tempat; pengaruh angin secara tidak langsung; pengaruh panas laten, yaitu panas

(11)

13 yang disimpan dalam atmosfer; pengaruh penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai suhu lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi serta pengaruh tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.

Bayong (2004) menyatakan iklim tidak hanya mempengaruhi tanaman, tetapi dipengaruhi juga oleh tanaman. Hutan yang lebat dapat menambah kelembaban udara melalui transpirasi. Bayangan dari pepohonan dapat mengurangi suhu udara sehingga penguapan menjadi kecil.

Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air (Handoko, 1995). Kelembaban relatif dinyatakan dengan persen (%), sedangkan kelembaban mutlak dinyatakan dengan g/m3. Angin selain dapat menurunkan suhu lingkungan juga dapat menurunkan kelembaban. Handoko (1995) menyatakan bahwa kelembaban akan lebih kecil jika suhu udara meningkat dan sebaliknya kelembaban makin tinggi bila suhu udara lebih rendah. Siregar (1982) menyatakan bahwa kelembaban udara harian rata-rata antara dua lokasi pada ketinggian tempat yang berbeda (137 m dpl dan 925 m dpl) tidak menunjukkan perbedaan.

Menurut Kartasapoetra (2006), kelembaban udara tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau di Indonesia. Disamping itu, kelembaban dipengaruhi juga oleh pohon pelindung, terutama apabila pohon rapat. Bayong (2004) menyatakan bahwa kelembaban nisbi berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Menjelang tengah hari kelembaban nisbi berangsur-angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar. Kelembaban banyak berhubungan dengan suhu, curah hujan dan angin.

Kondisi yang Ideal untuk Ternak

Daerah beriklim ideal (comfort zone) ialah suatu daerah yang beriklim normal bagi kehidupan hewan, sehingga hewan dapat hidup nyaman di lingkungan dan tidak perlu beradaptasi. Daerah bersuhu kritis ialah daerah yang memiliki suhu di atas atau di bawah normal, sehingga memaksa hewan yang tinggal pada lingkungan tersebut harus beradaptasi. Suhu kritis tersebut dapat mengakibatkan hewan menjadi agak stres (Handoko, 1995).

(12)

14 Mamalia adalah hewan berdarah panas (homeotherms). Kebanyakan mamalia seperti manusia, binatang ternak dan binatang berkulit tebal mempunyai suhu tubuh sekitar 100 oF (37,8 0C). Kenaikan atau penurunan suhu beberapa derajat mengakibatkan kematian pada mamalia. Daerah batas ambang atas kritis berkisar 103-112 oF (39,4-44,4 0C).

Produktivitas hewan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Suhu dan kelembaban udara merupakan dua elemen yang memiliki pengaruh yang besar terhadap produktivitas hewan (Mc Dowell et al., 1970). Zona optimum suhu udara untuk sapi, kerbau, kambing dan domba sekitar 13-18 0C dan kelembaban udara antara 60%-70% (Mc Dowel et al., 1970).

Siregar (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan atau bentuk produktivitas lain dari ternak adalah merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi penggunaan makanan dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Bayong (2004) menyatakan bahwa unsur iklim yang mempengaruhi ternak adalah suhu, curah hujan, kelembaban nisbi, tekanan atmosfer, angin, badai dan cahaya. Suhu adalah unsur paling penting. Suhu yang tinggi biasanya mengurangi produksi ternak. Produksi susu sapi menurun pada suhu tinggi dengan suhu optimum adalah sekitar 50 oF (10 oC). Suhu sangat dingin juga berpengaruh pada penurunan produksi ternak, karena energi tubuh banyak dipakai untuk melawan kedinginan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan Formulasi jenis susu whole milk kambing (J1), whole milk kambing + skim sapi (J2) dan jenis susu skim kambing + skim sapi (J3)

(2011) bahwa pemberian kolin klorida pada sapi perah laktasi yang sebanyak 30 g/ekor/hari dapat meningkatkan kecernaan nutrisi, produksi dan komposisi susu,

Jumlah produksi susu kambing PE yang diberi pakan hijauan sebanyak 12 kg dengan pemberian hijauan tiga kali dan empat kali dengan tambahan konsentrat 4 kg/ekor/hari

Namun, jika kondisi pakan yang diberikan kurang baik, masa pemulihan akan lebih lama, dan jika kambing perah kembali beranak pada waktu organ-organ tubuh vang

Faktor yang menentukan efisiensi maksimum produksi susu sapi perah adalah berapa banyak liter susu yang diproduksi per hari sepanjang hidupnya, sedangkan untuk sapi

Penelitian ini menunjukan bahwa Pemberian leguminosa Indigofera sp sebagai pakan dapat meningkatkan Produksi Susu Kambing Perah Peranakan Etawa (PE).. Kata Kunci : Kambing

Definisi variabel dan pengukurannya adalah (i) Populasi ternak sapi perah adalah diukur jumlah ternak sapi perah yang ada di usaha peternakan “Tarekat MSC” (ekor); (ii) Produksi

Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang ekonomis namun dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, produksi