• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Etawah (PE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Etawah (PE)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing termasuk hewan ruminansia kecil yang pada awalnya diternakan dengan tujuan untuk diambil dagingnya (Suharno dan Nazaruddin, 1994). Kambing Peranakan Etawah merupakan persilangan antara kambing Etawah dan kambing Kacang, sehingga mempunyai sifat-sifat di antara tetuanya. Ciri-ciri Kambing Peranakan Etawah merupakan perpaduan dari ciri-ciri kambing Etawah dari India dan kambing lokal atau kambing kacang. Namun ciri-ciri spesifiknya lebih ke kambing Etawah asal India yang mempunyai cirri seperti masih adanya gelambir, muka cembung serta telinganya panjang, lebar dan terkulai (Moeljanto dan Wiryanta, 2002). Menurut PEMKAB Purworejo (2006) Kambing jenis ini mudah berkembang dengan baik di daerah berhawa dingin, berbadan besar warna bulu beragam yaitu belang putih, merah coklat, bercak hitam atau kombinasi ketiganya dan pada bagian belakang terdapat bulu yang lebat dan panjang. Mempunyai berat badan 40,2 kg untuk betina dewasa sedangkan jantan dewasa 60 kg (PUSLITBANGNAK,2007)

Gambar 1. Kambing Peranakan Etawah

Bangsa Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah kambing PE (Peranakan Etawah). Sebagian besar kambing PE mempunyai sifat mendekati sifat kambing Etawah dan sebagian lainnya mendekati sifat kambing kacang (Atabany, 2001). Kambing PE termasuk penghasil susu dan daging atau dwiguna (Davendra dan Burns, 1994).

(2)

3 Konsumsi Pakan

Proses makan (feeding) adalah aktivitas yang kompleks, yang meliputi mencari makanan, mengamati, pergerakan, aktifitas sensorik, memakan dan mencerna. Dalam saluran pencernaan makanan dan zat-zat makanan diserap dan dimetabolisme. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi. 1999). Tingkat konsumsi atau Voluntary Feed Intake (VFI) diartikan sebagai jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995).

Kambing merupakan jenis ruminansia yang lebih efisien daripada domba dan sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya yaitu 3-7%. Kambing juga lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan dengan sapi dan domba (Atabany, 2002). Kambing merupakan pemakan yang lahap dengan pakan yang beragam dari tanaman lunak dan semak sampai kulit pohon. Kambing yang mendapat tambahan konsentrat sebaiknya diberikan dalam bentuk kasar atau digiling kasar karena kambing tidak suka pakan yang digiling halus dan berdebu. Tipe dan jumlah pakan harus disesuaikan dengan fungsi dan tujuan pemeliharaan. Pemberian konsentrat diperlukan, akan tetapi jangan terlalu banyak karena akan menyebabkan kegemukan (Atabany, 2002).

Pakan utama kambing perah adalah hijauan. Baik berupa rumput, limbah pertanian maupun daun-daunan. Rumput untuk kambing berupa rumput liar (gulma) yang disabit dapat berupa rumput budidaya, misalnya rumput Gajah, rumput Benggala, rumput Setaria dan rumput Raja. Limbah pertanian yang bisa dikonsumsi kambing adalah daun dan batang kacang tanah, jagung, ubi jalar dan singkong. Limbah pertanian yang tidak disukai kambing adalah jerami padi. Hijauan berupa daun-daunan yang dikonsumsi kambing adalah daun lamtoro, waru, albisia, kaliandra, nangka (Atabany, 2002).

Ternak diberi pakan tambahan berupa konsentrat dengan atau tanpa bahan pakan campuran lainnya. Devendra dan Burns (1994) dan Reksohadiprodjo (1985) menyebutkan bahwa kambing membutuhkan bahan kering 3-5% dari bobot badan per hari. Kambing PE mengkonsumsi bahan kering perhari setara dengan 3,7 % dari

(3)

4 bobot hidupnya. Seekor kambing dengan berat badan 40 kg dan berproduksi 2 liter perhari diberikan 5 kg hijauan dan 0,5 - 1,0 kg konsentrat. Kadang – kadang kambing sedang laktasi diberikan hijauan secara ad libitum dan konsentrat yang mengandung protein kasar 16% sebanyak 0,5% kg per ekor per hari. Persentasi pakan hijauan dan konsentrat agar diperoleh ransum yang murah dan koefisien cerna yang tinggi digunakan perbandingan pakan hijauan 60% dan konsentrat 40% (Atabany, 2002).

Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1981). Konsumsi pakan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas terhadap suatu bahan pakan. Menurut Scott et al. (1982) palatabilitas adalah rasa pakan itu sendiri. Secara umum palatabilitas dipengaruhi terutama oleh rasa, bau dan warna makanan.

Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi, Konsumsi pakan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, senaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsinya akan meningkat (Tomaszewska et al,. 1991)

Kecernaan Pakan

Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Proses tersebut meliputi, pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif. Proses pencernaan mekanik terjadi di mulut oleh gigi sehingga bahan pakan yang dikunyah menjadi berukuran kecil di dalam perut dan dicerna oleh usus. Bahan makanan diuraikan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh tubuh hewan tersebut dan hal ini merupakan proses pencernaan hidrolitik (Sutardi, 1981).

Pada umunnya pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi mempunyai daya cerna rendah. Daya cerna semu (apparent digestibility) merupakan banyaknya zat yang terkonsumsi yang tidak didapatkan didalam feses. Jumlah zat makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan mengalikan kandungan zat

(4)

5 makanan dalam bahan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, begitu juga untuk menghitung zat makanan yang terdapat dalam feses. (Parakkasi,1995)

Kecernaan Bahan Kering

Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh hewan selama satu hari perlu diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi untuk pertumbuhan, hidup pokok dan reproduksi. Kecernaan dinyatakan dalam bahan kering dan dalam persen adalah koefisien cerna (Tilman et al., 1986). Tingkat kecernaan adalah usaha untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan (Anggordi, 1990). Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap makanan yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi, pengolahan bahan makanan, jumlah pakan dan jenis hewan (Maynard et al., 1979)

Sistem Pencernaan Ruminansia

Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya melalui tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus serta bertanggung jawab juga atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan makanan yang tidak terserap (Parakkasi, 1983). Pencernaan didefinisikan sebagai salah suatu rangkaian perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan pakan di dalam alat pencernaan (Tilman et al., 1991).

Proses Pencernaan pada ternak ruminansia relative lebih komplekss dibandingkan dengan ternak monogastrik, hal ini disebabkan ruminansia mempunyai 2 jenis lambung yaitu lambung depan (reticulum, rumen dan omasum) dan lambung sejati (abomasum). Pencernaan pada ternak ruminansia meliputi pencernaan mekanik, fermentative dan hidrolitik. Pencernaan di lambung depan berjalan secara fermentatif oleh mikroba rumen sedangkan pencernaan di lambung sejati terjadi secara hidrolitis oleh enzim-enzim pencernaan induk semang. Hasil pencernaan

(5)

6 fermentatif dalam rumen berupa Volatile Fatty Acids (VFA), NH3, metan (CH4) dan CO2. VFA yang dihasilkan sebagian langsung diserap melalui dinding rumen. VFA diantaranya terdiri atas asam asetat, 75% dari VFA yang dihasilkan diserap rumen-retikulum yang kemudian masuk kedalam darah (Parakkasi, 1999)

Susu Kambing

Sama halnya dengan sapi, ternak kambing dapat menghasilkan cairan yang disebut susu yang disekresikan melalui ambing. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1998), susu kambing mengacu pada SNI 01-3141-1998 tentang susu segar adalah susu yang berasal dari ambing induk kambing yang sehat dan diperoleh dengan cara yang benar. Susu kambing merupakan hasil sekresi dari ambing kambing sebagai makanan anaknya. Susu kambing menururt Moeljanto dan Wiryanta (2002) mengandung asam kaprilat yang berfungsi sebagai untuk menanggalkan sel kulit yang sudah mati sehingga susu kambing banyak dipakai untuk sabun mandi yang berguna bagi kesehatan. Selain itu juga mengandung protein pemulih yang biasa disebut liposeme yang mudah diserap oleh kulit dan mengandung vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan lemak. Susu kambing mempunyai bermacam-macam manfaat yang lebih besar dari pada susu sapi dan telah lama diakui oleh para dokter untuk dimanfaatkan oleh mereka yang mengalami gangguan pencernaan (Blakely dan Blade, 1991)

Produksi Susu Kambing

Selain dikenal sebagai kambing bertipe besar, kambing Peranakan Etawah (PE) dikenal sebagai penghasil susu yang cukup potensial. Hasil penelitian menunjukan bahwa kambing PE mampu menghasilkan susu sebanyak 0,42 – 2,2 liter per hari dengan panjang masa laktasi 92-256 hari (DITJENNAK, 1986). Produksi susu kambing di Asia Tenggara sebesar 28,8% dari daerah tropis dan untuk seluruh daerah tropis merupakan 68,8% dari produksi total susu kambing di dunia (Devendra dan Burns, 1994).

Peningkatan produksi susu yang tidak diimbangi oleh peningkatan konsumsi pakan pada awal laktasi mengakibatkan ternak akan memobilisasi cadangan nutrisi tubuhnya sehingga terjadi penyusutan bobot tubuh selama laktasi untuk produksi susu. Produksi ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan manajemen yang

(6)

7 baik, seperti pemberian pakan tambahan dan pemilihan bibit yang berkualitas (Atabany, 2002).

Faktor- faktor pengontrol produksi susu, baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu sebagai berikut : (Devendra dan Burns, 1994).

a. Variasi Antar jenis Kambing. Berkembang aneka jenis atau bangsa kambing, dengan aneka karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Misalnya kambing Kacang sebagai kambing potong, kambing Etawah sebagai kambing tipe dwiguna, kambing Toggenburg sebagai penghasil susu yang baik, atau kambing Angora sebagai penghasil kulit bulu bcrkualitas tinggi. Di antara jenis kambing tipe perah pun terdapat variasi dalam jurnlah produksi susunya.

b. Variasi Interjenis Kambing. Setiap individu dari jenis atau bangsa kambing yang sama memiliki variasi dalam jumlah susu yang dihasilkan. Jenis atau bangsa yang sama, pada umur dan masa laktasi yang berbeda akan memiliki jumlah produksi susu yang berbeda.

c. Faktor Genetik. Faktor genetik adalah faktor yang diturunkan nenek moyang kepada keturunannya dan memiliki sifat kebakaan. Setiap nenek moyang (induk dan pejantan) memiliki sumbangan yang sama terhadap penampilan produksi keturunannya. Sampai saat ini belum dapat diungkapkan berapa banyak gen yang bekerja mengontrol tingkat produksi susu. Hampir bisa dipastikan adalah jika seekor kambing memiliki produksi susu yang tinggi kemudian dikawinkan dengan pejantan yang memiliki nenek moyang betina yang juga tinggi produksinya, kemungkinan besar keturunan yang berkelamin betina akan memiliki tingkat produksi yang tinggi pula. Namun, ilmu genetika tidak sesederhana itu. Selalu ada penyimpangan yang terjadi dan apa yang diinginkan tidak pasti selamanya terjadi.

d. Musim. Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa kambing-kambing yang beranak di musim gugur memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kambing-kambing yang beranak di musim panas. Untuk kondisi di Indonesia, belum banyak penelitian dilakukan, karena perkembangan usaha Peternakan kambing perah belum begitu banyak.

e. Umur Produksi. Susu kambing umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan mencapai puncak saat berumur 4—5 tahun, yakni pada

(7)

8 masa laktasi ke-3 atau ke-5. Selanjutnya produksi susu menurun. Untuk kambing-kambing perah yang hidup di daerah subtropis, tingkat produksi susu akan mencapai puncak setahun lebih dahulu, dan dapat terus dipertahankan tanpa ada perubahan yang mencolok selama 2.atau 3 kali masa laktasi.

f. Lama Masa Laktasi. Dalam satu jenis atau bangsa kambing, perbedaan lama masa laktasi akan menyebabkan perbedaan jumlah total produksi susu selama masa laktasi tersebut. Semakin lama masa laktasi, akan semakin banyak total produksi susu yang dihasilkan. Korelasi ini tidak berarti akan semakin tinggi keuntungan yang akan diraih peternak, karena belum tentu produksi hariannya mampu menutupi biaya produksi.

g. Faktor Perawatan dan Perlakuan. Kambing perah, seperti juga hewan ternak yang lain, membutuhkan suasana kandang yang nyaman untuk dapat berproduksi secara optimal. Kandang yang sejuk, tidak gaduh, dan perlakuan yang tidak kasar merupakan syarat agar produksi susu kambing optimal. Sebagai contoh, dalam kandang yang gaduh, kambing yang sedang laktasi akan mudah terkejut, dan saat terkejut itu tubuhnya mengeluarkan hormon adrenalin yang mengakibatkan terhambat atau terhentinya sekresi hormon oxytocin, yang berfungsi dalam produksi susu di kelenjar ambing.

h. Pengaruh Masa Birahi dan Kebuntingan. Kambing-kambing yang dikawinkan kembali setelah 3 bulan beranak, tingkat produksi susunya akan lebih cepat menurun dibandingkan dengan kambing-kambing yang sedang laktasi, tctapi tidak bunting. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan kualitas pakan yang dikonsumsi, serta tingginya kebutuhan kambing akan zat-zat makanan untuk mendukung proses fisiologis di dalam tubuhnya, misalnya untuk hidup pokok, produksi susu, serta pertumbuhan janin. Pada saat musim birahi (estrus), kambing perah yang sedang laktasi akan mcngalami penurunan produksi susu sebagai reaksi dari berbagai proses hormonal di dalam tubuhnya, tetapi setelah masa birahi terlewatl, produksi susunya akan normal kembali.

i. Frekuensi Pemerahan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di luar negeri, kambing perah yang diperah dua kali sehari, total produksi susunya lebih tinggi daripada kambing perah yang diperah susunya sekali sehari. Meskipun

(8)

9 demikian, tidak selalu total produksi yang lebih tinggi tersebut memberikan keuntungan yang lebih tinggi kepada peternak, karena untuk melakukan pemerahan dibutuhkan biaya, misalnya untuk menggaji pemerah. jadi, meskipun tingkat produksi susu meningkat dengan mcnambah frekuensi pemerahan, perhirungan ekonomi harus dilakukan secara matang.

j. Jumlah Anak dalam Sekali Melahirkan. Produksi susu kambing perah yang beranak dua ekor dalam 1 kali melahirkan, biasanya 20—30% lebih tinggi daripada kambing perah yang hanya beranak satu ekor. Penyebabnya adalah rangsangan menyusui dari cempe (anak kambing) yang dilahirkan. Dengan demikian, tingkah laku cempe ketika menyusui bisa dilakukan oleh pemerah, sehingga produksi susunya meningkat, misalnya dengan mengusap-usap bagian atas ambing sambil memijatnya.

k. Lama Masa Kering. Untuk mendorong produksi cempe dan mencapai target tiga kali beranak setiap dua tahun, biasanya kambing perah dikawinkan kembali setelah beranak tiga bulan, atau saat pertama kali birahinya muncul. Dalam kondisi demikian, kambing perah membutuhkan waktu untuk menjalani masa kering selama dua bulan. Dengan kondisi pakan yang cukup jumlah dan baik kualitasnya, organ-organ yang berfungsi memproduksi susu akan memiliki kesempatan yang cukup untuk kembali pulih kondisinya. Namun, jika kondisi pakan yang diberikan kurang baik, masa pemulihan akan lebih lama, dan jika kambing perah kembali beranak pada waktu organ-organ tubuh vang berfungsi memproduksi susu kondisinya belum pulih, bisa dipastikan produksi susunya akan menurun.

l. Faktor Hormonal. Salah satu hormon yang berperan dalam produksi susu adalah laktogen. Penyuntikan hormon ini terhadap kambing yang sedang laktasi menyebabkan produksi susunya sedikit meningkat. Demikian juga pengaruh penyuntikan hormon tyroxine. Hormon yang menghambat produksi susu adalah adrenalin, yang berpengaruh menghambat hormon oxytodne yang berpengaruh pada proses keluarnya susu saat pemcrahan.

m. Faktor Pakan. Produksi susu kambing perah akan mencapai optimal jika pakan yang diberikan dan dikonsumsi oleh kambing jumlah dan kualitasnya cukup. Komposisi hijauan dan konsentrat pun harus seimbang, karena keduanya

(9)

10 memiliki fungsi yang berbeda. Hijauan adalah precursor (pendukung) produksi susu dan konsentrat merupakan sumber protein, yang juga dibutuhkan sebagai komponen penyusun susu.

n. Pengaruh Penyakit. Kambing-kambing petah yang sedang laktasi produksi susunya akan menurun jika terserang penyakit. Bahkan, produksi susu bisa langsung tcrhenti. Di samping itu, efek dari obat yang diberikan kepada kambing perah akan berpengaruh terhadap kualitas susu. Biasanya, kambing-kambing yang sedang sakit dan diberi obat antibiotika, susunya tidak boleh dikonsumsi.

Komposisi Susu Kambing

Pada umumnya susu terdiri atas 3 komponen utama yaitu protein, lemak dan laktosa (Schmidt et al., 1988) di tambah mineral dan vitamin (Sudono, 1985). Spreer (1998) menyebutkan bahwa komponen kimia alami susu kambing terdiri atas air, lemak, protein, laktosa dan komponen lain seperti garam, asam sitrat, enzim, vitamin, gas dan fosfolipid. Menurut Saleh (2004) susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa atau flavour yang baik dan tidak dipalsukan.

Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hidrogen (pH) susu segar terletak antara 6,5-6,7. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun demikian, keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa fosfat komplekss, asam sitrat, asam-asam amino, dan karbondioksida yang larut dalam susu. Kerapatan susu bervariasi antara 1,026 dan 1,032 pada suhu 20oC. Penggumpalan susu merupakan sifat yang paling khas, yang diakibatkan kegiatan enzim atau penambahan asam. (Rahman et al., 1992)

Komposisi susu kambing dapat bervariasi, hal ini antara lain karena perbedaan antar-bangsa maupun individu dalam satu jenis (Haris dan Hitcher, 1973), sedangkan menurut Larson (1981) komposisi susu bervariasi tergantung bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanannya. Rangkuman

(10)

11 komponen susu kambing Berat Jenis, protein, lemak, laktosa, bahan kering (BK) dan bahan kering tanpa lemak (BKTL) disajikan pada (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Susu Kambing Peranakan Etawah BJ Protein (%) Lemak (%) Laktosa (%) BK (%) BKTL (%) Peneliti - 3,55 4,22 4,64 13,70 9,48 Subhagiana (1998) 4,03 4,44 5,46 14,30 9,86 1,0292 2,93 6,68 9,69 16,38 9,7 Atabany (2001) 1,0291 - 5,95 - 14,70 8,75 Budi (2002) 1,0295 6,05 15,62 9,57 1,0296 4,5 6,75 5,5 16,4 9,65 Adriani (2003) Secara keseluruhan nilai gizi susu kambing lebih tinggi dibandingkan dari susu sapi keculai nilai kandungan kolesterol. Vitamin A dan B1 kandungannya lebih tinggi susu kambing sedangkan vitamin C dan D kandungannya hampir sama. Nilai gizi susu kambing juga lebih tinggi daripada Air Susu Ibu (ASI) kecuali pada kandungan lemak, zat besi (Fe) dan kolesterol. Perbandingan komposisi susu kambing, susu sapi dan ASI dapat dilihat pada (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Susu Sapi dan Susu Air Ibu (ASI)

Komposisi Susu Kambing Susu Sapi ASI

Protein (%) 3 3 1.1

Lemak (%) 3.8 3.6 4

Kalori/100ml 70 69 68

Vitamin A (i.u gramam) 39 21 32

Vitamin B1 68 45 17

Vitamin C 2 2 3

Vitamin D (i.u gramam) 0.7 0.7 0.3

Kalsium (%) 0.19 0.18 0.04

Fe (%) 0.07 0.06 0.2

Fosfor (%) 0.27 0.23 0.06

Kolesterol (mg/100ml) 12 15 20

(11)

12 Komposisi susu kambing bila dibandingkan dengan ternak domba dan kerbau kandungan kasein, serum protein dan total nitrogen lebih rendah kandungan lemak pun lebih tinggi ternak kerbau daripada kambing (Pulina dan Nudda, 2004). Tabel perbandingan ternak kambing dengan ternak lainnya dan dengan manusia dapat dilihat pada (Tabel 3).

Tabel 3. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia

Komposisi Domba Kambing Sapi Kerbau Manusia

Air (%) 82,5 87,0 87,5 80,7 87,5

Total Padatan (%) 17,5 13,0 12,5 19,2 12,5

Lemak (%) 6,5 3,7 3,5 8,8 4,4

Diamter globula lemak (πm) 4,0 3,9 4,4 - - Total Nitrogen (%) 5,5 3,5 3,2 4,4 1,1 Kasein (%) 4,5 2,8 2,6 3,8 0,4 Serum protein (%) 1,0 0,7 0,6 1,1 0,7 Laktosa (%) 4,8 4,8 4,7 4,4 6,9 Mineral (%) 0,92 0,80 0,72 3,8 0,30 Ca (mg/l) 193 134 119 190 32 Energi (kkal/l) 1050 650 700 1100 690 Berat jenis 1,037 1,032 1,032 1,030 1,015 Derajat keasaman (0SH) 8,5 8,0 7,1 10,0 - pH 6,65 6,60 6,50 6,67 6,85 Titik beku -0,580 -0,570 -0,524 -0,580 -

Sumber : Pulina dan Nudda (2004)

Perbedaan komposisi kimia pada susu kambing disebabkan oleh beberapa faktor pengontrol produksi susu baik secara kualitas maupun kuantitas seperti : 1) variasi antar bangsa kambing, 2) variasi inter bangsa kambing, 3) faktor genetic, 4) musim, 5) umur, 6) lama masa laktasi, 7) faktor perawatan dan perlakuan, 8) pengaruh masa birahi, 9) frekuensi pemerahan, 10) jumlah anak dalam sekali beranak, 11) pergantian pemerahan, 12) lama masa kering, 13) faktor hormonal, 14) faktor pakan dan 15) pengaruh penyakit (Sodiq dan Abidin, 2002).

(12)

13 Berat Jenis Susu

Susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air yaitu 1,027-1,035 dengan rata-rata 1,031. Akan tetapi menurut codex susu, berat jenis air susu adalah 1,028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun di setiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri.

Lemak Susu

Sekitar 97-98% lemak susu terdapat dalam bentuk trigliserida dan hanya sebagian kecil yang terdapat dalam bentuk fosfolipid (2-3%) (Larson, 1981). Sebagian lemak susu disintesis di dalam kelenjar ambing yaitu sekitar 50% berasal dari asam lemak rantai pendek (C4 – C14) berupa asetat, beta hidrosi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang (C16 – C18) dari makanan dan cadangan lemak tubuh (Holmes dan Wilson, 1984).

Kadar lemak susu berfluktuasi dan banyak dipengaruhi oleh jenis pakan (Wikantadi, 1977), bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanan ( Larson, 1981), kebutuhan dan kesehatan (Spreer, 1995). Komposisi lemak susu akan menurun karena pemberian konsentrat. Hal ini disebabkan kandungan protein yang cukup tinggi dalam konsentrat merupakan pemacu produksi asam propionate di dalam rumen yang kemudia diserap darah. Pakan berupa hijauan menghasilkan banyak asetat sebagai bahan baku sintesis lemak susu. Lemak susu kambing sekitar 4,25% terdapat dalam keadaan emulsi (butiran-butiran) yang tersebar merata dalam susu (Blackely dan Blade, 1992). Kandungan lemak susu bervariasi tergantung bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas pakan (Larson, 1981)

Bahan Kering Susu

Menurut Adriani (2003) Bahan kering susu kambing Peranakan Etawah sebesar 16,4%. Sofyan dan Sigit (1993) susu kambing dari daerah tropis cenderung tinggi total padatannya terutama lemak dan protein , namun total zat padat susu kambing daerah tropis berkorelasi dengan produksi susu, semakin tinggi produksi susu maka bahan kering susu semakin rendah.

(13)

14 Asam Lemak Susu

Sebagian lemak susu disintesis di dalam kelenjar ambing yaitu sekitar 50% berasal dari asam lemak rantai pendek (C4 – C14) berupa asetat, beta hidrosi butirat yang dihasilkan oleh fermentasi selulosa di rumen, sebagian lagi berasal dari asam lemak rantai panjang (C16 – C18) dari makanan dan cadangan lemak tubuh (Holmes dan Wilson, 1984). Asam lemak merupakan bagian dari lemak susu. Asam lemak merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan. Susu kambing memiliki kandungan asam lemak caproic atau kaproat (C6), caprylic (C8) dan capric (C10) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi. (H.P. Maree, 1978). Tabel perbandingan komposisi asam lemak Sapi dengan kambing dapat dilihat pada (Tabel 4).

Tabel 4. Perbandingan Komposisi Asam Lemak Susu Sapi dan Kambing

Asam Lemak Sapi(%) Kambing(%)

Jenuh Butyric-Acid (C4) 3,1 2,6 Caproic-Acid (C6) 1,0 2,3 Caprylic-Acid (C8) 1,2 2,7 Capric-Acid (C10) 1,2 2,7 Lauric-Acid (C12) 2,2 4,5 Tak Jenuh Oleic Acid(C18:1) 32,3 27,0 Linoleic Acid(C18:2) 1,6 2,6 (H.P. Maree, 1978)

Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom-atom kabon penyusunnya, sementara itu asam lemak tak jenuh memiliki ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya. Asam lemak merupakan asam lemah dan di dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (270C). Semakin panjang rantai C penyusunnya semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada

(14)

15 asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah terdisosiasi).

Beberapa asam lemak jenuh yang terdapat pada minyak tumbuhan dan hewan diantaranya asam lemak Butirat (C4H8O2) berfungsi sebagai penghambat sel tumor, asam lemak ini merupakan asam lemak yang terjadi dalam bentuk ester di lemak hewan dan minyak tumbuhan.. Asam lemak Kaprilat (C8H16O2) ini ditemukan secara alami di dalam susu dari berbagai mamalia dan merupakan konstituen minor minyak kelapa dan minyak sawit, asam ini berupa cairan yang berminyak dengan bau yang tidak enak seperti tengik sedikit. Asam lemak Kaprat (C10H20O2) ini mucul dari istilah dari kaprat “latin” yang berkaitan dengan kambing karena ada kesamaan dalam baunya dan dapat ditemukan secara alami di dalam minyak kelapa atau sawit serta di dalam susu mamalia dan di beberapa hewan lemak lainnya.

Asam lemak tak jenuh diantaranya asam lemak Oleat dapat membantu mingkatkan daya ingat atau memori, ditemukan di berbagai hewan dan sumber nabati. Asam lemak linoleat ini dapat ditemukan di berbagai hewan berlemak seperti dalam susu kambing, asam lemak ini sebuah asam karboksilat dengan rantai karbon-18 dan dua cis ikatan rangkap. Asam linoleat digunakan dalam pembuatan sabun, pengemulsi dan pengeringan minyak cepat.

Asam Lemak Kaproat

Asam lemak Kaproat (C6H12O2) merupakan asam karboksilat berasal dari heksana asam ini berminyak, berwarna cairan dengan bau yang meningatkan pada hewan ternak kambing, asam lemak ini ditemukan di berbagai hewan lemak dan berminyak. Pencernaan di lambung berjalan secara fermentatif oleh mikroba rumen, hasil pencernaan fermentatif dalam rumen berupa Volatile Fatty Acids (VFA), NH3, metan (CH4) dan CO2. VFA yang dihasilkan sebagian langsung diserap melalui dinding rumen. VFA diantaranya terdiri atas asam asetat, 75 % dari VFA yang dihasilkan diserap rumen-retikulum yang kemudian masuk kedalam darah (Parakkasi, 1999).

Asam asetat yang terbentuk dalam rumen merupakan bahan baku utama pembentuk berbagai asam lemak termasuk asam lemak yang mengakibatkan bau menyengat pada susu kambing, dengan adanya kandungan mineral dalam akar Som

(15)

16 Jawa diharapkan dapat menurunkan pH rumen yang berakibat meningkatnya produksi asam propionate dan VFA(Volatile Fatty Acid) dan dapat menurunkan produksi asam asetat dengan sangat nyata. (Parakkasi, 1999). Asam lemak mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan. Susu kambing memiliki kandungan asam lemak kaproat (C6), caprylic (C8) dan capric (C10) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing memiliki partikel lemak yang lebih kecil dan rantai asam lemak yang lebih pendek dibandingkan susu sapi. Selain asam lemak kaproat susu kambing memiliki asam lemak kaprilat dan kaprat yang lebih tinggi. Perbedaan kandungan asam lemak ini diduga berhubungan dengan lebih mudah dicernanya susu kambing dibandingkan dengan susu sapi oleh tubuh. (H.P. Maree, 1978). Tingginya kandungan asam lemak kaproat yang menyebabkan susu kambing mempunyai bau khas “goaty”. (Barrionuevo et al., 2002).

Som Jawa (Talinum paniculatum Gaertn)

Tanaman ini mempunyai banyak spesies, tetapi yang dikenal sebagai Som Jawa ada dua spesies, yaitu Talinum paniculatum Gaertn dan Talinum triangulare

Wild (Santa dan Prajogo, 1999). Ginseng Jawa merupakan sebutan yang dikenal luas untuk menyebutkan Som Jawa, karena kemiripannya dengan akar ginseng (Panax ginseng).

(16)

17 Menurut Santa dan Prajogo (1999), klasifikasi (taksonomi) Som Jawa adalah: Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsyda Sub kelas : Caryophillidae Ordo : Caryophyllales Family : Portulacaceae Genus : Talinum

Species : Talinum paniculatum

Som jawa ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropis. Akarnya berdaging tebal, biasa digunakan sebagai pengganti kolesom. DI Jawa tumbuh pada ketinggian 5 - 1.250 m dpl. Terna tahunan, tegak, tinggi 30 - 60 cm, batang bercabang di bagian bawah dan pangkalnya mengeras. Daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai pendek, bundar telur sungsang, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 3 - 10 cm, lebar 1,5 - 5 cm. Perbungaan majemuk dalam malai di ujung tangkai, berbentuk anak payung menggarpu yang mekar di sore hari, warnanya merah ungu. Buahnya buah kotak, diameter 3 mm, bijinya kecil, hitatn, bulat gepeng.

Tanaman ini merupakan tanaman yang cukup terkenal di Indonesia karena kegunaannya sebagai pengganti ginseng korea untuk obat tonikum, aprodisiaka, batuk, radang paru-paru, diare dan obat peluruh kencing (Wratakusumah et al., 1996). Khasiat dari daun ini adalah sebagai obat radang, mengurangi pembengkalan dan memperlancar ASI.Som Jawa banyak digunakan dalam perdagangan sebagai pengganti Panax ginseng, selain karena harganya lebih murah juga karena kandungan kimia kedua tanaman ini hamper sama yaitu mengandung saponin, sterol dan tritepen (Santa dan Prajogo, 1999).

Bagian yang digunakan diantaranya adalah akar dan daun. Akar setelah dicuci lalu dikukus, baru dikeringkan untuk penyimpanan. Akar som jawa sebagai tonikum berkhasiat mengatasi kondisi badan lemah, banyak berkeringat, pusing, lemah syahwat selain itu untuk obat batuk, TB paru, paru-paru lemah, nyeri lambung, diare, ngompol (enuresis), datang haid tidak teratur. (Santa dan Prajogo, 1999).

(17)

18 Kandungan Kimia Tanaman Kandungan aktif pada akar som jawa yaitu saponin, flavonoid, dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) selain itu akar som jawa diketahui mengandung Kalium 41,44 %, Natrium 10,03 %, Kalsium 2,21 %, Magnesium 5,50 % dan Besi 0,32 % (Santa dan Prajogo, 1999). Menurut Syawal (2002) ekstrak akar Som Jawa dapat mengurangi aroma “goaty” pada susu kambing dan juga meningkatkan cita rasa dari susu sapi dan susu kambing.

1) Saponin: saponin adalah kelompok glikosida yang terdistribusi pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin mempunyai karakteristik membentuk larutan koloid dalam air yang mana akan membentuk busa bila dikocok. Saponin mempunyai rasa pahit, tajam dan obat-obatan yang mengandung saponin biasanya menyebabkan iritasi membrane mukosa, merusak sel darah merah melalui hemolisis dan beracun khususnya pada hewan berdarah dingin. Banyak digunakan sebagai racun ikan (Tyler, 1988).

2) Flavanoid: flavonoid termasuk senyawa fenolik yang mencakup sejumlah besar senyawa dalam tanaman golongan flavanoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 – C3 – C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri dan dua gugus cincin C6

(cincin benzen tersubstitusi) digambarkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).

3) Tanin: tanin termasuk kelompok besar dengan substansi yang kompleks yang secara luas terdistribusi dalam dunia tumbuhan. Hampir setiap famili tumbuhan meliputi spesies yang mengandung tanin. Tanin pada bagian spesifik tumbuhan seperti daun buah dan kulit (Tyler, 1988).

Gambar

Gambar 1. Kambing Peranakan Etawah
Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Susu Sapi dan Susu Air Ibu (ASI)
Tabel 3. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia
Gambar 2. Talinum paniculatum Gaertn

Referensi

Dokumen terkait

Kambing perah di Indonesia yaitu kambing Peranakan Etawa (PE), merupakan keturunan kambing Etawa dari India, dibawa oleh Belanda pada jaman penjajahan,

Materi yang digunakan adalah usaha peternakan kambing perah yang berupa Koperasi Daya Mitra Primata yang terdiri atas 6,265 ST atau 57 ekor kambing Peranakan Etawah dengan

Program persilangan antara kambing Boer dengan kambing lokal yang dilaksanakan di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ditujukan untuk meningkatkan genetik

Program persilangan antara kambing Boer dengan kambing lokal yang dilaksanakan di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ditujukan untuk meningkatkan genetik

Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya dan kambing perah yang biasa dipelihara adalah kambing

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara biologis kambing PE induk sangat potensial sebagai kambing perah di Indonesia, yang ditunjukkan dengan tingkat produksi,

Desa Jambuwer merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan kambing perah terutama Peranakan Ettawa karena daerah ini memiliki mikroklimat yang amat

Kadar lemak daging kambing PB kastrasi cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan kambing PE jantan, tetapi menurut hasil uji statistik uji t tidak