• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN

PETERNAK AYAM BROILER

Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat.

Oleh :

RIZKY FEBRIDINIA H 34076132

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

RIZKY FEBRIDINIA. Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan NETTY TINAPRILLA).

Pembangunan sektor perternakan sebagian dari pembangunan agribisnis yang memiliki peran strategis dalam pembangunan perekonomian. Produk Domestik Bruto yang dihasilkan dari agribisnis peternakan pada tahun 2008 sebesar Rp. 82,676.4 milyar. Sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 104,040.0 milyar menunjukan bahwa PDB yang dihasilkan oleh usaha peternakan mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga beperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani. Untuk itu perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dari produk–produk peternakan. Salah satu sumber protein hewani yang sangat mendukung ketersediaan protein adalah daging ayam broiler.

Dengan adanya keterbatasan dalam hal permodalan, teknologi, dan sumber daya manusia. Peternak membutuhkan lembaga–lembaga kemitraan agribisnis dalam menunjang pengembangan produksi peternakan khususnya ayam broiler. Sebagai upaya unuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing–masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Peternak mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana dan prasarana produksi usaha ternak. Di sisi lain perusahaan inti sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output ayam broiler terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan inti dan peternak plasma.

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2010. Responden berasal dari peternak ayam mitra, non mitra dan juga perusahaan inti yaitu CV Tunas Mekar Farm. Jumlah peternak ayam yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu metode sensus dengan mendata seluruh peternak mitra dan peternak non mitra yang berada dalam suatu wilayah yang sama.

Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh kelompok ternak Cibinong dengan CV TMF. Kemudian analisis usahatani bertujuan untuk menghitung pendapatan yang diperoleh peternak mitra dan non mitra. Selanjutnya uji statistik untuk melihat pengaruh kemitraan terhadap pendapatan peternak mitra yang diolah dengan menggunakan Minitab 15 dan Microsoft Exel 2007.

Hasil penelitian yang menunjukan bahwa kemitraan yang dijalankan oleh CV Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra dijalankan dengan pola inti plasama. Kemitraan memberikan dampak yang positif untuk kedua belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah mendapatkan pasokan ayam broiler, menghemat

(3)

biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan. Manfaat yang diperoleh peternak mita adalah mendapatkan jaminan pasar, jaminan harga, bimbingan teknis dan bantuan operasional. Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan terhadap peternak mitra adalah bimbingan teknis, pemberian sarana produksi ternak.

Berdasarkan hasil usahtani pendapatan atas biaya total yang diterima oleh peternak mitra sebesar Rp. 2.644.773,5 per periode jauh lebih besar dari peternak non mitra yang hanya memperoleh Rp. 1.607.375 per periode. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak mitra sebesar Rp.7.019.773,5. Sedangkan biaya yang dikeluarkan peternak non mitra baik biaya tunai ataupun biaya yang diperhitungkan tidak berbeda jauh dengan biaya–biaya yang telah dikeluarkan oleh peternak mitra.

Tingkat keuntungan antara peternak mitra dan non mitra juga dapat dilihat dari besarnya R/C rasio. Rasio pendapatan atas biaya tunai peternak mitra sebesar 1,11 dan peternak non mitra hanya memperoleh sebesar 1,09. Sedangkan R/C rasio pendapatan atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh peternak mitra yaitu sebesar 1,04 dan 1,02 untuk R/C ratio peternak non mitra.

Hasil perhitungan uji statistik menunjukan bahwa kemitraan berperan dalam pendapatan peternak. Hasil perhitungan uji–t terhadap pendapatan atas biaya tunai yaitu p–value = 0,004 dan p–value pendapatan atas biaya total diperoleh sebesar 0,001. Nilai p–value yang diperoleh atas pendapatan tunai dan pendapatan total lebih kecil dari nilai α yang ditentukan, yaitu 0,05. Menunjukan bahwa dengan adanya kemitraan yang dijalankan oleh CV TMF pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total antara peternak mitra dan non mitra di daerah Cibinong berbeda nyata.

(4)

PERANAN KEMITRAAN DALAM PENDAPATAN

PETERNAK AYAM BROILER

Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF,

Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat.

RIZKY FEBRIDINIA H 34076132

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(5)

Judul Skripsi : Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus:Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat).

Nama : Rizky Febridinia NRP : H 34076132

Disetujui, Pembimbing

Ir. Netty Tinaprilla, MM. NIP 196.90410.199512.2001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195.80908.1984031002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus:Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV TMF, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Rizky Febridinia H34076132

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Februari 1987 di Jakarta. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Welly Suhendra dan Ibu Sri Astuti.

Penulis masuk taman kanak–kanak pada tahun 1991 di TK Nurul Mutaalimin Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 06 pagi Cijantung Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis sekolah di SLTP Negeri 251 Cijantung Jakarta Timur dan Lulus pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004 di SMU Negeri 98 Kalisari Jakarta Timur.

Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa program diploma–III pada program studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tanggal 25 juli 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada program sarjana ekstensi Agribisnis.

(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur allhamdullilah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridonya penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan penulisan skripsi ini, shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan kepada para umatnya hingga akhir zaman. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Peranan Kemitraan Dalam Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus : Kemitraan Ternak Cibinong dengan CV Tunas Mekar Farm, Kecamatan Ciluar, Bogor, Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis peran kemitraan dalam pendapatan peternak di CV Tunas Mekar Farm, Bogor. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2010

Rizky Febridinia H34076132

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME, penulis ingin menyaipaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Netty Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah bersedia menjadi dosen evaluator atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Heny K Daryanto, M.Ec sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku komisi pendidik atas saran dan kritikannya demi perbaikan skripsi ini.

5. Saudara Budy Santoso, yang telah berkenan menjadi pembahas seminar atas saran dan kritikanya.

6. Ibu, papa dan keluarga tercinta akan doa, dukungan serta cinta mereka. 7. Pihak CV Tunas Mekar Farm atas waktu, kesempatan, informasi dan

dukungan yang diberikan.

Bogor, Juni 2010

Rizky Febridinia H34076132

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler ... 9

2.2 Analisis Kemitraan ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1 Definisi Kemitraan ... 15

3.1.2 Unsur–unsur Kemitraan ... 15

3.1.3 Manfaat dan Tujuan Kemitraan ... 18

3.1.4 Pola Kemitraan ... 19

3.1.5 Peranan Pelaku Kemitraan ... 24

3.1.6 Analisis Usahatani ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 30

4.4 Metode Analisis Data ... 32

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 33

4.4.2 Analisis Usahatani ... 33

4.4.3 Analisis R/C Rasio ... 36

4.4.4.Uji Statistik dengan Uji–t ... 37

4.5 Konsep Definisi dan Operasional ... 37

V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Sejarah dan Perkembangan Umum Perusahaan ... 39

5.2 Struktur Organisasi ... 40

5.3 Dampak Lingkungan ... 41

(11)

5.5 Keragaan Usahatani ... 44

5.5.1 Persiapan Kandang ... 44

5.5.2 Chick In ... 45

5.5.4 Budidaya ... 46

5.5.4 Panen ... 47

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1 Pola Kemitraan di CV TMF ... 49

6.2 Sistem dan Prosedur Penerimaan Mitra ... 49

6.3 Syarat–syarat Calon Peternak Mitra ... 51

6.4 Hak dan Kewajiban Peternak Mitra ... 52

6.5 Hak dan Kewajiban Perusahaan Inti ... 53

6.6 Kontrak Kemitraan CV TMF ... 53

6.7 Penetapan Harga Input, Output dan Bonus ... 54

6.8 Pembinaan dan Pelayanan Lapang oleh CV TMF ... 56

6.9 Kendala Kemitraan ... 58

6.10 Manfaat Pelaksanaan Kemitraan ... 58

VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi ... 60

7.2. Penerimaan Usaha Ayam Broiler ... 63

7.3. Pendapatan Usaha Ayam Broiler ... 64

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 68

8.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha ... 1

2. Populasi Ternak (ekor) di Bogor 2006–2008 ... 2

3. Rata–rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2007–2009 ... 2

4. Jumlah Perusahaan Peternakan Ayam Broiler Menurut Badan Hukum di Indonesia ... 3

5. Informasi yang Dibutuhkan Dalam Penelitian ... 32

6. Perhitungan Nilai Usahatani dan Nilai R/C Ratio ... 37

7. Karakteristik Umum Responden Peternak Mitra dan Non Mitra .... 44

8. Penetapan Harga Sarana Produksi ... 54

9. Perincian Harga Obat, Vaksin dan Bahan Kimia ... 54

10. Harga Garansi CV TMF ... 55

11. Bonus Insentif FCR ... 56

12. Standar FCR CV TMF ... 56

13. Stuktur Biaya Peternak Mitra dan Non Mitra ... 62

14. Komposisi Penerimaan Peternak Mitra dan Non Mitra ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Kemitraan Inti–Plasma ………... 20

2. Pola Kemitraan Subkontrak ………... 21

3. Pola Kemitraan Dagang Umum ……….. 21

4. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Khusus ……….... 22

5. Pola Kemitraan Waralaba ………... 23

6. Pola Kemitraan Keagenan ……….. 24

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi CV TMF………... 73

2. Karakteristik Responden Peternak Mitra ………... 74

3. Karakteristik Respoden Peternak Non Mitra ... 75

4. Kepemilikan Ayam Peternak Mitra ………... 76

5. Kepemilikan Ayam Peternak Non Mitra ………. 77

6. Pehitungan Biaya Penyusutan per Periode………... 78

7. Analisis Usahatani Peternak Mitra per Mei 2010 ... 79

8. Analisis Usahatani Peternak Non Mitra per Mei 2010 ... 81

9. Hasil Uji–t Terhadap Pendapatan Tunai Peternak Mitra dan peternak Non Mitra ... 83

10. Hasil Uji–t Terhadap Pendapatan Total Peternak Mitra dan peternak Non Mitra ... 84

11. Kuisioner Perusahaan Mitra………... 85

12. Kuisioner Peternak Mitra ...………... 88

(15)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik pada Tahun 2009 Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan dari peternakan mengalami peningkatan. Pada Tabel 1 dapat dilihat mengenai produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha (miliar rupiah).

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2008 2009

Tanaman Bahan Makanan 349.795,0 418.963,9

Tanaman Perkebunan 105.969,3 112.522,1

Peternakan 82.676,4 104.040,0

Kehutanan 40.375,1 44.952,1

Perikanan 137.249,5 177.773,9

Sumber : Badan Pusat Statistik 2009

Salah satu komoditas unggulan agribisnis perternakan unggas yang dapat dikembangkan adalah ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis ayam ras yang memiliki produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Salah satunya adalah pemeliharaan yang hanya lima sampai enam minggu sudah dapat dipanen, sehingga modal yang ditanamkan akan cepat kembali (Rasyaf, 2009).

Pengelolaan usaha ternak ayam broiler di masyarakat semakin berkembang dan meluas. Di Indonesia usaha ternak ayam broiler juga sudah dijumpai hampir disetiap provinsi. Usaha ini berkembang dengan pesat di berbagai provinsi di Indonesia, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dari sepuluh provinsi yang menghasilkan populasi ayam broiler terbesar di Indonesia(Dirjen Peternakan, 2007). Daerah asal pemasukan dan ternak komoditas unggas di Jawa Barat berasal dari Sukabumi, Bogor, Cianjur, Karawang, dan Depok. Pada Tabel 2 dapat dilihat mengenai informasi populasi ternak ayam di Kota Bogor. Berdasarkan data tersebut dapat

(16)

2 dinyatakan bahwa pertumbuhan populasi unggas di Kota Bogor terjadi pada komoditas ayam broiler yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tabel 2. Populasi Ternak (ekor) di Bogor 2006–2008

Ternak 2006 2007 2008

Ayam Buras 291.085.000 272.251.000 290.803.000

Ayam Layer 100.202.000 111.489.000 116.474.000

Ayam Broiler 797.527.000 891.659.000 1.075.885.000

Sumber : Badan Pusat Statistik 2009

Data perkembangan populasi ternak ayam broiler selama kurun waktu tiga tahun terakhir yaitu 2006 sampai 2008 mengalami peningkatan. Sektor peternakan selain berperan dalam bidang ekonomi, juga berperan dalam penyediaan bahan pangan protein hewani. Kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi diikuti dengan meningkatnya pengetahuan, taraf hidup, dan pendapatan sehingga mendorong meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Seiring meningkatnya tingkat pendidikan di kalangaan masyarakat maka dapat menyebabkan seseorang selektif dalam memilih suatu produk untuk dikonsumsi.

Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi daging yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani. Untuk itu perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dari produk–produk peternakan. Salah satu sumber protein hewani yang sangat mendukung ketersediaan protein adalah daging ayam broiler. Pada Tabel 3 dapat dilihat rata–rata konsumsi protein per kapita pada tahun 2007– 2009 menurut kelompok makanan.

Tabel 3. Rata–rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2007–2009

No Komoditas 2007 2008 2009

1 Padi-padian 23.33 22.43 22.75

3 Ikan 7.49 7.77 7.94

4 Daging Ayam 1.95 2.4 2.62

5 Telur dan susu 2.51 3.23 3.05

Jumlah 35.28 36.05 36.14

(17)

3 Rata–rata konsumsi protein per kapita pada tiga tahun terakhir menunjukan bahwa permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah di Indonesia. Salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam memenuhi permintaan adalah dengan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi yang optimal dapat diperoleh dengan melakukan tatalaksana pemeliharaan yang baik dan benar. Oleh sebab itu, peternakan ayam broiler memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang. Peluang ini didukung oleh semakin tingginya konsumsi protein hewani serta adanya kesempatan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Hal inilah yang mendorong sehingga banyak peternak yang mengusahakan peternakan ayam broiler ini.

Namun demikian kondisi peternakan Indonesia dihadapkan pada permasalahan pengusahaan permodalan yang terbatas, teknologi budidaya sederhana, serta manajemen sumberdaya yang kurang. Peternakan dengan skala ekonomi kecil masih dihadapkan pada permasalahan pasar yang tidak sempurna seperti biaya transaksi yang tinggi dan ketidakjelasan informasi pasar. Selain itu peternakan skala kecil menghadapi masalah lain seperti ketersediaan sarana produksi peternakan seperti DOC, pakan, obat–obatan, dan vitamin. Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah perusahaan peternakan ayam broiler menurut badan hukum.

Tabel 4. Jumlah Perusahaan Peternakan Ayam Broiler Menurut Badan Hukum di Indonesia

Badan Hukum 2006 2007 2008 2009

CV, PT, Firma 87 106 163 222

Koperasi 19 25 25 33

Perorangan 2.617 3.248 3.289 2.710

Sumber : Badan Pusat Statistik 2009

Berdasarkan pada Tabel 4 menunjukan bahwa peternakan ayam broiler di dominasi oleh peternakan rakyat mandiri. Akan tetapi, setahun terakhir perusahaan perorangan yang dikelola oleh rakyat mengalami penurunan. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di sektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler yaitu dengan adanya lembaga–lembaga kemitraan. Hal tersebut adalah basis yang melatarbelakangi munculnya konsep kemitraan.

(18)

4 Landasan peraturan mengenai kemitraan di Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Artinya diperlukan suatu kerjasama yang sinergis antara peternak atau usaha kecil yang memiliki lahan dan tenaga kerja dengan perusahaan besar yang mempunyai modal dan tenaga ahli, dibawah pengawasan pemerintah dengan tujuan untuk menggali potensi peternakan.

Kemitraan merupakan suatu strategi dalam meningkatkan kinerja pelaku agribisnis khususnya peternak kecil. Pada pola kemitraan pihak perusahaaan memfasilitasi pengusaha kecil dengan modal usaha, teknologi, manajemen yang modern dan kepastian pemasaran hasil, sedangkan pengusaha kecil melakukan proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari pihak pengusaha besar.

Sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki lahan, dan tenaga kerja dapat menghasilkan tingkat efisiensi dan produktivitas yang optimal. Tujuan kemitraan usaha agribisnis adalah untuk membantu para pelaku agribisnis (peternak dan pengusaha serta pihak–pihak terkait) dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab.

Pandangan teoritis mengenai kemitraan menyatakan bahwa kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi sumberdaya yang dimiliki oleh pihak–pihak yang bermitra dan hal tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Selain itu, kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan produktif. Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing–masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut.

Peranan perusahaan dan lembaga–lembaga kemitraan kepada peternak mitra adalah memberikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia peternak mitra seperti pelatihan, pembinaan, dan keterampilan teknis produksi. Kemudian menyusun rencana usaha dengan peternak mitra untuk disepakati bersama.

(19)

5 Perusahaan mitra juga mempunyai peran sebagai penyandang dana atau penjamin kredit, memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik. Serta pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

Peran perusahaan dan lembaga–lembaga agribisnis ini sangat membantu petani–peternak yakni dalam menyiapkan sarana produksi berupa bibit (Day Old Chick), pakan, obat–obatan, vaksin, vitamin dan pemasaran hasil peternakan dengan pola kemitraan.

Mengingat potensi–potensi, serta manfaat yang dapat ditimbulkan dalam kemitraan agribisnis. Kemitraan sangat penting bagi peternak ayam broiler. Diharapkan dengan keberadaan perusahan mitra, peternak mandiri sebagai pelaku agribisnis mendapatkan manfaat dalam kemitraan dengan tujuan tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk menjamin ketersediaan daging di pasar, mendapatkan pelatihan pemeliharaan dan kualitas ayam yang baik, serta mendapat jaminan pasokan sarana produksi peternakan.

1.2 Perumusan Masalah

Kemitraan agribisnis dalam usaha ternak ayam broiler dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dua atau lebih pelaku agribisnis yang dapat saling menguntungkan. Bagi pihak perusahaan tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah meningkatkan perolehan bagi pelaku kemitraan, meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, serta memperluas kesempatan kerja. Kemitraan diharapkan menjadi solusi untuk merangsang tumbuhnya agribinis peternakan terutama mengatasi masalah peternak yang kurang dalam hal permodalan, teknologi, pemasaran dan manajemen. Hal ini membutuhkan kerjasama dan kepercayaan antara perusahaan mitra dengan peternak ayam.

Salah satu lembaga kemitraan yang berkembang baik di Bogor adalah CV Tunas Mekar Farm. Lembaga kemitraan Tunas Mekar Farm telah berdiri selama enam tahun. Lembaga kemitraan ini berkantor pusat di Kecamatan Ciluar dan

(20)

6 telah mempunyai 70 peternak mitra yang tersebar di seluruh Kabupaten Bogor seperti Cibinong, Pamijahan, Cariu, Leuwiliang, Nanggung, dan Ciampea.

Cibinong adalah salah satu daerah yang mempunyai populasi peternak terbanyak yang bermitra dengan CV TMF. Dalam kemitraan yang berjalan, CV TMF menyediakan sarana produksi peternakan yang diperlukan oleh peternak mitra, memberikan program kemitraan, bantuan panen, dan menampung hasil ayam broiler yang sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan. Setiap kegiatan yang berlangsung dalam kerjasama kemitraan telah disepakati di dalam kontrak kerjasama, begitupun dengan kontrak harga sarana produksi peternakan (sapronak), dan harga DOC (Day Old Chick). Pihak yang menentukan prosedur, harga, waktu panen dan pemberian bonus sepenuhnya ditetapkan oleh perusahaan inti, sedangkan peternak hanya menjalankan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan mengikuti segala peraturan dari pihak inti. Berdasarkan hal tersebut, ingin dikaji lebih dalam bagaimana pelaksanaan kemitraan CV TMF dengan peternak mitra.

Keberadaan perusahaan kemitraan banyak memberikan keuntungan bagi peternak mitra. Salah satunya peternak dapat menjalankan usahanya secara berkesinambungan karena kendala modal yang dihadapi oleh peternak dapat teratasi dengan adanya pinjaman barang modal berupa DOC, pakan dan obat– obatan dari perusahaan inti. Modal tersebut akan dibayarkan jika peternak telah mendapatkan hasil panen. Perusahaan inti ikut membuka kesempatan kerja bagi peternak, menjamin pemasaran dan pasokan sapronak, dan turut berperan dalam mengembangkan usaha peternakan.

Akan tetapi program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak ditemui kendala–kendala di lapangan. Tunas Mekar Farm memberikan bantuan berupa pinjaman modal, DOC, pakan, vaksin, vitamin, dan obat–obatan sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh peternak. Kemudian setelah panen peternak harus menjual ayam broilernya pada CV TMF dengan harga kontrak yang telah disepakati diawal perjanjian. Fakta yang terjadi di lapangan, pernah ditemukan kejadian bahwa peternak menjual sapronak kepada pihak luar dengan harga yang lebih tinggi. Mereka berdalih melakukan hal tersebut untuk memperoleh pendapatan lebih.

(21)

7 Kemitraan antara pelaku dapat dipengaruhi oleh tujuan masing–masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor–faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh pelaku kemitraan. Faktor–faktor kemitraan pasti akan mendapat penilaian berbeda, karena terkait dengan kemampuan kedua pelaku yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini akan menimbulkan masalah diantara CV TMF dengan peternak mitra. Hal ini mengindikasikan kemitraan yang telah dijalankan belum memberi manfaat sepenuhnya kepada kedua belah pihak.

Manfaat yang diinginkan sangat berkaitan sekali dengan harapan yang akan diperoleh kedua pihak. Keadaaan ini berhubungan dengan pendapatan peternak terhadap sistem kemitraan yang dijalankan. Permasalahan tersebut akan dapat mengakibatkan ketidakharmonisan antara peternak ayam dengan CV TMF. Terkait dengan hal tersebut, akan dikaji mengenai bagaimana kemitraan yang sedang dijalankan beperan dalam peningkatan pendapatan peternak.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan antara peternak mitra Cibinong dengan perusahaan CV TMF.

2. Menganalisis pendapatan peternak mitra Cibinong dengan CV TMF 3. Menganalisis peran kemitraan dalam pendapatan peternak mitra Cibinong

dengan CV TMF

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak–pihak yang berkepentingan, antara lain :

1. Perusahaan

Sebagai masukan atau bahan pertimbangan yang berguna bagi pihak manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan untuk memperbaiki kekurangan, dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan peternak.

(22)

8 2. Penulis

Penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisa permasalahan berdasarkan data dan fakta yang diperoleh dan disesuaikan dengan pengetahuan yang didapat selama kuliah.

3. Pihak lain

Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam melihat karakteristik dan tingkat pendapatan peternak pada skala tertentu serta dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian sebelumnya.

(23)

9 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Pada tahun 1960, galur murni ayam broiler telah diketahui. Istilah ayam ras atau ayam broiler muncul ketika pembangunan peternakan ayam ras bekembang pada tahun 1970–an. Ayam ras dikelola sebagai perusahaan yang bersifat industri. Namun, ayam broiler komersial seperti yang banyak beredar sekarang ini baru popular pada periode 1980–an. Semula, ayam yang dipotong adalah ayam petelur. Hal ini dikarenakan masyarakat luas masih banyak yang antipati terhadap ayam broiler karena telah terbiasa dengan ayam kampung.

Sehingga pada akhir periode 1980–an, pemerintah menggalakan konsumsi daging ayam. Kelebihan dan kekurangan antara ayam broiler dan ayam kampung di kemudian hari ternyata saling melengkapi dan tidak saling bersaing karena beberapa masakan khas daerah yang memerlukan pemasakan lama tetap membutuhkan ayam kampung yang mempunyai tekstur daging yang lebih liat. Sedangkan untuk makanan sehari–hari ayam broiler sudah menjadi menu rutin.

Diakui atau tidak, selera konsumen terhadap ayam sangat tinggi. Hal itu terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam pedaging yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan mempertimbangkan potensi itu, peternak perlu mengupayakan jalan keluar untuk meningkatkan populasi dan produktivitasnya.

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa–bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980–an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya dengan waktu lima sampai enam minggu ayam broiler sudah dapat dipanen. Dengan jangka waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

Sebenarnya istilah ayam broiler merupakan istilah asing yang menunjukan cara memasak ayam di negara–negara barat (Rasyaf, 2009). Sehingga sampai saat

(24)

10 ini Belum ada istilah yang tepat untuk mengantikannya, seperti halnya dengan kesulitan untuk mengganti istilah ayam kampung untuk salah satu jenis ayam buras (bukan ras). Oleh karena itu, yang popular ke seluruh pelosok hingga kepedesaaan sampai saat ini tetap istilah ayam broiler. Selain itu, berdasarkan dua kriteria utama, yaitu hasil produksi daging dan pertumbuhan yang cepat, maka dari semua jajaran bangsa ayam yang diseleksi, ternyata hanya ayam broiler yang memenuhi dua kriteria tersebut.

Berbagai ciri khas yang telah diuraikan sebelumnya, beternak usaha ayam broiler sangat diminati. Selain karena periode produksi dan panen yang relatif singkat serta kandungan gizi yang lengkap, usahanya pun dapat dilakukan dalam berbagai skala, baik skala besar maupun skala kecil.

2.2. Analisis Kemitraan

Kemitraan merupakan suatu konsep yang memadukan kelebihan yang dimiliki oleh masing–masing pelaku ekonomi. Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan menutupi kekurangan–kekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan penerapan etika bisnis yang kuat akan memperkuat pondasi kemitraan yang akan memudahkan pelaksanaan kemitraan itu sendri (Hafsah, 1999).

Romdhoni (2003) meneliti mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra perusahaan, peternak yang pernah bermitra dan peternak mandiri. Dari ketiga jenis peternak tersebut, diperoleh hasil bahwa peternak yang mendapatkan pendapatan paling tinggi adalah peternak yang pernah bermitra. Nilai rasio R/C yang didapatkan oleh peternak yang pernah bermitra, peternak mandiri dan peternak plasma berturut– turut 1,34 ; 1,27 dan 1,13. peternak yang pernah bermitra memiliki pengalaman yang cukup lama dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas serta posisi tawar yang kuat. Hal ini dikarenakan sewaktu bermitra dengan perusahaan kemitraan, peternak memperoleh pengalaman yang cukup baik dalam budidaya ternak, manajemen, maupun kondisi pemasaran unggas. Setelah lepas dari perusahaan kemitraan, keuntungan usaha dinikmati penuh oleh peternak.

(25)

11 Romdhoni juga melakukan analisis mengenai kepuasan peternak plasma terhadap PT. XYZ yang menjadi mitra usahanya. Penelitian yang dilakukan adalah terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budaya, dan pelayanan pasca panen. Dari ketiga hasil tersebut pelayanan yang dinilai kurang puas sebanyak 60,75 persen oleh responden adalah pelayanan sarana produksi. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak ada bantuan realisasi biaya operasional yang secara eksplisit tercantum pada kontrak. Kemudian peternak juga merasa tidak puas dengan kualitas pakan yang diberikan.

Penelitian yang dilakukan Surwanto (2004) menganalisis mengenai kemitraan, produksi dan pendapatan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karang Anyar dan Sukoharjo. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pola kemitraan yang dijalankan telah sesuai dengan kesepakatan. Perusahaan inti telah menjalankan kewajibannya dalam menyalurkan sarana produksi serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peternak plasma. Berdasarkan hasil analisis Cob Douglas, kemitraan dan peningkatan jumlah pakan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi. Sedangkan DOC, tenaga kerja, obat– obatan dan vaksin, penambahan peralatan dan perluasan kandang tidak memberikan pengaruh terhadap produksi ayam. Berdasarkan analisis rasio B/C (benefit/cost) terbukti bahwa kemitraan tidak mampu meningkatkan pendapatan peternak plasma, karena tidak terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra dan peternak mandiri.

Deshinta (2006) tentang dampak kemitraan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian ini dilakukan pada PT Sierad Produce di Kabupaten Sukabumi yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak ayam broiler, menggambarkan pola–pola kemitraan, mengevaluasi penerapan pola kemitraan dan dampaknya dari kemitraan tersebut terhadap peningkatan pendapatan. Karakteristik peternak yang bermitra sebagian besar berumur antara 25–45 tahun dan memiliki pengalaman berternak selama 6–15 tahun. Hubungan kemitraan antara peternak dan PT Sierad Produce menunjukan adanya kesenjangan diantaranya tidak ada sanksi dalam kontrak, jadwal panen yang sering mundur dari perjanjian, dan keterlambatan dalam pembayaran keuntungan.

(26)

12 Peternak mitra memperoleh kemitraan yang lebih besar, namun dari segi pendapatan bersih peternak mitra memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah biaya yang ditanggung peternak mitra cukup besar. Uji t dilakukan terhadap total pendapatan bersih diperoleh kesimpulan terima Ho, ini menunjukan bahwa antara pendapatan peternak mitra dan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan secara nyata, atau dapat disimpulkan bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak.

Ali yasin (2008) tentang evaluasi kemitraan dan pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani. Penelitian ini dilakukan di Pemuda Tani Indonesia. Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan (PTI) serta menganalisis pengaruh pelaksanaan kemitraan terhadap petani mitra. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, Importance Performance Analysis, analisis gap serta indeks kepuasan konsumen untuk mengetahui tingkat kepuasan petani, untuk pengaruh kemitraan terhadap pendapatan digunakan analisis usahatani dan R/C Ratio.

Kemitraan yang berjalan antara petani sayuran dan PTI sudah berjalan baik realisasi kontrak yang tidak sesuai yaitu kewajiban petani dalam membayar cicilan pinjaman biaya garap dan pembayaran bagi hasil sebesar 18,2 persen. Kredit macet terjadi karena kurangnya pendapatan petani yang disebabkan gagal panen. Berdasarkan analisis tingkat kesesuaian sebagian besar atribut kemitraan telah memuaskan petani, secara keseluruhan berdasarkan analisis indeks kepuasan konsumen, pelaksanaan kemitraan telah memuaskan dengan nilai indeks sebesar 72,4 persen. Berdasarkan analisis usahatani, kemitraan telah berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usahatani petani mitra, setelah bermitra rata– rata pendapatan petani meningkat dibandingkan sebelum bermitra.

Zaelani (2008) meneliti mengenai manfaat kemitraan bagi petani antara PT. Pupuk Kujang dengan kelompok tani sri mandiri di Karawang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola kemitraan yang dilakukan antara PT Pupuk Kujang dengan petani mitra, menganalisis manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra, dan mengidentifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra baik berupa input internal

(27)

13 maupun input eksternal. Dengan menganalisis pola hubungan kerjasama yang telah dilakukan PT Pupuk Kujang dan petani padi sawah sebagai mitra dengan persyaratan–persyaratan yang diberlakukan oleh PT Pupuk Kujang, maka dapat diidentifikasi bahwa pola kemitraan yang yang terjalin merupakan pola kemitraan (penyertaan) saham.

Hubungan kemitraan antara petani mitra dengan PT Pupuk Kujang dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan pada satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi. PT Pupuk Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra untuk menentukan harga produk dan memasarkan produk ke pasar.

Hasil analisis kuantitatif menggunakan Regresi Berganda dengan bantuan software SPSS 13, menunjukan bahwa variabel–variabel yang sangat kuat mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh rumah ke lahan, sumber informasi yang digunakan, ketersediaan modal kredit, dan proses manajemen kemitraan. Luas lahan petani mitra yang semakin besar akan menambah manfaat kemitraan bagi petani mitra. Jarak tempuh rumah petani mitra ke lahan sawah yang jauh akan mengurangi manfaat kemitraan terkait dengan biaya transport dan efisiensi waktu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang dengan petani mitra membawa beberapa manfaat. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk yang lebih baik dan mudah diterima pasar. Manfaat teknis yang didapatkan oleh petani mitra melalui pola kemitraan diantaranya mutu produk lebih baik dan meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk yang merupakan produk dari perusahaan mitra.

Berdasarkan hasil–hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpulkan bahwa penelitian menurut Deshinta, mendapatkan hasil dengan mengikuti kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Peternak yang berusaha mandiri lebih menguntungkan daripada peternak yang bermitra. Akan tetapi hasil penelitian Romdhoni, Zaelani dan Sarwanto menyatakan terdapat manfaat yang positif dari pelaksanaan kemitraan ini, antara lain peternak

(28)

14 yang bermitra mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu pengetahuan, resiko usaha lebih rendah, mendapatkan kepastian dalam memasarkan hasil penen, dan mendapatkan bimbingan serta penyuluhan dari pihak perusahaan.

Menurut Yasin berdasarkan analisis usahatani, kemitraan telah berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usahatani petani mitra, setelah bermitra rata–rata pendapatan petani meningkat dibandingkan sebelum bermitra. Sedangkan Zaelani menyatakan bahwa dengan kemitraan dapat membeikan manfaat ekonomi dan teknis bagi petani.

Beberapa hal yang menjadi persamaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah mendeskripsikan pelaksanaan kerjasama yang dilakukan antara pihak peternak dengan perusahaan inti dan menghitung tingkat pendapatan peternak. Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada lokasi penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbedaan lokasi usaha diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap pelaksanaan kemitraan karena berbeda topografi wilayah, berbeda sumberdaya manusia, budaya kerja dan berbeda pergerakan harga di pasar.

(29)

15 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan

Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia kemitraan berasal dua kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

Menurut Undang–Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, saling memerlukan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing–masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing–masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

3.1.2. Unsur–unsur Kemitraan

Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang

(30)

16 dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku kemitraan.

Berkaitan dengan kemitraan yang telah disebut diatas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :

1. Kerjasama Usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

2. Pembinaan dan Pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan di dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan a. Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya.

(31)

17 Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.

b. Prinsip Saling Memperkuat

Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing–masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing– masing pihak yang bermitra.

c. Prinsip Saling Menguntungkan

Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing–masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing– masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

(32)

18 3.1.3. Manfaat dan Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah konsep win–win solution partnership yang berarti kerjasama yang dilakukan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Arti saling menguntungkan disini bukan berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing–masing. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan dan bawahan melainkan sebagai adanya pembagian resiko dan kenuntungan yang proposional (Hafsah 1999).

Dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah a). Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, b). Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c). Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e). Memperluas kesempatan kerja, dan f). Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hasfah 1999):

1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar dengan model kemitraan akan dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapang sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini, peningkatan produktivitas dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Perusahaan dapat menghemat efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan tenaga kerja yang dimiliki petani. Sebaliknya

(33)

19 bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.

4. Resiko

Kemitraan dilakukan untuk mengurangi resiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.

3.1.4. Pola kemitraan

Direktorat pengembangan usaha, Departemen Pertanian (2002) memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu :

1. Pola Inti Plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah : a). Berperan sebagai plasma, b). Pengelola seluruh usaha bisnisnya sampai panen, c). Menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra. d). Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib : a). Berperan sebagai perusahaan inti, b). Menampung hasil produksi, c). Membeli hasil produksi, d). Memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra e). Memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan atau kredit, sarana produksi dan teknologi, f). Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduki kebutuhan perusahaan, dan g). Menyediakan lahan.

(34)

20 Gambar 1. Pola Kemitraan Inti–Plasma

Sumber : Sumardjo (2001)

Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal serta pemasaran hasil. Peternak bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan dan petunjuk yang diberikan oleh inti.

2. Pola Subkontrak

Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a). Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, b). Menyediakan tenaga kerja, dan c) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah : a). Menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b). Menyediakan bahan baku atau modal kerja, dan c). Melakukan kontrol kualitas produksi.

Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan didalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif. Pola kemitraan Subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Perusahaan inti

plasma plasma

plasma plasma

(35)

21

Memproduksi

Komponen Produksi

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak

Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)

3. Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumardjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hortikultur dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi, bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya. Pola hubungan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Sumber : Direktorat Pengambangan Usaha (2002)

Kelompok Mitra Kelompok Mitra Kelompok Mitra Kelompok Mitra Perusahaan Mitra Kelompok Mitra Konsumen /Industri Perusahaan Mitra Memasok Memasarkan Produksi Kelompok Mitra

(36)

22 4. Kerjasama Operasional

Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral Peternakan, 1996). Pola ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimiliknya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produk tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo, 2001). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Gambar 4. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Khusus

Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)

5. Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba)

Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganggan No.259/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan

Konsumen /Industri Konsumen /Industri Lahan Sarana Tenaga Biaya Modal Telnologi

(37)

23 atau menggunakan hak atas kekayaaan intelaktual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang–Undang No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merk dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurang–kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Kemitraan

Hak lisensi Merk Dagang Bantuan Manajemen Saluran Distribusi Gambar 5. Pola Kemitraan Waralaba

Sumber : Sumardjo, 2001

Gambar 5 menunjukan tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan bahwa pemilik waralaba menyerahkan lisensi, merk dagang, bantuan manajemen, dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Pemilik waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan lain–lain yang diserahkannya kepada penerima waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh pemilik serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo, 2001).

Penerima Waralaba Pemilik

(38)

24 6. Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa tersebut), seperti dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pola Kemitraan Keagenan

Sumber : Direktorat Pengembangan Usaha (2002)

3.1.5. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha

Tugas dan peranan pelaku kemitraan pengusaha besar adalah melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada usaha kecil berupa :

1. Memberikan pelayanan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengusaha kecil, seperti pelatihan, magang, keterampilan teknis produksi. 2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati bersama. 3. Bertindak sebagai penyandang dana dan penjamin kredit.

4. Menyediakan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama.

5. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakan.

6. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

7. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

Kemudian dalam hal melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan :

1. Bersama–sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

Kelompok

Mitra Perusahaan Mitra

Konsumen /Industri Pemberian Hak Khusus

(39)

25 2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan

dengan pengusaha mitranya.

3. Melaksanakan kerjasama antara sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya.

4. Mengembangkan profesionalinisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

Peranan pembina bukan hanya peran dari pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur–unsur lembaga non pemerintah atau LSM maupun lembaga lain. Peranan pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak–pihak yang bermitra.

3.1.6. Analisis Usahatani

Peternak maupun petani sebagai pelaku usahatani mengharapkan produksi yang lebih besar agar memperoleh pendapatan yang maksimum. Untuk itu, peternak menggunakan tenaga, modal, dan sarana produksinya sebagai alat untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ada kalanya produksi yang diperoleh justru lebih kecil dan sebaliknya tidak dipungkiri produksi yang diperoleh justru lebih besar.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat–alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelangsungan usahanya.

Ukuran dari keberhasilan suatu usahatani tidak lepas dari besar kecilnya penerimaan usahatani dalam per satu kali poduksi panen yang diperoleh seorang petani. Menurut Soekartawi dkk (1986), penerimaan usahatani adalah nilai produk tunai usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan untuk bibit dalam usahatani, digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku.

(40)

26 Pengeluaran usahatani secara umum meliputi pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Terdapat pula pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan dalam perhitungannya, hal ini akan berkaitan dengan kegiatan produksi pada waktu saat dan produksi yang akan datang.

Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang akan dibayarkan untuk membelikan barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai maupun kredit. Sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan ke dalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja peternak jika modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

Adapun pengeluaran tidak tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang besar dan kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh sedangkan pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran atau biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh jumlahnya banyak atau sedikit, sehingga biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga peternak.

Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi, 1986).

Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan

(41)

27 sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga peternak akibat dari penggunaan faktor–faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan biaya penyusutan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perkembangan usaha peternakan ayam broiler di Jawa Barat mengalami peningkatan. Di sejumlah daerah seperti Bogor, pertumbuhan industri peternakan ayam berkembang pesat seiring dengan bertambahnya permintaan kebutuhan daging setiap tahunnya. Namun industri peternakan rakyat mandiri menghadapi beberapa kendala. Ketidakmampuan peternak kecil untuk mengembangkan usaha berasal dari berbagai faktor. Faktor–faktor utama yang menjadi kendala adalah keterbatasan modal, teknologi, dan pemasaran.

Keterbatasan inilah yang membuat peternakan rakyat mengalami kesulitan untuk menjalankan usahanya secara mandiri, dan pada akhirnya akan mengurangi pendapatan yang diperoleh peternak. Berawal dari berbagai kendala ini maka peternak mandiri perlu menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan menunjang dengan perusahaan inti dalam bentuk kemitraan.

Kerjasama antara pelaku kemitraan yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki lahan, tenaga kerja dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal. Melalui kemitraan diharapkan produksi lebih meningkat, resiko relatif kecil dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan kemitraan antara

(42)

28 peternak dan perusahaan perlu di analisis dan di evaluasi untuk mengetahui apakah kemitraan yang dilaksanakan telah memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua belah pihak yang bermitra terutama peternak plasma sesuai dengan tujuan penelitian.

Masalah–masalah yang menghambat jalannya kemitraan sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan. Hambatan dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal. Faktor eksternal, misalnya kurang adanya dukungan pemerintah dan lembaga–lembaga keuangan sedangkan faktor internal berasal dari kedua pelaku yang terlibat. Faktor internal diduga berkaitan langsung dengan manfaat yang diperoleh peternak berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.

Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani serta analisis imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R/C), serta uji statistik uji–t. analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang terjadi sebenarnya diantara CV Tunas Mekar Farm dengan peternak mitra di kelompok ternak mitra Cibinong dan juga menggambarkan karakteristik peternak mitra. Analisis pendapatan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra pada saat bekerja sama dengan CV TMF dan peternak non mitra yang ada di daerah Cibinong. Uji–t digunakan untuk mengukur seberapa besar peranan kemitraan dalam perbedaan pendapatan antara peternak mitra dan peternak non mitra. Adanya kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan juga masukan bagi perbaikan kinerja perusahaan dan juga pelaksanaan kemitraan CV TMF dengan peternak mitra di Cibinong. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 7.

(43)

29 Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional

Analisis Deskriptif 1.Analisis Usahatani 2.R/C Ratio Tunai 3.R/C Ratio Total 4.Uji–t

Pendapatan Peternak Pelaksanaan kemitraan oleh CV Tunas Mekar Farm membantu menanggulangi permasalahan permodalan, teknologi, sarana produksi

ternak, dan memenuhi jaminan pasar bagi peternak

Konsep Kemitraan

Pengaruh kemitraan CV Tunas Mekar Farm terhadap pendapatan kelompok peternak mitra Cibinong,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Peternak :

1. Modal Kurang 2. Teknologi Sederhana 3. Info Pasar Terbatas

Lembaga Kemitraan (CV TMF) : 1. Modal Besar

2. Teknologi Modern 3. Jaminan Pasar

(44)

30 IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa CV TMF adalah salah satu lembaga kemitraan yang berkembang pesat di Bogor. Sedangkan Kecamatan Cibinong merupakan salah satu daerah yang potensial untuk mengembangkan peternakan ayam broiler. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data produksi, sedangkan data mengenai pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen yang diperlukan dalam analisa diperoleh dari wawancara langsung dengan peternak ayam broiler. Perolehan data dan informasi juga diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap keadaaan usaha ternak ayam broiler. Peternak juga dipandu dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya agar dapat mempermudah peternak dalam pengisian kuisioner tersebut. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi– instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian antara lain badan pusat statistik serta instansi terkait lainya seperti kantor kecamatan dan kantor desa. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari literatur atau perpustakaan yang relevan seperti laporan penelitian sebelumnya, buku dan media elektronik yaitu internet.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus. Pengumpulan data dari responden dilakukan melalui teknik wawancara. Responden yang dipilih adalah responden dari peternak yang menjadi anggota kelompok ternak yang bermitra dengan CV TMF dan peternak non mitra sebagai pembanding

Seluruh peternak mitra dan peternak non mitra yang menjadi responden berada dalam suatu wilayah yang sama, bertempat tinggal di Cibinong, Bogor dan

(45)

31 bersedia diwawancarai. Jumlah seluruh responden peternak dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Peternak mitra dan non mitra masing–masing berjumlah 20 orang.

Kriteria responden yang dipilih adalah peternak yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm, berlokasi pada satu kelurahan yang sama. Setelah responden dipilih dan ditentukan, maka selanjutnya dilakukan wawancara yang lebih mendalam. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara berstruktur, yaitu teknik pengumpulan data melalui pertanyaan–pertanyaan berdasarkan panduan kuisioner.

Paket kuisioner yang digunakan untuk keperluan wawancara terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan pertanyaaan–pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden. Bagian kedua merupakan pertanyaan– pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kemitraan. Kemudian bagian ketiga dari kuisioner berhubungan mengenai faktor–faktor produksi yang digunakan oleh peternak dalam menjalankan usaha ternak ayam broiler dalam satu kali periode usahatani. Pertanyaan–pertanyaan yang dimuat dalam kuisioner merupakan kombinasi antara pertanyaan terbuka dan tertutup, dimana pertanyaan dibuat selain memberikan alternatif jawaban kepada responden untuk memilih jawaban yang tersedia, juga memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Informasi data primer yang dibutuhkan melalui kuisioner meliputi atribut–atribut seperti pada Tabel 5.

Gambar

Tabel 1.   Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan  Usaha (Miliar Rupiah)
Tabel 2.  Populasi Ternak (ekor) di Bogor 2006–2008
Tabel 4.   Jumlah Perusahaan Peternakan Ayam Broiler Menurut Badan Hukum   di Indonesia
Gambar 2.  Pola Kemitraan Subkontrak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses penyisipan pesan dengan metode Dynamic Parity Bit Steganografi membutuhkan empat buah data input , yaitu cover image berupa citra bitmap yang diproses

Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang

Aceh

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien dengan halusinasi dilakukan pada tanggal 2 April 2012, adapun hasil evaluasi

mengetahuibentukinterferensileksikaldan factor penyebabterjadinyapadawacana Koransolo pos. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif. Objek penelitian ini

Produk bubuk bandeng memiliki kelemahan yaitu higroskopis, daya alir buruk dan mudah mengempal sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan granulasi pada

aaaaaHarrisson (1960) menyarankan sembilan langkah penting dalam merawat bayi orangutan di penangkaran eksitu: 1) jauh dari tanah; 2) mampu meraih dan menggapai