• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Ekosistem Danau

Danau merupakan perairan yang terbentuk alami yang berupa basin yang sangat besar (Nusantari, 2010). Menurut (Sihotang dan Efawani., 2007) danau merupakan cekungan yang menampung air, terbentuk secara alami yang disebabkan oleh daya tektonik, vulkanik atau glacial dan luasnya kisaran beberapa meter persegi sampai ratusan meter persegi. Peneliatian (Barus, 2004) mengatakan bahwa jika airnya dalam, dengan tepi yang umumnya curam, airnya bersifat jernih dan tanaman air terbatas pinggiran saja. Danau merupakan suatu area yang luas yang terdapat air yang relatif tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Jorgensen dan Vollenweider, 1989). Sedangkan menurut (Ruttner, 1997) danau adalah badan air alami yang terendam sepanjang tahun dan memiliki kualitas air yang baik dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologis yang tinggi.

Menurut (Odum, 1994) jenis danau dapat ditentukan berdasarkan 3 kategori sebagai berikut :

1. Danau oligotrofik-eutrofik, yaitu klasifikasi danau menurut produktivitas primernya. Danau oligotrofik adalah danau dengan kadar hara yang rendah, sedangkan danau eutrofik merupakan danau dengan kadar hara lebih tinggi 2. Danau khusus, termasuk danau kurang gizi dengan kandungan asam humat

tinggi, dalam dan danau tua dengan binatang unik; danau alkali gurun; danau vulkanik berlapis kimiawi; dan danau polaritas.

3. Danau yang dibangun secara artifisial atau dibangun secara artifisial dibuat oleh karena itu manusia jenis ini bergantung pada daerah dan pengairan alam.

Menurut (Clapham, 1983) membagi ekosistem air danau menjadi dua wilayah hidup adalah:

1. Zona tengah atas (perairan terbuka) merupakan daerah dengan dasar tanaman dengan akar yang dalam seperti itu tidak dapat bertahan hidup di daerah ini.

(2)

2. Coastal zone (tepi danau), area dimana matahari bisa bersinar menembus ke bawah.

Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I (KNDI I) Tahun 2009 telah menghasilkan “Perjanjian Bali” ditandatangani oleh sembilan (9) Menteri terkait yaitu Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Menteri Negara Riset dan Teknologi. Kesepakatan diumumkan karena prihatin tentang keadaan ekosistem danau Indonesia semakin terancam karena kehancuran dan pencemaran lingkungan di daerah tangkapan air (DTA) ke danau. Oleh karena itu, arah kebijakan penyelamatan danau pada periode 2010 hingga 2014 mengutamakan 15 danau di Indonesia yaitu: Danau Toba, Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Kerinci, Danau Tondano, Danau Limboto, Danau Poso, Danau Tempe, Danau Matano, Danau Mahakam (Semayang, Jempang, Melintang), Danau Sentarum, Danau Sentani, Rawa Danau, Danau Batur, dan Danau Rawa Pening. Penyelamatan danau dilakukan untuk memulihkan, memelihara, dan mempertahankan fungsi danau berdasarkan prinsip ekologi dan keseimbangan kekuasaan dukung lingkungannya melalui 7 program, yaitu: (1) Pengelolaan ekosistem danau, (2) Pemanfaatan sumber daya air danau (3) Pengembangan pemantauan, evaluasi dan sistem Informasi danau, (4) Merumuskan langkah-langkah adaptasi dan Danau yang mengurangi perubahan iklim, (5) Pembangunan kemampuan, organisasi dan koordinasi, (6) Peningkatan peran (Suwanto dkk., 2011).

Danau Singkarak berada di provinsi Sumatera Barat yang terletak di antara Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak terletak di 100o 26′ 15" – 100 o 35′ 55" BT dan 00 31′ 46" – 00 42′ 20" LS. Danau Singkarak

merupakan danau terbesar kedua setelah Danau Toba di pulau Sumatera. Danau ini dikelilingi oleh 13 desa yaitu: Kakan, Tikarak, Sinkara, Sumani, Saninbaka, Muaro Pingay, Peningahan, Gurak Maralo, Padang Lavakh, Sudan Selatan, Tigo Cholang, Batutaba dan Simawong. Secara administratif, 40% luas Danau Singkarak berada di Kabupaten Solok, dan 60% luasnya berada di Kabupaten Tanah Datar. Danau ini terletak di pinggir jalan raya Trans Sumatera jalur Solok-Bukitinggi yang

(3)

membentang hampir setengah jalan di sepanjang danau. Danau Singkarak merupakan danau vulkanis yang memiliki potensi sumber daya alam dan budaya yang cukup besar. Salah satu potensi wisata yang paling khas adalah tour de

Singkarak dan biota endemik ikan bilih (Mystacoleucus padangendis). Tetapi

beberapa tahun ini kondisi lingkungan Danau Singkarak menghadapi tantangan yang cukup besar, diantaranya akibat besarnya potensi pembuangan limbah, kualitas air menurun. Selain itu, masih luasnya lahan kritis di Daerah Tangkapan Air Danau dan pemanfaatan sempadan danau yang melanggar peraturan perundang- undangan juga mengancam kelestarian perlindungan danau (KLHK, 2014).

Sungai, danau, waduk dan badan air tawar lainnya merupakan sumber air tawar dan memainkan peran yang sangat penting yaitu kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dari sektor perikanan, sungai, danau, waduk dan badan air tawar lainnya merupakan salah satu wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia seperti yang dijelaskan (Kartamihardja, Purnomo and Umar, 2009) adalah sebagai sumber protein dan ketahanan pangan, sumber ekonomi masyarakat, sumber lapangan pekerjaan, sumber daya genetik dan plasma nutfah, sumber devisa dan pendapatan asli kawasan dan objek wisata alam (ekowisata). Fungsi dan manfaat lingkungan Danau Singkarak (ekosistem danau dan ekosistem batas danau) adalah sebagai berikut menurut (KLHK, 2014):

1. Sumber potensial plasma nutfah yang merupakan penyumbang materi genetik. 2. Tempat dimana berlangsungnya siklus hidup jenis tumbuhan dan hewan. 3. Sumber air langsung tersedia untuk masyarakat sekitar (rumah tangga, industri,

pertanian dan perikanan).

4. Menyimpan kelebihan air dari air hujan, limpasan permukaan, sungai atau sumber air tanah.

5. Menjaga iklim mikro karena akan mempengaruhi kelembaban lokal dan tingkat curah hujan.

6. Sebagai alat transportasi untuk memindahkan hasil pertanian dari satu tempat ke tempat lain.

7. Sebagai penghasil listrik PLTA Singkarak yang kapasitas pembangkit 175 MW.

(4)

8. Sebagai obyek hiburan dan pariwisata.

9. Danau Singkarak juga dijadikan sebagai objek wisata untuk olahraga. Daerah danau ini menjadi tuan rumah berbagai event domestik dan internasional, seperti event rutin tahunan yaitu balap sepeda, yang populer yaitu Tour of

Singkarak.

II.2. Iklim

Pemanasan global dan efek yang menyertainya, yaitu perubahan iklim, telah muncul di hadapan kita. Menurut data yang dikeluarkan oleh Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada tahun 2007, bukti nyata telah ditemukan dalam skala global dan lokal. Hasil dari berbagai penemuan tersebut menjadi dasar perumusan strategi dan skenario perubahan iklim serta dampaknya pada skala lokal dan nasional di berbagai negara dan wilayah (IPPC , 2007). Iklim adalah karakteristik cuaca di suatu wilayah. Kurun waktu yang digunakan untuk menentukan rata-rata iklim 30 tahun. Iklim suatu tempat dipengaruhi oleh garis lintang, kemiringan lereng, ketinggian, jarak dari air, dan kondisi arus laut. Setiap daerah memiliki iklim yang berbeda. Jenis iklim di setiap wilayah sangat dipengaruhi oleh garis lintang. Ciri-ciri model iklim global dipelajari melalui klimatologi. Iklim juga didasarkan pada karakteristik cuaca yang memperhitungkan presipitasi, suhu, angin atau kondisi penguapan (Aldrian, 2011). Dimana presipitasi adalah peristiwa jatuhnya titik titik air dari atmosfer ke permukaan bumi, baik berbentuk titik air maupun kristal salju. Menurut garis lintang, iklim di permukaan bumi dapat dibedakan menjadi iklim kutub, iklim sedang, iklim subtropis, iklim tropis, dan iklim khatulistiwa (Dodo dan Kadarsah, 2013). Juga dimungkinkan untuk membedakan iklim berdasarkan kondisi regional, yaitu iklim kontinental, iklim laut, iklim tundra, dan iklim pegunungan. Kondisi iklim terutama dikendalikan oleh atmosfer yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jenis faktor lingkungan yang mempengaruhi atmosfer yaitu bentuk bumi, tutupan bumi, dan posisi pencampuran udara di atmosfer. Atmosfer mempengaruhi cuaca, yang pada akhirnya membentuk iklim (Sucahyono dan Ribudiyanto, 2013).

(5)

Perubahan iklim adalah perubahan keadaan atmosfir bumi, termasuk temperatur dan distribusi curah hujan yang berdampak luas pada berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan iklim adalah perubahan kondisi fisik atmosfer bumi (termasuk distribusi suhu dan curah hujan) yang berdampak luas pada semua sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001). Sintesis peristiwa cuaca dalam periode waktu yang lama, cukup statis untuk menampilkan nilai statis yang berbeda setiap saat. Di banyak daerah di Indonesia, gejala perubahan iklim semakin terlihat jelas, terutama pada musim kemarau dan hujan. Pada musim kemarau yang semakin panjang dari tahun ke tahun, dan pada musim hujan intensitasnya semakin tinggi dan intensitasnya semakin pendek, serta menyimpang dari waktu biasanya (Naylor dkk., 2007).

Tipe iklim Danaun Singkarak diklasifikasikan sebagai kategori B (basah), dan wilayah tersebut termasuk dalam tipe iklim Afa dan Ama. Iklim tipe Afa dicirikan oleh musim hujan tropis, dan suhu normalnya lebih tinggi dari 22oC, untuk tipe iklim Ama bercirikan iklim basah sedang bahkan pada musim kemarau, terlalu banyak air di dalam tanah pada saat hujan musim. Jumlah hari hujan di wilayah sekitar Danau Singkarak berkisar 144-288 hari/tahun, dengan intensitas hujan antara 1632-3063 mm/tahun atau 82-252 mm/bulan. Musim kemarau di kawasan sekitar Danau Singkarak hanya sekitar dua bulan, yaitu bulan Juni hingga Juli (bulan dengan curah hujan bulanan kurang dari 100 mm). Suhu rata-rata di sekitar Danau Singkarak adalah 26-27oC, kisaran suhu air danau 25-27oC, dan kelembaban relatif rata-rata 80,7 (KLHK, 2014).

II.3. Penginderaan Jauh

Menurut (Lillesand dan Kiefer, 1994) penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperoleh informasi tentang objek, area atau gejala dengan menganalisis data yang menggunakan alat yang tidak bersentuhan langsung dengan objek, area atau fenomena yang diteliti Gambar II.1. Penginderaan jauh adalah penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi, yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi berguna (Curran, 1985). Penginderaan jauh meliputi pengukuran dan perekaman energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi dan atmosfer di lokasi tertentu di permukaan bumi (Mather, 1987). Penginderaan

(6)

jauh membuat kita lebih mudah memahami atau mengamati sesuatu dalam pengolahan citra. Dengan penginderaan jauh, kita bisa menggambar peta area yang luas dalam waktu singkat, namun terkadang akurasi pemetaan detail tidak selalu baik karena itu tergantung resolusi citra yang digunakan (Suwargana, 2008).

Gambar II.1. Penginderaan Jauh dan Aplikasinya

Sumber energi dari penginderaan jauh dibagi menjadi dua kategori yaitu sistem aktif dan sistem pasif. Sistem penginderaan jauh aktif adalah sistem penginderaan jauh yang menggunakan energi dari sebuah sensor, sedangkan sistem penginderaan jauh pasif adalah metode penginderaan jauh yang menggunakan energi dari suatu obyek atau benda (Avery, 1985). Penggunaan teknologi penginderaan jauh semakin luas di berbagai bidang penelitian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian, teknik, industri, perkotaan, cuaca, laut, penelitian bencana alam, pertambangan, lingkungan dan lainnya. Peningkatan penggunaan teknologi ini sebagian disebabkan oleh (Yohannes, 2012):

1. Cakupan citra penginderaan jauh relatif luas dan bentuk serta posisi objek hampir sama dengan keadaan sebenarnya, dan data record dapat digunakan sebagai file dokumentasi.

2. Ciri-ciri objek yang tak kasat mata dapat dideteksi melalui citra inframerah termal, seperti perbedaan panas akibat kebocoran pipa.

3. Mampu memperoleh data daerah yang sulit dijangkau secara terestris.

4. Lebih banyak dan resolusi yang lebih tinggi dari informasi multispektral, multisensor, dan multitemporal.

(7)

Resolusi Spasial dipengaruhi oleh piksel gambar, cocok untuk tampilan dua objek yang berdekatan secara terpisah. Setiap piksel mewakili informasi suatu citra, sehingga akan menampilkan lebih banyak piksel dan piksel yang lebih kecil akan menampilkan semakin baik detailnya, semakin besar matriks pikselnya maka resolusi spasialnya lebih baik. Kisaran terbaik untuk menghasilkan citra dalam diagnostik pencitraan digital adalah resolusi 2,5-5,0 mm. Tingkat resolusi terbagi menjadi tiga menurut (Suwargana, 2013) yaitu:

1. Resolusi spasial tinggi, berkisar antara 0,6 hingga 4 meter. 2. Resolusi spasial menengah, berkisar antara 4 sampai 30 meter. 3. Resolusi spasial rendah, berkisar antara 30-1.000 meter.

Gambar II.2. Resolusi

Sumber: (Brunn, L dan J. W. Harrington Jr, 2004)

Gambar II.2. menunjukkan bahwa semakin kecil resolusinya, gambar tersebut hasilnya semakin baik. Semakin rinci penelitiannya, semakin tinggi hasilnya resolusi spasial diperlukan. Menurut (Humboldt, 2019) resolusi radiometrik seberapa halus sebuah satelit membagi cahaya yang diterimanya di setiap pita dan biasanya diwakili oleh jumlah bit per band. Semakin besar resolusi radiometrik maka semakin besar rentang intensitas radiasi sensor dapat membedakan dan merekam. Resolusi temporal mewakili waktu antara dua kumpulan data yang berbeda di suatu area. Ketika sensor dipasang pada satelit, biasanya satelit memiliki waktu kembali yang telah ditentukan waktu kembali pesawat atau sistem UAV bervariasi. Waktu kembali satelit tergantung pada karakteristik orbit (orbit rendah vs tinggi), kemampuan lebar ubin dan orientasi sensor.

(8)

II.4. Citra Satelit

Data Citra Satelit adalah hasil penginderaan jauh oleh satelit melalui pengukuran energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh benda di permukaan bumi. Citra satelit tidak memiliki kontak fisik langsung dengan objek atau fenomena yang akan dipelajari dalam pengukuran. Respon radiasi setiap spektrum gelombang elektromagnetik berasosiasi dengan karakteristik material objek. Respon setiap spektrum gelombang elektromagnetik dikumpulkan dalam bentuk rekaman citra multispektral. Data ini sebagai informasi referensi untuk semua aspek eksplorasi contohnya eksplorasi awal panas bumi. Untuk mendapatkan data ini, bisa didapat secara gratis di situs USGS (United States

Geological Survey) (Purwanto, M.S., Bashril, A.A., Harto M.F.D. dan

Syahwirawan, 2017). Citra satelit adalah gambar permukaan bumi yang direkam oleh sensor/ kamera pada satelit penginderaan jauh yang mengelilingi bumi dalam bentuk gambar digital. Penggunaan citra satelit kini sangat meluas ruang lingkup, terutama pada masalah yang berhubungan dengan ruang spasial permukaan bumi, mulai dari bidang Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, kependudukan, transportasi sampai pada bidang pertahanan (militer). Di Indonesia telah menerapkan teknologi penginderaan jauh masih banyak digunakan untuk menginventarisasi sumber potensial sumber daya alam dan lingkungan, tetapi intensitasnya masih sedikit dan tidak merata (Munandar, 2017).

Karakter utama citra penginderaan jauh adalah adanya band Ini dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari. Area panjang gelombang elektromagnetik tampak reflektif, inframerah, pankromatik dan termal dipantulkan dari material di permukaan bumi. Setiap bahan atau benda memiliki reflektifitas yang berbeda terhadap sinar matahari, begitu pula materialnya nilai masing-masing band panjang gelombang berbeda elektromagnetik (Suwargana, 2013). Satelit mempunyai fungsi dan jumlah band yang berbeda-beda. Satelit Landsat 5 diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tanggal 1 Maret 1984 sampai dengan tanggal 26 Desember 2012 memiliki 7 band yang dapat dilihat pada Tabel II.1.

(9)

Tabel II.1. Band Landsat 5 Band Panjang Gelombang (mikrometer) Resolusi Spasial (meter) Nama Spektrum 1 0,45 – 0,52 μm 30 m Biru 2 0,52 – 0,60 μm 30 m Hijau 3 0,63 – 0,69 μm 30 m Merah 4 0,76 – 0,90 μm 30 m Near-IR 5 1,55 – 1,75 μm 30 m Mid-IR 6 10,40 – 12,50 μm 30 m Thermal-IR 7 2,08 – 2,35 μm 30 m SWIR

Sumber : (NASA (National Aeronautics and Space Administration), 2019) Sedangkan satelit Landsat 7 (ETM+) diluncurkan pada 15 Desember 1999, Meski sudah rusak sejak Mei 2003, masih bisa beroperasi hingga saat ini ada 8 band yang dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2. Band Landsat 7

Band Panjang Gelombang (mikrometer) Resolusi Spasial (meter) Nama Spektrum 1 0,45 – 0,52 μm 30 m Biru 2 0,52 – 0,60 μm 30 m Hijau 3 0,63 – 0,69 μm 30 m Merah 4 0,76 – 0,90 μm 30 m Near-IR 5 1,55 – 1,75 μm 30 m Mid-IR 6 10,40 – 12,50 μm 30 m Thermal-IR 7 2,08 – 2,35 μm 30 m SWIR 8 0,52 – 0,90 μm 15 m Pankromatik

Sumber : (NASA (National Aeronautics and Space Administration), 2019) Satelit Landsat 8 LDCM (Landsat Data Continuity Mission), satelit terbaru yang diluncurkan di Amerika Serikat pada 11 Februari 2013 hingga saat ini masih beroperasi. Landsat 8 dirancang untuk mengorbit pada ketinggian yang dekat dengan lingkaran sinkron matahari 705 kilometer, inkinasi 98.2°, periode 99 menit, resolusi temporal 16 hari, waktu melintas khatulistiwa nominal pada pukul 10.00 sampai 10.15 (‘United State Geological Survey,’ USA, 2011), dengan 11 band yang dapat di lihat pada Tabel II.3.

(10)

Tabel II.3. Band Landsat 8 Band Panjang Gelombang (mikrometer) Resolusi Spasial

(meter) Nama Spektrum

Operational Land Imager (OLI)

1 0,43 – 0,45 μm 30 m Coastal aerosol 2 0,45 – 0,51 μm 30 m Biru 3 0,53 – 0,59 μm 30 m Hijau 4 0,64 – 0,67 μm 30 m Merah 5 0,85 – 0,88 μm 30 m Near-IR 6 1,57 – 1,65 μm 30 m SWIR 1 7 2,11 – 2,29 μm 30 m SWIR 2 8 0,50 – 0,68 μm 30 m Pankromatik 9 1,36 – 1,38 μm 15 m Cirrus

Thermal Infrared Sensor (TIRS)

10 10,60 – 11,19 μm 100 m TIR-1

11 11,50 – 12,51 μm 100 m TIR-2

Sumber : (NASA (National Aeronautics and Space Administration), 2019) Pada dasarnya satelit Landsat 5, Landsat 7 dan Landsat 8 semuanya memiliki band-band yang memiliki fungsi yang sama, hanya saja untuk membedakan setiap Landsat yang mengorbit atau perbarui dengan menambahkan band baru Dengan cara ini, satelit Landsat dapat dimanfaatkan secara maksimal. Landsat memiliki waktu pengembalian sekitar 16 hari (Humboldt, 2019).

II.5. Algoritma Untuk Mengidentifikasi Badan Air

Permukaan badan air diekstraksi menggunakan algoritma aturan deteksi air yang melibatkan tiga indeks penginderaan jauh yaitu NDVI, mNDWI dan EVI.

II.5.1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Indeks vegetasi yang paling umum digunakan adalah Normalized Difference

Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan indeks ‘kehijauan’ vegetasi atau

aktifitas fotosintesis vegetasi. NDVI dapat menunjukkan parameter yang berhubungan dengan parameter vegetasi, antara lain, biomasa dedaunan hijau, daerah dedaunan hijau yang merupakan nilai yang dapat diperkirakan untuk pembagian vegetasi. Nilai indeks vegetasi ini didasarkan pada perbedaan antara penyerapan maksimum radiasi di band merah (red) sebagai hasil dari pigmen

(11)

klorofil dan reflektansi maksimum di band spektral infra merah dekat (near infra

red/NIR) sebagai akibat dari struktur selular daun. (TM dan Kiefer, 1997).

Algoritma yang digunakan untuk mengamati keadaan vegetasi adalah

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Persamaan nilai NDVI yaitu :

NDVI =(NIR−Red)

(NIR+Red)...(1)

Keterangan:

NIR = Nilai reflektan band near infrared Red = Nilai reflektan band red

NDVI menggunakan fenomena fisik dari pantulan gelombang cahaya daun. Nilai hijau vegetasi berupa skala berkisar antara -1 hingga 1. Nilai negatif mewakili objek air atau lahan basah, dan nilai positif mewakili obyek vegetasi. Prinsip rumus ini adalah radiasi panjang gelombang merah akan diserap oleh zat hijau (klorofil) sehingga direfleksinya rendah, struktur daun sangat memantulkan radiasi dari gelombang inframerah dekat (Jr, 1973). Klasifikasi NDVI dapat dilihat pada Tabel II.4.

Tabel II.4. Klasifikasi NDVI

Kelas Nilai NDVI Tingkat Kerapatan 1 (-1) – (-0.03) Lahan Tidak Bervegetasi 2 (-0.03) – 0.15 Kerapatan Sangat Rendah

3 0.15 – 0.25 Kerapatan Rendah

4 0.25 – 0.35 Kerapatan Sedang

5 0.35 - 1 Kerapatan Tinggi

Sumber : (TM dan Kiefer, 1997)

II.5.2. Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI)

Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) dapat meningkatkan

fitur perairan terbuka sambil menekan secara efektif dan bahkan menghilangkan kebisingan darat, vegetasi dan tanah. Informasi air yang disempurnakan dengan menggunakan NDWI biasanya dicampur dengan kebisingan darat bangunan dan area air yang diekstraksi terlalu tinggi. Oleh karena itu, MNDWI lebih sesuai untuk meningkatkan dan mengekstraksi informasi air yang digunakan di perairan yang didominasi oleh daerahdaerah lahan permukiman karena manfaatnya dalam mengurangi dan bahkan menghilangkan kebisingan permukiman di atas NDWI.

(12)

MNDWI adalah bentuk modifikasi dari NDWI. Perhitungan MNDWI akan ada tiga hasil yaitu nilai positif air lebih besar dari nilai positif pada NDWI, karena penyerapan cahaya SWIR lebih banyak dibandingkan dengan cahaya NIR, dan lahan permukiman memiliki nilai negatif dan tanah serta vegetasi akan memiliki nilai negatif karena tanah mencerminkan cahaya SWIR lebih dari cahaya NIR (Jensen, no date) dan cahaya SWIR yang dipantulkan oleh vegetasi masih lebih kuat dari pada lampu hijau. Hasilnya, dibandingkan dengan NDWI, ada perbedaan kontras antara air dan lahan permukiman pada MNDWI akan sangat diperbesar karena meningkatnya nilai fitur air dan penurunan nilai lahan permukiman dari positif menjadi negatif. Rumus MNDWI dapat dilihat pada persamaan 2.

mNDWI =(Green−SWIR)

(Green+SWIR)...(2)

Keterangan:

GREEN = Nilai reflektans band hijau (Band 3) SWIR sa= Inframerah gelombang pendek (Band 6)

II.5.3. Enchanced Vegetation Index (EVI)

Enhanced Vegetation Index (EVI) adalah mengoptimalkan vegetasi indeks dibuat untuk meningkatkan sinyal vegetasi dengan meningkatkan sensitivitas di area dengan biomassa tinggi dan meningkatkan pemantauan vegetasi dengan memisahkan kanopi sinyal latar belakang dan mengurangi efek atmosfer. Rumus perhitungan EVI adalah sebagai berikut:

EVI = G (NIR−RED)

(NIR+C1 x RED−C2 x Blue+L)...(3)

Dimana NIR / RED /Blue adalah reflektansi permukaan atmosfer yang dikoreksi atau sebagian terkoreksi (Rayleigh dan penyerapan ozon). EVI mirip dengan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan dapat digunakan untuk mengukur kehijauan vegetasi. Namun, EVI dapat mengoreksi kondisi atmosfer tertentu dan kebisingan latar belakang kanopi dan lebih sensitif di area dengan vegetasi yang padat. Penyempurnaan ini memungkinkan penghitungan indeks sebagai rasio antara nilai R dan NIR, sekaligus mengurangi kebisingan latar belakang, kebisingan atmosfer, dan saturasi dalam banyak kasus (USGS, 2016).

(13)

II.6. Produk Data CHIRPS

Climate Hazards Group InfraRed Precipitation (CHIRPS) adalah data curah

hujan yang menggabungkan data stasiun hujan dengan citra satelit, dengan resolusi 0,05 ° atau sekitar 5,5 km x 5,5 km, mencakup hampir seluruh daratan bumi (50oS – 50ON) dan tersedia dalam skala waktu harian, 5 harian, dan bulanan dari tahun

1981 sampai saat ini untuk memperkirakan nilai curah hujan yang berkelanjutan di suatu wilayah dan untuk analisis tren kekeringan. Keunggulan lain dari data CHIRPS adalah dapat menyajikan curah hujan harian maupun bulanan, produk CHIRPS tersedia dalam format gridding (Funk dkk., 2015b). Hasil validasi data curah hujan CHIRPS terhadap data hujan pengamatan stasiun curah hujan menunjukan bahwa CHIRPS memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan produk data curah hujan yang sejenis (Dinku dkk., 2018; Gebrechorkos, Hülsmann dan Bernhofer, 2018)). Perbedaan terbesar antara data curah hujan CHIRPS dan data curah hujan lainnya adalah CHIRPS memiliki resolusi tinggi 0,05˚, sedangkan dataset global lain umumnya memiliki resolusi 0,5˚ atau lebih rendah dari 0,5˚ (Tapiador dkk., 2012).

Data CHIRPS merupakan salah satu data curah hujan berbasis satelit, yang telah digunakan oleh banyak organisasi di dunia untuk mengestimasi data curah hujan, diantaranya; Climate Hazards Centre – University of California menggunakan data CHIRPS untuk mengestimasi dan memantau curah hujan di Afrika, Afrika Timur, Afrika Barat, Afrika Selatan, kawasan Asia Tengah, Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Haiti (Center, 2021), International Research Institute for Climate and Society – Colombia University memanfaatkan data CHIRPS untuk memprediksi curah hujan di Indonesia dan beberapa wilayah lainnya, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menggunakan citra satelit untuk memantau curah hujan di Indonesia (LAPAN, 2021).

Beberapa peneliti telah menguji keakuratan CHIRPS, termasuk (Gebrechorkos, Hülsmann dan Bernhofer, 2018) dan (Dinku dkk., 2018) laporan tersebut menyatakan bahwa CHIRPS sangat akurat dalam menghasilkan informasi curah hujan di Afrika Timur dibandingkan dengan data pengamatan dari stasiun hujan. CHIRPS juga memiliki akurasi yang baik dalam mengestimasi curah hujan di Iran (Saeidizand dkk., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh (Paredes Trejo dkk.,

(14)

2016) menunjukkan bahwa data hujan bulanan minimum yang diperkirakan oleh CHIRPS di Venezuela cenderung overestimation sedangkan curah hujan bulanan maksimum yang diestimasi oleh CHIRPS cenderung underestimation. Studi yang dilakukan oleh (Faisol dkk., 2020) menunjukkan bahwa CHIRPS cukup akurat dalam mengestimasi curah hujan harian di Jawa Timur dengan tingkat penyimpangan sebesar 11,41% dibandingkan data hasil pengamatan pada AWS.

CHIRPS menggabungkan klimatologi curah hujan bulanan dari Climate

Hazards Group Precipitation Climatology (CHP Clim), pengamatan satelit

inframerah termal geostasioner quasi-global, produk Tropical Rainfall Measuring

Mission (TRMM) 3B42, dan model atmosfer curah hujan dari NOAA CFS (Climate Forecast System), dan data curah hujan observasi dari berbagai sumber termasuk national or regional Meteorological Services seperti Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika di Indonesia (Funk dkk., 2015b).

II.7. Produk Data JRC

Joint Research Centre (JRC) merupakan layanan sains internal Komisi Eropa yang mempekerjakan para ilmuwan untuk melakukan penelitian guna memberikan saran dan dukungan ilmiah independen terhadap kebijakan UE. Dataset ini berisi peta lokasi dan distribusi temporal air permukaan dari tahun 1984 hingga 2020 dan memberikan statistik tentang luas dan perubahan permukaan air tersebut. Data ini dihasilkan menggunakan 4.453.989 scene dari Landsat 5, 7, dan 8 dengan resolusi 30 m yang diperoleh dalam 35 tahun terakhir dari 16 Maret 1984 dan 31 Desember 2020. Setiap piksel diklasifikasikan secara individual ke dalam air / non-air menggunakan expert system. Semua data di sini dihasilkan di bawah Program Copernicus dan disediakan secara gratis tanpa batasan penggunaan (Pekel dkk., 2016). Dataset The Join Research Center (JRC) Yearly And Monthly Water

Classification History digunakan untuk mengevaluasi kinerja deteksi (Halabisky

dkk., 2016). Luas permukaan air musiman dan permanen global dihitung dengan mencatat bulan dan tahun dimana air hadir antara tahun 1984 dan 2015. Hasilnya tersedia di platform GEE, yang disebut sebagai Joint Research Centre (JRC)

(15)

II.8. Google Earth Engine

Baru-baru ini, Google Earth Engine (GEE) telah menjadi sorotan pemrosesan data besar penginderaan jauh. GEE adalah platform berbasis cloud yang memungkinkan pemrosesan data geospasial secara paralel dalam skala global menggunakan cloud Google (Gorelick dkk., 2017). Google Earth Engine (GEE) adalah platform komputasi awan yang dirancang untuk menyimpan dan memproses kumpulan data yang sangat besar (pada skala petabyte) untuk analisis dan pengambilan keputusan akhir (Kumar dan Mutanga, 2018). Google Earth Engine adalah platform teknologi baru yang memungkinkan pemantauan dan pengukuran perubahan lingkungan bumi, pada skala planet, pada katalog besar data observasi bumi (Moore dan Hansen, 2011).

Google Earth Engine (GEE) adalah inovasi teknologi geospatial Google dan Google Earth Engine juga dapat diartikan sebagai arsip penginderaan jauh dengan

petabyte data di satu lokasi dan sebagai suatu platform berbasis cloud atau pemrosesan geospasial berbasis cloud untuk menganalisis data geospasial skala besar, khususnya data raster dan Google Earth Engine adalah platform untuk pemrosesan data. Google Earth Engine adalah platform komputasi yang diaktifkan pengguna untuk menjalankan analisis geospasial pada infrastruktur Google. Ada beberapa cara untuk berinteraksi dengan platform, yaitu Code Editor adalah IDE berbasis web untuk menulis dan menjalankan skrip. Explorer adalah aplikasi web ringan untuk browsing katalog data dan menjalankan analisis sederhana. Client

libraries menyediakan Python dan JavaScript di sekitar API web di google earth Engine (Platform, 2021).

a. Code Editor, Code editor earth engine di code.earthengine.google.com adalah

IDE berbasis web untuk Earth Engine JavaScript API. Dimana harus masuk dengan akun Google yang telah diaktifkan untuk mengakses Earth Engine. Fungsi code editor dirancang untuk memungkinkan pengembangan alur kerja geospasial yang kompleks dengan cepat dan mudah. Code Editor memiliki elemen-elemen berikut seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3.

(16)

Gambar II.3. Platform Dataset Google Earth Engine

Sumber: (Platform, 2021)

b. Explorer adalah web antarmuka sederhana ke API Earth Engine. Dengan cara

ini, siapa pun dapat memvisualisasikan data dalam katalog data publik. Pengguna yang masuk ke Earth Engine juga dapat mengimpor data, melakukan analisis sederhana, menyimpan, dan mengekspor hasil. Tampilan explorer dapat dilihat pada Gambar II.4.

Gambar II.4. Platform Explorer Sumber : (Platform, 2021)

(17)

c. Client Libraries menyediakan fungsi JavaScript dan Python wrapper untuk

API Earth Engine. Yang dapat digunakan untuk membuat aplikasi khusus dan mengembangkan kode earth engine secara lokal menggunakan konversi JavaScript atau Python. Repositori di GitHub berisi banyak demo yang menunjukan cara menggunakan client librarie.

Gambar II.5. Platform Client Libraries Sumber : (Platform, 2021)

II.9. Analisis Regresi

Regresi linear merupakan teknik yang digunakan untuk memperoleh model hubungan antara variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen (Harlan, 2018). Persamaan umum regresi linear sederhana pada persamaan (4). Y = aX + b...(4) Keterangan:

Y : Variabel terikat (dependent), persamaan garis lurus Y atas X a : Koefisien arah dari garis regresi (slope/kelandaian)

b : Koefisien regresi dari variabel X X : Variabel bebas prediktor (independent)

Persamaan model regresi sederhana hanya memungkinkan bila pengaruhnya hanya berasal dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Jadi harga b adalah fungsi dari koefisien korelasi. (Pratomo, 2014). Korelasi berkisar dari 0 sampai dengan 1. Korelasi dapat positif dan dapat pula negatif. Korelasi sama

(18)

dengan 0 berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Korelasi sama dengan -1 atau korelasi negatif, artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier negatif sempurna (membentuk garis lurus). Korelasi sempurna ini berarti jika nilai X meningkat maka nilai Y menurun, dan sebaliknya. Korelasi sama dengan +1 atau korelasi positif artinya dua variabel memiliki hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) dan positif. Korelasi sempurna ini berarti jika nilai X meningkat, maka Y juga akan meningkat (Astuti, 2017).

Koefisien determinasi (R2) merupakan indikator yang menggambarkan

seberapa besar perubahan yang digambarkan dalam model. Berdasarkan nilai R2 dapat dilihat tingkat signifikansi atau kesesuaian hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam regresi linier (Halin, 2017). Disebut koefisien determinasi karena R2 x 100% daripada variasi yang terjadi dalam variabel dependen Y dapat dijelaskan oleh variabel bebas X dengan adanya regresi linier Y atas X. Besarnya koefisien determinasi adalah berkisar 0 < R2 < 1. Artinya jika R2 mendekati 1 maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah besar. Artinya model yang digunakan digunakan menjelaskan pengaruh variabel-variabel tersebut dengan baik. Rumus untuk menghitung koefisien determinasi pada persamaan (5).

R2 = (n)(∑ XY)−(∑ X)(∑ Y)) 2

(𝑛(Σ𝑋2)−(Σ𝑋)2)(𝑛(Σ𝑌2)−(Σ𝑌)2)...(5)

Keterangan :

R2 : Koefisien Determinasi n : Jumlah sampel

X : variabel bebas prediktor (independent) Y : Variabel terikat (dependent)

Dalam menginterpretasi hasil nilai koefisien determinasi untuk mengetahui terhadap kuatnya hubungan antar variabel, maka dapat digunakan pedoman seperti yang disajikan pada Tabel II.3 dibawah ini :

(19)

Tabel II.5. Interpretasi Koefisien Determinasi Nilai R2 Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0 – 0,199 Sangat Rendah 0,60 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,20 – 0,799 Kuat 0,80 – 1 Sangat Kuat Sumber : (Astuti, 2017)

II.10. Uji Akurasi

Terdapat dua cara untuk menguji akurasi yaitu yang pertama membandingkan dengan hasil pengukuran di tempat, kedua membandingkan informasi yang sama menggunakan data satelit resolusi tinggi (PUSFATJA, 2015). Uji akurasi adalah suatu proses yang dilakukan setelah survei atau kerja lapangan. Hasil klasifikasi/interpretasi perlu di uji untuk menghasilkan dat dengan akurasi yang dapat diterima. Tolak ukur sebagai acuan keakurasian hasil klasifikasi/interpretasi yaitu minimal sebesar 70%. Dalam melakukan uji ketelitian hasil interpretasi, semua sampel diambil dari populasi dilakukan pengujian data dari hasil pengecekan lapangan. Pengujian yang dimaksud adalah melakukan pembandingan dengan menyusun matriks kesalahan (error matrix atau confusion matrix). Menguji sampel yang mempresentasikan obyek tertentu pada suatu objek poligon dengan koordinat posisi yang sama di lapangan. Lalu sampel itu dibandingkan dengan kelas obyek hasil pengolahan data (Indonesia, 2014). Akurasi sangat bergantung pada pilihan sampel dan jumlah sampel yang dipilih (Tridawati, Darmawan dan Armijon, 2018). Uji akurasi ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat kepercayaan dari hasil klasifikasi citra.

Hasil uji akurasi yang dapat diterima yaitu ±90%, untuk kategori tumbuhan, ahli geologi menuntut hasil uji akurasi yang didapatkan lebih tinggi lagi untuk hasil klasifikasi tipe batuan. Faktanya, uji akurasi seperti di atas sesungguhnya kurang relevan apabila digunakan untuk interpretasi citra secara visual atau manual karena penafsiran citra dengan tingkat pengalaman yang berbeda dapat memberikan akurasi yang berbeda pula dan metode uji akurasi ini hanya bisa untuk penutup lahan (Danoedoro, 2012). Saat tidak diperolehnya data dari pengukuran lapangan, maka pengujian akurasi dapat dilakukan dengan menggunakan data referensi.

(20)

Dengan membandingkan luas dari data pengolahan dengan luas dari data referensi, dan menghitung persentase selisihnya dengan menggunakan persamaan 6 (PUSFATJA, 2015).

𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 100%(√(𝐿2−𝐿1)2

L2 )...(6)

Keterangan:

L1 : Luas pemukaan air danau dari hasil pengolahan L2 : Luas permukaan air danau dari data referensi

Gambar

Gambar II.1. Penginderaan Jauh dan Aplikasinya
Gambar II.2. Resolusi
Tabel II.1. Band Landsat 5  Band  Panjang  Gelombang  (mikrometer)  Resolusi Spasial (meter)  Nama  Spektrum  1  0,45 – 0,52 μm  30 m  Biru  2  0,52 – 0,60 μm  30 m  Hijau  3  0,63 – 0,69 μm  30 m  Merah  4  0,76 – 0,90 μm  30 m  Near-IR  5  1,55 – 1,75 μm
Tabel II.3. Band Landsat 8  Band  Panjang  Gelombang  (mikrometer)  Resolusi Spasial
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satelit Terra/Aqua MODIS bulan November dan Desember 2011 periode 8 harian, data curah hujan yang diperoleh dari

Data curah hujan andalan digunakan selain memiliki peluang terjadinya cukup besar juga dengan hujan andalan dapat terlihat penyebaran curah hujan sehingga dapat

Salah satu bentuk kekerasan seksual yang paling umum di dunia adalah dilakukan oleh pasangan intim, yang berarti salah satu faktor risiko utama bagi seorang perempuan

Salah satu sumber data dasar yang dapat digunakan dalam pembuatan peta penggunaan lahan adalah data dari citra SPOT.. SPOT atau Satellite Pour l'Observation de la

K-means adalah salah satu algoritma yang terkenal untuk clustering dan telah digunakan secara luas di berbagai bidang termasuk data mining, data statistik, analisis

Projector LCD merupakan salah satu jenis projector yang digunakan untuk menampilkan video, gambar, atau data dari komputer pada sebuah layar atau sesuatu denga permukaan

Salah satu faktor pembeda dari bahasa yang digunakan laki-laki dan perempuan adalah laki-laki lebih cenderung menggunakan bahasa vernakuler, sedangkan perempuan

Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan rata-rata yang terjadi pada suatu daerah dalam suatu satuan waktu tertentu yang sesuai dengan waktu konsentrasi dan