• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

Berdasarkan buku Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (2009), wilayah mangrove desa Jayamukti Kecamatan Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk dalam Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Ciasem Pamanukan yang dikelola oleh Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pamanukan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.

Pengelolaan hutan mangrove di wilayah Desa Jayamukti dan Desa Langensari dikelola dengan melibatkan masyarakat secara aktif melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dimulai sejak tahun 1986 melalui sistem tambak tumpangsari, dimana sebagian besar dengan menggunakan pola empang parit dan sebagian kecil dengan pola komplangan serta pola jalur.

Seharusnya sistem tambak tumpangsari atau silvofishery terdiri atas 80% hutan mangrove dan 20% empang atau tambak namun kenyataannya mangrove tidak berkembang secara baik terutama pada areal tambak hal ini dikarekan untuk perluasan tambak. Kondisi tersebut menyebabkan bervariasinya tingkat kerapatan dan luas penutupan vegetasi mangrove di dalam tambak tumpang sari (Lampiran 2).

Dari hasil wawancara umumnya masyarakat desa Jayamukti membudidayakan ikan bandeng, mujaer, dan udang windu dengan sistem tradisional karena tanpa pemberian pakan buatan, umumnya masyarakat setempat menanam udang terlebih dahulu kemudian ikan bandeng, namun terkadang secara bersamaan tergantung keinginan petambak dan saat panen dengan menggunakan sistem arad atau sistem panen habis, sedangkan untuk masa pemeliharaan selama empat bulan sehingga dalam satu tahun terdapat tiga kali panen. Pengambilan air untuk tambak pada saat pasang sesuai kebutuhan masing-masing tambak, umumnya masyarakat mengganti air pada saat malam hari.

Menurut KUD Mina Karya Bukti Sejati, Desa Jayamukti yang berada di kecamatan Subang memiliki luas total tambak sekitar 840.50 ha, yang dibatasi oleh Sungai kecil Gangga di Cilamaya dan Sungai Blanakan di Ciasem. Pada kawasan tambak desa Jayamukti terdapat tiga saluran besar yang memanjang dari sungai Gangga menuju sungai Blanakan yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar adalah

(2)

Kalimalang, selain itu terdapat kurang lebih dua puluh satu saluran-saluran kecil yang memanjang dari hulu menuju ke arah laut yang biasa disebut Kalen dengan kedalaman kurang lebih setengah meter.

4.2. Pasang Surut

Pasang surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi salinitas, Setiap daerah memiliki tipe pasang surut tersendiri. Dari data prediksi pasang surut tahun 2011 yang berasal dari Dishidros, pada bulan Mei-Agustus memiliki pasang surut antara dengan tipe pasang surut camuran dominan ganda, hal tersebut diketahui dari nilai F= 0.73 dimana nilai F merupakan nisbah antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal dengan unsur-unsur pasut ganda utama dan biasa dikenal sebagai bilangan Formzahl (Lampiran 4). Selain itu dari hasil pengamatan dilapang selama satu hari terjadi perbedaan waktu atau keterlambatan antara data Dishidros stasiun Cirebon dengan Blanakan kurang lebih 2 jam (Lampiran 5), sehingga bila data Dishidros stasiun Cirebon disesuaikan dengan Blanakan akan terjadi perubahan atau pergeseran (Lampiran 6).

4.3. Salinitas

4.3.1. Salinitas Sungai

Salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi suatu perairan. Salinitas suatu perairan berfluktuasi tergantung musim, topografi, pasang surut air laut dan masukan air tawar.

Dari hasil pengamatan nilai salinitas pada sungai Blanakan menunjukan bahwa salinitas air sungai semakin meningkat bila menuju ke arah hilir atau muara sungai. Hal tersebut dikarenakan pada daerah hilir pengaruh air laut sangat dominan, sedangkan pada daerah hulu pengaruh air tawar yang lebih dominan.

Secara horizontal saat pasang pertama salinitas sungai mengalami peningkatan hanya pada daerah tengah dan hilir saja. Perubahan nilai sebaran salinitas dapat dilihat dari gambar grafik sebaran salinitas secara horizontal pada permukaan yang diambil pada saat pasang pertama dan kedua Gambar 5 dan Gambar 6 yang diolah dengan program ODV versi 3.0.1- 2005.

(3)

14

Keterangan: : Lokasi pengambilan contoh air

Gambar 5. Sebaran salinitas secara horizontal pada saat pasang pertama bagian permukaan Sungai Blanakan

Keterangan: : Lokasi pengambilan contoh air

Gambar 6. Sebaran salinitas secara horizontal pada saat pasang pertama bagian dasar Sungai Blanakan

Dari grafik sebaran salinitas pada Gambar 5 dan 6 daerah hulu memiliki nilai salinitas yang sangat rendah pada pasang pertama, nilai terkecil berkisar antara 0-2.5PSU yang ditandai dengan warna ungu dan nilai terbesar adalah 5PSU pada pukul 6.00 WIB yang ditandai dengan wanra biru pada bagian hulu permukaan sungai, sedangkan untuk dasar sungai bagian hulu nilai salinitas tidak terlalu berbeda jauh dengan permukaan nilai terbesar adalah 4PSU yang ditandai dengan warna ungu kebiruan (Gambar 6).

hilir hulu

(4)

Untuk bagian tengah sungai pada bagian permukaan nilai salinitas berkisar antara 5-7PSU dari pukul 4.00-10.00 WIB yang ditandai dengan gradasi warna dari biru keputihan hingga biru muda (Gambar 5). Sedangkan untuk bagian dasar tidak berbeda dengan bagian permukaan (Gambar 6).

Pada hilir sungai bagian permukaan nilai salinitas berkisar antara 15-19PSU dengan nilai salinitas terbesar yaitu ± 19PSU pada pukul 04.00 dan 10.00 yang ditandai dengan warna hijau (Gambar 5), sedangkan nilai salinitas terkecil adalah ± 15PSU pada pukul 08.00 WIB yang ditandai dengan warna hijau muda (Gambar 6). Hilir sungai Blanakan pada bagian dasar sungai terdapat selisih nilai salinitas, selisih tersebut terjadi pada pukul 06.00 WIB dimana pada bagian permukaan nilai salinitas adalah ± 16PSU dengan warna hijau (Gambar 5), pada bagian dasar adalah ± 20PSU dengan warna hijau keputihan (Gambar 6), sedangkan pada waktu yang lain nilai salinitasnya tidak berbeda hingga selisih ± 1PSU.

Pada pasang pertama bagian permukaan dan dasar sungai Blanakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan baik pada bagian hulu hingga bagian hilir, perbedaan hanya terjadi pada bagian hilir saat pukul 06.00 WIB, namun hanya selisih 4PSU. Secara keseluruhan nilai salinitas sungai Blanakan pada pasang pertama mengalami kenaikan dari hulu ke hilir hal tersebut ditandai dengan semakin menuju ke arah hilir atau menuju laut maka nilai salinitas akan semakin meningkat.

Berikut ini adalah nilai sebaran salinitas pada sungai Blanakan yang diukur pada saat pasang kedua (Gambar 7 dan 8), nilai tersebut diamati pada pukul 15.00-21.00 WIB. Peningkatan nilai salinitas terjadi pada seluruh titik lokasi pengambilan contoh baik pada bagian permukaan dan bagian dasar sungai Blanakan.

Dari grafik sebaran salinitas, pada bagian hulu sungai nilai salinitas sangat rendah yaitu 0PSU baik pada bagian dasar maupun permukaan, hal tersebut ditandai dengan warna putih (Gambar 7 dan 8), hal tersebut berarti tidak ada air laut yang masuk hingga menuju hulu pada pukul 15.00 WIB atau 3 sore. Pada pukul 17.00 WIB atau 5 sore, salinitas pada bagian hulu mengalami kenaikan yaitu sebesar ± 1PSU sedangkan pada bagian dasar sungai bernilai ± 2PSU, kenaikan terbesar adalah pada pukul 19.00 WIB atau 7 malam dengan nilai salinitas ±13PSU pada bagian permukaan dengan warna hijau muda keputihan (Gambar 7).

(5)

16

Keterangan: : Lokasi pengambilan contoh air

Gambar 7. Sebaran salinitas secara horizontal pada saat pasang kedua bagian permukaan Sungai Blanakan

Keterangan: : Lokasi pengambilan contoh air

Gambar 8. Sebaran salinitas secara horizontal pada saat pasang kedua bagian dasar Sungai Blanakan

Pada bagian dasar sungai nilai salinitas adalah ±19PSU dengan warna hijau muda (Gambar 8). Pada pukul 21.00 WIB nilai salinitas pada permukaan tidak mengalami perubahan sedangkan pada bagian dasar sungai menjadi ± 13PSU.

hulu hulu

hilir

(6)

Bagian tengah sungai Blanakan atau stasiun 2 pada pasang kedua nilai salinitas bagian permukaan berkisar antara 3-20PSU, kenaikan yang signifikan terjadi antara pukul 17.00-19.00 WIB yaitu dari ± 9PSU hingga ± 20PSU yang ditandai dengan gradasi warna hijau hingga hijau muda (Gambar 7) sedangkan pada bagian dasar sungai nilai salinitas berkisar antara 4-25PSU, dengan kenaikan terbesar terjadi pada pukul 17.00-19.00 WIB yaitu dari ± 10PSU hingga ± 20PSU dengan gradasi warna hijau hingga kuning kehijauan (Gambar 8).

Untuk bagian hilir sungai nilai salinitas yang terukur pada permukaan adalah berkisar 10 -34PSU dengan nilai salinitas terbesar pada pukul 19.00 WIB dengan gradasi warna merah keputihan (Gambar 7), sedangkan pada bagian dasar sungai nilai salinitas berkisar 17-34PSU dengan nilai salinitas terbesar terjadi pada pukul 19.00 WIB yaitu 34PSU dengan warna merah keputihan (Gambar 8).

Secara vertikal nilai salinitas pada bagian dasar dan permukaan juga mengalami kenaikan, berikut ini adalah gambar grafik sebaran salinitas yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excell seperti pada Gambar 9. Pembuatan grafik secara vertical ditujukan untuk dapat melihat perbedaan salinitas atau agar terlihat perbedaan salinitas antara bagian permukaan dan bagian dasar sungai.

Bila dilihat secara keseluruhan nilai salinitas akan semakin naik mulai dari bagian hulu, tengah hingga hilir, namun terdapat nilai puncak dari salinitas pada setiap tempat baik pada bagian permukaan maupun bagian dasar.

Pada bagian hulu sungai nilai salinitas terbesar terjadi pada pasang kedua yaitu pukul 19.00 WIB yaitu sebesar 13PSU pada bagian permukaan sedangkan pada dasar perairan sebesar 19PSU. Untuk bagian tengah sungai nilai salinitas paling tinggi juga terjadi pada pukul 19.00 WIB yaitu sebesar 20PSU pada permukaan sedangkan pada dasar nilai salinitas terbesar adalah 25PSU yang terjadi pada pukul 21.00 WIB. Untuk bagian hilir salintas terbesar terjadi pada pukul 19.00 WIB yaitu sebesar 34PSU baik di permukaan maupun pada dasar perairan.

(7)

18

Gambar 9. Distribusi salinitas Sungai Blanakan secara vertikal saat pasang air laut pada stasiun hulu, tengah dan hilir sungai

0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai S al in ita (PS U) Waktu (WIB)

Hulu Sungai

Permukaan Dasar 0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai Sali n ita s (PSU) Waktu (WIB)

Tengah Sungai

permukaan Dasar 0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai S al in itas (PS U) Waktu (WIB)

Hilir Sungai

Permukaan Dasar

(8)

4.3.2. Salinitas Tengah Tambak

Dari hasil pengamatan beberapa titik pada saluran besar atau Kalimalang pertama, Kalimalang kedua dan Kalimalang ketiga (Gambar 4 dan Lampiran 9), bagian saluran besar pertama, semakin jauh dari sungai maka nilai salinitas semakin besar dengan rentang nilai salinitas yang cukup besar yaitu 0-18PSU, untuk nilai tambak di sekitar saluran tersebut hamper sama berkisar antara 1-18PSU. Pada saluran kedua bagian tengah sungai nilai salinitas pada saluran berkisar 0-20PSU dan pada tambak disekitar saluran berkisar 2-19PSU. Sedangkan hasil pengukuran nilai salintas pada saluran ketiga berkisar 12-19PSU dan untuk tambak sekitar saluran berkisar 13-20PSU. Dari nilai-nilai salinitas tersebut terdapat suatu indikasi bahwa semakin menjauhi sungai Blanakan maka pasokan air tawar semakin berkurang namun hal tersebut tidak mutlak karena contoh air yang diambil pada setiap titik hanya satu kali ulangan.

Selain itu hasil pengukuran salinitas pada saluran juga dilakukan pada tiga titik bagian hulu, tengah dan hilir pada saluran yang menuju laut dengan mengikuti waktu pasang disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 10. Dari gambar Grafik 10 tersebut secara umum nilai salinitas akan semakin meningkat seiring semakin dekat kearah laut, namun pada waktu-waktu tertentu nilai salinitas akan meningkat pada bagian hulu serta tengah saluran.

Pada bagian hulu nilai salinitas tidak melebihi 5PSU baik pada pasang pertama maupun pasang kedua. Sedangkan bagian tengah pada saat pasang pertama nilai salinitas berkisar 17-20PSU dengan nilai tertinggi adalah ± 20PSU pada pukul 06.00 WIB dan saat pasang kedua nilai salinitas berkisar 6-13PSU dengan nilai terndah adalah ± 6PSU pada pukul 15.00 WIB saat pasang kedua. Untuk bagian hilir saluran saat pasang pertama nilai salinitas berkisar 33-36PSU dan nilai salinitas cukup tinggi terjadi pada pukul 04.00 WIB yaitu sebesar ± 36PSU dan saat pasang kedua nilai salinitas berkisar 23-35PSU dengan nilai terbesar adalah ± 35PSU pada pukul 21.00 WIB.

(9)

20

Gambar 10. Distribusi salinitas saluran tengah Tambak Jayamukti saat pasang air laut pada stasiun hulu, tengah dan hilir.

0 10 20 30 40 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai S al in itas (PS U) Waktu (WIB)

Hulu

0 10 20 30 40 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai S al in itas (PS U) Waktu (WIB)

Tengah

0 10 20 30 40 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 N ilai S al in itas (PS U) Waktu (WIB)

Hilir

(10)

4.4. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan biota di dalam perairan dan juga mempengaruhi proses evaporasi atau penguapan. Dari hasil pengukuran pada saat pasang baik pada sungai Blanakan dan kalen atau saluran tengah memiliki nilai suhu yang tidak terlalu signifikan dengan suhu lingkungan, secara umum kabupaten Subang memiliki suhu rata-rata 270C pada malam hari dan 330C pada malam hari.

Dari hasil pengukuran suhu pada sungai Blanakan saat pasang pertama, daerah hulu suhu air sungai Blanakan berkisar 27-290C , untuk daerah tengah sungai Blanakan memiliki suhu berkisar 30-310C, sedangkan daerah hilir suhu sungai Blanakan berkisar 30-310C, nilai tersebut meningkat dari awal pengukuran yang dimulai pukul 04.00 WIB hingga 10.00 WIB.

Sedangkan pada saat pasang kedua yang diukur pada pukul 15.00 WIB hingga 21.00 WIB, daerah hulu dan tengah sungai Blanakan memiliki nilai suhu berkisar 29-320C, sedangkan untuk daerah hilir memiliki nilai suhu berkisar 30-320C, nilai suhu terendah perairan sungai Blanakan adalah 270C yang terjadi pada saat pukul 4.00 WIB, sedangkan suhu tertinggi terjadi pada siang hari pukul 15.00 WIB yaitu 320C, hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang semakin meningkat ketika siang hari.

Untuk nilai suhu pada saluran tengah tambak nilai suhu saat pasang pertama dari hasil pengamatan berkisar 30-320C dimana nilai tertinggi pada pukul 10.00 WIB untuk daerah hulu dan tengah saluran tambak, sedangkan untuk daerah hilir suhu saluran tambak berkisar 30-330C dengan nilai tertinggi terjadi pada saat pukul 10.00 WIB yaitu 330C, sedangkan pada saat pasang kedua nilai suhu daerah hulu yaitu 30-320C nilai tersebut menurun seiring dengan waktu pengamatan yaitu dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 21.00WIB. Sedangkan untuk daerah tengah dan hili berkisar 31-320C dan nilai tersebut menurun seiring dengan waktu pengamatan. Berikut ini adalah nilai suhu yang disajikan dalam bentuk grafik untuk sungai Blanakan dan saluran tambak saat pasang pertama dan kedua pada Gambar 11 dan 12 yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excell.

(11)

22

Gambar 11. Grafik suhu Sungai Blanakan pada saat pasang pertama dan kedua 0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Hulu

0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Tengah

0 5 10 15 20 25 30 35 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Hilir

(12)

Gambar 12. Grafik suhu saluran tengah pada saat pasang pertama dan kedua 28 29 30 31 32 33 34 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Hulu

28 29 30 31 32 33 34 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Tengah

28 29 30 31 32 33 34 4:00 6:00 8:00 10:00 15:00 17:00 19:00 21:00 S u h u 0C Waktu (WIB)

Hilir

(13)

24 4.5. Pembahasan

Dari hasil pengamatan pada sungai Blanakan memiliki nilai salinitas yang bervariasi ketika pasang. Dari tiga titik stasiun pada sungai Blanakan nampak perbedaan nilai salinitas di setiap titiknya, pada bagian hulu memiliki nilai salinitas berkisar 1-5PSU saat pasang pertama dan 0-19PSU pada saat pasang kedua, sedangkan pada bagian tengah berkisar 5-7PSU dan pada pasang kedua 3-25PSU, pada bagian hilir nilai salinitas berkisar 15-20 PSU saat pasang pertama dan pasang kedua 10-30PSU perbedaan tersebut dipengaruhi oleh masukan air tawar dan gerakan pasut, sedangkan menurut Dahuri dkk (2008) pada kawasan estuaria terjadi interaksi dari berbagai proses yang disebabkan oleh limpasan air sungai dengan pasut. Menurut Savenije (2005) mekanisme masuknya air laut terdapat tiga bentuk yaitu, stratified type, partial mixed type, well mixed type, bila diperhatikan dari nilai salinitas yang telah diukur pada setiap stasiun di sungai Blanakan maka sungai Blanakan dapat dimasukan ke dalam type yang berstratifikasi hal ini ditunjukan dengan nilai yang berbeda mulai dari hulu sungai hingga hilir sungai.

Perbedaan nilai salinitas yang ada dipengaruhi oleh waktu pasang surut yang terjadi pada laut daerah Blanakan. Dari hasil pengamatan pada sungai Blanakan yang dilakukan pada bulan Mei secara umum nilai salinitas tertinggi terjadi pada saat pasang kedua, pada bagian hulu memiliki nilai salinitas tertinggi sebesar 13PSU pada pukul 19.00 WIB, pada bagian tengah sungai salinitas terbesar bernilai 20PSU pada pukul 19.00 WIB dan pada bagian hilir pun terjadi pada pukul 19.00 WIB dengan nilai salinitas 34PSU. Maka dapat diduga pada saat pasang kedua memiliki pasang yang lebih tinggi, hal tersebut sesuai dengan grafik pasang surut yang telah disesuaikan dengan waktu Blanakan (Lampiran 6).

Sedangkan pada saluran di tengah area tambak yang diukur pada bulan Agustus nilai salinitas tertinggi terjadi pada malam hari saat pasang pertama, bila dilihat dari grafik pasang surut bulan Agustus (Lampiran 6) pada hari pengukuran salinitas, pasang tertinggi terjadi saat pasang pertama sedangkan pasang kedua lebih rendah. Pada bagain hilir saluran nilai salinitas tertinggi terjadi pada pukul 04.00 WIB dengan nilai salinitas 36PSU, pada bagian tengah sungai nilai salintas tertinggi terjadi pada pukul 06.00 WIB dan pada bagian hulu pada pukul 08.00 WIB. Pada

(14)

saluran tambak tidak terjadi perbedaan nilai salinitas secara vertikal hal ini dikarenakan kedalaman yang kurang dari satu meter.

Dari data salinitas sungai Blanakan dan saluran tengah tambak yang telah diukur dan grafik sebaran salinitas yang dihasilkan oleh program ODV, serta dengan menggunakan data salinitas (Lampiran 9) yang diambil sepanjang saluran besar yang berasal dari sungai Blanakan menuju sungai kecil (Gambar 3) atau biasa disebut Kalimalang oleh masyarakat setempat dan dengan asumsi bahwa tidak ada sekat atau sekat-sekat yang ada tidak memberikan pengaruh yang nyata, maka dapat diperkirakan persebaran salinitas pada desa Jayamukti saat pasang pertama dan pasang kedua atau dapat dibuat suatu peta skematik yang memperkirakan sebaran salinitas yang terjadi pada kawasan tambak desa Jayamukti seperti pada Gambar 13 dan 14 berikut ini.

Gambar 13. Skematik perkiraan sebaran salinitas Desa Jayamukti saat pasang pertama

(15)

26

Gambar 14. Skematik perkiraan sebaran salinitas Desa Jayamukti saat pasang kedua

Kisaran salinitas pada Gambar 13 dan 14 tersebut dapat dijadikan suatu acuan dalam memlihara biota sesuai dengan rentang nilai salinitas yang ada. Pada Tabel 1 di bawah ini adalah beberapa biota dengan nilai toleran salinitas.

Tabel 1. Biota budidaya dengan nilai toleransi

Nama Biota Nama Latin Optimal Sumber

Ikan Nila O. niloticus 0-15 PSU Setyo (2006)

Mujair O.mossambicus 0-19 PSU Pompa dkk (1999)

Ikan Bandeng Chanos chanos 10-30 PSU Suharyanto dkk (2010) Udang Windu P. monodon 25-35 PSU (Larva) Primevera (1989)

23-26 PSU (Dewasa) Taki dkk (1985)

Udang Vanamei L.vannamei 20-25 PSU (Larva) Palafox (1997)

15-25 PSU (Dewasa) Hendrajat dkk (2007)

Beberapa biota yang terdapat pada tabel 1 merupakan biota yang umum dibudidayakan, masyarakat desa Blanakan biasa memelihara udang windu, ikan bandeng dan ikan mujair. Dengan mengetahui kisaran atau nilai optimal salinitas dari habitat biota budidaya, petambak dapat memperkirakan daerah yang sesuai dan berapa nilai salinitas air yang harus diambil.

(16)

Dari hasil wawancara beberapa petambak desa Jayamukti Blanakan, kondisi petambak yang ada saat ini adalah mereka tidak mengetahui nilai salinitas yang dari air yang akan digunakan, sehingga dalam mengukur nilai salinitas suatu perairan hanya menggunakan indera perasa dengan nilai tidak asin, asin dan sangat asin. Sedangkan dalam mengambil air para petambak hanya mengetahui bahwa untuk mengganti atau menambahkan air dilakukan pada malam hari tanpa memperhitungkan waktu pasang.

Dari hasil pengamatan apabila petambak ingin mengganti atau menambahkan air maka saat yang tepat adalah sekitar pukul 21.00 WIB atau pasang kedua untuk nilai tertinggi pada masing-masing daerah hulu, tengah dan hilir, seperti pada Gambar 7 dan 8 sungai Blanakan saat pasang kedua bila dilihat secara horizontal maka untuk daerah hilir salinitas air sungai cukup tinggi baik di permukaan maupun di dasar untuk bagian permukaan sehingga apabila ingin memelihara udang hal tersebut sangat memungkinkan, menurut Primavera (1987) udang windu cukup baik pertumbuhannya pada salinitas 23-26PSU tapi mampu pada salinitas tinggi namun pertumbuhannya menjadi terganggu, untuk daerah tengah sungai Blanakan salinitas tertinggi hanya 20PSU namun pada bagian dasar sungai salinitas bisa mencapai 25PSU, sehingga bila ingin mendapatkan salinitas yang tinggi harus mengambil air pada bagian dasar sungai dan saat malam hari, sedangkan untuk daerah hulu nilai tertinggi adalah 19PSU.

Untuk saluran tengah tambak pada Gambar 10 bila dilihat secara keseluruahn maka daerah hulu ketika pasang sangat sulit mendapatkan salinitas yang cukup tinggi, sedangkan pada bagian tengah saluran tambak nilai maksimum yang didapat dari pengamatan adalah 20PSU dan pada bagian hilir saluran tambak cukup tinggi dengan nilai maksimum 36PSU. Nilai salinitas yang didapat bergantung pada kekuatan pasang dan masukan air tawar, bila pasang cukup tinggi dan masukan air tawar sedikit maka akan didapat salinitas yang cukup tinggi sebaliknya bila pasang cukup rendah sedangkan masukan air tawar cukup banyak maka akan didapatkan salinitas yang rendah.

Dari pengamatan nilai sebaran salinitas yang telah diamati serta beberapa nilai toleran biota pada Tabel 1 maka apabila ingin meningkatkan produksi tambak perlu penyesuain terhadap biota yang dipelihara, seperti daerah antara kalimalang satu

(17)

28

dengan kalimalang dua memiliki kisaran salinitas dari 0PSU-15PSU seperti pada Gambar 13 dan 14, maka biota yang cocok berdasarkan tabel 5 adalah dari jenis ikan mujair, nila, dan bandeng serta apabila ingin membudidayakan udang bisa dilakukan tetapi sangat sulit mengingat salinitas maksimum adalah 15PSU, sehingga untuk biota yang dibudidaya lebih dioptimalkan pada jenis bandeng, mujair dan nila.

Daerah kedua adalah antara kalimalang dua dengan Kalimalang tiga dengan kisaran salinitas 16-20PSU maka biota yang cocok adalah ikan mujair, nila untuk daerah yang terdekat dengan saluran Kalimalang dua, lalu ikan bandeng dan udang vanamei dapat dipelihara pada seluruh daerah tetapi nilai salintas yang ada masih belum optimal untuk budidaya udang namun untuk dapat lebih sesuai untuk memelihara ikan bandeng mengingat ikan bandeng adalah ikan yang memiliki nilai toleran yang cukup luas, sehingga untuk daerah dekat kalimalang dua dapat dioptimalkan dengan untuk produksi ikan bandeng.

Daerah ketiga adalah antara kalimalang tiga hingga dekat dengan laut, pada daerah ini memiliki kisaran salinitas yang tinggi yaitu 21PSU-30PSU, dari Tabel 1 maka biota yang cocok adalah ikan bandeng, udang vanamei dan udang windu, nilai tersebut sudah cukup optimum untuk budidaya udang windu sehingga untuk daerah hilir produksi udang bisa lebih dioptimalkan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelumnya, dia telah menulis sebuah autobiografi berjudul “A Story about Me” dan sebuah novel berjudul “Blue Butterfly” yang di simpan di perpustakaan SMAN 2

Dari pengaruh kemandirian belajar siswa terhadap prestasi belajar mata pelajaran fiqih kelas VIII MTs Negeri Kota Magelang sebesar 49,9 %, itu dapat diakui signifikan

Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmad, Taufik, Hidayah dan dengan izin- Nya penulis dapat

Pengambilan keputusan terhadap prioritas debitur yang memiliki tunggakan yang perlu untuk dilakukan penagihan yang dilakukan oleh Kepala Seksi Kredit masih

Unit PT PLN (PERSERO) yang akan membangun SCADA harus mengacu pada SPLN S3.001: 2008 Peralatan SCADA Sistem Tenaga Listrik. Jumlah yang dijelaskan pada tabel 6 dan tabel 7

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota

Dugaan subdivisi genetik pada populasi ikan ini juga didukung oleh data frekuensi ha- plotipe; frekuensi dua jenis haplotipe yang pa- ling sering muncul (ABA dan ABB), pada po-