• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi HBSAg pada Pasien yang Positif Human Immunodeficiency Virus (HIV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deteksi HBSAg pada Pasien yang Positif Human Immunodeficiency Virus (HIV)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

40

Deteksi HBSAg pada Pasien yang Positif Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Arina Novilla

1

, Aisyah Sri Rezeki

2

, Patricia Gita Naully

3 1

Dosen Program Studi D3 Analis Kesehatan, Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi 2

Mahasiswa Program D3 Studi Analis Kesehatan, Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi 3

Dosen Program Studi Teknologi Laboratorium Medis (D-4), Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi Email: arin_novilla@yahoo.co.id

Abstrak: Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Virus Hepatitis B. Penularan Hepatitis

B dapat melalui hubungan seksual atau penggunaan jarum suntik bergantian. Kesamaan pada jalur transmisi virus hepatitis B dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) sehingga terjadi koinfeksi. Infeksi virus hepatitis B (VHB) kronik 3-6 kali lebih sering pada pasien dengan HIV positif dibandingkan dengan HIV negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan HBsAg pada pasien yang terinfeksi HIV. Metode yang digunakan adalah Cross Sectional. Teknik pemeriksaan Hepatitis B menggunakan metode

Immunochromatographyc Test (ICT) dengan 2 jenis reagen yang berbeda. Sebanyak 30 sampel serum diambil

dari orang yang memiliki HIV positif di daerah Kota Bandung, dengan kriteria yaitu HIV positif, tidak melakukan terapi ARV, tidak pernah mendapatkan vaksin Hepatitis B. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penderita HIV yang positif pada pemeriksaan HBsAg adalah sebanyak 7 orang (23,3%).

Kata Kunci : Hepatitis B, Koinfeksi, HIV

PENDAHULUAN

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam, 2007)

Koinfeksi HBV diketahui dapat ditemukan pada penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) karena kesamaan pada jalur transmisinya, baik jalur transmisi vertikal maupun jalur transmisi horisontal (Mohammadi , et al., 2009) (Han et al., 2011). HBV sendiri merupakan suatu penyakit

inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (WHO, 2002). Koinfeksi HBV dilaporkan dapat ditemukan pada pasien HIV di Indonesia (Anggorowati, dkk., 2012; Fibriani, et al., 2014; Prasetyo et al., 2013; Utsumi, et al., 2013). Infeksi virus hepatitis B (HBV) maupun virus hepatitis C (HCV) lebih lazim terjadi pada orang terinfeksi HIV dibandingkan orang yang tidak terkena HIV (Dore & Sasadeusz, 2006). Infeksi virus hepatitis B (VHB) kronik 3-6 kali lebih sering pada pasien dengan HIV positif dibandingkan dengan HIV negatif. Koinfeksi HBV pada pasien HIV dapat meningkatkan risiko hepatotoksik akibat toksisitas obat antiretroviral. Pasien HIV sendiri pertahanan tubuhnya menurun dan tidak mampu mengatasi replikasi HBV, sehingga mempercepat. progresivitas hepatitis B, meningkatkan risiko terjadinya sirosis

(2)

41 atau karsinoma hepatoseluler akibat hepatitis

B itu sendiri (Marra et al., 2011; Sulkowski, 2008). Studi yang dilakukan pada 5293 pasien selama 16 tahun (Januari 1984 – Maret 2000) menunjukkan bahwa individu dengan koinfeksi HIV/VHB memiliki risiko kematian sebanyak 14 kali lebih besar dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV dan hepatitis B. Risikonya juga lebih besar bila dibandingkan dengan HIV positif/HBsAg negatif maupun HIV negatif/HBsAg positif (Thio et al., 2002). Suatu studi kohort prospektif oleh Bonacini dkk tahun 2004 pada 472 penderita HIV meninggal akibat penyakit hati sebanyak 28% pada koinfeksi multipel hepatitis/HIV, 15% pada koinfeksi HBV/HIV, 13% pada koinfeksi HCV/HIV dan 6% pada infeksi HIV saja (Louie et al., 2004).

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 30 orang penderita HIV di Kota Bandung. Waktu Penelitian adalah bulan Februari 2018. Metode pemeriksaan untuk mendeteksi HbsAg adalah metode ICT (Immunochromatographyc Test).

HASIL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan HBsAg pada penderita HIV metode ICT Hasil Frekuensi Persentase (%)

Positif 7 23,3

Negatif 23 76,7

Pada penelitian ini dilakukan 2 tahap pemeriksaan yaitu Tahap 1 pemeriksaan ICT

dengan sensitivitas >99,0% dan spesifisitas 97,0% dan Tahap 2 pemeriksaan ICT dengan sensitivitas >99,9% dan spesifisitas 99,0% pada tahap ke 2. Hasil pemeriksaan HBsAg penderita HIV seperti terlihat pada Tabel 1.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan wawancara terhadap responde. Berdasarkan tingkat pendidikan, hasil wawancara 3 orang (42,8%) dari 7 orang positif HBV berpendidikan SMP. Sementara masing-masing sebanyak 2 orang (28,6%) pendidikan SMA, dan 2 orang pendidikan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting seseorang mengetahui penularan suatu penyakit dan pencegahan suatu penyakit.

Sebanyak 3 orang (42,8%) dari 7 orang yang positif HBV sering melakukan hubungan seksual dengan berganti pasangan. Hal ini tentu menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan responden terinfeksi oleh HIV juga Virus Hepatitis B. Selain itu 4 dari 7 responden sering melakukan hubungan seksual dengan tidak berganti pasangan. Tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa pasangannya tidak teinfeksi HIV, sehingga dapat memungkinkan respoden tertular dari pasangannya. Dilihat dari penggunaan pengaman (kondom), 3 orang (42,8%) dari 7 orang positif HBV menggunakan kondom, 1 (14,3%) orang kadang-kadang menggunakan dan 3 orang (42,8%) tidak menggunakannya. Penggunaan pengaman (kondom) merupakan salah satu upaya untuk pencegahan penularan penyakit seksual seperti HIV dan HBV, tetapi

(3)

42 penggunaan pengaman (kondom) yang salah

seperti : pemasangan yang salah, terkena panas sehingga bocor. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan infeksi penularan penyakit seksual tersebut.

Sebanyak 4 orang (57%) yang positif HBV menggunakan tato pada beberapa bagian tubuhnya. Hal ini dapat menjadi faktor yang berperan terinfeksi HIV dan Hepatitis B. Resiko relatif (RR) untuk hubungan tato dengan resiko hepatitis pada orang dengan daerah tato 1-4 cm2 adalah 5.0, sedangkan daerah tato 20 cm2 adalah 12,2. Semakin permukaan kulit tertutup oleh tato, semakin tinggi pula resiko terinfeksi oleh virus hepatitis (Jafari et al., 2010).

Responden juga menggunakan obat-obatan terlarang, salah satunya dengan cara penggunaan jarum suntik dengan sesama teman. Sebanyak 4 orang (57%) dari 7 orang positif HBV menggunakan alat suntik bergantian dengan temannya, hal ini dapat menyebabkan risiko tertular infeksi penyakit dari sesama pengguna alat suntik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Besral dkk. (2004) potensi penyebaran HIV dari penggunaan NAPZA suntik ke masyarakat umum sangat besar, Tahun 2000 dari 27.300 pengguna NAPZA suntik di DKI Jakarta berpotensi menyebarkan HIV antara 1.062 (pada prediksi rendah) sampai 3.398 kasus (pada prediksi tinggi) kepada semua jenis pasangan seksnya dalam satu tahun. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa potensi penyebaran HIV dari penggunaan NAPZA suntik ke masyarakat umum ternyata sangat

besar, sehingga perlu dilakukan upaya maksimal untuk menguranginya.

Selain 7 orang responden dengan hasil yang positif HIV-HBV, hasil negatif pada pemeriksaan memiliki kemungkinan bahwa responden sedang dalam masa Window Period. Sehingga responden perlu dipantau kembali agar pola hidupnya tidak seperti ini lagi. Perlu adanya perhatian khusus agar responden dapat sadar dan berhenti melakukan aktivitas yang dapat membahayakan kesehatan responden. Mengingat infeksi HIV menyerang sistem imun tubuh maka hasil negatif juga dapat dipengaruhi oleh adanya infeksi lain selain Hepatitis B. Kurangnya HBsAg terdeteksi pada darah mungkin disebabkan oleh sejumlah alasan seperti koinfeksi dengan virus lain, misalnya virus hepatitis C (HCV). Frekuensi dan signifikansi koinfeksi semacam itu diteliti oleh Uchida et al.,1(997) dan kesimpulannya adalah bahwa HCV sering koinfeksi dengan mutan HBV dan yang terakhir mungkin mengembangkan replikasi sebelumnya di hati Dengan demikian infeksi HCV dapat mempengaruhi kadar HBV dalam darah. Selain koinfeksi dengan Hepatitis, pada kasus koinfeksi HIV juga dapat terjadi koinfeksi dengan infeksi Sifilis, TB paru dan lainnya

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan deteksi HBsAg (Hepatitis B surface Antigen) pada pasien yang positif terinfeksi HIV di daerah Kota Bandung dengan menggunakan metode ICT (Immunokromatografi), dari 30 orang penderita HIV yang diperiksa

(4)

43 terdapat 7 orang (23,3%) dengan hasil positif

HBsAg.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terdapat beberapa hal yang disarankan :

1. Bagi responden yang memiliki resiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis B maka dianjurkan untuk segera merubah pola hidup dan mengubah kebiasaan yang dapat menyebabkan resiko tertularnya virus Hepatitis B. 2. Mengingat hasil wawancara yang

menunjukkan pola hidup yang rentan akan terinfeksi virus Hepatitis B, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3 bulan setelah penelitian ini bagi pasien yang terinfeksi HIV. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan

dapat dijadikan penelitian kohort untuk dipantau 1-5 tahun ke depan.

4. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan deteksi terhadap HCV pada seseorang yang terinfeksi HIV-HBV.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorowati, N., Yano, Y., Heriyanto, D. S., Rinonce, H. T., Utsumi, T., Mulya, D. P. (2012). Clinical and Virological Characteristics Of Hepatitis B or C virus Co- Infection with HIV in Indonesian Patients. J Med Virol. 84(6) :857-65. doi:10.1002/jmv.23293

Besral, Utomo, B., & Zani, A. P. (2004).

Potensi Penyebaran HIV Dari

Penggunaan NAPZA Suntik Ke

Masyarakat Umum. Makara, Kesehatan, Vol 8 No. 2 Desember 2004:53-58.

Prasetyo A.A., Dirgahayu P, Sari, Y., Hudiyono, H., & Kageyama, S. (2013). Molecular epidemiology of HIV, HBV, HCV, and HTLV-1/2 in drug abuser inmates in central Javan prisons, Indonesia. J Infect Dev Ctries. 7 (6):453-67.doi:10.3855/jidc.2965

Dore, G., & Sasadeusz, J. (2006). Coinfection HIV & Viral Hepatitis guidelines for

clinical management. Australia:

Australasian Society for HIV Medicine Inc.

Fibriani, A., Wisaksana, R., Alisjahbana, B., Indrati, A., Schutten, M., R, V. C., et al. (2014). Hepatitis B virus prevalence, risk factors and genotype distribution in HIV infected patients from West Java, Indonesia. J Clin Virol.59(4):235-41. doi:10.1016/j.jcv.2014.01.012

Jafari, S., Buxton, J., Etminan, M., Copes, R., Ashfar, K., & Baharlou, J. (2010). Tattooing and The Risk of Transmission

of Hepatitis C : A systematic review and meta-analysis. Int J Infect Dis. 14(11); e928-40. doi:10.1016/j.ijid.2010.03.019 Louie , S., Bonacini, M., Bzowej, N., & Wohl ,

A. (2004). Survival in patients with HIV infection and viral hepatitis B or C : a cohort study. AIDS. 18: 2039-45.

Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV. Jakarta: Salemba Medika.

Sulkowski, M. S. (2008). Management of hepatic complications in HIV-infected persons. J Infect Dis. 197(suppl 3):S279-293.

Thio, C. L., Seaberg, E. C., Sklolasky, R., Visscher, Visscher, B., & Munoz, A. (2002). Liver Disease Mortality in HIV-HBV Co-Infected Persons. 9th

conference of retroviruses and

opportunistic infections, 24-28;9.

Uchida , T., Kaneita, Y., Gotoh, K., Kanagawa, H., Kouyama, H., Kawanishi, T., et al. (1997). Hepatitis C virus is frequently coinfected with serum marker-negative hepatitis B virus: probable replication promotion of the

(5)

44 former by the latter as demonstrated by

in vitro cotransfection. J Med Virol. 52(4):399-405.

Utsumi, T., Lusida, M. I., Nasronudin, Amin, M., Juniastuti, Soetjipto. (2013). Detection of highly prevalent hepatitis B virus co-infection with

HIV in Indonesia. Hepatol Res. 43(10):1032-9. doi:10.1111/hepr.12053 World Health Organization. (2002).

Hepatitis B. Department of Communicable Diseases Surveillance and Response.

Referensi

Dokumen terkait

JUDUL : GAME EDUKASI PENGENALAN NAMA HEWAN DAN BUAH SEBAGAI ALAT BANTU AJAR BAHASA ARAB UNTUK ANAK- ANAK BERBASIS MACROMEDIA FLASH.. NAMA

1. Pembelajaran menggunakan laboratorium virtual adalah pembelajaran yang disertai dengan praktikum yang dilakukan dengan menggunakan media laboratorium virtual/maya berbasis

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menggunakan chem card dapat meningkatkan prestasi belajar

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penataan koleksi untuk temu kembali informasi di perpustakaan SMK Negeri 1 Manado, berperan penting dalam proses penelusuran.. Sebab,

Curah hujan dan penutupan lahan pada Sub DAS Musi mempengaruhi ketersediaan air. Kedua komponen ini merupakan input dari neraca air yang akan mempengaruhi fluktuasi

Penurunan kecemasan yang dialami oleh mahasiswa baru pada penelitian ini setelah diberikan intervensi berupa hypnotherapy dengan teknik future pacing yaitu karena

roaming wireless kemudian akan melakukan observasi untuk mengetahui Coverage Access Point pada wifi gedung A sampai gedung CXY, lalu setelah itu akan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan sistem Program JKBM Tahun 2010 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Bali bersama dengan