• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN

PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

JUDUL PENELITIAN

Peningkatan Warna Citra Bawah Air Dengan Menggunakan

Partial Filtering

PENGUSUL

Pujiono, S.Si. M.Kom

NIDN : 0603087001

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

April, 2014

(2)
(3)

DAFTAR ISI

Hal.

Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Daftar Isi ...iii

Ringkasan ...iv Bab 1. Pendahuluan ...1 1.1.Latar Belakang ...1 1.2.Rumusan Masalah ...3 1.3.Tujuan Penelitian ...3 1.4.Kontribusi Penelitian/Originalitas ...3

BAB 2. Tinjauan Pustaka...4

2.1.State of the art ...4

2.2. Penelitian Terkait Enhancement Image Underwater ...4

2.3.Peningkatan Kualitas Citra...6

2.4.Metode Mean Filter...6

2.5.Metode Median Filter...7

2.6. Contrast Stretching...7

2.7.Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization...8

2.8.Penilaian Kualitas Citra...9

2.9.Warna...10

Bab 3. Metode Penelitian...15

Bab 4. Biaya Dan Jadwal Penelitian...16

4.1.Anggaran Biaya...16

4.2.Jadwal Penelitian...16

Daftar Pustaka...17

Lampiran Lampiran 1 : Justifikasi Anggaran Penelitian...18

Lampiran 2 : Dukungan Sarana dan Prasaran Penelitian ...19

Lampiran 3 : Surat Keterangan Promotor ...20

Lampiran 4 : Biodata Peneliti ...21

(4)

RINGKASAN

Setiap obyek-obyek bawah air memiliki properti masing-masing. Enhancement citra bawah air tidak seperti di udara, banyak terjadi distorsi warna disebabkan jarak kamera yang berbeda serta pencahayaan tersebar secara tidak merata karena pengaruh lingkungan bawah air. Kondisi obyek bawah air dengan warna citra tidak menunjukan warna aslinya disebabkan karena beberapa gangguan seperti pencahayaan, hamburan, indeks bias air dan beberapa faktor lingkungan bawah air. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan warna citra bawah air seperti warna aslinya dengan menggunakan partial filtering. Partial filtering merupakan salah satu cara untuk meningkatkan warna citra bawah air dimana masing-masing bagian dari citra difilter dengan menggunakan filter yang berbeda karena properties dari masing-masing bagian dari citra tersebut yang tidak sama. Hasil dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter serta metode untuk dapat meningkatkan warna citra bawah air seperti pada warna aslinya.

(5)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keindahan dan keunikan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan Indonesia masih banyak menyimpan misteri dan tantangan potensinya. Salah satu dari potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang. Negara Indonesia termasuk negara yang memiliki terumbu karang 18% dari terumbu karang seluruh dunia, tetapi saat ini menjadi perhatian utama dunia karena 30% dari terumbu karang di Indoensia dalam kondisi yang sangat memprihatinkan atau kondisi yang kurang baik. Kondisi seperti ini menjadikan terumbu karang Indoensia dalam status paling terancam menurut The reef at risk and Indoensia institute of science [C.Beall 2010, G.Diansyah 2011].

Pengumpulan data terumbu karang diambil dari karimunjawa. Karimunjawa adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Indoensia. Luas daratan ±1.500 ha dan perairan ±110.000 ha. Kepulauan ini terdiri dari 27 pulau ke 5 diantaranya berpenduduk yaitu Karimunjawa sebagai pulau utama, Kemujan, Parang, Genting dan Nyamuk. Kepulauan Karimunjawa dinyatakan sebagai kawasan konservasi oleh kementrian Kehutanan [Yusuf S, 2011]

Penelitian citra bawah air yang memiliki kualitas citra yang terdegradasi karena proses penyerapan cahaya dan hamburan sehingga menyebabkan salah satu warna mendominasi warna yang lain menjadi tantangan tersendiri. Kualitas citra bawah air diperlukan karena dibutuhkan dalam penelitian laut dalam. Beberapa penelitian telah

(6)

dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra bawah air [B.Singh 2011, K.Iqbal 2010, PN Andono,2013, P.Subashini 2010]

Fig. 1.2. a. Water surface effects Fig. 1.2. b. Colour appearance in underwater

Kepadatan air laut 800 kali lebih padat dari pada di udara, menjadi salah satu kendala utama dalam pengolahan citra bawah air. Kepadatan air laut ini memberikan efek permukaan air membagi cahaya bergerak dari udara ke air menjadi cahaya terang dan gelap (gambar 1.2 a) [ K.Iqbal,2007 ]. Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air semakin berkurang secara bertahap seiring dengan semakin dalam di dasar laut, sehingga citra bawah air menjadi gelap dan semakin gelap mengikuti kedalaman air laut. Tidak hanya jumlah cahaya berkurang ketika kita masuk lebih dalam , tetapi juga warna berkurang satu persatu tergantung pada panjang gelombang warna. Misalnya, pertama-tama warna merah menghilang di kedalaman 3m. Kedua, warna oranye mulai menghilang, pada kedalaman 5m. Ketiga sebagian besar kuning menghilang pada kedalaman 10 m dan akhirnya hijau dan ungu menghilang di kedalaman lebih lanjut. (gambar 1.2 b). Dengan kondisi terumbu karang saat ini 30 % dalam kondisi yang memprihatinkan atau kurang baik maka diperlukan upaya-upaya penyelamatan terumbu karang tersebut sebagai bagian dari usaha penyelematan kekayaan alam Indoensia. Kondisi kesehatan terumbu karang salah satunya dapat terlihat dari kondisi warna asli pada terumbu karang itu sendiri. Beberapa penelitian yang ada dan eksperimen yang dilakukan bahwa ketika menyelam mengambil gambar dalam air maka warna yang ada bukanlah warna asli dari terumbu karang tersebut, warna terumbu karang sudah berubah karena beberapa faktor lingkungan

(7)

bawah air diantaranya adalah indeks bias air, pencahayaan dan beberapa gangguan struktur lingkungan bawah air. Demikian halnya dengan gangguan setiap obyek dalam air berbeda antara satu obyek dengan obyek yang lain, ketika satu frame digunakan satu filter tidak bisa sehingga diperlukan adanya partial filtering untuk dapat mengeluarkan warna asli dari obyek yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana mengeluarkan warna asli dari obyek bawah air dari obyek sebelumnya, dimana pada obyek sebelumnya tidak menunjukan warna asli karena gangguan lingkungan dalam air seperti pencahayaan, indeks bias dan struktur lingkungan bawah air. Permasalahan yang lain bahwa gangguan setiap obyek dalam air berbeda antara satu obyek dengan obyek yang lain, ketika satu citra difilter dengan satu filter untuk meningkatkan kualitas warna seperti aslinya tidak maksimal, karena pengaruh gangguan dalam air pada masing-masing bagian citra berbeda, sehingga diperlukan partial filtering pada masing-masing bagian citra untuk meningkatkan kualitas warna citra seperti pada aslinya.

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kualitas warna citra menggunakan partial filtering dengan cara melakukan filter pada masing-masing bagian citra dengan filter yang berbeda sehingga kualitas warna citra akan tampak seperti citra aslinya.

1.4. Kontribusi Penelitian/Originalitas

Kontribusi dalam penelitian ini adalah bahwa selama ini enhancement image underwater dilakukan secara uniform (sama) pada obyek atau citra bawah air, padahal gangguan obyek atau citra lingkungan bawah air karena faktor pencahayaan setiap bagian-bagian obyek atau citra berbeda-beda. Dalam penelitian ini enhancement image underwater dilakukan secara parsial yaitu masing-masing bagian obyek atau citra bawah air di enhance dengan filter yang berbeda. Sedangkan originalitas dari penelitian ini berupa metode baru yang mampu meningkatkan kualitas warna obyek atau citra bawah air sehingga warna asli dari obyek atau citra itu terlihat.

(8)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. State of the art

Setiap obyek atau citra bawah air memiliki properti masing-masing. Enhancement obyek atau citra bawah air tidak seperti di udara, banyak terjadi distorsi warna disebabkan jarak kamera yang berbeda serta pencahayaan tersebar secara tidak merata karena pengaruh lingkungan bawah air. Kondisi warna obyek atau citra bawah air tidak menunjukan warna aslinya disebabkan karena beberapa gangguan seperti pencahayaan, hamburan, indeks bias air dan beberapa faktor lingkungan bawah air. Selama ini enhancement image underwater dilakukan secara uniform (sama) pada obyek atau citra bawah air, padahal gangguan obyek atau citra lingkungan bawah air karena faktor pencahayaan setiap bagian-bagian obyek atau citra berbeda-beda. Dalam penelitian ini enhancement image underwater dilakukan menggunakan partial filtering, yaitu masing-masing bagian obyek atau citra bawah air di enhance dengan filter yang berbeda. Originalitas dari penelitian ini berupa metode baru yang mampu meningkatkan kualitas warna obyek atau citra bawah air sehingga warna asli dari obyek atau citra itu terlihat.

2.2. Penelitian Terkait Enhancement Image Underwater

Beberapa penelitian yang terkait dengan image underwater enhancement telah dilakukan dengan beberapa metode dan model yang berbeda diantaranya B. Singh, R.S. Mishra dan P. Gour, 2011 membandingakan metode kontras stretching, CLAHE dan Histogram Equalization, Hasilnya adalah Metode CLAHE meningkatkan kontras dan menyetarakan histogram citra lebih efisien. K. Iqbal, R.A. Salam, A. Osman dan A.Z. Talib, 2007, menggunakan pendekatan slide stretching pada RGB dan HSI colour models untuk meningkatkan gambar bawah air. Norsila bt Shamsuddin, W. Fatimah bt W. Ahmad, Baharum b Baharudin, M. Kushairi b M. Rajuddin, Farahwahida bt Mohd, 2012, teknik peningkatan secara manual memiliki presisi lebih baik dibandingkan dengan teknik peningkatan secara auto correction. P. N. Andono, I.K.E. Purnama and M. Hariadi, 2013, Ada peningkatan key point dan matching point dari image teregistrasi dengan SIFT pada perbaikan image menggunakan CLAHE. P. Subashini, M. M. Kumar, S. K.

(9)

Thakur, and G. Padmavathi, 2010, Metode wavelet denoising dengan rata-rata filter memberikan hasil yang diinginkan dalam hal Mean Square Error dan Peak Signal Noise Ratio. K. Iqbal, M.Odetayo, A. James dan R. Abdul Salam, 2010, Meningkatkan citra bawah air dengan menggunakan UCM yang menghasilkan lebih baik dibandingkan metode Gray World, White Pitch dan Histogram Equalization menggunakan adobe photoshop. Penelitian lain terkait dengan penelitian ini terlihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Penelitian terkait Underwater Image Enhancement Research Under

Water Image Enhancement

Metode Kontribusi peneliti Lain Kontribusi Peneliti

B. Singh, R. S. Mishra, and P. Gour, Analysis of Contrast Enhancement Techniques For Underwater Image Metode CLAHE, Contrast Stretching dan Histogram Equalization

Peningkatkan kontras dan menyetarakan histogram citra lebih efisien

Kontribusi dalam penelitian ini adalah bahwa selama ini

enhancement image

underwater dilakukan secara uniform (sama) pada obyek atau citra bawah air, padahal gangguan obyek atau citra lingkungan bawah air karena faktor pencahayaan setiap bagian-bagian obyek atau citra berbeda-beda. Dalam penelitian ini enhancement image underwater dilakukan secara parsial yaitu masing-masing bagian obyek atau citra bawah air di enhance dengan filter yang berbeda. Sedangkan originalitas dari penelitian ini berupa metode

baru yang mampu

meningkatkan kualitas warna obyek atau citra bawah air K. Iqbal, R. A. Salam, A. Osman, and A. Z. Talib, Underwater Image Enhancement Using an Integrated Colour Model Pendekatan slide stretching pada RGB and HSI colour models meningkatkan gambar bawah air.

Meningkatkan true warna dan memecahkan masalah pencahayaan. K. Iqbal, M. Odetayo, A. James, and R. Abdul Salam, Enhancing The Low Quality Images Using Unsupervised Colour Correction Method Unsupervised Colour Correction Method (UCM)

UCM menghasilkan lebih baik dibandingkan metode Gray World, White Patch and

Histogram Equalization using Adobe Photoshop

P. N. Andono, I.K.E. Purnama and M. Hariadi, Underwater

Metode SIFT

Metode CLAHE Ada peningkatan key point dan matching point dari image teregistrasi dengan SIFT dari

(10)

Image Enhancement Using Adaptive Filtering For Enhanced SIFT-Based Image Matching perbaikan image menggunakan CLAHE

sehingga warna asli dari obyek atau citra itu terlihat

P. Subashini, M. M. Kumar, S. K. Thakur, and G. Padmavathi, Comparison of Filters used for Underwater Image Pre-Processing

Tiga filter homomorphic, difusi anisotropik dan wavelet denoising

Metode wavelet denoising dengan rata-rata filter memberikan hasil yang diinginkan dalam hal Mean Square Error dan Peak Signal Noise Ratio

2.3. Peningkatan Kualitas Citra ( Image Enhancement )

Peningkatan kualitas citra merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mendapatkan kondisi tertentu pada sebuah citra. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode dimana tergantung pada kondisi yang diharapkan pada citra, seperti mempertajam bagian tertentu pada citra, menghilangkan noise atau gangguan, manipulasi kontras dan skala keabuan dan sebagainya. Secara umum metode yang digunakan dapat digolongkan kedalam dua kelompok yitu metode domain frekuensi dan metode domain spasial. Pada metode domain frekuensi, teknik pemrosesanya berdasarkan pada transformasi fourier terhadap nilai pixel. Seangkan pada metode domain spasial proses dioperasikan langsung terhadap pixel, dimana untuk memproses sebuah pixel harus mengikutsertakan pixel-pixel tetangganya. Fungsi matematis domain spasial adalah sebagai berikut :

g (x,y) = T [ f (x,y) ] (2.1)

dimana g (x,y) adalah citra hasil atau keluaran, f (x,y) adalah fungsi citra masukan sedang T adalah operator atas f yang didefinisikan terhadap kumpulan tetangga-tetangga (x,y).

2.4. Metode Mean Filter

Metode mean filter adalah suatu metode filtering yang bekerja dengan cara menggantikan intensitas suatu pixel dengan rata-rata nilai pixel dari pixel-pixel tetangganya. Jika suatu

(11)

citra f(x,y), yang berukuran M x N dilakukan proses filtering dengan penapis h(x,y) maka akan menghasilkan citra g(x,y), dimana penapis h(x,y) merupakan matrik yang berisi nilai 1/ukuran penapis. Secara matematis proses tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

g (x,y) = f (x,y) * h (x,y) (2.2)

operasi diatas dipandang sebagai konvolusi antara citra f (x,y) dengan penapis h (x,y) dimana * menyatakan operator konvolusi dan prosesnya dilakukan dengan menggeser penapis konvolusi pixel per pixel

2.5. Metode Median Filter

Metode median filter merupakan filter non linier yang berfungsi untuk menghaluskan dan mengurangi noise atau gangguan pada citra. Dikatakan non linier karena cara kerja penapis ini tidak termasuk kedalam kategori operasi konvolusi. Operasi non linier di hitung dengan mengurutkan nilai intensitas sekelompok pixel, kemudian menggantikan nilai pixel yang diproses dengan nilai tertentu.

Pada median filter suatu window atau penapis yang memuat sejumlah pixel ganjil digeser titik per titik pada seluruh daerah citra. Nilai- nilai yang berada pada window diurutkan secara ascending untuk kemudian dihitung nilai medianya. Nilai tersebut akan mengganti nilai yang berada pada pusat window.

Jika suatu window ditempatkan pada suatu bidang citra, maka nilai pixel pada pusat bidang window dapat dihitung dengan mencari nilai median dari intensitas sekelompok pixel yang telah diurutkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

g (x,y) = Median { f ( x - i , y - i ), ( i , j )

w (2.3)

dimana g (x,y) merupakan citra yang dihasilkan dari citra f(x,y) dengan w sebagai window yang ditempatkan pada bidang citra dan (i,j) emenen dari window tersebut.

2.6. Contrast Stretching

Contrast stretching merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan citra baru dengan kontras yang lebih baik daripada kontras dari citra asalnya. Citra yang memiliki kontras rendah dapat terjadi karena kurangnya pencahayaan, kurangnya bidang dinamika dari sensor citra, atau kesalahan setting pembuka lensa pada saat pengambilan

(12)

citra. Ide dari proses contrast stretching adalah untuk meningkatkan bidang dinamika dari gray level di dalam citra yang akan diproses. Proses contrast stretching termasuk proses perbaikan citra yang bersifat point processing, yang artinya proses ini hanya tergantung dari nilai intensitas (gray level) satu pixel, tidak tergantung dari pixel lain yang ada di sekitarnya. Dalam mengubah nilai kontras pixel dari pixel aslinya menggunakan ketentuan seperti dalam gambar 3, yaitu

akan terjadi perubahan nilai kontras pixel jika nilai tingkat keabuan r1 ≤ r2 dan s1 ≤ s2,

 tidak akan terjadi perubahan nilai kontras pixel jika nilai tingkat keabuan r1 = r2 dan s1 =s2

akan mentransformasikan citra menjadi citra biner (thresholding) jika r1 = r2 dan s1= 0 dan s2 = 255.

Gambar 2.1 Fungsi contrast Stretching

2.7. Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE)

Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) merupakan versi perbaikan dari Adaptive Histogram Equalization (AHE) dimana masalah noise pada AHE dapat dikurangi dengan membatasi peningkatan kontras khususnya pada daerah yang homogen, yang dicirikan sebagai puncak yang tinggi pada histogram terkait dengan daerah kontekstual karena banyak piksel yang tergabung pada kisaran abu-abu yang sama. Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) digunakan untuk

(13)

meningkatkan kontras citra dengan mengubah nilai intensitas dalam citra CLAHE beroperasi pada daerah yang kecil yang disebut sebagai tile, CLAHE menerapkan interpolasi bilinier untuk mengeliminasi adanya region boundaries oleh karena itu daerah-daerah kecil yang bertetangga terlihat lebih halus atau tidak terlihat batasnya. Keuntungan menggunakan CLAHE adalah mudah digunakan, perhitungan yang sederhana dan menghasilkan output yang bagus pada sebagain besar citra. CLAHE memiliki noise yang sedikit dan bisa menghindari adanya saturasi kecerahan yang biasa terjadi pada Histogram Equalization. Distribusi piksel histogram dapat berupa distribusi Rayleigh, uniform distribusi eksponensial.

The clip limit  can be obtained by:

max

1 ( 1 100 M S N          (2.4)

Where  is clip limit factor, Mregion size, Nis grayscale value. The maximum clip limit is obtained for =100.

Tingkat keabuan dari distribusi uniform cenderung memiliki ditribusi yang data datar sedangkan tingkat keabuan dari distribusi eksponensial cenderung didistribusikan dengan frekuensi lebih tinggi. Tingkat keabuan dari distribusi Rayleigh cenderung didistribusikan lebih di tengah pada level keabuan.

2.8. Penilaian Kualitas Citra

Penilaian kualitas citra dilakukan dengan cara penilian secara obyektif dengan menggunakan besaran MSE (Mean Square Error ) dan PSNR (Peak Signal Noise Rasio), kedua besaran tersebut membandingkan pixel-pixel pada posisi yang sama dari dua citra yang berlainan.

a. Mean Square Error adalah rata-rata kuadrat nilai kesalahanantara citra asli dengan citra hasil pengolahan yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

MSE =

 

     1 0 1 0 2 | )) , ( ) , ( ( | 1 M x N y y x g y x f MN (2.5)

b. Peak Signal to Noise Rasio merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise)

(14)

yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), Noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuuadrat nilai kesalahan ( MSE ), secara matematis nilai PSNR dapat dirumuskan sebagai berikut :

PSNR = 20log10       MSE 255 (2.6) 2.9 Warna 2.9.1. Dasar-dasar warna

Persepsi visual citra berwarna (color images) umumnya lebih kaya dibandingkan dengan citra hitam putih (greyscale), karena itu citra berwarna lebih disenangi daripada citra hitam putih. Citra berwarna menampilkan warna objek seperti warna aslinya (meskipun tidak selalu tepat demikian). Warna yang diterima oleh mata dari sebuah objek ditentukan oleh warna sinar yang dipantulkan oleh objek tersebut. Sebagai contoh, suatu objek berwarna hijau karena objek tersebut memantulkan sinar biru dengan panjang gelombang 450 sampai 490 nanometer (nm). Warna sinar yang direspon oleh mata adalah sinar tampak (visible spectrum) dengan panjang gelombang berkisar dari 400 (biru) sampai 700 nm (merah).

Warna-warna yang diterima oleh mata manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B). Ketiga warna tersebut dinamakan warna pokok (primaries), dan sering disingkat sebagai warna dasar RGB. Warna-warna lain dapat diperoleh dengan mencampurkan ketiga warna pokok tersebut dengan perbandingan tertentu (meskipun tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua kemungkinan warna dapat dihasilkan dengan kombinasi RGB saja), sesuai dengan teori Young (1802) yang menyatakan bahwa sembarang warna dapat dihasilkan dari percampuran warna-warna pokok C1, C2, dan C3 dengan persentase tertentu.

C = a C1 + b C2 + c C3 (2.7)

Bila citra warna didigitasi, maka tiga buah filter digunakan untuk mengekstraksi intensitas warna merah, hijau, dan biru, dan bila ketiganya dikombinasikan kita memperoleh persepsi warna.

(15)

Selain RGB, warna juga dapat dimodelkan berdasarkan atribut warnanya. Setiap warna memiliki 3 buah atribut, yaitu intensity (I), hue (H), dan saturation (S).

a. Intensity/brigthness/luminance

Atribut yang menyatakan banyaknya cahaya yang diterima oleh mata tanpa mempedulikan warna. Kisaran nilainya adalah antara gelap (hitam) dan terang (putih) b. Hue

Menyatakan warna sebenarnya, seperti merah, violet, dan kuning. Hue digunakan untuk membedakan warna-warna dan menentukan kemerahan (redness), kehijauan (greenness), dsb, dari cahaya. Hue berasosiasi dengan panjang gelombang cahaya, dan bila kita menyebut warna merah, violet, atau kuning, kita sebenarnya menspesifikasikan hue-nya.

c. Saturation

Menyatakan tingkat kemurnian warna cahaya, yaitu mengindikasikan seberapa banyak warna putih diberikan pada warna. Sebagai contoh, warna merah adalah 100% warna jenuh (saturated color), sedangkan warna pink adalah warna merah dengan tingkat kejenuhan sangat rendah (karena ada warna putih di dalamnya). Jadi, jika hue menyatakan warna sebenarnya, maka saturation menyatakan seberapa dalam warna tersebut.

Dalam praktek, hue dikuantisasi dengan nilai dari 0 sampai 255; 0 menyatakan merah, lalu memutar nilai-nilai spektrum tersebut kembali lagi ke 0 untuk menyatakan merah lagi. Ini dapat dipandang sebagai sudut dari 0° sampai 360°. Jika suatu warna mempunyai saturation = 0, maka warna tersebut tanpa hue, yaitu dibuat dari warna putih saja. Jika saturation = 255, maka tidak ada warna putih yang ditambahkan pada warna tersebut. Saturation dapat digambarkan sebagai panjang garis dari titik pusat lingkaran ke titik warna. Intensity nilainya dari gelap sampai terang (dalam praktek, gelap = 0, terang = 255). Intensity dapat digambarkan sebagai garis vertikal yang menembus pusat lingkaran. Ketiga atribut warna (I, H, dan S) digambarkan dalam model IHS (ada juga yang menyebutnya model HSV, dengan V = Value = I) yang diperlihatkan pada Gambar 2.2

(16)

Gambar 2.2. Model HIS 2.9.3. Sistem Koordinat Warna

CIE (Commission International de l’Eclairage) atau International Lighting Committee adalah lembaga yang membakukan warna pada tahun 1931. CIE mula-mula menstandarkan panjang gelombang warna-warna pokok sebagai berikut :

R : 700 nm G : 546.1 nm B : 435.8 nm

Warna-warna lain dapat dihasilkan dengan mengkombinasikan ketiga warna pokok tersebut. Model warna yang digunakan sebagai acuan dinamakan model RGB. RGB bukan satu-satunya warna pokok yang dapat digunakan untuk menghasilkan kombinasi warna. Warna lain dapat juga digunakan sebagai warna pokok (misalnya C = Cyan, M = Magenta, dan Y = Yellow). Karena itu CIE mendefinisikan model warna dengan menggunakan warna-warna fiktif (yaitu, warna yang secara fisik tidak dapat direalisasikan), yang dilambangkan dengan X, Y, dan Z. Model warna tersebut dinamakan model XYZ. Warna-warna dispesifikasikan dengan jumlah relatif warna pokok fiktif. Keuntungan utama dari model ini adalah luminance atau brigntness sinyal disediakan langsung oleh Y. Jadi, nilai Y memberikan citra greyscale dari citra berwarnanya. Kromatisitas (chromaticity of color) masing-masing warna pokok, menunjukkan persentase relatif suatu warna pokok di antara warna pokok lainnya pada warna yang diberikan, yang definisikan sebagai

X = Z Y X X   (2.8)

(17)

Y = Z Y X Y   (2.9) Z = Z Y X Z   (2.10)

Warna putih acuan dinyatakan dengan X = Y = Z = 1. Jumlah seluruh nilai kromatisitas warna adalah satu :

x + y + z = 1 (2.11)

atau z = 1 – ( x + y ) (2.12)

Jelas hanya dua nilai x dan y yang dibutuhkan untuk menspesifikasikan kromatisitas warna, karena jika x dan y diketahui, z dapat dihitung dengan persamaan 2.12. Warna lebih tepat dinyatakan dengan kromatisitas x dan y dan luminansi Y. Koordinat kromatisitas (2.8 dan 2.9) digunakan untuk menggambarkan diagram kromatisitas pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Diagram kromatisitas CIE

Titik yang ditandai “green” pada diagram Gambar 2.3 memiliki kira-kira 62% green dan 25% red. Ini sesuai dengan persamaan 2.12 bahwa kompisisi blue kira kira

(18)

13%. Posisi bermacam-macam spektrum warna, dari violet 380 nm sampai red 780 nm dinyatakan pada sisi (boundary) diagram yang berbentuk setengah elips. Ini adalah warna-warna “pure”. Titik yang tidak terletak pada sisi tetapi masih di dalam diagram menyatakan campuran spektrum warna. Titik energy setara (equal energy) berkoresponden dengan nilai fraksi yang sama dari ketiga warna pokok X, Y, Z. Titik energi setara menyatakan bakuan CIE untuk cahaya putih. Sembarang titik yang terletak pada sisi diagram dikatakan jenuh (saturated). Semakin jauh titik-titik itu meninggalkan sisi dan mendekati titik energy setara, itu berarti semakin banyak cahaya putih ditambahkan pada warna dan ia menjadi kurang jenuh (less saturated). Kejenuhan titik energi setara adalah nol. Garis lurus yang menghubungkan dua titik di dalam diagram mendefinisikan semua variasi warna berbeda yang dapat diperoleh dengan mengkombinasikan dua warna ini. Sebagai contoh, garis lurus dari red ke green. Jika lebih banyak cahaya red daripada green, maka titik warna baru terletak pada segmen garis, tetapi ia akan lebih dekat ke red daripada ke green.

Hue dari warna tertentu diperoleh dengan menarik garis dari putih ke sisi elips melalui warna tersebut. Misalkan digambar garis dari posisi W (putih) melalui warna tertentu, P, ke sisi elips pada posisi H. Nilai hue adalah H, dan saturation adalah panjang WP relative terhadap WH. Warna P dapat dipandang sebagai campuran warna putih dan hue:

P = SH + (1 – S) W (2.13)

(19)

BAB 3. METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan di dalam menyelesaikan penelitian secara garis besar di sajikan dalam gambar 3.1 dan dijelaskan lebih detail pada tabel 3.1

Gambar 3.1 Bagan Penelitian

Tabel 3.1 Tahapan Penelitian

No. Kegiatan Luaran Lokasi Penelitian Indikator Capaian

1 Studi Literatur Memperoleh literature pengolahan citra

ITS Surabaya dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Mendapatkan materi literature 3 tahun terakhir

2 Pengumpulan data bawah air

Mendapatkan citra bawah air

Perairan karimunjawa Jepara - Jawa Tengah

Mendapatkan image /citra bawah air - terumbu karang 3 Melakukan Seqmentasi

Image Bawah Air

Mendapatkan citra hasil yang seqmentasi

ITS Surabaya dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Mendapatkan bagian-bagin citra bawah air hasil seqmentasi 4 Peningkatan citra bawah

air dengan menggunakan filtering

Mendapatkan image bawah air yang sudah terfilter dengan metode filter yang sesuai

ITS Surabaya dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Mendapatkan image yang peningkatan 90% dengan filter yang sesuai 5 Peningkatan warna citra

bawah air dengan menggunakan Partial Filtering

Memperoleh

peningkatan warna citra bawah air dengan menggunakan partial filtering

ITS Surabaya dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Mendapatkan warna citra bawah air yang 95% sesuai dengan warna aslinya

(20)

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 4.1. Anggaran Biaya

Biaya yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 49.550.000,- ( empat puluh sembilan juta lima ratus lima puluh ribu rupiah ), dengan rincian pengeluaran sebagai berikut :

4.2. Jadwal Penelitian

(21)

DAFTAR PUSTAKA

B. Singh, R. S. Mishra, and P. Gour, "Analysis of Contrast Enhancement Techniques For Underwater Image," International Journal of Computer Technology and Electronics Engineering, pp. pp. 190-194., Vol. 1, Issue 2, October 2011.

C Beall, B J Lawrence, V Ila, and F Dellaert, Reconstruction 3D Underwater Structures.: Atlantic, 2010

G. Diansyah, T.Z. Ulqodry, M. Rasyid, and A. Djawanas, "The Measurements of Calcification Rates in Reef Corals Using Radioisotope 45 Ca at Pongok Sea, South Bangka," Atom Indonesia Journal, vol. 37, no. 1, pp. 11-16, 2011

Gonzales, R.C and Woods, R.E, “Digital Image Processing”, Prentice Hall, 2002

Habibi, H., Setiasih, N., and Sartin, J., "A Decade of Reef Check Monitoring: Indonesian Coral Reefs, Condition and Trends," The Indonesian Reef Check Network , 2007.

John Y. Chiang, Ying-Ching Chen and Yung-Fu Chen, “Underwater Image Enhancement : Using Wavelength Compensation and Image Dehazing (WCID)”, in Proceedings of the 3th International Conference, ACIVS, 2011

K. Iqbal, M. Odetayo, A. James, and R. Abdul Salam, "Enhancing The Low Quality Images Using Unsupervised Colour Correction Method," in IEEE International Conference on Systems Man and Cybernetics (SMC), 2010.

K. Iqbal, R. A. Salam, A. Osman, and A. Z. Talib, "Underwater Image Enhancement Using an Integrated Colour Model," IAENG International Journal of Computer Science, Vol. 34, No. 2, 2007.

Munir R, “Pengolahan Citra Digital”, Informatika, Bandung, 2004

Norsila bt Shamsuddin, W. Fatimah bt W. Ahmad, Baharum b Baharudin, M. Kushairi b M. Rajuddin, Farahwahida bt Mohd, “Significance Level of Image Enhancement Techniques for Underwater Images, , International Conference on Computer and Information Science (ICCIS), 2013.

P. N. Andono, I.K.E. Purnama and M. Hariadi, "Underwater Image Enhancement Using Adaptive Filtering For Enhanced SIFT-Based Image Matching” , International Journal of Theoretical and Applied Information Technology, vol 52, no. 3, pp.273-280, 2013

P. Subashini, M. M. Kumar, S. K. Thakur, and G. Padmavathi, "Comparison of Filters used for Underwater Image Pre-Processing," International Journal of Computer Science and Network Security, vol. 10, no. 1, pp. 58-65, 2010.

Yusuf Syaifudin, "Rencana Proyek Kampanye Pride Taman Nasional Karimunjawa," Balai Taman Nasional Karimunjawa, 2011.

(22)
(23)

Lampiran 2 : Dukungan Sarana dan Prasarana Penelitian

Sarana dan prasarana yang akan dipakai dalam melakukan kegiatan penelitian yang diusulkan ini adalah ruangan laboratorium sebagai pengolahan data dan diskusi.

(24)

Lampiran 3 : Surat keterangan promotor yang diketahui pimpinan pascasarjana bahwa yang bersangkutan sudah dinyatakan layak sebagai kandidat doktor

(25)

Lampiran 4 : Biodata Peneliti

A. Identitas Diri

Nama : Pujiono, S.Si. M.Kom Jenis Kelamin : Laki-laki

Jabatan Fungsional : Lektor

NPP : 0686.11.1997.138 NIDN : 0603087001

Tempat dan Tanggal Lahir : Kendal, 3 Agustus 1970 Alamat Email : opuji88@gmail.com

Nomor Telpon / HP : (024) 76482573 / 081 225 79804

Alamat Kantor : Jl. Nakula I No. 5 – 11, Semarang 50131 No. Telp / Faks : 024 3517261 / 024 3569196

Lulusan yang telah dihasilkan : S-1 = 80 orang

Mata Kuliah yang diampu : 1. Sistem Pendukung Keputusan 2. Analisa Kinerja Sistem 3. Matematika Bisnis

B. Riwayat Pendidikan

S1 S2 S3

Nama Perguruan Tinggi Universitas

Diponegoro -Semarang

Sekolah Tinggi Teknik Informatika Benarif Indonesia – STTIBI Jakarta Institut Teknologi Sepuluh Nopember -Surabaya

Bidang Ilmu Matematika Teknik Informatika Teknik Elektro Tahun Masuk – Lulus 1990 - 1996 1999 - 2001 2009 -

Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Solusi Persamaan Wiener-Hopf dengan Metode Proyeksi

Perancangan Basis Data Sistem Informasi Evaluasi Diri Program Studi di STIE Dian Nuswantoro Semarang

Object Based Underwater Image Enhancement Using Partial Filtering

Nama Pembimbing/Promotor Drs. Soetomo Dr. Ir. Kudang B. Seminar, M.Sc.

Mochamad Hariadi, ST., M.Sc. Ph.D

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Rp)

1 2010 Penggunaan Sistem Informasi Geografis (GIS) Dalam Penentuan Lokasi Pos Pemadam Kebakaran di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.

P2M Universitas Dian

Nuswantoro.

3.000.000,-D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat SumberPendanaan Jml (Rp)

1 2013 Memberi Materi Pelatihan Jaringan untuk

Siswa SMK Se Jawa Tengah Dikjur Jateng dan P2M UDINUS

-2 2012 Pelatihan Pengembangan SDM IT Program

Animasi Tingkat Lanjut dan Game Digital

Dinperindag Jateng dan P2M Universitas Dian Nuswantoro.

(26)

-E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Karya Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomo

r/Tahun

1 Model Analytical Hierarchy Process untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Karyawan Pada Instansi Kesatuan Bangsa Politik dan Pelindungan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah

Jurnal Teknologi Informasi, Techno.Com, ISSN : 1412-2693 Vol.11 No. 1 November, 2013 2 Sistem Informasi Penetapan Angka Kredit (PAK)

Kenaikan Pangkat Jabatan Fungsional Guru studi kasus Dinas Pendidikan Kota XYZ

Jurnal Teknologi Informasi, Techno.Com, ISSN : 1412-2693

Vol.11 No. 1 Pebruari, 2012 3 Desain Sistem Informasi Pengawasan Pada Inspektorat

Kabupaten Pemalang Jurnal Teknologi Informasi, Techno.Com, ISSN : 1412-2693 Vol.10 No. 4 November, 2011, 4 Perancangan Perangkat Lunak Instrumen Penilaian dan

Evaluasi Kinerja Guru

Jurnal Techno Science ISSN : 1978-9793

Vol.5 No. 2 Oktober 2011 5 Pemodelan Profil Dinas Pendidikan Kecamatan

Bringin Kabupaten Semarang Dengan Sistem Informasi Geografis Jurnal Teknologi Informasi, Techno.Com, ISSN : 1412-2693 Vol.10 No. 3 Agustus, 2011

F. Pemakalah Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan Ilmiah Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 The 7th International Conference om

Information & Communication Technology and System, The Patra bali Indonesia 15th-16th, 2013

Departemen of Informatics, Faculty of Information Technology, ITS,

Color Enhancement of Underwater Coral Reef Images Using Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) with Rayleigh Distribustion

The Patra bali Indonesia 15th-16th,

2013 Departemen of Informatics, Faculty of Information Technology, ITS,

2 Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan (Semantik) Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 16 April 2011, ISBN : 979 26 0255 0

Perancanagan Decision Support

System dengan Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy

Process untuk Menentukan Kredit Risk Scoring bagi Kelayakan

Pemberian Kredit Usaha Rakyat

16 April 2011, Universitas Dian Nuswantoro

Semarang.

Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Semarang, 28 April 2014 Yang Menyatakan

Pujiono, S.Si. M.Kom NPP. 0686.11.1997.138

(27)

Gambar

Fig. 1.1. Karimunjava’s Coral Reefs
Fig. 1.2. a. Water surface effects  Fig.   1.2.   b.  Colour   appearance   in underwater
Tabel 1.1 Penelitian terkait Underwater Image Enhancement Research Under
Gambar 2.1 Fungsi contrast Stretching
+4

Referensi

Dokumen terkait

3 Proses MRP 4 Proses Produksi 1.1 Order Bahan Baku 1.2 Terima Bahan Baku 1.3 Buat Laporan Pembelian 2.1 Terima Order 2.2 Kirim Barang Jadi 2.3 Buat Laporan Penjualan 3.1 Cek

Di era sekarang ini dan sebuah keamanan menjadi perhatian utama bagi teknologi elektronik (Niranjanamurthy and Chahar 2013) agar tetap aman seiring meningkatnya

Tujuan dari penelitian ini menguji kualitas air pada sumber air tanah yang ditinjau dari beberapa parameter kimia yaitu suhu, pH dan kandungan Besi (Fe) dimana

Pada tanggal 27 September 2010, pukul 18.30 WITA, saat terjadi kecelakaan kapal, kapal terseret arus, akibat kapal tidak mampu melawan derasnya arus, kemudian terdampar

Hasil tes akhir siklus I dapat dilihat pada tabel 1 Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes (N) 28 orang. 4 Penarukan pada siklus

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Berdasarkan kebutuhan itu, 1 massa dapat diterapkan dalam desain, namun karena kendala lahan terhadap lahan gambut, massa diris dan dibagi bagi menjadi 4 unit massa

Berdasarkan deskriptif pengetahuan kewirausahaan inovasinya masih rendah sehingga tidak dapat mempengaruhi secara positif terhadap kinerja wirausaha, meskipun semakin