• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi

Perawatan Intensif

Anna Deliana*, Agung Wijayanto**, Prasenohadi**, Menaldi Rasmin**

* Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya.

** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.

Abstrak

Latar belakang : Salah satu pelayanan sentral di rumah sakit adalah pelayanan instalasi perawatan intensif (IPI). Saat ini pelayanan di IPI tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien yang mengalami lebih dari satu disfungi/gagal organ. Pemilihan pasien didasarkan atas penilaian klinis dan estimasi prognosis. Suatu IPI harus mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien kritis. Keadaan ini memerlukan mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas apabila kebutuhannya ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia. Indikasi secara umum pemakaian ventilasi mekanis digunakan untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler. Ventilasi mekanis diindikasikan sebagai terapi definitif untuk hipoksemia berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia. Indikasi yang sering untuk pemasangan ventilasi mekanis pada penyakit paru adalah edema paru akut, pneumonia, ARDS, serangan asma berat dan PPOK eksaserbasi akut berat. Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga. Perundingan keluarga sebaiknya dilakukan segera setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala. (J Respir Indo. 2013; 33:264-70)

Kata kunci : Instalasi perawatan intensif (IPI), gagal napas, ventilasi mekanis.

Treatment Indication for Respiratory Patient in Intensive Care Unit

Abstract

Background : One of the central services at the hospital is Intensive Care Unit (ICU). ICU is currently dealing not only with post-surgical patients, but also includes various kinds of adult patients, children with more than one dysfunction / organ failure. The selection of patients based on an clinical assessment and prognosis estimation. An ICU should be able to combine high technology and specialized expertise in the field of emergency medicine and nursing to care for critically ill patients. Prioritizing or selecting the appropriate patients is important since limited number of bed in ICU. General indication for the use of mechanical ventilation are acute respiratory failure, coma, acute on chronic respiratory failure and neuromuscular disorders. Mechanical ventilation is indicated as definitive therapy for severe hypoxemia, alveolar hypoventilation and hypercapnia. Frequent indication for mechanical ventilation on lung disease are acute pulmonary edema, pneumonia, ARDS, severe asthma attacks and severe acute exacerbations of COPD. End-of-life decisions must be discussed with the family. Family meeting with ICU staff should be done periodically. (J Respir Indo. 2013; 33:264-70)

Keywords : Intensive care unit (ICU), respiratory failure, mechanical ventilatory.

a

a

PENDAHULUAN

Salah satu pelayanan sentral di rumah sakit adalah pelayanan instalasi perawatan intensif (IPI). Saat ini pelayanan di IPI tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak yang mengalami lebih dari satu disfungi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari instalasi gawat darurat (IGD), kamar operasi, ruang perawatan atau rujukan dari rumah sakit lain. Tiap IPI harus mempunyai

protokol dan prosedur tentang indikasi masuk dan keluar IPI. Kriteria masuk IPI harus disusun berdasarkan masalah klinis, harapan untuk pulih dan keuntungan terapi intensif. Pada dasarnya pasien yang dirawat di IPI adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan reversibel (pulih kembali) mengingat IPI tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga terampil. Instalasi perawatan intensif menyediakan

(2)

kemampuan, sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan

1

keadaan tersebut.

Pemilihan pasien didasarkan atas penilaian klinis dan estimasi prognosis. Faktor yang berkaitan dalam pengambilan keputusan termasuk penyakit akut berat, diagnosis, status penyakit kronik, usia dan keberhasilan atau kegagalan terapi medis yang telah diterima sebelumnya. Faktor-faktor ini digunakan dokter untuk menentukan prognosis. Idealnya prognosis pasien harus diperkiraan tidak hanya jika diterima,

2

tetapi juga jika terdapat penolakan. Perawatan intensif sesuai untuk pasien yang membutuhkan atau memerlukan bantuan pernapasan, pasien yang memerlukan dukungan dari satu atau lebih sistem organ dan pasien dengan gangguan kronik dari satu atau lebih sistem organ. Bantuan pernapasan canggih berupa dukungan ventilasi mekanis termasuk masker

continuous positive airway pressure (CPAP) atau

noninvasif (misalnya, masker ventilasi) dan kemungkinan dibutuhkan intubasi endotrakeal segera dan ventilasi mekanis bila terjadi penurunan fungsi

2

napas. Pertanyaan kapan menghentikan ventilasi mekanis untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang-kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga. Implikasi hukum, etika dan keuangan untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan kepada pasien gagal napas terminal

3

merupakan hal penting yang perlu dibahas.

Indikasi masuk IPI

Instalasi perawatan intensif harus mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien kritis. Keadaan ini memerlukan mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas apabila kebutuhannya ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia. Pasien yang layak dirawat di IPI adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim di IPI, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi

sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan terus menerus dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan terus menerus dan tindakan segera untuk

1

mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Indikasi perawatan di IPI adalah pasien dengan penyakit kritis atau kegagalan pada sistem pernapasan, sistem hemodinamik, sistem saraf pusat, sistem endokrin dan metabolik, over dosis obat, reaksi obat dan keracunan,

2

sistem pembekuan darah dan infeksi berat (sepsis). Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memasukkan pasien ke perawatan intensif adalah diagnosis, keparahan penyakit, umur, status penyakit kronik, fisiologis, prognosis, ketersediaan perawatan, respons terhadap pengobatan, cardiopulmonary arrest,

2

perkiraan kualitas hidup dan keinginan pasien.

Indikasi pasien masuk IPI dapat dibagi menjadi 3

1

prioritas, yaitu :

1. Prioritas I

Pasien kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan tindakan terapi intensif dan agresif untuk mengatasinya, seperti bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif dan lain-lain. Pada pasien seperti ini terapi tidak dibatasi (do everything), seperti edema paru, status kejang dan syok sepsis.

2. Prioritas II

Pasien golongan ini pada saat masuk tidak dalam k e a d a a n k r i t i s t e t a p i k o n d i s i k l i n i s n y a membutuhkan pemantauan intensif baik secara invasif maupun noninvasif atau keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital. Pada pasien seperti ini terapi juga tidak dibatasi, misalnya pascabedah ekstensif, setelah henti jantung dalam keadaan stabil, pascabedah jantung dan pascabedah dengan penyakit jantung.

3. Prioritas III

Pasien dalam keadaan kritis dengan harapan kecil untuk sembuh. Pasien kelompok ini memerlukan terapi intensif terbatas untuk mengatasi krisis penyakit, tetapi tidak dilakukan terapi invasif seperti intubasi dan resusitasi (do something). Misalnya pasien dengan metastase keganasan, penyakit

(3)

jantung dan paru terminal dengan komplikasi akut. Pasien-pasien berikut tidak memerlukan perawatan di IPI, yaitu pasien mati batang otak (MBO) kecuali donor organ, pasien koma dengan keadaan vegetatif permanen, pasien dalam stadium akhir

(end-stage) dari suatu penyakit, pasien yang menolak

2

pemberian terapi bantuan hidup.

INDIKASI PERAWATAN INSTALASI PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN MASALAH RESPIRASI

Indikasi ventilasi mekanis

Indikasi secara umum pemakaian ventilasi mekanis digunakan untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler. Ventilasi mekanis diindikasikan sebagai terapi definitif untuk hipoksemia berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia. Indikasi yang sering untuk pemasangan ventilasi mekanis pada penyakit paru adalah edema paru akut, pneumonia,

acute respiratory distress syndrome (ARDS), serangan

4

asma berat dan PPOK eksaserbasi akut yang berat. Ventilasi mekanis bertujuan untuk mengganti seluruh atau sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa ventilasi pada pasien dengan gangguan fungsi sementara atau permanen dan menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan homeostasis dan komplikasi. Tujuan fisiologis untuk meningkatkan ventilasi alveolar, seperti yang ditunjukkan oleh PO dan pH arteri, 2

meningkatkan oksigenasi arteri, seperti yang ditunjukkan oleh PO , saturasi dan/atau kandungan 2

oksigen arteri, meningkatkan inflasi paru pada akhir inspirasi, meningkatkan volume paru akhir ekspirasi

4

(kapasitas residu fungsional), mengurangi kerja napas. Ventilasi mekanis diindikasikan setiap kali ada situasi yang mengancam hidup pasien (tabel 1). Selain apnea, beberapa gejala, tanda-tanda, atau temuan laboratorium mendukung untuk penggunaan ventilasi. Terapi ini menjadi penting dengan terdapatnya kombinasi yang tepat dari pengaturan klinis, keparahan kelainan, dan kecepatan perkembangan atau memburuknya kelainan fisiologis. Ringkasan kategori utama indikasi untuk dukungan ventilasi invasif

5

dijelaskan pada tabel 2.

Gagal napas

Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O dan CO serta masih 2 2

menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO 2

< 60 mmHg atau PaCO > 50 mmHg. Gagal napas 2

masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer ventilasi. Penyebab gagal napas tipe I secara umum dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, edema paru, fibrosis paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli paru. Penyebab gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema paru

6

dan ARDS.

Apnea dan impending gagal napas

Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif adalah apnea atau impending gagal napas. Tidak terdapat perdebatan untuk memberikan bantuan ventilator untuk pasien henti napas (apnea). Namun pada impending gagal napas sulit untuk menentukan prospektif dan upaya untuk menentukan indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis. Pada keadaan ini biasanya keputusan dokter dilakukan karena pasien berada dalam kesulitan pernapasan, kelelahan atau akan henti napas. Tiap dokter memiliki prediksi yang berbeda secara subjektif dalam mengambil keputusan

5

untuk melakukan intubasi.

Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut

Sejumlah besar studi ventilasi noninvasif tekanan positif (noninvasive positive pressure

ventilation/NPPV) pada eksaserbasi berat PPOK

secara tidak langsung membahas validitas kriteria yang digunakan untuk intubasi. Global initiative for

(4)

1. Untuk mengganti seluruh atau sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa ventilasi pada pasien yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan fungsi yang rusak sementara atau permanen.

2. Untuk menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan homeostasis dan mungkin dengan komplikasi.

1. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar, seperti PCO dan pH arteri.2

2. Untuk meningkatkan oksigenasi arteri, seperti PO , saturasi, dan/atau kandungan oksigen arteri.2

3. Untuk meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi.

4. Untuk meningkatkan volume paru akhir ekspirasi (kapasitas residu fungsional). 5. Untuk mengurangi kerja napas (menurunkan ventilasi otot).

1. Memperbaiki asidosis respiratori akut yaitu segera mengurangi acidemia yang mengancam jiwa, menormalkan PCO dan / 2

atau pH arteri.

2. Memperbaiki hipoksemia yaitu meningkatkan PO arteri (sehingga saturasi arteri 90% atau lebih, misalnya ≥ 60 mmHg), 2

dalam rangka memperbaiki atau mencegah hipoksia jaringan.

3. Meredakan gangguan pernapasan yaitu meringankan ketidaknyamanan pasien saat proses penyembuhan atau perbaikan penyakit primer.

4. Mencegah atau memperbaiki atelektasis yaitu menghindari atau memperbaiki inflasi paru.

5. Memperbaiki kelelahan ventilasi otot yaitu menurunkan kelelahan otot ventilasi dan memungkinkan otot untuk beristirahat sementara penyebab meningkatnya beban kerja dikembalikan atau diperbaiki.

6. Memberikan sedasi dan / atau blokade neuromuskular yaitu memungkinkan pasien tidak dapat bernapas secara spontan, seperti selama operasi atau prosedur tertentu ICU.

7. Mengurangi konsumsi oksigen sistemik atau myocardial yaitu dalam pengaturan tertentu (misalnya ARDS berat, syok kardiogenik), ketika napas spontan atau aktivitas otot lainnya mengganggu oksigenasi sistemik atau jantung.

8. Mengurangi tekanan intrakranial, dengan cara mengontrol hiperventilasi, seperti pada cedera kepala tertutup akut. 9. Menstabilkan dinding dada, seperti pada reseksi dinding dada atau flail chest massive.

Tabel 1. Tujuan dan sasaran untuk ventilasi mekanis invasif

Tujuan Keterangan

Dikutip dari (5)

Umum

Fisiologis

Klinis

ventilasi mekanis invasif ketika pasien dengan PPOK eksaserbasi akut yang memiliki ketidakstabilan kardiovaskular, somnolen atau perubahan kondisi mental lainnya, tidak kooperatif, risiko tinggi aspirasi, sekresi saluran pernapasan berlebihan atau sangat kental. Kondisi kraniofasial (seperti trauma baru atau operasi) atau sangat gemuk berpotensi sulit dilakukan NPPV. Asidosis respiratorik sangat parah atau progresif juga merupakan indikasi tindakan NPPV, tapi masih belum ada kesepakatan apakah pH 7,25, PaCO 60 mm 2

5

Hg, atau beberapa batas lainnya yang digunakan.

Asma akut berat

Studi retrospektif menunjukkan pasien dengan asma akut berat relatif sedikit yang membutuhkan ventilasi mekanis invasif. Tidak terdapat uji klinis untuk menentukan indikasi spesifik untuk penggunaan ventalasi mekanis pada asma yang dilaporkan. Indikasi ini mungkin serupa dengan eksaserbasi PPOK akut, meskipun potensi perbaikan fisiologis lebih baik pada asma dan fakta bahwa pasien dengan asma biasanya lebih muda dan lebih sehat daripada mereka dengan PPOK berat. Manfaat NPPV pada asma akut berat

5

masih belum jelas.

Penyakit neuromuskular

Dalam insufisiensi pernapasan akut komplikasi gangguan neuromuskuler seperti sindrom

Guillain-Barré dan miastenia gravis, ada kesepakatan antara

dokter yang berpengalaman bahwa ventilasi mekanis invasif sebaiknya dimulai sebelum pasien mengalami

5

asidosis respiratorik.

Gagal napas pada hipoksemia akut

Hipoksemia berat jarang indikasi untuk ventilasi mekanis invasif. Misalnya, hipoksemia terisolasi pada pasien yang memiliki pneumonia difus atau edema paru sering dapat dikelola dengan oksigen aliran tinggi dengan masker, dengan atau tanpa continuous positive

airway pressure (CPAP). Biasanya pasien yang

menunjukkan hipoksemia berat pada penyakit akut memiliki indikasi lain untuk dukungan ventilasi, seperti terdapat usaha napas yang berlebihan atau

5

berkurangnya ventilasi.

Beberapa penelitian NPPV untuk berbagai bentuk kegagalan pernapasan akut hipoksemia menunjukkan hasil yang tidak meyakinkan. Data yang tersedia menunjukkan penggunaan NPPV untuk menghindari intubasi pada beberapa pasien

(5)

tidak mendapat persetujuan untuk melakukan intubasi dan ventilasi mekanis serta intervensi pendukung kehidupan termasuk ventilasi mekanis merupakan

5

terapi medis yang bermanfaat (kondisi terminal).

Pertimbangan mengakhiri perawatan IPI

Keputusan mengakhiri perawatan di IPI bergantung pada prediksi dokter dan kekritisan penyakit p a s i e n . P e r t i m b a n g a n t e r s e b u t m e n c a k u p kemungkinan pasien akan bertahan dengan penyakit kritis, lama perawatan dan kualitas hidup jika pasien meninggalkan IPI. Prognosis pasien umumnya dibuat oleh dokter berdasarkan pengalaman mereka, hasil penelitian tunggal atau penelitian berbagai institusi untuk penyakit tertentu seperti kasus cedera paru akut. Informasi lain dapat diperoleh dari penelitian terhadap kelompok usia tertentu (orang tua) atau intervensi tertentu (ventilasi mekanis). Prognosis berdasarkan studi ini mungkin lebih akurat dibanding pertimbangan

3

dokter.

Tabel 2. Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif No.

Apnea atau impending gagal napas.

PPOK eksaserbasi akut dengan dispnea, takipnea dan asidosis respiratorik (hiperkapnia dan penurunan pH arteri), ditambah setidaknya salah satu dari berikut:

1. Ketidakstabilan kardiovaskular akut.

2. Perubahan status mental atau pasien tidak kooperatif.

3. Ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah. 4. Sekresi berlebihan atau biasa kental.

5. Kelainan wajah atau saluran napas atas yang akan menyebabkan NPPV (noninvasive positive pressure ventilation) tidak efektif. 6. Asidosis respiratorik progresif atau perburukan, meskipun sudah mendapat terapi awal intensif termasuk ventilasi noninvasif. Ventilasi yang adekuat pada penyakit neuromuskuler akut dengan salah satu masalah berikut:

1. Asidosis respiratorik akut (hiperkapnia dan penurunan pH arteri). 2. Penurunan kapasitas vital progresif kurang dari 10-15 ml/kg.

3. Penurunan tekanan inspirasi maksimum progesif kurang dari 20-30 cm H O.2

Gagal napas akut hipoksemia dengan takipnea, gangguan pernapasan dan hipoksemia persisten meskipun sudah diberikan FiO 2

tinggi melalui sistem high-flow atau dengan salah satu masalah berikut: 1. Ketidakstabilan kardiovaskular akut.

2. Perubahan status mental atau pasien tidak kooperatif.

3. Ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah.

Intubasi endotrakeal dibutuhkan untuk mempertahankan atau melindungi jalan napas atau membersihkan sekret dengan setting sebagai berikut:

1. Tabung endotrakeal diameter 7,0 mm atau kurang, dengan ventilasi > 10 L/menit. 2. Tabung endotrakeal 8,0 mm diameter internal atau kurang, dengan ventilasi > 15 L/ menit.

Jika tidak terdapat kondisi di atas, kondisi di bawah ini intubasi dan ventilasi mekanis tidak terlalu dibutuhkan sebelum terapi lain dimaksimalkan:

1. Dispnea, gangguan napas akut. 2. PPOK eksaserbasi akut. 3. Asma akut berat.

4. Gagal napas akut hipoksemia pada pasien immunocompromised. 5. Cedera otak traumatik.

6. Flail chest.

Indikasi klinis

Juga berlaku untuk asma akut berat jika disertai asidosis atau obstruksi aliran udara telah memburuk meskipun dengan tata laksana agresif.

A. B. C. D. E. Dikutip dari (5)

perubahan status mental, atau bukti ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi pada gagal napas hipoksemia akut, tapi bila tidak terdapat gangguan tersebut mungkin lebih baik mencoba NPPV

5

terlebih dahulu.

Gagal jantung dan syok kardiogenik

Penelitian menunjukkan bahwa CPAP atau NPPV dapat meningkatkan pertukaran gas pada edema paru dan mengurangi kebutuhan intubasi. Syok kardiogenik, mungkin merupakan indikasi lain untuk ventilasi mekanis invasif, untuk menjamin kebutuhan

5

oksigen pada saat fungsi jantung sangat terganggu.

Kontra indikasi untuk ventilasi mekanis invasif

Secara umum, intubasi dan ventilasi mekanis tidak boleh digunakan dalam situasi tidak terdapat indikasi untuk dukungan ventilasi, ventilasi noninvasif dapat dilakukan dibanding ventilasi mekanis invasif,

(6)

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsep tentang kematian yang baik, karena nilai-nilai yang berbeda dari pasien, keluarga dan dokter. Dokter dianggap sebagai orang yang mampu dan paling penting dalam memprediksi penyakit dan kecacatan yang ditimbulkan. Pasien dan keluarganya menganggap prognosis sebagai tanggung jawab profesional, dokter harus menyadari keterbatasan kemampuan mereka untuk memprediksikan secara akurat dalam banyak situasi dan keterbatasan pada beberapa pasien dan keluarga. Prognosis dokter penting untuk pasien dan keluarga, bahkan ketika mereka tidak setuju dengan prognosis dari dokter. Pada saat yang sama, pasien dan keluarga sama pentingnya dengan prognosis dokter dalam pengambilan

3

keputusan di akhir kehidupan.

Penghentian dukungan ventilasi

Pertanyaan sulit kapan harus berhenti mempertahankan hidup (ventilasi mekanis) untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga. Implikasi hukum, etika dan keuangan untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan kepada pasien gagal napas terminal merupakan hal penting yang perlu dibahas. Menghormati hak dan keinginan pasien dan membantu pasien mencapai akhir hayat yang bermartabat dan damai sambil terus menjamin perawatan dan kenyamanan adalah tanggung jawab bersama baik oleh keluarga atau walinya. Keluarga yang paham tentang gagal napas, paling siap untuk

3

memainkan perannya berbagi tanggung jawab ini. Ketika IPI pertama kali dikembangkan, dokter berasumsi bahwa pasien dan keluarga ingin menerima terapi mempertahankan hidup, seperti resusitasi jantung-paru (RJP) dan ventilasi mekanis tanpa memperoleh informed consent. Rumah sakit di Amerika Serikat memiliki kebijakan resusitasi yang umum bahwa semua pasien menerima RJP terlepas dari keinginan mereka atau keluarga mereka. Akibatnya, dokter dan perawat biasanya berusaha untuk menyadarkan semua pasien. Pada kenyataannya pasien yang mendapat ventilasi mekanis meninggal dalam keadaan ventilasi mekanis masih terpasang. Jika pasien tidak dapat

membuat keputusan, keluarga atau wali mereka diperbolehkan untuk mengambil keputusan untuk

7

melanjutkan atau menghentikan pengobatan.

Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga. Keputusan bersama tentang pilihan pengobatan akhir hidup adalah hal yang lumrah. Meskipun demikian, rapat keluarga sering tidak lengkap, terutama pada keluarga yang

8

kurang berpendidikan. Perundingan keluarga sebaiknya segera dilakukan setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala. Bila mungkin, perundingan harus dilakukan di tempat pribadi, diorganisasi dan dipimpin oleh dokter senior, dan dihadiri oleh dokter dan perawat. Konsultan seperti pekerja sosial, penasehat spiritual, dan interpreter merupakan bagian penting dari tim IPI dan harus diundang untuk berpartisipasi dalam perundingan keluarga, terutama bila atas permintaan keluarga. Menurut para peneliti, komunikasi interdisipliner memberi kepuasan yang lebih tinggi pada pasien dan diakui oleh pasien dan keluarga sebagai komponen

9

utama dari perawatan akhir kehidupan yang baik. Beberapa keluarga memilih membuat keputusan di IPI, termasuk untuk akhir hayat, yang lainnya

10

membiarkan dokter bertanggung jawab penuh. Sayangnya, dokter kadang-kadang tidak berbicara dengan jelas ketika mendiskusikan prognosis dengan keluarga dan tidak secara eksplisit membahas kesempatan pasien untuk kelangsungan hidup jangka pendek. Studi terbaru menunjukkan bahwa kebanyakan keluarga ingin dokter membuat rekomendasi spesifik apakah pengobatan dihentikan atau dilanjutkan

11

berdasarkan prognosis pasien. Selain itu, kebanyakan keluarga ingin dokter mendiskusikan prognosis pasien bahkan ketika mereka meragukan kemampuan dokter memprediksikan kondisi pasien secara akurat. Keluarga umumnya tidak melihat informasi prognostik

12

sebagai cara untuk mempertahankan harapan. Diskusi tentang prognosis pasien membantu keluarga mempersiapkan kemungkinan bahwa pasien akan

13

meninggal.

Selama rapat keluarga, umumnya keluarga lebih puas jika mereka mendengarkan, bukan berbicara. Keluarga juga menghargai jaminan perbaikan rasa sakit

(7)

dan penderitaan selama tinggal di IPI, pasien tidak akan ditinggalkan, dan keputusan keluarga akan dihormati. Kepuasan keluarga ditingkatkan oleh pernyataan empati dokter yang mengakui kesulitan memiliki anggota keluarga di IPI, membuat keputusan untuk anggota keluarga, dan melihat anggota keluarga

3

meninggal.

KESIMPULAN

1. Instalasi perawatan intensif tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa dan anak yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.

2. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memasukkan pasien pada perawatan intensif adalah diagnosis, keparahan penyakit, umur, status penyakit kronis, fisiologis, prognosis, ketersediaan perawatan, respons terhadap pengobatan,

cardiopulmonary arrest, perkiraan kualitas hidup

dan keinginan pasien.

3. Secara umum indikasi pemakaian ventilasi mekanis adalah untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler.

4. P e r t a n y a a n s u l i t k a p a n u n t u k b e r h e n t i mempertahankan hidup dengan ventilasi mekanis untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang-kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga.

5. Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga yang sebaiknya segera dilakukan setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan

intensive care unit (ICU) di rumah sakit. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 2. Smith G, Nielsen M. ABC of intensive care: Criteria

for admission. BMJ. 1999;318:1544-7.

3. Luce JM. End-of-life decision making in the intensive care unit. Am J Respir Crit Care Med. 2010;182:6-11.

4. Rodriguez P, Dojat M, Brochard L. Mechanical ventilation: Changing concepts. Indian J Crit Care Med. 2005;9:235-43.

5. David JP. A primer on mechanical ventilation. [Online]. 2004 [Cited 2013 August 18]. Avaiable from: URL: http://courses.washington.edu/med610/ mechanicalventilation/mv_primer.html

6. Sharma S. Respiratory failure.[Online]. 2003 [Cited 2013 August 18]. Available from: URL: http://basic.shsmu.edu.cn/jpkc/pathology/6/hxsj.ht m.

7. Gazelle G. The slow code - should anyone rush to its defense? N Engl J Med. 1998; 338:467-9.

8. White DB, Braddock CH III, Berekniyeu S, Curtis JR. Toward shared decision making at the end of life in intensive care units: Opportunities for improvement. Arch Intern Med. 2007;167:461-7. 9. Curtis JR, White DB. Practical guidance for

evidence-based IPI family conferences. Chest. 2008;134:835-43.

10. White DB, Engelberg R, Wenrich M, Lo B, Curtis JR. Prognostication during patient-family discussions about limiting life support in intensive care units. Crit Care Med. 2007;35:442-8.

11. Evans LR, Boyd EA, Malvar G, Apatira L, Luce JM, Lo B, et al. Surrogate decision-makers' perspectives on discussing prognosis in the face of uncertainty. Am J Respir Crit Care Med. 2009;179:48-53.

12. Apatira L, Boyd EA, Malvar G, Evans LR, Luce JM, Lo B, et al. Hope, truth, and preparing for death: Perspectives of surrogate decision makers. Ann Intern Med. 2008;149:861-8.

13. White DB, Evans LR, Bautista CA, Luce JM. Are physicians' recommendations to limit life support beneficial or burdensome? Bringing empirical data to the debate. Am J Respir Crit Care Med. 2009;180:320-5.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perancangan, pembuatan, pengujian dan analisa sistem pada penelitian dengan judul “Robot Lengan Pengambil Benda Untuk Membantu Pasien Dengan Perintah Suara

Sebab, tidak kurang dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (dahulu DP2M) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) bekerjasama dengan LIPI

Restoran/Rumah makan merupakan jenis usaha pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum di

9 Mahasiswa mampu Komunikasi Kelompok Menjelaskan Komunikasi Kelompok Kriteria: Ketepatan dan Penguasaan materi Persentasi Kelompok 6 2x50 Menit Komunikasi Kelompok a)

Customer Relationship Management (CRM) merupakan strategi yang digunakan oleh UPT Perpustakaan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk menjalin hubungan yang baik pada pemustaka.

Prinsip kerja motor bensin, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : campuran udara dan bensin dari karburator diisap masuk ke dalam silinder, dimampatkan oleh gerak

Pada gambar 2.11 (a) adalah komponen-komponen yang akan digunakan untuk membaca data, yaitu dua TextField untuk membaca nama dan alamat, dua RadioButton untuk membaca