• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Asal Nama Horok-horok

Horok-horok merupakan makanan yang unik, dari namanya maupun cara pembuatannya. Asal nama horok sangat unik, dinamakan horok-horok karena waktu digoreng atau disangrai bentuknya mengkorok (menggumpal berbentuk butiran kecil-kecil). Pada zaman dahulu orang-orang suka asal menyebutkan sesuatu, termasuk nama makanan. Biasanya nama makanan berasal dari bentuk fisik atau makanan tersebut terbuat dari bahan apa, seperti horok-horok yang bentuknya mengkorok. (wawancara Bapak Darmin, 8 Mei 2018)

B. Makna Pembuatan Horok-horok

Pembuatan horok-horok sangat rumit, tidak semua orang bisa membuatnya. Pembuatannya juga memakan waktu lama dan membuat orang malas untuk membuat. Dari awal pembuatan sampai dijual membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk menghasilkan horok-horok yang baik. Proses pembuatan horok-horok memakan waktu lama maka diperlukan kesabaran. Jika waktu yang digunakan tidak tepat maka horok-horok tidak akan bisa matang dan mengembang. Oleh karena itu, orang yang membuatnya harus sabar dan hati-hati, kalau tidak horok-horok bisa saja basi dan tidak jadi. Saat memakan horok-horok, biasanya ada pembeli yang tidak habis memakan horok-horok, horok-horok yang tersisa tersebut tidak akan basi dan dapat bertahan sesuai dengan kepercayaan orang yang makan. Jika orang tersebut percaya horok-horok bisa bertahan sampai 5 hari, maka horok-horok tersebut bisa bertahan sampai 5 hari. Namun, jika orang tersebut tidak percaya dan ragu horok dapat bertahan 5 hari, horok-horok tersebut pasti akan basi. Namun, pada umumnya horok-horok-horok-horok dapat bertahan selama 3 hari diluar lemari pendingin. Makna yang didapat dari pembuatan horok-horok adalah melatih diri menjadi orang yang lebih sabar,

(2)

12 tekun dan teliti dalam melakukan suatu pekerjaan. (wawancara Ibu Ngatini, 7 Juli 2018)

C. Bahan dan Alat-alat Pembuatan Horok-horok 1. Bahan

Dalam membuat horok-horok diperlukan bahan dan alat yang pas untuk menghasilkan rasa yang enak. Bahan yang digunakan dalam membuat horok-horok yaitu,

a. Tepung aren

Tepung aren adalah bahan utama pembuatan horok-horok Tepung aren berasal dari sagu pohon aren yang sudah ditebang. b. Air

c. Garam 2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam membuat horok-horok yaitu: a. Lesung kayu

Lesung kayu ini digunakan untuk menumbuk tepung aren yang telah diambil dari batangnya. Lesung ini terbuat dari kayu. Lesung kayu digunakan pada masa sebelum Jepang dan saat pendudukan Jepang. Pada tahun 1930 masyarakat Jepara sudah menggunakan lesung kayu ini.

b. Kukusan

Kukusan adalah alat masak tradisional yang terbuat dari rangkaian bambu yang sudah dipotong tipis-tipis dan berbentuk kerucut. Kukusan digunakan untuk mengukus dan diletakkan diatas dandang. Kukusan ini digunakan pada masa sebelum Jepang dan saat pendudukan Jepang. Pada tahun 1930 masyarakat Jepara sudah menggunakan kukusan ini.

c. Centong

Adalah sendok besar yang digunakan untuk mengaduk horok-horok yang sedang dikukus. Centong yang digunakan sebelum

(3)

13 masa jepang dan pendudukan Jepang yaitu centong kayu yang bentuk gagangnya (pegangannya) melengkung ke bawah.

d. Paso

Adalah alat yang digunakan untuk meletakkan tepung yang sudah diambil dari batang pohon dan merendam tepung aren selama satu hari. Pada saat proses pembuatan horok-horok membutuhkan satu buah paso untuk merendam tepung aren. Paso sudah digunakan oleh masyarakat Jepara sebelum masa pendudukan Jepang dan Pendudukan Jepang.

e. Dandang (alat pengukus)

Dandang adalah alat yang digunakan untuk mengukus horok-horok, alat ini terletak dibawah kukusan dan berisi air. Dandang ini digunakan untuk mengukus horok-horok atau memasak nasi pada masa pendudukan Jepang dan sebelum masa pendudukan Jepang. Dandang ini sudah digunakan pada tahun 1930.

f. Ceting (tempat nasi)

Adalah alat yang digunakan untuk tempat tepung aren yang sudah disisir dan digoreng, selain itu ceting juga digunakan untuk menaruh horok-horok sebelum dikukus dan setelah matang. Ceting terbuat dari bambu, berbentuk persegi, agak pendek dan ada kakinya. Ceting tersebut disebut pala kriya, ceting ini sudah ada sebelum pendudukan Jepang dan sudah digunakan tahun 1930.

g. Wajan lemah

Pada zaman pendudukan Jepang dan sebelum Jepang tepung langsung disangrai (menggoreng tanpa minyak) di atas pawon dengan menggunakan wajan lemah (alat penggorengan yang terbuat dari tanah).

(4)

14 h. Pawon

Gambar 1. Bentuk pawon masih sama seperti pada masa Jepang, namun beberapa batu bata ada yang digantikan karena pecah

terkena api pembakaran (dok. pribadi)

Pawon adalah kompor tradisional yang terbuat dari batu bata. Batu bata disusun berbentuk persegi panjang dan diberi celah di tengahnya, celah tersebut digunakan untuk meletakkan dandang di atasnya. Di bagian depan diberi celah juga untuk meletakkan kayu bakar. Pawon ini digunakan oleh masyarakat Jepara untuk memasak horok-horok sebelum masa Jepang dan pada masa pendudukan Jepang. Masyarakat sudah menggunakan pawon sebelum tahun 1930.

i. Kayu

Kayu yang digunakan untuk membuat horok-horok bisa berasal dari kayu pohon apa saja, contohnya kayu jati dan mahoni. Pada tahun 1930 banyak masyarakat yang menggunakan kayu jati untuk memasak, termasuk memasak horok-horok.

D. Proses Pembuatan

Masayarakat Jepara membuat horok-horok yang berasal dari sagu pohon aren dan pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama (2 hari). Proses pembuatan horok-horok ini diwariskan secara turun-temurun. Berikut adalah proses pembuatan makanan tradisional Jepara, horok-horok pada masa pendudukan Jepang (wawancara Ibu Ngatini, 7 Juli 2018 dan Ibu Harwati, 19 April 2018):

(5)

15 1. Pada masa pendudukan Jepang, awal pengambilan tepung aren yaitu pohon aren dibeli sebesar 10 sen (1 Rupiah), kemudian ditebang langsung di kebun milik tetangga atau milik sendiri.

2. Setelah itu diambil sagunya, sagu (tepung aren) yang sudah diambil dari batang diletakkan di dalam paso (baskom).

3. Tepung aren yang telah diambil ditumbuk dengan menggunakan lesung kayu.

4. Setelah itu, tepung aren direndam air dengan menggunakan paso selama 1 hari

5. Tepung aren kemudian dicuci sebanyak 3 kali sampai bau asamnya hilang

6. Setelah dicuci sampai bersih, tepung aren diperas dan dikeringkan 7. Setelah diperas dan dikeringkan, tepung aren dijemur sampai kering 8. Setelah tepung kering, kemudian disisir dan disangrai menggunakan

wajan lemah sampai berbentuk gumpal-gumpal atau berbentuk mengkorok

9. Tepung yang sudah digoreng kemudian dikukus menggunakan kukusan selama 10 menit

10. Setelah diangkat kemudian direndam sebentar dan dikeringkan lagi 11. Jika sudah kering horok-horok setengah jadi dihancurkan dan diberi

garam sedikit

12. Horok-horok setengah jadi yang sudah diberi garam kemudian dikukus sampai selama 10 menit

13. Horok-horok yang sudah matang diletakkan dalam ceting (tempat nasi) dan siap dinikmati.

E. Cara Penyajian

Pada awalnya horok-horok dikonsumsi dikalangan rumah tangga. Ibu-ibu memasak untuk keluarganya di rumah. Pada zaman penjajahan Jepang, orang-orang mengonsumsi horok-horok dengan menggunakan lauk atau sayur seadanya, seperti sayur kangkung dan ikan bakar, bahkan ada juga yang memakannya langsung tanpa lauk. Walaupun dimakan langsung

(6)

16 horok-horok tetap mempunyai rasa yang enak. Horok-horok dikonsumsi perkeluarga, dan dijadikan makanan pokok pengganti nasi yang dimakan dengan sayur dan lauk. Horok-horok disajikan di atas piring dan dimakan bersama-sama satu keluarga. (wawancara Ibu Purwati, 19 April 2018) F. Horok-horok Sebelum Masa Pendudukan Jepang (1930)

Horok-horok sudah dikonsumsi masyarakat Jepara sebelum pendudukan Jepang, contohnya Keluarga Ibu Purwati dan Ibu Sudewi sudah membuat dan mengonsumsi horok-horok sejak tahun 1930. Pada tahun 1930 horok-horok dikonsumsi sebagai makanan sampingan, artinya dimasak jika sedang ingin makan horok-horok, bahkan orang yang membuat horok-horok sebelum penjajahan Jepang tidak banyak dan yang membuat adalah masyarakat yang tinggal beberapa desa di Jepara, misalnya Bondo, Kedung Penjalin dan Jondang.

Untuk membuat horok-horok masakyarakat harus membeli pohon aren di kebun milik tetangga atau menebang pohon aren di kebun sendiri. Jika membeli di kebun orang lain, masyarakat harus membeli pohon aren sebesar 10 sen/pohon. Pada tahun 1935, ada beberapa orang di desa Bondo dan Kedung Penjalin yang menjual kepalan tepung aren yang dibungkus dengan daun pisang. Pada saat itu, masyarakat membeli tepung aren untuk membuat horok-horok dan cendol. Kepalan tepung aren itu juga dijual sebesar 10 sen.

Sebelum masa Jepang, hanya beberapa orang yang mempunyai kebun pohon aren, misalnya keluarga Ibu Sudewi yang mempunyai kebun pohon aren sendiri di daerah Kedung Penjalin. Ada sekitar 10 pohon aren yang tumbuh di kebun keluarga Ibu Sudewi. Terkadang ada orang yang membeli pohon aren di kebun keluarga Ibu Sudewi. Cara membelinya yaitu pohon dibeli sebesar 10 sen (1 Rupiah), kemudian ditebang langsung di kebun, setelah itu diambil sagunya, sagu yang sudah diambil dari batang diletakkan di dalam paso (baskom). Setelah sampai rumah, sagu (tepung aren) ditumbuk dengan lesung yang terbuat dari kayu. Tepung yang sudah ditumbuk direndam dengan air. Setelah itu diperas sarinya dan di keringkan.

(7)

17 Setelah itu, tepung disangrai (digoreng tanpa minyak) dan dikukus menjadi horok-horok. (wawancara Ibu Sudewi dan Purwati, 10 November 2018) G. Horok-horok Pada Masa Pendudukan Jepang

Jepara merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai keistimewaan tersendiri. Selain terkenal dengan sebutan “Kota Ukir”, Jepara juga menyimpan pesonanya melalui makanan tradisionalnya, salah satunya yaitu horok-horok. Horok-horok merupakan makanan tradisional yang terbuat dari tepung aren dan berbentuk butiran-butiran menyerupai sterofoam. Horok-horok mempunyai teksur kenyal, rasa asin dan berwarna putih kecokelatan. Horok-horok menjadi makanan khas Jepara dan banyak ditemukan di Jepara. Horok-horok merupakan makanan tradisional yang menggunakan bahan alami dan tidak beresiko mengandung bahan-bahan kimia, horok-horok mengandung karbohidrat dan dijadikan makanan pokok pengganti nasi pada masa pendudukan Jepang.

Munculnya makanan pokok pengganti nasi biasanya dipicu karena beberapa faktor, salah satunya karena kurangnya bahan makanan pokok di suatu tempat. Horok-horok menjadi makanan pengganti nasi karena masyarakat Jepara kekurangan bahan makanan pokok akibat dari pendudukan Jepang. Akhirnya, masyarakat yang pengetahuannya terbatas pada saat itu memanfaatkan bahan yang ada di sekitar mereka yaitu tepung aren dan mengolahnya menjadi horok-horok, yang menjadikannya sebagai salah satu makanan tradisional khas di Jepara. Mayarakat mendapatkan tepung aren dari kebun tentangga atau kebun sendiri, sama seperti masa sebelum Jepang masyarakat membeli pohon aren sebesar 10 sen. Hal ini disebabkan karena tidak banyak orang yang mempunyai pohon aren atau kebun pohon aren, masih ada penjual tepung aren keliling yang menjual kepalan tepung aren sebesar 10 sen. Cara membelinya juga sama seperti masa sebelum Jepang yaitu ditebang di kebun pemiliknya. Pohon aren yang ditanam di kebun ada sekitar 10-15 pohon. Keluarga Ibu Sudewi adalah salah satu keluarga yang mempunyai kebun pohon aren sebelum masa Jepang sampai pendudukan Jepang.

(8)

18 Makanan tradisional ini dikonsumsi masyarakat Jepara sebagai makanan pengganti nasi pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Pada masa pendudukan Jepang masyarakat Jepara tidak diperbolehkan mengonsumsi nasi. Jika ketahuan ada keluarga yang mengonsumsi nasi maka keluarga tersebut akan diberikan hukuman bahkan hukuman mati. Tidak ada keluarga yang boleh makan nasi, untuk memenuhi kebutuhan tubuh masyarakat harus membuat makanan pokok pengganti nasi, salah satunya yaitu horok-horok. Masyarakat Jepara juga menyebut horok-horok dengan sebutan sego radio (nasi radio). Asal nama sego radio sendiri berasal dari guyonan masyarakat Jepara ketika tidak bisa makan nasi dan hanya bisa makan horok-horok. Horok-horok dikonsumsi dengan sayur dan lauk pauk. (wawancara Ibu Purwati, 19 April 2018)

Selain bekerja sebagai nelayan, masyarakat Jepara juga ada yang bekerja sebagai petani. Ketika panen padi telah tiba, masyarakat harus memberikan semua berasnya kepada Jepang, orang-orang hanya diperbolehkan membawa pulang sedikit menir (beras yang bentuknya tidak utuh) untuk dimasak. Menir-menir tersebut dimasak dan diberikan kepada anak-anak sedangkan orang tua lebih memilih makan yang lain. Bahkan terkadang masyarakat tidak diperbolehkan membawa pulang menir-menir tersebut. Pada masa pendudukan Jepang banyak keluarga yang kekurangan nasi untuk dimakan, jadi setiap keluarga membuat lumbung di bawah tanah rumahnya untuk menyembunyikan beras. Pada akhirnya banyak masyarakat yang ketahuan dan beras yang mayarakat miliki diambil paksa oleh tentara Jepang. (wawancara Ibu Purwati, 19 April 2018)

Ketika sedang makan nasi setiap kepala rumah tangga menjaga keluarganya masing-masing di depan pintu rumah supaya tidak ketahuan oleh tentara Jepang, jika ketahuan makan nasi satu keluarga akan diancam hukuman mati. Di meja disediakan nasi, horok-horok, singkong, dan blendung (biji jagung yang direbus dan ditaburi parutan kelapa). Setelah anak-anak mereka selesai makan, orang tua baru bisa makan nasi. Orang tua zaman dahulu lebih mengutamakan kesehatan anak mereka supaya

(9)

19 mendapatkan gizi yang cukup. Jika ada tentara Jepang, nasi akan disembunyikan kemudian keluarga tersebut hanya memakan horok-horok dan blendung untuk menghindari hukuman mati. Ada juga keluarga yang meyembunyikan nasi di bawah horok-horok ketika sedang makan, supaya tidak ketahuan oleh tentara Jepang. Namun, setelah tentara Jepang pergi keluarga tersebut akan makan nasi lagi. Setelah makan lantai harus bersih, jangan sampai ada satu butir nasi tertinggal. Jika ada satu butir nasi yang tertinggal dan dilihat oleh tentara Jepang maka keluarga tersebut akan dimarahi dan diberi hukuman. Banyak orang-orang tua yang sedih ketika harus memberi makan anaknya dengan horok. Walaupun horok-horok termasuk makanan yang baik dan berasal dari bahan alami, namun orang tua di Jepara menganggap nasi merupakan makanan pokok yang diperlukan untuk proses pertumbuhan anak. (wawancara Ibu Purwati, 19 April 2018)

Pada masa pendudukan Jepang masyarakat Jepara harus menyetorkan beras ke lumbung kepada kuminyai (seperti koperasi pada zaman Jepang). Setiap hari ada orang suruhan Jepang atau Pamong Desa yang keliling desa dan memberikan pengumuman bahwa siapa yang mempunyai beras harap dikumpulkan ke lumbung. Pamong Desa tersebut keliling membawa dan membunyikan bendhe (gong) untuk memberikan tanda supaya masyarakat segera mengumpulkan beras. Beras-beras tersebut digunakan untuk makan tentara Jepang. Pihak Jepang memberikan doktrin bahwa nasi adalah makanan “kelas satu” yang hanya boleh dimakan oleh pihak Jepang. Pendoktrinan ini sengaja dilakukan karena pada masa itu kebutuhan beras bagi tentara Jepang di wilayah Pasifik tidak tercukupi sehingga harus melakukan berbagai cara untuk mencukupinya.

Saat pendudukan Jepang, masyarakat Jepara benar-benar mengalami kesedihan yang luar biasa, membutuhkan banyak perjuangan agar bisa mendapatkan beras. Sebelum dan sesudah pendudukan Jepang keluarga Ibu Purwati sudah mengonsumsi dan membuat horok-horok. Horok-horok menjadi makanan pokok pengganti nasi yang biasa dikonsumsi oleh

(10)

20 keluarga tersebut dengan lauk pauk dan sayuran seadanya. Keluarga Ibu Purwati mencari cara agar bisa makan dengan nasi, bahkan bapak dari Ibu Purwati menyembunyikan berasnya di lumbung bawah tanah dan menguburnya di dekat sawah. Saat mengambil beras, bapak dari Ibu Purwati memakai jas yang sudah koyak (lengan jasnya sudah robek), supaya tentara Jepang tidak curiga. Kemudian beras yang diambil dari lumbung tersebut dimasukkan kedalam dua sakunya. Bapak dari Ibu Purwati ini berangkat pagi dari rumah setiap mengambil beras dan kembali ke rumah pada malam hari. Setelah sampai rumah beras ditaruh di atas tampah (nampan untuk tempat beras yang terbuat dari bambu). Setelah dimasak, nasi ditaruh di atas piring dan ditutupi dengan horok-horok supaya tidak ketahuan oleh tentara Jepang. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Jepara tidak bisa mengonsumsi nasi pada masa pendudukan Jepang dan harus mencari makanan pokok pengganti nasi yang terbuat dari bahan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya yang diolah menjadi horok-horok. (wawancara Ibu Purwati, 19 April 2018)

Gambar

Gambar 1. Bentuk pawon masih sama seperti pada masa Jepang,  namun beberapa batu bata ada yang digantikan karena pecah

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menjadi sumber nilai dalam memaknai penderitaan para korban trafficking yang kaya makna.Tujuannya:(1) mengembangkan nilai- nilai spiritual yang

Suawardi Endraswara (2005:5) membuat definisi bahwa, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak menyertakan angka-angka, tetapi mengutarakan kedalaman

Dengan bantuan acang dan media moodle siswa dengan kemapuan kreativitas rendah dan sedang terfasilitasi untuk berprestasi sehingga memiliki rata – rata prestasi

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

Kondisi optimum dalam pembuatan kertas serat campuran (kertas karton dupleks) berdasarkan tiga parameter utama kertas ( grammage, tear strength, dan stiffness ) yaitu

Keempat , Sesuai amanat Pasal 7 AATHP, Indonesia harus segera membentuk atau menunjuk satu badan khusus sebagai Pusat Pemantauan Nasional yang memiliki tugas: 1) Memantau daerah

Pengaruh perjanjian berlaku antara Pihak - Perjanjian bilateral tahun 1965 dan 1958 Konvensi Jenewa pada Landas Kontinen - telah, menurut Norwegia, untuk membangun garis median

dan aliran realisme dalam suatu sintesa yang mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat.. ditandai dengan konsep tunggal, karena minat yang kualitasnya ditentukan