• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Modul Pengeringan Kelompok Ltk-II-03

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Modul Pengeringan Kelompok Ltk-II-03"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

MODUL PENGERINGAN

Disusun Oleh : LTK – II - 03 Saepulloh Rahmat S 2311141061 Hafizh Fansyuri 2311141075

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA LABORATORIUM TEKNOLOGI KIMIA

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI (UNJANI) CIMAHI

(2)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengeringan merupakan suatu proses penting yang terjadi dalam industri pangan. Hal ini disebabkan karena pengeringan dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak taupun busuk saat penyimpanan, sehingga secara tidak langsung pengeringan dapat memperpanjang umur simpan suatu produk. Pengeringan memiliki pengertian yaitu aplikasi panas di bawah kondisi terkontrol yang berfungsi untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui penguapan. Keuntungan dari pengeringan adalah dapat meningkatkan stabilitas penyimpanan. Hal ini dikarenakan terjadinya pengurangan berat dan volume produk akibat dari pengurangan kandungan air. Keuntungan lainnya adalah pengemasan menjadi lebih mudah serta biaya untuk pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan menjadi lebih murah. Oleh karena itu, pada praktikum pengeringan ini praktikan diharapkan dapat mempelajari bagaimana cara mengeringkan bahan makanan menggunakan alat pengeringan dalam sekala lab sehingga dapat mengoprasikannya dalam sekala industri.

1.2 Tujuan

1. Menentukan perubahan kadar air bahan terhadap waktu. 2. Menentukan pengaruh kadar air terhadap laju pengeringan. 3. Menentukan perubahan laju pengeringan terhadap waktu.

(3)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relative kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. (Rachmawan, 2001).

Proses pengeringan merupakan proses yang pertama dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan penanganan, pengangkutan dan penyimpanan, karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume bahan lebih ringan, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan pengmasan maupun penyimpanan (Wirakartakusumah, 1992).

2.2 Metoda Umum Pengeringan

Metoda dan proses pengeringan dapat dikelompokkan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Proses partaian (batch)

Jika bahan dimasukkan ke alat pengering dan diproses dalam rentang waktu tertentu.

2. Proses sinambung (continuous)

Jika bahan dialirkan ke alat pengering dan bahan kering dikeluarkan secara terus menerus.

Proses pengeringan dapat juga dikelompokkan berdasarkan kondisi untuk mensuplai kalor dan memisahkan air, menjadi :

(4)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 3

1. kalor disuplai dengan cara pengontakkan langsung dengan udara pada tekanan atmosfir, dan uap air yang terbentuk dipisahkan menggunakan udara,

2. penguapan air dilakukan lebih cepat pada tekanan rendah dan kalor disuplai dengan pengontakkan tidak langsung melalui dinding logam atau radiasi, disebut pengeringan vakum (temperatur rendah dapat juga digunakan untuk bahan yang mudah rusak pada temperatur tinggi), 3. air disublimasikan dari bahan yang dibekukan, disebut pengeringan beku

(freeze drying).

2.3 Fenomena Pengeringan

Selama proses pengeringan berlangsung terdapat dua fenomena perpindahan yang terjadi, yaitu:

1. Perpindahan Panas

Proses perpindahan panas terjadi karena perbedaan suhu dimana kalor berpindah dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Perpindahan panas yang terjadi selama proses pengeringan dibuktikan dengan terjadinya penurunan temperature pada udara yang dialirkan setelah pengontakan dengan bahan padatan dibandingkan dengan suhu udara sebelum pengontakan. Panas yang terjadi disebut panas sensibel. Panas sensibel adalah energi yang diberikan atau diterima suatu materi yang membuat temperaturnya berubah.

2. Perpindahan Massa

Panas yang diberikan akan menaikkan suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan parsial uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara yang merupakan perpindahan massa.Panas yang diberikan ini disebut panas laten. Panas laten adalah panas yang dibeikan atau diterima suatu materi yang membuat fasanya berubah.

(5)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 4

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan: 1. Luas Permukaan

Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau diirisiris terlebih dulu. Hal ini terjadi karena: (1) pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air mudah keluar, (2) potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.

2. Ukuran dan ketebalan bahan

Bahan yang ukurannya tebal akan mengakibatkan waktu pengeringan lebih lama. Penguapan terjadi pada permukaan bahan, sedangkan air yang berada dibagian dalam padatan akan merembes atau naik ke permukaan padatan karena adanya gaya penggerak. Semakin tebal bahan, waktu yang diperlukan air untuk mencapai permukaan padatan akan semakin lama sehingga waktu pengeringanpun akan lebih lama.

3. Suhu udara pengering

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang

(6)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 5

disebut Case Hardening, yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.

4. Tekanan udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung dan dipindahkan dari bahan. Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan.

5. Kelembaban udara

Kelembaban udara menunjukan banyaknya uap air yang terkandung dalam 1 kg udara. Besar atau kecilnya kelembaban udara akan menentukan seberapa besar kemampuan udara utuk menyimpan uap air dari hasil pengupan pada permukaan bahan. Semakin kecil kelembaban udara, semakin besar kemampuan udara untuk menyimpan uap air.

6. Karakteristik Bahan a. Kadar Air

Kadar air di dalam bahan terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Kadar Air Tak Terikat

Kadar air tak terikat adalah kadar air yang berada diatas permukaan bahan. Sehingga kadar air tidak terikat ini mudah sekali terbawa oleh udara selama proses pengeringan.

2. Kadar Air Terikat

Kadar air terikat adalah kadar air yang berada dibawah permukaan dan terikat oleh pori-pori suatu bahan. Kadar air ini susah terbawa udara karena terikat oleh porinya sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk proses pengeringan. Kadar air suatu bahan yang

(7)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 6

akan dikeringkan mempengaruhi proses pengeringan, semakin sedikit kadar air bahan akan semakin mempercepat proses pengeringan.

b. Pori-Pori

Semakin banyak pori-pori pada suatu bahan maka semakin cepat proses pengeringan.

2.5 Kurva Laju Pengeringan

Persoalan pengeringan biasanya berkaitan dengan memperkirakan ukuran alat pengering yang diperlukan, kelembaban dan suhu udara serta waktu pengeringan. Laju pengeringan, seperti halnya kandungan air kesetimbangan tidak dapat diperkirakan, oleh karena itu untuk memperoleh laju pengeringan perlu dilakukan percobaan.

Kurva laju pengeringan dapat ditentukan dengan cara mengalirkan udara tidak jenuh melalui padatan yang akan dikeringkan. Padatan basah ditempatkan pada baki yang digantung pada timbangan, di dalam alat pengering seperti yang ditujukan oleh Gambar 2.1 Bahan basah akan mengalami pengurangan berat dan dapat diukur setiap saat.

Gambar 2.1 Penempatan timbangan pada alat pengering lorong

Besaran-besaran yang berpengaruh terhadap proses pengeringan harus diamati untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan pada perancangan skala besar. Berat sampel yang dikeringkan harus cukup, ditempatkan pada baki yang sama dengan baki untuk skala besarnya. Perbandingan permukaan

(8)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 7

pengering dengan yang bukan pengering, ketebalan bahan dalam baki, kecepatan udara, suhu, kelembaban, arah aliran udara harus sama dan konstan, untuk mensimulasikan pengeringan pada kondisi konstan. Data yang diperoleh dari percobaan pengeringan batch biasanya berupa berat total pada berbagai waktu. Data tersebut dikonversi laju menjadi pengeringan mengikuti langkah-langkah berikut ini.

Ws W W X s t   Kering kgPada kgAir tan ... (1) Dimana :

Xt = kandungan air setiap saat

W = berat bahan setiap saat (kg) Ws = berat bahan bebas air (kg)

Kandungan air kesetimbangan pada kondisi tertentu dapat ditentukan, misalnya X* selanjutnya dihitung kandungan air bebas:

X = Xt – X* ... (2) X diplot terhadap waktu seperti pada Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Contoh kurva laju pengeringan konstan, kandungan air bebas vs waktu

(9)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 8

kemudian dihitung laju pengeringan R dan diplot terhadap X seperti pada Gambar 2.3 berikut ini.

dt dX A W

R s ... (3)

Dimana : R : laju pengeringan, kg air/jam.m2

A : luas permukaan yang kontak padatan dengan udara pemanas.

Gambar 2.3 Contoh kurva laju pengeringan konstan, laju pengeringan vs kandungan air bebas

Kandungan air pada awal pengeringan ditunjukan dalam Gambar 2.3 dengan titik A. Kurva (A-B) menunjukan perioda laju pengeringan awal, dimana kadar air yang berkurang sangat kecil karena masih terjadi penyesuaian suhu antara udara pengering dengan umpan. Jika umpan masuk pengering pada suhu penguapan dinyatakan titik A’, maka laju pengeringan pada awal sama dengan laju pengeringan konstan. Perioda transisi ini biasanya cukup pendek, sehingga dapat diabaikan.Pengeringan selanjutnya berlangsung dengan laju tetap (B-C) dan disebut perioda laju pengeringan tetap. Air yang diuapkan pada perioda ini adalah air tak terikat yang memberikan tekanan uap air tetap.Laju pengeringan (C-D) mulai menurun secara linier. Air yang diuapkan pada perioda ini adalah air terikat. Penguapan air terikat memerlukan udara pengering dengan kelembaban lebih

(10)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 9

rendah, jika laju pengeringan ingin tetap. Kelembaban udara pengering yang digunakan tetap maka laju pengeringan menjadi turun.

Laju pengeringan selanjutnya menurun drastis atau tidak linier (D-E). Air yang diuapkan pada perioda ini juga adalah air terikat, tetapi air terikat dalam padatan dengan kondisi yang berbeda, sehingga dibutuhkan driving force yang lebih besar jika ingin laju pengeringannya tetap.

2.6 Kelembaban dan Peta Kelembaban

Kelembaban atau humidity secara umumya itu kandungan uap dalam gas. Sementara secara khusus kelembaban adalah kandungan uap air dalam udara. Berikut penjelasan mengenai istilah dan kelembaban

a. Kelembaban Mutlak (H)

Kelembaban mutlak (H) campuran udara-uap air adalah massa uap air yang terkandung dalam 1 kg udara kering. Kelembaban bergantung pada tekanan parsial uap air (pA) dalam udara dan tekanan total (P). Jika berat

molekul air 18,02 dan berat molekul udara 28,97, maka kelembaban dapat dihitung menggunakan persamaan :

udara kg air kg p P p H A A 97 , 28 02 , 18   ………..……... (4)

b. Kelembaban Mutlak Jenuh (Hs)

Adalah kelembaban padat saat tekanan parsial uap air dalam udara sama dengan tekanan uap air jenuh (pAS) pada tekanan dan suhu tertentu.

udara kg air kg p P p H As s A s 97 , 28 02 , 18   ………..…... (5) c. Persen Kelembaban (HP)

Adalah perbandingan kelembaban mutlak terhadap kelembaban mutlak jenuh dikalikan 100.

100   s p H H H ………..………... (6)

(11)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 10

d. Titik Embun

Adalah suhu saat campuran udara-uap air berada pada keadaan jenuh. e. Peta Kelembaban Udara-Uap Air

Adalah grafik yang memuat sifat-sifat fisika campuran udara-uap air. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan H terhadap suhu aktual campuran udara-uap air (suhu bola kering).

Kurva yang ditandai 100% menunjukkan kelembaban mutlak jenuh HS sebagai fungsi suhu. Setiap titik di bawah kurva jenuh menyatakan

campuran udara-uap air tidak jenuh. Setiap kurva di bawah 100% menunjukkan proses kelembaban HP.

Gambar 2.4 Peta kelembaban sistem uap air-udara pada 101,325 kPa

2.7 Suhu Bola Basah dan Suhu Bola Kering

Dengan mengukur suhu bola basah dan bola kering dapat menentukan kelembaban mutlak (H) dan persen kelembaban (Hp).

1. Suhu Bola Basah

Suhu bola basah adalah suhu yang dapat dicapai pada keadaan tunak tak setimbang jika sejumlah kecil air dikontakkan dengan aliran udara

(12)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 11

secara sinambung pada keadaan adiabatik. Temperatur dan kelembaban udara tidak berubah karena jumlah airnya kecil.

Metode pengukuran suhu bola basah diperlihatkan pada gambar 2.5 Sebuah thermometer dibalut dengan kain atau tisu. Tisu dipertahankan tetap basah menggunakan air dan berada dalam aliran udara yang memiliki suhu T (suhu bola kering) dan kelembaban H. Air dari tisu teruapkan secara tunak dan suhu tisu akan turun sampai Tbb kemudian tetap. Kalor

laten penguapan sama dengan kalor yang ditransfer (konveksi) dari aliran gas pada suhu T ke tisu pada suhu Tbb.

Gambar 2.5 Pengukuran suhu bola basah 2. Suhu Bola Kering

Suhu bola kering adalah suhu udara yang di ukur menggunakan termometer yang terkena udara bebas namun terjaga dari sinar matahari dan embun. Suhu bola kering adalah suhu yang biasanya dianggap sebagai suhu udara, dan memang suhu termodinamik sebenarnya. Suhu bola kering adalah suhu yang di ukur menggunakan termometer biasa yang terkena aliran udara. Berbeda dengan suhu bola basah, suhu bola kering tidak menunjukkan jumlah air dalam udara.

2.8 Kandungan Air Kesetimbangan

Pengeringan suatu bahan, seperti pada proses perpindahan khususnya perpindahan massa, perlu didekati dari sudut kesetimbangan dan laju perpindahan. Pengeringan umumnya dilakukan menggunakan cara

(13)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 12

pengontakkan dengan campuran udara-uap air. Hubungan kesetimbangan antara udara-uap air dengan bahan padat akan dibahas dalam bagian ini.

Variabel yang penting dalam pengeringan suatu bahan adalah kelembaban udara karena padatan dikontakkan dengan udara bersuhu T dan kelembaban H. Pengontakkan yang cukup lama akan menghasilkan kandungan air dalam padatan mencapai nilai tertentu yang disebut kandungan air kesetimbangan pada H dan T udara tertentu. Kandungan air kesetimbangan sangat bergantung pada jenis bahan dan kelembaban relatif. Kandungan air kesetimbangan pada Gambar 2.3, jika dilanjutkan sampai kelembaban 100%, air yang terkandungnya disebut air terikat. Air ini menghasilkan tekanan uap lebih kecil dari tekanan uap air pada suhu yang sama.

Jika bahan memiliki kandungan air lebih besar dari kandungan air terikat, kelebihannya disebut kandungan air bebas, yang (terutama) mengisi pori-pori padatan. Bahan yang mengandung air terikat disebut bahan higroskopik. Kandungan air bebas adalah air yang dapat dipisahkan menggunakan cara pengeringan pada kelembaban relatif tertentu.

Gambar 2.6 Kandungan air kesetimbangan beberapa bahan padat pada 25 °C

2.9 Pengaruh Perpindahan Air dalam Padatan selama Laju Pengeringan Jika pengeringan berlangsung karena penguapan pada permukaan padatan, air dari bagian dalam padatan harus berpindah ke permukaan padatan.

(14)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 13

Mekanisme perpindahan berpengaruh terhadap laju pengeringan tetap maupun laju pengeringan menurun. Beberapa teori dikemukakan untuk menjelaskan berbagai jenis kurva laju pengeringan menurun.

1. Teori difusi cairan

Difusi cairan berlangsung jika terdapat perbedaan konsentrasi di padatan bagian dalam dengan di permukaan. Perpindahan semacam ini biasanya ditemukan pada padatan tidak berpori dan terbentuk larutan yang mengandung air seperti pasta, sabun, gelatin dan lem. Hal ini juga ditemukan pada pengeringan tanah liat (clay), tepung, kayu, kulit, kertas, pati, tekstil dan beberapa jenis makanan. Bentuk kurva distribusi air dalam padatan, secara kualitatif sama dengan yang digunakan pada difusi tak tunak seperti diuraikan Bab 7 (Geankoplis). Difusivitas air DAB biasanya menurun dengan menurunnya kandungan air, sehingga digunakan nilai rata-rata pada rentang tertentu. Pengeringan bahan seperti ini disebut pengeringan cara difusi meskipun mekanisme sebenarnya sangat rumit. Laju penguapan di permukaan padatan lebih cepat (karena tahanan rendah) dari laju difusi dalam pori-pori padatan selama perioda laju pengeringan menurun, maka kandungan air di permukaan padatan berada pada kesetimbangan.

2. Pergerakan secara kapiler dalam padatan berpori

Pergerakan air karena sifat kapiler terjadi pada pengeringan padatan berpori seperti tanah liat, pasir, tanah, zat warna dan mineral. Air bebas tak terikat bergerak sepanjang ruang kosong berbentuk kapiler karena kapileritas, bukan secara difusi. Pergerakan semacam ini berhubungan dengan tegangan permukaan seperti pergerakan minyak pada sumbu lampu. Padatan berpori memiliki lubang yang saling berhubungan (interconnecting pores) dan lorong dengan ukuran bervariasi. Tegangan permukaan antara air dengan pori-pori padatan membentuk miniskus air yang menghasilkan gaya kapiler. Gaya kapiler inilah yang menjadi gaya pendorong proses perpindahan air dari dalam pori-pori padatan ke permukaan. Pori-pori padatan yang lebih kecil menghasilkan gaya penggerak yang lebih besar

(15)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 14

dibandingkan dengan pori-pori yang lebih besar.

Pergerakan air dari dalam pori-pori ke permukaan, pada awal perioda laju pengeringan menurun (titik C pada gambar 2.3) terjadi karena kapileritas. Lapisan air pada permukaan mulai surut sampai di bawah permukaan padatan dan udara mulai masuk mengisi bagian pori-pori yang kosong. Air terus didesak keluar sampai sisa air tidak cukup lagi untuk membentuk film sehingga laju pengeringan menurun lebih tajam. Perioda laju menurun kedua dimulai sejak titik D. Faktor yang penting dalam pengeringan selanjutnya adalah difusi uap air dalam pori-pori dan laju konduksi kalor dalam padatan. Kurva laju pengeringan menurun perioda kedua untuk padatan berpori halus, sesuai dengan hukum difusi dan kurvanya cekung ke atas seperti pada Gambar 2.3. Kurva laju pengeringan menurun perioda kedua untuk padatan berpori besar, seperti unggun pasir, umumnya lurus sehingga persamaan difusi tidak dapat digunakan.

3. Pengaruh pengkerutan padatan

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap laju pengeringan adalah pengkerutan padatan saat air terpisah. Pengkerutan pada padatan kaku dapat diabaikan, tetapi pada bahan koloid dan serat seperti sayuran dan bahan makanan lain, sangat berarti. Akibat yang sangat serius dari pengkerutan adalah terbentuknya lapisan keras pada permukaan, yang dapat menahan aliran cairan maupun uap air sehingga laju pengeringan menjadi lambat, seperti yang dapat terjadi pada pengeringan tanah liat dan sabun. Beberapa bahan makanan yang dipanaskan pada suhu terlalu tinggi dapat mengalami penempelan sel-sel yang terdekat pada lapisan luar. Hal ini menghasilkan hambatan terhadap perpindahan air yang dikenal sebagai case hardening. Pengkerutan juga dapat mengakibatkan pelengkungan yang dapat merubah struktur bahan, seperti yang dapat terjadi pada pengeringan kayu. Pengaruh dari pengkerutan bahan dapat dikurangi dengan cara penggunaan udara lembab, karena udara lembab dapat menurunkan laju pengeringan.

(16)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 15

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Percobaan

Tabel 3.1 Daftar Alat Percobaan Yang Digunakan

No Nama Alat Jumlah (Buah)

1 Rangkaian alat pengeringan 1

2 Cawan 2 3 Keranjang 1 4 Termometer 2 5 Stopwatch 1 6 Neraca analitik 1 7 oven 1 8 Botol semprot 1 3.2 Bahan 1. Air 2. Kapas 3. Silika gel

4. Buah salak pondok

3.3 Variabel Percobaan 3.3.1 Variabel Tetap

Temperatur : 65 oC

3.3.3 Variabel Berubah

Ukuran bahan : Variabel 1 : 1cm x 0.5cm x 0.2cm Variabel 2 :0.5cm x 0.5cm x 0.2cm

(17)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 16

3.4 Rangkaian Alat Pengeringan

Gambar 3.1 Rangkaian alat pengeringan

Keterangan: 1. Keranjang 2. Blower 3. Silika gel 4. Termometer 2 5. Neraca analitik 6. Termometer 1 7. Termostat 8. Ventilasi udara 9. Sumber arus listrik

3.5 Prosedur Percobaan

3.5.1 Menganalisa Kadar Air dalam Bahan

1. Menyiapkan bahan (buah salak pondok) yang akan dikeringkan dan menimbang sebanyak 20gr.

2. Mengoperasikan oven dengan cara menghubungkan oven tersebut dengan arus listrik.

3. Mengoperasikan oven dengan suhu yang telah ditentukan. 4. Menimbang berat cawan kosong.

(18)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 17

6. Memasukan cawan yang berisi buah salak ke dalam oven.

7. Mengeringkan buah apel selama 8 jam dalam oven sampai beratnya konstan.

8. Mengeluarkan bahan padatan dari oven dan menimbangnya sebagai berat bahan bebas air (Ws).

3.5.2 Pengukuran Suhu Bola Basah dan Suhu Bola Kering

1. Menyiapkan alat percobaan, dan mengecek alat percobaan sehingga dapat berfungsi dengan baik.

2. Merangkai alat seperti Gambar 3.1.

3. Mengoperasikan fan dengan cara menghubungkan fan tersebut dengan arus listrik.

4. Mengukur suhu bola kering dengan cara mengukur suhu ruangan alat pengering dengan termometer 1.

5. Membalut bagian bola (mercury) pada termometer 2 dengan kapas basah.

6. Mengatur balutan kapas pada termometer 2 tersebut agar tetap basah dengan cara disemprotkan dengan air, lalu mengalirkan udara pada termometer 2 yang bola (mercury) dibalut dengan kapas tersebut sampai didapatkan angka temperatur yang stabil atau titik terdingin pada termometer sehingga didapatkan nilai temperatur bola basah. 3.5.3 Menentukan Kurva Laju Pengeringan

1. Menyiapkan varibael 1 buah salak berukuran (1cm x 0.5cm x 0.2cm) yang akan dikeringkan dan menimbang sebanyak 20gr.

2. Mengatur suhu alat pengeringan dengan cara mengoprasikan termostat lalu mengatur suhu sampai 65 oC

3. Menimbang keranjang kosong.

4. Menata bahan yang akan dikeringkan di dalam keranjang.

5. Mengaitkan tali pada keranjang ke dalam alat pengering yang telah terhubung dengan neraca analitik, setelah suhu pada alat pengering sesuai dengan yang ditentukan seperti Gambar 3.1.

(19)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 18

6. Menutup pintu alat pengering dan melapisi celah pintu dengan solatip agar tidak ada udara yang keluar dan masuk melalui celah pintu tersebut.

7. Mencatat berat keranjang yang berisi bahan yang telah terukur oleh neraca analitik dan mencatat temperatur yang terbaca pada termometer 1 dan pada termometer 2.

8. Mencatat berat bahan padatan setiap 5 menit sekali, sampai diperoleh berat yang konstan atau tidak ada perubahan berat pada bahan (buah salak).

9. Mengulangi percobaan 1 sampai 7 menggunakan variabel 2 buah salak berukuran 0.5cm x 0.5cm x 0.2cm dan mengolah data hasil percobaan.

(20)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

4.1.1 Hasil Percobaan Alat Pengering Oven

Dari percobaan yang telah dilakukan dengan alat pengering oven, diperoleh hasil sebagai berikut :

 Berat salak dan air (W) : 20.045 gram  Berat salak tanpa air (Ws) : 4.21 gram  Kandungan air dalam salak(X) : 78.997 %

4.1.2 Hasil Percobaan Alat Pengering Lorong

Dari percobaan yang telah dilakukan dengan alat pengering lorong, diperoleh hasil sebagai berikut :

 Suhu bola kering (Tbk) : 26oC  Suhu bola basah (Tbb) : 21oC

 H (%) : 67.7 %

Tabel 4.1 hasil percobaan pada sampel 1 dan sampel 2

No Hasil Sampel 1 Sampel 2

1 Berat salak dan air (W) 0.020012 kg 0.020009 kg 2 Berat salak tanpa air (Ws) 0.00421 kg 0.00421 kg 3 Kandungan air dalam salak (X) 77.965 % 76.18 %

(21)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 20

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perubahan kadar air tiap waktu

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kurva perubahan kadar air (X) terhadap waktu (t) yang ditunjukan pada gambar-gambar sebagai berikut :

Gambar 4.1 Kurva Sampel 1 Perubahan kadar air (X) terhadap waktu (t)

Gambar 4.2 Kurva Sampel 2 Perubahan kadar air (X) terhadap waktu (t) y = -21.11x + 81.557 R² = 0.9818 y = -51.697x + 100.46 R² = 0.9978 y = -24.496x + 52.551 R² = 0.9922 y = -10.891x + 25.379 R² = 0.9967 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 t (Jam) (A-B) Transisi (B-C) R Konstan (C-D) R Menurun Linier (D-E) R Menurun Tak Linier

X (%) y = -24.425x + 79.997 R² = 0.9915 y = -50.996x + 94.991 R² = 0.9969 y = -31.625x + 64.069 R² = 0.993 y = -11.961x + 25.77 R² = 0.9385 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 t (Jam) (A-B) Transisi (B-C) R Konstan (C-D) R Menurun Linier (D-E) R Menurun Tak Linier

(22)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 21

Berdasarkan gambar kurva di atas dapat diketahui bahwa waktu pengeringan pada sampel 1 lebih cepat dibandingkan dengan sampel 2. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh ukuran bahan yang dikeringkan, pada variasi 1 dengan ukuran yang lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan variasi 2 sehingga kontak antara udara tidak jenuh yang dialirkan dengan permukaan bahan lebih besar peluangnya sehingga air yang ada dipermukaan bahan padatan lebih cepat untuk dipindahkan ke udara melalui proses penguapan.

Pada gambar kurva 4.1 dan 4.2 dapat diketahui bahwa kadar air pada salak akan terus menurun seiring berjalannya waktu pengeringan. Fenomena berkurangnya kadar air sepanjang proses pengeringan sudah sesuai dengan teori Gambar 2.2 Hal ini dikarenakan saat udara pengering kontak langsung dengan bahan “buah salak”, air yang terdapat di dalam bahan “buah salak” akan menguap. Penguapan air tersebut disebabkan oleh perbedaan suhu antara udara dengan bahan sehingga menyebabkan air di dalam bahan semakin berkurang karena adanya perpindahan panas dan massa air yang terdapat di dalam bahan. Dan percobaan ini digunakan dua variabel yang memiliki luas permukaan yang berbeda. Berdasarkan kurva 4.1 dan 4.2, pada sampel 1 dengan luar permukaan 0.0756 m2 memerlukan waktu pengeringan 3.667 jam, lebih cepat dari pada sampel 2 dengan luas permukaan 0.01072 m2 memerlukan waktu pengeringan 4.083 jam. Hal ini menunjukan bahwa semakin luas permukaan bahan, maka proses pengeringan akan berlangsung lebih cepat. Dengan luas permukaan yang lebih besar, maka air akan lebih luas dan lebih banyak pori-porinya sehingga dapat lebih mudah berhubungan dengan medium pemanasan, sehingga air mudah untuk menguap.

(23)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 22

4.2.2 Pengaruh kadar air terhadap laju pengeringan

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kurva pengaruh kadar air (X) terhadap laju pengeringan (R) yang ditunjukan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 4.3 Kurva Pengaruh kadar air (X) sampel 1 terhadap laju pengeringan (R)

Gambar 4.4 Kurva Pengaruh kadar air (X) sampel 2 terhadap laju pengeringan (R) 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 R (Kg Air/m 2.J am) X (%) Xk Rk 0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080 0,090 0,100 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 R (Kg Air/m 2.J am) X (%) Rk Xk

(24)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 23

Hasil percobaan ini dapat dilihat pada gambar 4.3 dan gambar 4.4 baik untuk sampel 1 dan sampel 2 fenomena yang terjadi pada awal proses pengeringan yaitu laju pengeringan meningkat dan setelah mencapai kadar air kritis (Xk) terjadi periode pengeringan menurun. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil kandungan air dalam bahan maka laju pengeringan juga semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana periode laju pengeringan ada 2 yaitu periode laju pengeringan tetap dan laju pengeringan menurun linear yang di tunjukkan pada Gambar 2.3.

Pada sampel 1 dengan luas 0.0756 m2 menunjukan Xk pada nilai 31% sedangkan pada variabel 2 dengan luas 0.01072 m2 menunjukan Xk pada nilai 37,3%. Hal ini menunjukan bahwa sampel 2 memiliki Xk yang lebih besar dibandingkan sampel 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi yaitu gaya kapiler. Padatan berpori memiliki lubang yang saling berhubungan (interconnecting pores) dan lorong dengan ukuran bervariasi. Tegangan permukaan antara air dengan pori-pori padatan membentuk miniskus air yang menghasilkan gaya kapiler. Gaya kapiler inilah yang menjadi gaya pendorong proses perpindahan air dari dalam pori-pori padatan ke permukaan. Pori-pori padatan yang lebih kecil menghasilkan gaya penggerak yang lebih besar dibandingkan dengan pori-pori yang lebih besar. Sehingga sampel 2 menunjukan nilai Xk yang lebih besar karena pori-pori padatannya lebih kecil dibandingkan sampel 1.

(25)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 24

4.2.3 Perubahan laju pengeringan tiap waktu

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kurva perubahan laju pengeringan (R) tiap waktu (t) yang ditunjukan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 4.5 Kurva Perubahan laju pengeringan (R) sampel 1 terhadap waktu (t)

Gambar 4.6 Kurva Perubahan laju pengeringan (R) sampel 1 terhadap waktu (t) 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 R (Kg Air/m 2.J am) t (Jam) 0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 R (Kg Air/m 2.J am) t (Jam)

(26)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 25

Dalam percobaan ini baik untuk sampel 1 “kurva 4.5” dan sampel 2 “kurva 4.6” fenomena yang terjadi pada awal proses pengeringan yaitu laju pengeringan meningkat dan setelah mencapai waktu air kritis (Tk) terjadi periode pengeringan menurun. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu pengeringan maka laju pengeringan juga semakin berkurang. Hasil dari kurva di atas sesuai dengan teori yang ada

Namun, ketika dibandingkan kurva 4.5 dengan luas 0.0756 m2 menunjukan Tk pada nilai 3 jam sedangkan pada kurva 4.6 dengan luas 0.01072 m2 menunjukan Tk pada nilai 1.9 jam. Hal ini menunjukan bahwa pada kurva 4.6 yaitu sampel 2 memiliki Tk yang lebih cepat dibandingkan sampel 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi yaitu ketika bahan sampel 1 dimasukan kedalam alat pengeringan tidak disusun merata “sedikit menumpuk:” menimbulkan terjadi kontak permukaan antar bahan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori. Dimana semakin besar luar permukaan maka laju pengeringapun akan semakin cepat dikarakan padatan berpori memiliki lubang yang saling berhubungan (interconnecting pores) dan lorong dengan ukuran bervariasi. Tegangan permukaan antara air dengan pori-pori padatan membentuk miniskus air yang menghasilkan gaya kapiler. Gaya kapiler inilah yang menjadi gaya pendorong proses perpindahan air dari dalam pori-pori padatan ke permukaan. Pori-pori padatan yang lebih kecil menghasilkan gaya penggerak yang lebih besar dibandingkan dengan pori-pori yang lebih besar. Sehingga pada percobaan ini sampel 2 menunjukan nilai Tk yang lebih cepat dibandingkan sampel 1 karena pori-pori padatannya tidak berkontak dengan bahan yang lainnya.

(27)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 26

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :

1. Kadar air akan mengalami penurunan seiring waktu pengeringan berjalan. 2. Laju pengeringan terhadap kadar air terdiri dari laju meningkat dan menurun. 3. Diperoleh dua periode waktu pengeringan, waktu ketika laju pengeringan

meningkat dan waktu ketika laju pengeringan menurun.

4. Semakin luas permukaan bahan maka semakin cepat waktu pengeringannya. 5. Perubahan laju pengeringan terhadap waktu sampel 2 lebih cepat

dibandingkan dengan sampel 1.

6. Berat salak tampa air yang telah dikeringkan 4.21 gram dari berat awal 20.045 gram berat salak dan air.

(28)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 27

DAFTAR PUSTAKA

1. Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Process and Unit Operations, 3nd Edition. Amerika: PT R Prentice- Hall Inc

2. Terjemahan Transport Processes And Unit Operations oleh Nadiem Anwar. 2006. Diktat Operasi Teknik Kimia II, Perpindahan Kalor – Penguapan – Pengeringan – Humidifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Cimahi: Universitas Jenderal Achmad Yani.

(29)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 28

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN A.1 Data Awal Pengamatan

Bahan yang dikeringkan : Buah Salak

Ukuran bahan :

Variable 1 : P=0.5cm ; L= 0.5cm ; T= 0.2cm

Variabel 2 : P=0.5cm ; L= 1cm ; T= 0.2cm

Suhu Operasi : 65 oC

A.2 Data Analisa Kadar Air Dalam Bahan (Percobaan di Oven) Ukuran yang digunakan : variabel 2 (0.5 x 1 x0.2) cm

Jumlah Irisan : 67 irisan

Luas sampel : 0.00016 m2

Luas Bidang Pengering : 0.01072 m2 Berat Cawan Kosong 1 : 50.884 gram

Berat Cawan Kosong 1 + Bahan : 53.437 gram

Berat Cawan Kosong 2 : 31.988 gram

Berat Cawan Kosong 2 + Bahan : 33.645 gram

(30)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 29

Tabel A.2 Hasil Penimbangan Berat Kering di Oven

A.3 Data Pengukuran Suhu Bola Basah dan Bola Kering Suhu Bola Basah : 21 oC

Suhu Bola Kering : 26 oC

Kelembaban Udara : 0.014 kg uap air/kg udara

Persen Kelembaban : 67.6 %

A.4 Data Penentuan Kurva Laju Pengeringan

A.4.1 Percobaan Variabel 1 (P=0.5cm ; L= 0.5cm ; T= 0.2cm) Jumlah irisan : 84 Iris

Luas sampel : 0.0009 m2

Luas bidang pengering : 0.00756 m2

W baki kosong : 60.198 gram

W baki kosong + bahan : 80.21 gram

W bahan : 20.012 gram

Penimbangan Berat Kering (gram)

Ws1 2.553

Ws2 1.657

(31)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 30

Tabel A.4.1 Data Percobaan Variabel 1 Pada Suhu 65 oC

No t(min) T1 (c) T2 (c) W (gr) 1 0 49 32 20.012 2 5 51 33 19.106 3 10 43 35 18.567 4 15 55 36 17.874 5 20 50 31 17.376 6 25 49 31 16.842 7 30 48 31 16.555 8 35 48 31 16.181 9 40 48 31 15.797 10 45 48 31 15.482 11 50 48 31 14.978 12 55 48 34 14.672 13 60 48 37 14.432 14 65 48 42 14.275 15 70 48 46 13.951 16 75 48 50 13.597 17 80 48 52 13.420 18 85 48 54 13.144 19 90 48 55 12.930 20 95 48 55 12.657 21 100 48 55 12.262 22 105 48 55 11.894 23 110 48 55 11.402 24 115 48 55 11.093 25 120 48 55 10.761 26 125 48 55 10.420 27 130 48 55 9.902 28 135 48 55 9.779 29 140 48 55 9.495 30 145 48 55 8.973 31 150 48 55 8.297 32 155 48 55 7.965 33 160 48 55 7.644 34 165 48 55 7.219 35 170 48 55 6.981 36 175 48 55 6.547 37 180 48 55 6.105 38 185 48 55 5.876 39 190 48 55 5.798 40 195 48 55 5.623

(32)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 31

41 200 48 55 5.491

42 205 48 55 5.403

43 210 48 55 5.352

44 215 48 55 5.248

A.4.2 Percobaan Variabel 2 (P=0.5cm ; L= 1cm ; T= 0.2cm) Jumlah irisan : 67 Iris

Luas sampel : 0.00016 m2

Luas bidang pengering : 0.01072 m2

W baki kosong : 60.261 gram

W baki kosong + bahan : 70.373 gram

W bahan : 20.009 gram

Tabel A.4.2 Data Percobaan Variabel 2 Pada Suhu 65 oC

No t(min) T1 (c) T2 (c) W (gr) 1 0 48 32 20.009 2 5 48 33 17.675 3 10 48 35 17.020 4 15 48 36 16.375 5 20 48 31 15.706 6 25 48 31 15.065 7 30 48 31 14.417 8 35 48 31 13.855 9 40 48 31 13.286 10 45 48 31 12.662 11 50 48 31 12.253 12 55 48 34 11.710 13 60 48 37 11.292 14 65 48 42 10.811 15 70 48 46 10.414 16 75 48 50 9.989 17 80 48 52 9.580 18 85 48 54 9.211 19 90 48 55 8.845 20 95 48 55 8.536 21 100 48 55 8.239

(33)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 32 22 105 48 55 7.994 23 110 48 55 7.735 24 115 48 55 7.463 25 120 48 55 7.221 26 125 48 55 7.009 27 130 48 55 6.811 28 135 48 55 6.615 29 140 48 55 6.446 30 145 48 55 6.293 31 150 48 55 6.157 32 155 48 55 6.038 33 160 48 55 5.925 34 165 48 55 5.821 35 170 48 55 5.734 36 175 48 55 5.645 37 180 48 55 5.574 38 185 48 55 5.497 39 190 48 55 5.426 40 195 48 55 5.375 41 200 48 55 5.338 42 205 48 55 5.296 43 210 48 55 5.258 44 215 48 55 5.221 45 220 48 55 5.194 46 225 48 55 5.116 47 230 48 55 5.067 48 235 48 55 5.065 49 240 48 55 5.065

(34)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 33

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN ANTARA B.1 Analisa Kadar Air (Oven)

W : 0,020045 kg Ws : 0,00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 × 100 = 0.020045−0.00421 0.020045 × 100 = 78.997 %

B.2 Kurva Laju Pengeringan B.2.1 Variabel 1 1. t : 0 jam W : 0.020012 kg Ws : 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.020012−0.00421 0.020012 𝑥 100% = 78.96%

A : Asampel x Jumlah irisan = 0.00009 x 84 = 0.00756 m2

R : 𝑤𝑠 𝐴x ∆𝑥 ∆𝑡 = 0.00421 0.00756𝑥 0 0 = 0 kg air / m 2.jam 2. t : 0,083 jam W : 0.019106kg Ws : 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.019106−0.00421 0.019106 𝑥 100% = 77.965%

A : Asampel x Jumlah irisan = 0.00009 x 84 = 0.00756 m2

R : 𝑤𝑠 𝐴x ∆𝑥 ∆𝑡 = 0.00421 0.00756𝑥 0.010 0.083 =0.067 kg air / m 2.jam

(35)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 34

Tabel B.2.1 Perhitungan X dan Laju Pengeringan (R) pada Variabel 1

No t (jam) W (kg) X(%) R(kg air/m2.jam)

1 0.000 0.0200 78.96 0.000 2 0.083 0.0191 77.97 0.067 3 0.167 0.0186 77.33 0.043 4 0.250 0.0179 76.45 0.059 5 0.333 0.0174 75.77 0.045 6 0.417 0.0168 75.00 0.051 7 0.500 0.0166 74.57 0.029 8 0.583 0.0162 73.98 0.039 9 0.667 0.0158 73.35 0.042 10 0.750 0.0155 71.89 0.036 11 0.833 0.0150 71.31 0.061 12 0.917 0.0147 70.83 0.039 13 1.000 0.0144 70.51 0.032 14 1.083 0.0143 69.82 0.021 15 1.167 0.0140 69.04 0.046 16 1.250 0.0136 68.63 0.053 17 1.333 0.0134 67.97 0.027 18 1.417 0.0131 67.44 0.044 19 1.500 0.0129 66.74 0.035 20 1.583 0.0127 65.67 0.047 21 1.667 0.0123 64.60 0.072 22 1.750 0.0119 63.08 0.071 23 1.833 0.0114 62.05 0.102 24 1.917 0.0111 60.88 0.069 25 2.000 0.0108 59.60 0.078 26 2.083 0.0104 57.48 0.086 27 2.167 0.0099 56.95 0.141 28 2.250 0.0098 55.66 0.036 29 2.333 0.0095 53.08 0.086 30 2.417 0.0090 49.26 0.172 31 2.500 0.0083 47.14 0.256 32 2.583 0.0080 44.92 0.142 33 2.667 0.0076 41.68 0.149 34 2.750 0.0072 39.69 0.218 35 2.833 0.0070 35.70 0.133 36 2.917 0.0065 31.04 0.268 37 3.000 0.0061 28.35 0.312 38 3.083 0.0059 27.39 0.180 39 3.167 0.0058 25.13 0.065 40 3.250 0.0056 23.33 0.152

(36)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 35 41 3.333 0.0055 22.08 0.121 42 3.417 0.0054 21.34 0.084 43 3.500 0.0054 19.78 0.050 44 3.583 0.0052 19.78 0.105 B.2.2 Variabel 2 1. t : 0 jam W : 0.020009 kg Ws : 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.020009−0.00421 0.0200009 𝑥 100% = 78.96 %

A : Asampel x Jumlah irisan = 0.00016 x 67 = 0.01072 m2

R : 𝑤𝑠 𝐴x ∆𝑥 ∆𝑡 = 0.00421 0.01072𝑥 0 0 = 0 kg air / m 2.jam 2. t : 0,083 jam W : 0.017675 kg Ws : 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.017675−0.00421 0.017675 𝑥 100% = 76.18 %

A : Asampel x Jumlah irisan = 0.00016 x 67 = 0.01072 m2

R : 𝑤𝑠 𝐴x ∆𝑥 ∆𝑡 = 0.00421 0.01072𝑥 0.0278 0,083 =0.131 kg air / m 2.jam

Tabel B.2.2 Perhitungan X dan Laju Pengeringan (R) pada Variabel 2

No t (jam) W (kg) % X R(kg air/m2.jam)

1 0.000 0.0200 78.96 0.000 2 0.083 0.0177 76.18 0.131 3 0.167 0.0170 75.26 0.043 4 0.250 0.0164 74.29 0.046 5 0.333 0.0157 73.19 0.052 6 0.417 0.0151 72.05 0.054 7 0.500 0.0144 70.80 0.059

(37)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 36 8 0.583 0.0139 69.61 0.056 9 0.667 0.0133 68.31 0.061 10 0.750 0.0127 66.75 0.074 11 0.833 0.0123 65.64 0.052 12 0.917 0.0117 64.05 0.075 13 1.000 0.0113 62.72 0.063 14 1.083 0.0108 61.06 0.078 15 1.167 0.0104 59.57 0.070 16 1.250 0.0100 57.85 0.081 17 1.333 0.0096 56.05 0.085 18 1.417 0.0092 54.29 0.083 19 1.500 0.0088 52.40 0.089 20 1.583 0.0085 50.68 0.081 21 1.667 0.0082 48.90 0.084 22 1.750 0.0080 47.34 0.074 23 1.833 0.0077 45.57 0.083 24 1.917 0.0075 43.59 0.093 25 2.000 0.0072 41.70 0.089 26 2.083 0.0070 39.93 0.083 27 2.167 0.0068 38.19 0.082 28 2.250 0.0066 36.36 0.086 29 2.333 0.0064 34.69 0.079 30 2.417 0.0063 33.10 0.075 31 2.500 0.0062 31.62 0.070 32 2.583 0.0060 30.27 0.064 33 2.667 0.0059 28.95 0.063 34 2.750 0.0058 27.68 0.060 35 2.833 0.0057 26.58 0.052 36 2.917 0.0056 25.42 0.055 37 3.000 0.0056 24.47 0.045 38 3.083 0.0055 23.41 0.050 39 3.167 0.0054 22.41 0.047 40 3.250 0.0054 21.67 0.035 41 3.333 0.0053 21.13 0.026 42 3.417 0.0053 20.51 0.030 43 3.500 0.0053 19.93 0.027 44 3.583 0.0052 19.36 0.027 45 3.667 0.0052 18.94 0.020 46 3.750 0.0051 17.71 0.058 47 3.833 0.0051 16.91 0.038 48 3.917 0.0051 16.88 0.002 49 4.000 0.0051 16.88 0.000

(38)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 37

LAMPIRAN C

CONTOH PERHITUNGAN

C.1 Menghitung Berat Irisan Salak (Oven)

Menggunakan 2 cawan untung mengeringkan bahan variabel 2 W 1 = (Cawan kosong1+bahan)-(cawan kosong1)

= 65.832 gram – 50.884 gram = 14.948 gram

W2 = (Cawan kosong2+bahan)-(cawan kosong2) = 37.085 gram – 31.988 gram

= 5.097 gram

W = W1+W2

= 17.948 gram + 5.097 gram = 20.045 gram

C.2 Menentukan Kelembaban Mutlak dan Persen Kelembaban Udara Pengering

Tbb= 21 °C

Tbk= 26 °C

Kelembaban mutlak = 0.014 kg uap air/kg udara kering Persen kelembaban = 67.6 %

Menentukan kelembaban multak dan menghitung persen kelembaban dengan suhu bola basah dan bola kering seperti diketahui diatas adalah sebagai berikut :

1. Dari suhu 21°C (suhu bola basah) ditarik garis tegak lurus sampai memotong kelembaban 100% seperti garis berwarna ungu yang ditunjukkan Gambar C.2.

2. Menarik garis penjenuhan adiabatik dari titik perpotongan suhu bola basah dan kelembaban 100%, ditunjukkan oleh garis berwarna hijau pada Gambar C.2.

(39)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 38

3. Dari suhu 26°C (suhu bola kering) ditarik garis tegak lurus sampai memotong garis penjenuhan adiabatik, ditunjukkan oleh garis berwarna biru pada Gambar C.2.

4. Menarik garis kesamping kiri dari hasil perpotongan antara garis tegak lurus suhu bola kering dengan garis penjenuhan adiabatik dan membaca nilai kelembaban mutlak seperti garis warna oranye yang ditunjukkan pada gambar C.2 dan kelembaban mutlaknya adalah 0.014 kg uap air/kg udara kering dan mencatatnya sebagai Hs.

5. Menarik garis ke samping kiri pada garis kelembaban 70 % pada suhu 26°C, dan membaca nilai kelembaban mutlak seperti garis berwarna oranye yang ditunjukkan pada gambar C.2 dan kelembaban mutlak yang terbaca adalah 0.0145 kg uap air/kg udara kering, sebagai H.

6. Dengan interpolasi linier maka persen kelembaban yang ditunjukkan garis berwarna hitam tebal pada Gambar C.2 adalah

Persen kelembaban = Hs

H × persen kelembaban pada H

Persen kelembaban = 0.014 kg uap air/kg udara kering

0.0145 kg uap air/kg udara kering× 70 %

Persen kelembaban = 67.6 %

Gambar C.2 Persen Kelembaban untuk suhu bola basah 21°C dan suhu bola kering 26°C 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0 10 20 30 40 50 60 70 80 T emperatur ( C) K el em ba ba n m ut la k (k g ua p ai r/k g ud ar a ke rin g)

(40)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 39

C.3 Menghitung Berat Irisan Pada Operasi di Lorong Pengering Pada Variabel 1

W =(Berat irisan salak + keranjang) – Berat keranjang kosong

= (80.21 – 60.198) gram = 20.012 gram = 0,020012 kg

C.4 Menghitung Kadar Air Basis Basah (X) Pada Variabel 2 t : 0 jam W : 0.0200009 kg Ws: 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.0200009−0.00421 0.0200009 𝑥 100% = 78.96%

C.3 Menghitung Luas Permukaan Pengeringan (A) Pada Variabel 1

Ukuran Irisan Salak : p = 0,005 m

l = 0,005 m

t = 0,002 m

Berat irisan salak sebelum pengeringan : 0,020012 kg

Jumlah irisan : 84 irisan

Berat satu irisan salak :

Berat irisan jumlah irisan = 0,020012 84 = 2.382 x 10 -4 kg Asampel = 2pl + 2pt + 2lt = (2 x 0,005 x 0,005) + (2 x 0,005 x 0,002) + (2 x 0,005 x 0,002) = 0,00009 m2 Abidang pengeringan = 84 x 0,00009 = 0.00756 m

(41)

LAPORAN PRAKTIKUM MODUL PENGERINGAN LTK-II-03 40

C.4 Menghitung Laju Pengeringan PadaVariabel 2 t : 0,083 jam W : 0.0177 kg Ws : 0.00421 kg X : 𝑊−𝑊𝑠 𝑊 𝑥 100% = 0.0177−0.00421 0.0177 𝑥 100% = 76.18%

A : Asampel x Jumlah irisan = 0.00009 x 84 = 0.00756 m2

R : 𝑤𝑠 𝐴x ∆𝑥 ∆𝑡 = 0.00421 0.00756𝑥 0.0278 0,083 =0.131 kg air / m 2.jam

Gambar

Gambar 2.1 Penempatan timbangan pada alat pengering lorong
Gambar 2.2 Contoh kurva laju pengeringan konstan, kandungan air bebas  vs  waktu
Gambar 2.3 Contoh kurva laju pengeringan konstan, laju pengeringan vs  kandungan air bebas
Gambar 2.4 Peta kelembaban sistem uap air-udara pada 101,325 kPa  2.7 Suhu Bola Basah dan Suhu Bola Kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perpindahan yang terjadi selama proses pengeringan adalah proses perpindahan panas yang mengakibatkan menguapnya air dari dalam bahan yang akan dikeringkan dan proses

Pada luas permukaan, semakin kecil ukuran partikel padatan dalam reaksi maka kemungkinan tumbukan antara partikel reaktan semakin besar. Tumbukan yang

Pematangan juga terjadi pada ukuran kristal endapan yang bertambah sebab partikel yang lebih kecil memiliki energi permukaan yang besar dari pada partikel yang besar,

Untuk reaksi heterogen, yakni reaksi yang melibatkan zat-zat pereaksi dengan wujud berbeda, laju reaksi dipengaruhi oleh permukaan sentuh.Semakin besar luas

Ukuran partikel yang kecil akan menyebabkan luas permukaan bertambah sehingga akan memberikan lebih banyak aktivitas mikroba pada permukaan bahan, yang kemudian

Pada periode laju pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang. dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh

 Besar ukuran pasar potensial produk multi tools mencakup tiga provinsi besar di Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dengan spesifikasi lanjutan

Namun ketika dikocok kuat warna darah akan kembali merah terang karena pada saat itu terjadi reaksi oksigenasi dari udara dimana hemoglobin berhasil mengikat oksigen lagi... Encerkan 1