• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN EFIKASI DIRI DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU INOVATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN EFIKASI DIRI DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU INOVATIF"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN EFIKASI DIRI DALAM MENGEMBANGKAN

PERILAKU INOVATIF

Oleh: Edmie G.M. Gerungan E-mail: edmie_g@yahoo.com ABSTRACT

Human resources is a very important factor as a driver in the face of global current era. The competitiveness of an organization depends on human resources owned. Particularly associated with either organizational commitment and innovative behavior. Innovative work behavior has the aim to improve the performance and competence of the organization in achieving its goal. As a perspective of organizational behavior, the innovative work behavior is the interaction between the individual, group process and organizational processes, which affects the range of leadership behaviors and performance expectations of employees when the realization of innovative work behavior is completely done. Innovative work behavior is an introduced attitude, filed, applying ideas, products, processes, and procedures to the new job. An organization needs to pay attention to the factors that influence innovative work behavior. The purpose of this study was to know the role of efikasi diri to develop innovation behavior, in revealing the individual’s innovative work behavior.

Key word: innovation behavior, efikasi diri, innovative work

I. PENDAHULUAN

Saat ini isu perubahan yang dihadapi semakin rumit karena menyentuh berbagai sektor kehidupan manusia, terlebih dalam dunia kerja. Para peneliti memiliki keyakinan bahwa inovasi merupakan solusi dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Inovasi mengandung pengertian sebagai tindakan korektif terhadap perubahan, yang berpengaruh terhadap percepatan siklus perencanaan dalam menghasilkan suatu produk baru dan pelayanan yang dapat memberikan nilai manfaat serta kepuasan yang lebih tinggi kepada para stakeholder (Kanter, dalam Fonceca, 2002) dan (Imai, 1986). Inovasi semakin diakui sebagai sumber bagi organisasi untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dalam menghadapi lingkungan bisnis yang cepat berubah. Chesbrough (2010) menyatakan bahwa inovasi adalah sesuatu hal yang sangat vital bagi kelangsungan bisnis, dan juga merupakan hal yang sulit dicapai. Inovasi dalam produk, proses kerja, dan layanan adalah kontributor kunci untuk kelangsungan hidup dan kesuksesan organisasi dalam jangka panjang (Martin dan Terblanche, 2003;

Lin dan Chen, 2007, Anderson, Potočnik dan Zhou 2014).

Perilaku kerja inovatif dapat mendorong kinerja dan mengembangkan kompetensi organisasi dalam upayanya mencapai sasaran yang ditetapkan. Sebagai salah satu aspek perilaku organisasi, perilaku kerja inovatif pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara individu sebagai pekerja, kelompok sebagai suatu proses kerja, dan proses organisasional sebagai praktek manajemen yang biasa dilakukan di dalam organisasi.

II. EFIKASI DIRI A. Pengertian

Konsep efikasi diri sebenarnya adalah inti dari teori social cognitive yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar observasional, pengalaman sosial dan determinisme timbal balik dalam pengembangan kepribadian. Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri (self knowledge) yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan Efikasi diri yang dimilliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan

(2)

untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai keyakinan yang akan dihadapi.

Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist, 2010:212) efikasi diri adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk control terhadap fungsi orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura juga menggambarkan efikasi diri sebagai penentu bagaimana orang merasa, berpikir, memotivasi diri, dan berperilaku (Bandura, 1994:2). Efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif.

Baron & Byrne (dalam Ghufron, 2010:74) menyatakan bahwa Efikasi diri sebagai persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu, Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Reivich & Shatte (dalam Kurniawan, 2008;99) menyatakan bahwa Efikasi diri merupakan keyakinan diri akan dapat menyelesaikan masalah, serta keyakinan akan kemampuan diri untuk sukses. Efikasi diri merupakan komponen kunci self system (struktur kognisi yang memberikan mekanisme rujukan, dan yang merancang fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan regulasi tingkah laku.

Tierney dan Farmer (2011) mendefinisikan efikasi diri sebagai kapasitas yang dirasakan agar efektif dan berpengaruh dalam domain organisasi. Efikasi diri adalah kepercayaan kognitif dan afektif terhadap kompetensi pribadi seseorang dan penilaian kemampuan seseorang untuk percaya diri bertindak (Pajares et al, 2001). Bandura (Santrock, 2007:286) mengatakan bahwa Efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku.

B. Sumber Efikasi Diri

Efikasi diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yaitu:

1) Performance accomplishment: adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi

pengubah Efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi masa lalu yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan member dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:

a) Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi

b) Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi, disbanding kerja kelompok, dibantu orang lain c) Kegagalan menurunkan efikasi,

kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin

d) Kegagalan dalam suasana emosional/ stres, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal e) Kegagalan sesudah orang

memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat

f) Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

2) Vicarious experience

Efikasi diri akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya Efikasi diri akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figure yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

3) Social persuation

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi Efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

4) Emotional/physiological states

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi Efikasi

(3)

diri di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stres, dapat mempengaruhi Efikasi diri.

Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan Efikasi diri banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.

C. Proses Efikasi diri

Efikasi diri mempunyai efek pada perilaku manusia melalui berbagai proses yaitu proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi dan proses seleksi (Bandura, 1997:116)

1) Proses Kognitif

Bahwa Efikasi diri individu akan berpengaruh terhadap pola berpikir yang dapat bersifat membantu atau menghancurkan. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadiankejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Proses Motivasi

Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadiankejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Motivasi yang tinggi ini tercermin dalam pola pikir individu yang lebih positif yang mendorong individu tersebut untuk cenderung menolak umpan balik negative. Hal ini berbeda

pada individu dengan keyakinan diri yang rendah. Mereka memiliki motivasi yang lebih rendah dan cenderung menerima umpan balik negative tersebut.

3) Proses Afeksi

Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan.

4) Proses Seleksi

Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan.

D. Dimensi Efikasi Diri

1) Generality berkaitan dengan kemampuan karyawan dalam mengerjakan berbagai tugas secara bersamaan. Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap kemampuan mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan.

2) Level berkaitan dengan kemauan karyawan dalam membantu rekan kerja di bidang yang lain ketika menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya. Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap membantu menyelesaikan tugas rekan kerja di bidang lain.

(4)

3) Strength berkaitan dengan ketahanan karyawan yang tetap bekerja secara optimal walaupun karyawan tersebut dalam kondisi kurang sehat. Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap tetap bekerja secara optimal ketika kondisi kurang sehat

III. PERILAKU INOVATIF

Setiap inovasi akan selalu diikuti dengan suatu perubahan, walaupun dalam setiap perubahan tidak akan selalu diikuti dengan munculnya ide baru, yang secara positif berpengaruh terhadap perubahan, perkembangan dan pertumbuhan suatu organisasi.

Purba (2009) mengemukakan bahwa perilaku inovatif menekankan pada adanya sikap kreatif agar terjadi proses perubahan sikap dari tradisional ke modern, atau dari sikap yang belum maju ke sikap yang sudah maju.

Gaynor (2002), mendefinisikan perilaku inovatif sebagai tindakan individu untuk menciptakan dan mengadopsi ide-ide/ pemikiran atau cara-cara baru guna diterapkan dalam pelaksanaan dan penyelesain pekerjaan. Perilaku inovatif menurut Price (1997) pada dasarnya merupakan kemampuan individu melakukan perubahan cara kerja dalam bentuk mengadopsi prosedur, praktek dan teknik kerja yang baru dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaanya. Perilaku inovatif didefinisikan dengan sengaja untuk menimbulkan, meningkatkan dan merealisasikan ide baru di dalam pekerjaan, kelompok kerja dan organisasi untuk memberikan manfaat pada kinerja kelompok kerja atau organisasi (West dan Farr, 1990). Perilaku innovatif berhubungan erat dengan kreatifitas anggota organisasi yang terdiri dari munculnya ide baru dan memiliki manfaat berkaitan dengan proses dan prosedur (Amabile, 1988) dan mengimplementasikan ide yang kreatif (Anderson dan West, 1998). Selanjutnya Van Dyne dan LePine (1998) berpendapat bahwa perilaku inovatif adalah secara proaktif menyuarakan ide yang menbangun untuk perbaikan kinerja bukan sekedar kritik serta mendukung perubahan untuk kepentingan jangka masa panjang. Perilaku proaktif penting dalam situasi

lingkungan yang dinamis dan ide baru sebagai sarana perbaikan yang terus menerus (Nemeth dan Staw, 1989)Perilaku kerja inovatif merupakan rangkaian kegiatan kerja yang secara bertahap dilakukan oleh pekerja dalam mengembangkan dan meningkatkan perilaku kerja yang efektif (De Jong & Hertog, 2010). Tahapan tersebut meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut: Pertama, tahu dan memahami lingkup pekerjaan dan potensi permasalahan yang dihadapi dan yang mungkin akan terjadi. Ke dua, memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kualitas kerja dan secara kreatif mengupayakan tindakan solusi. Ke tiga, membangun kerjasama dan komitmen bersama untuk merealisasikan usulan perbaikan inovatif dalam proses kerja kelompok. Ke empat, mengaplikasikan usulan perbaikan dalam pekerjaan. Tahapan perilaku tersebut adalah proses yang harus dilalui karyawan dalam mengembangkan perilaku kerja inovatif (De jong & Hertog, 2010).

IV. EFIKASI DIRI DAN PERILAKU INOVATIF DALAM ORGANISASI Banyak studi yang mendukung teori efikasi diri dan perilaku inovasi dalam organizational citizenship. Banyak penelitian menunjukan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap motivasi, pembelajaran, dan prestasi akademik. Efikasi diri dipercaya dapat memengaruhi pemilihan tugas, usaha, ketekunan, kegembiraan, dan prestasi. Prestasi inovasi sendiri membutuhkan rasa ulet dari suatu efikasi.

Sebagai individu, setiap pekerja menginginkan keberhasilan dan hasil yang terbaik bagi dirinya dalam menumbuhkan semangat kerja selama berkarier. Pilihan perilaku dalam bekerja selalu didahului dengan proses pengamatan, evaluasi diri yang disesuaikan dengan harapan pribadinya sebelum dilakukan pengambilan keputusan untuk dilakukan. Harapan atau ekspektasi merupakan keyakinan subyektif pekerja dalam memilih dan menetapkan kinerja yang diyakininya akan berhasil. Semakin tinggi ekspektasi karyawan terhadap suatu hasil kerja, maka semakin besar kinerja yang diupayakan oleh karyawan, demikian pula

(5)

sebaliknya. Dalam gambaran yang lebih praktis, ekspektasi kinerja memberikan arah terhadap perilaku kerja, jika pekerja memiliki keyakinan positif dan memberikan dampak terhadap suatu penilaian kinerja yang baik, maka perilaku inovatif akan menjadi suatu pilihan bagi dirinya (Scholl, 2002). Seseorang membutuhkan efikasi diri yang positif untuk mengatasi ketidakpastian dan kegagalan dalam proses inovasi.

Organisasi juga harus menyadari bahwa iklim yang mendukung aktifitas individu dapat mendorong untuk berinovasi. Menurut Janssen (2000) perilaku kerja inovatif terdiri dari: Pertama, generasi ide (idea generation) mengacu kepada pengembangan-pengembangan dan penggunaan ide yang sangat bermanfaat untuk perusahaan; Kedua, promosi ide (idea promotion) adalah perilaku yang bertujuan menjual ide yang inovatif kepada rekan kerja maupun atasan; Ketiga, implementasi ide (idea implementation) melibatkan perilaku-perilaku yang mengarah terhadap realisasi dan mengaplikasikan ide-ide di tempat bekerja. Kemampuan individu yang lebih tinggi untuk menghasilkan ide yang baru dan bermanfaat lebih mungkin untuk menciptakan inovasinya sendiri (Woodman, Sawyer dan Griffin, 1993), yang pada gilirannya berkontribusi terhadap inovasi kelompok dan organisasi (Somech dan Drach-Zahavy, 2013). Individu juga harus memiliki tingkat kekuatan batin tertentu yang memungkinkan mereka menghadapi tantangan dalam kreativitas (Shalley dan Gilson, 2004). Kekuatan internal ini berasal dari self leadership, yaitu keterampilan yang mendorong inovasi individual (Carmeli, Meitar dan Weisberg, 2006). Self leadership memerlukan peningkatan efektivitas pribadi dengan meningkatkan kesadaran diri dan perasaan kompeten (Neck dan Manz, 1996).

Tierney and Farmer (2002) juga

mengemukakan bahwa untuk

mempertahankan pertumbuhan dan kesuksesan, organisasi perlu mendukung kreativitas karyawan dengan mengembangkan creative efikasi diri. Gong, Huang dan Farh, (2009); Wang, Tsai dan Tsai, (2014); Mittal dan Dhar

(2015) mengungkapkan peran mediasi creative efikasi diri untuk memprediksi kreativitas karyawan, sementara Sangsuka dan Siriparp (2015) mengungkapkan peran efikasi diri dalam hal kreativitas dan pengembangan pribadi.

V. PENUTUP

Perilaku inovasi berkaitan dengan implementasi ide baru yang tentunya berkaitan dengan keberhasilan maupun resiko kegagalan. Untuk itu diperlukan individu yang memiliki keyakinan yang kuat untuk menciptakan inovasi yang sukses. Individu yang mempunyai efikasi diri yang tinggi mampu meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi untuk berperilaku inovasi yang pada akhirnya berdampak pada inovasi kerja. Menurut teori kognitif sosial, individu memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung untuk mencapai tugas atau keterampilan dan pembelajaran observasional. Upaya-upaya kreatif membutuhkan kekuatan yang mendorong individu untuk bertahan dalam menghadapi tantangan pada pekerjaan. Efikasi diri muncul untuk memberikan momentum tersebut ketika efikasi diri yang kuat dapat meningkatkan tingkat persistensi dan upaya individu dalam mengatasi ketika individu menghadapi situasi yang menantang.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, N.R. dan West, M.A. 1998. Measuring Climate for Work Group Innovation: Development and Validation of the Team Climate Inventory. Journal of Organizational Behavior, Vol. 19 No. 3, pp. 235-58.

De Jong, J., & Den Hartog, D., (2010). Measuring inovative work behavior. Journal of Creativity And Inovation Management, 19, (1) , 23 – 36.

Gaynor, G.H., (2002), Innovation by design. New York, American Management Association.

Janssen, O. 2000. Job Demands, Perceptions of Effort-Reward Fairness and Innovative Work Behavior. Journal of Occupational and

(6)

Organizational Psychology. 73(3), pp: 287-302.

Price, J.L., (1997), Handbook of Organizational Measurement. International Journal of Manpower. 18 (4/5/6): 305-558. Scott.S.G., & Bruce. R.A. (2002). The infl uence of leadership , individual attributes, and climate on inovative behavior: A model of individual innovation in the work place: Internet:http://cpba.

louisville.edu/bruce/research/fi ninno.htm, 1-22.

Scholl, W. Richard., (2002). Sources motivation model: Motives Behind Work Behavior. www.uri.edu/ research/scholl. Soebardi, Rusdijanto. (2012). Perilaku Inovatif. Jurnal Psikologi Ulayat, Edisi I/Desember 2012, hlm. 57-74

Sri M. Wahyuningrum, Sunu Widianto, Rizky Abdulah. Dampak Efikasi diri terhadap Perilaku Inovasi Apoteker di Rumah Sakit. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume I, Nomor 2, Juni 2012

Tierney, P., & Farmer, S. M. (2011). Creative self-efficacy development and creative performance over time. Journal of Applied Psychology, 96, 277–293.

West, M.A. dan Farr.J.L.1990. Innovation at Work In. M.A. West dan J.L.Farr (Eds). Innovation and Creativity at Work, Chichester. Uk: John Wiley and Sons. pp. 313

Van Dyne, L. dan LePine, J. A. 1998. Helping and Voice Extra-Role Behavior: Evidence of Construct and Predictive Validity. Academy of Management Journal, Vol. 41, pp. 108–119.

Referensi

Dokumen terkait

saat ini menjadi makanan pokok mereka. Kehadiran ubi jalar telah mempengaruhi pola bercocoktanam mereka dan bahkan mereka menemukan suatu pola bercocoktanam yang handal

;aginitis di sebabkan oleh jamur dan bakteri akibat tidak bersihnya genetalia<gejala  pada vaginitis biasanya di sertai keluar 7airan vagina atau keputihan yang

Substitusi alginat dapat meningkatkan kestabilan emulsi kamaboko ikan Kuniran pada subtitusi alginat 2,5% dan tepung tapioka 7,5%,Nilai stabilitas emulsi kamaboko dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi kelaras 68% dan jerami 17% merupakan variasi komposisi media dengan hasil berat basah, berat kering, dan jumlah tubuh buah

Alasan dipilihnya Rumah Sakit Husada sebagai bahan analisa dan perancangan karena Sistem Informasi Monitoring pasien Rumah Sakit Husada masih dilakukan secara manual yaitu

Sistem informasi ini dimaksudkan kepada penyediaan informasi dalam bidang perikanan terutama mengenai klasifikasi dan deskripsi ikan, data pengkajian stok, data

Subjek MS tidak terlalu banyak merespon percakapan dan terlalu pemalu dan sering tidak percaya diri dengan keadaannya yang tidak bisa melihat walaupun MS dari

Dhany Dimas Oktriyanto, D0210028, KESENJANGAN KEPUASAN DALAM MEMBACA SURAT KABAR HARIAN LOKAL (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Kesenjangan Kepuasan Dalam Membaca