• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hutan hujan tropika Indonesia merupakan wilayah dengan kekayaan jenis spesies tertinggi yang dapat ditemui (Primack, 1998). Kekayaan species hutan hujan tropis ini menempatkan negara Indonesia sebagai Mega-Biodiversity di dunia (Sodhi et al. 2011). Ekosistem hutan hujan tropis juga merupakan tempat hidup bagi berbagai species satwa liar dan juga keberadaan species-species satwa liar memiliki peran dalam ekosistem hutan yang kaya keanekaragaman hayati ini. Hutan hujan tropis juga memiliki peran penting bagi keberadaan mammalia pelayang yang sangat tergantung dengan keberadaan pohon-pohon yang masih alami dan tinggi (Jackson 2012). Ketergantungan berbagai species satwa liar terhadap hutan hujan tropis ini membawa konsekuensi kerentanan terhadap spesies tersebut apabila terjadi kehilangan, kerusakan ataupun fragmentasi (Kinnaird et al. 2003, Fujita et al. 2014).

Salah satu pulau penting bagi keberadaan hutan hujan tropis di Indonesia adalah pulau Jawa. Pulau ini dikenal sebagai pulau dengan memiliki kepadatan manusia yang sangat tinggi namun masih memiliki keberadaan hutan hujan tropis (Whitten et al. 1996). Hutan ini tersebar dibeberapa bagian di pulau Jawa, namun dikarenakan banyaknya penduduk dan pembangunan, menyebabkan hutan-hutan tersebut menjadi terfragmentasi (Whitten et al. 1996). Fragmentasi hutan dengan proses pecahnya hutan yang luas menjadi potongan-potongan hutan yang kecil akan berdampak pada respon satwa liar (Saunders and Hobbs 1992, Schneider 2001, Wiegand et al. 2005).

Satwa mammalia pelayang seperti bajing terbang merah raksasa/bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766), walang kopo (Iomys horsfieldii) atau kolugo (Cynochephalus variegatus) sangat tergantung dengan keberadaan pohon-pohon tinggi sebagai habitatnya di hutan hujan tropis. Hilang dan terfragmentasinya hutan tropis di Jawa berpotensi mempengaruhi penggunaan habitat oleh satwa-satwa ini. Hutan Alas Kemuning di Kabupaten Temanggung merupakan salah satu hutan hujan tropis dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Jawa. Hutan ini dikelilingi oleh berbagai jenis tutupan lahan dan hutan lain. Kondisi ini menyebabkan Hutan Alas Kemuning berpotensi menjadi refugee area bagi mammalia pelayang tersebut. Selain terpisah dengan hutan tropis lainnya, hutan Kemuning juga dijadikan lahan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) antara PERUM PERHUTANI dengan masyarakat sekitar. Pelaksanaan PHBM pada kawasan ini dilakukan dengan menanam kopi di

(2)

bawah pohon-pohon hutan. Kegiatan selain penanaman, masyarakat juga melakukan perawatan tanaman dan pemanenan kopi. Keberadaan aktivitas manusia ini juga berpotensi untuk menganggu keberadaan mammalia pelayang.

Bajing terbang besar atau Giant Red Flying Squirrel (Petaurista petaurista Pallas, 1766) merupakan jenis binatang mamalia pelayang yang menghabiskan sebagian besar waktu kehidupannya diatas tajuk pohon dan aktif pada malam hari atau termasuk dalam jenis yang dikenal sebagai nocturnal small mammal arboreal (Jackson 2012). Status konservasi Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) menurut The IUCN Red List Threatened

Species tahun 2008 adalah “Least Concern”, sedangkan status konservasi di Indonesia menurut

Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 adalah termasuk binatang yang tidak dilindungi. Meskipun spesies ini belum dilindungi, namun keberadaannya sangat penting sebagai indicator kesehatan hutan dan memiliki peran ekologis dalam ekosistem hutan hujan tropis sebagai seed disperser dan menjaga keseimbangan ekologis dengan memiliki kebiasaan makan utamanya berupa daun-daunan dan buah-buahan, kacang-kacangan dan terkadang juga memakan serangga (Lee et al., 1986). Spesies ini juga ditemukan pada hutan tropis dataran rendah di Kemuning kabupaten Temannggung. Namun informasi tentang ekologinya masih sangat terbatas (Rode-Margono, E.J., Voskamp, A, Spaan, D, Lehtinen, J.K., Roberts, P.D., Nijman, V, Nekaris 2014) dan bahkan sebagian besar publikasi tentang spesies ini masih terbatas di luar Indonesia (Bali et al. 2007, Krishna et al. 2016).

Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) memiliki ekor yang panjang dan berbulu tebal yang berfungsi sebagai alat keseimbangan pada saat melakukan gerakan melayang dari satu pohon ke pohon lainnya. Bajing pelayang ini merupakan jenis satwa yang aktif di malam hari dan aktif menggunakan pohon-pohon yang tinggi untuk bergerak. Adanya aktivitas masyarakat dalam pengelolaan PHBM yang cukup intensif memiliki potensi adanya perubahan perilaku dari Bajing terbang besar dalam penggunaan ruang. Untuk itu kajian ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah satwa mammalia pelayang merespon dalam penggunaan ruang akibat adanya aktivitas manusia dalam mengelola PHBM.

(3)

1.2.Permasalahan

Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) merupakan spesies yang banyak menggunakan kanopi hutan dalam melakukan berbagai aktivitas. Hutan Alas Kemuning sebagai kawasan hutan tropis dataran rendah yang tersisa di pulau Jawa merupakan salah satu habitat bagi bajing bajing terbang besar. Keberadaan manusia di dalam Hutan Alas Kemuning dengan melakukan kegiatan pengelolaan kopi di bawah tegakan hutan berpotensi dalam mengubah kondisi habitat maupun penggunaanya oleh bajing terbang besar. Respon satwa liar terhadap perubahan dapat dimonitor dengan mengetahui distribusi spasialnya di dalam hutan. Secara spesisik, bajing terbang besar banyak menggunakan pohon-pohon yang tinggi. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat menjawab :

a. Bagaimana keberadaan Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) di hutan hujan tropis dataran rendah di Hutan Alas Kemuning?

b. Bagaimana penggunaan dan pemanfaatan ruang oleh Bajing terbang besar (Petaurista

petaurista Pallas, 1766) di hutan hujan tropis dataran rendah Jawa?

1.3.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah ;

1. Mengetahui Tingkat Occupancy oleh Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) di Hutan Alas Kemuning

2. Mengetahui Pemanfaatan Ruang oleh Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766)

1.4. Manfaat Yang Diharapkan

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah data-data ekologis kawasan hutan hujan tropika dataran rendah Jawa yang dihubungkan dengan keberadaan kehidupan satwa liar Bajing terbang besar (Petaurista petaurista, Pallas 1766), habitat, dugaan populasi dan pola perilakunya serta memberikan data hubungan dan interaksinya dengan keberadaan ekosistem

(4)

kawasan tersebut, sehingga pada akhirnya akan dapat didefinisikan apakah merupakan kawasan ekosistem esensial atau tidak.

Secara khusus , manfaat praktis yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan data dan informasi keberadaan Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) di hutan hujan tropis dataran rendah Jawa di Kabupaten Temanggung

2. Memberikan data dan informasi mengenai pola pemanfaatan ruang oleh Bajing terbang besar (Petaurista petaurista Pallas, 1766) di hutan hujan tropis dataran rendah Jawa

3. Sebagai bahan penguat database keberadaan kawasan ekosistem esensial yang ada di luar kawasan konservasi yang telah ada di Jawa

1.5. Penelitian Lain yang Terkait

Penelitian mengenai pola pemanfaatan pohon oleh Bajing terbang besar (Petaurista

petaurista Pallas, 1766) secara khusus belum ditemukan di Indonesia, tetapi terdapat

beberapa penelitian lain yang terkait diantaranya adalah : Tabel 1. Penelitian Yang Terkait dengan tema penelitian:

No. Nama dan Judul Penelitian Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian Keterangan

1. Brian J. Stafford, Richard W. thorington, Jr and Takeo Kawamichi

Gliding Behaviour of Japanese Giant Flying Squirrel (Petaurista leucogensys)

2002 Observasi manual dengan menggunakan binokuler dan head lamp serta kamera video infrared Kemudian dihitung Glide duration, horizontal distance dan glide ratio

Gliding behavior memiliki rentang perbedaan yang beragam dipengaruhi oleh lingkungan dan geometri ruang pepohonannya Journal of Mammalogy, 83(2) : 533-562

2. R. Nandini and N. Parthasarathy Food Habits of The Indian Giant Flying Squirrel (Petaurista phillipensis) in a Rain Forest Fragment, Western Ghat

2008 Analisis vegetasi Pembagian Trail Observasi food habit Pembagian struktur pohon

P. phillipensis mengkonsusmsi buah-buahan sebanyak 44% dalam pengamatan, sisanya adalah daun-daunan 39,1 %, bunga, kulit pohon dan lumut

Journal of Mammalogy, 89 (6) ; 1550-1556

3. Daosavanh Sanamxay, Bounsavane Douangboubpha, Sara Bumrungsri, Chutamas Satasook and Paul J.J.

2014 Body parts measurement dengan kaidah taxonomy

Specimen yang diteliti termasuk ke dalam sub spesies

Artikel majalah ilmiah

(5)

Bates

A Summary of The Taxonomy and Distribution of Red Giant Flying Squirrel Petaurista petaurista, Sciuridae, Sciurinae, Pteromyini in Mainland South East Asia with the first Record from Lao PRD

Petaurista

petaurista Pallas 1766

Januari 2014

4. V. K.Koli dan C. Bhatnagar Calling Activity of The Giant Flying Squirrel (Petaurista phillipensis Elliot, 1839) in The Tropical Deciduous Forests, India

2014 Perekaman dengan audio recorder pada jam 19.00 sampai dengan jam 06.00

Periode waktu panggilan terjadi pada saat tengah malam dan awal malam saat akan memasuki sarang Panggilan tidak menunjukkan perbedaan frekuensi tinggi yang signifikan, panggilan biasanya dilakukan pada bagian tengan pohon Wildlife Biol Prac., 2014 Desember 10 (2) ;102-110

Gambar

Tabel 1. Penelitian Yang Terkait dengan tema penelitian:

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa penderita cacat kejiwaan yang melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP, tidaklah dipidana karena penderita cacat kejiwaan tidak mampu

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

192 / 393 Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

Kesepakatan bersama yang dibuat antara PT Pelindo II Cabang Cirebon dengan perusahaan Bongkar Muat batu Bara atau pelaku usaha lainnya akan penulis dalami dari