• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LA NDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LA NDASAN TEORI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

   

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Internet, Intranet, dan Ekstranet 2.1.1 Pengertian Internet

Menurut Turban (2010, p49) internet adalah kumpulan dari orang orang y ang menggunakan ko mp uter secara berd iri sendiri namun terhubung antara satu sama lain melalui sebu ah lin gkun gan jaringan glob al.

Menurut O’Brien (2005, p 261) internet adalah jarin gan komp uter yang tumbuh cep at dan terdiri dari jutaan jarin gan p erusahaan, p endidikan, serta pemerintah y ang menghubungk an ratusan juta komp uter serta pemakainy a di lebih d ari 200 negara.

Jadi, dari beberap a p endapat diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa internet adalah jaringan global y ang terdiri atas komp uter dan user-ny a y ang saling terhubung satu sama lain.

2.1.2 Pengertian Intranet

Menurut Turban (2010, p49) intranet adalah jaringan p erusahaan ataupun p emerintah y ang menggun akan tools dalam internet, seperti web browser dan internet protoco l. Jarin gan intranet ini ak an digunakan perusahaan sebagai media ko munikasi d an kolaborasi.

Menurut O’Brien (2005, p 265) intranet adalah jarin gan sep erti internet di dalam organisasi. So ftware penjelajah web memberikan akses mudah ke situs web internal yang d ibuat oleh berbagai un it bisnis, tim, dan individu, serta sumber day a jarin gan dan ap likasi lainny a.

(2)

Jadi, dari beberap a p endapat diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa intranet adalah jaringan internal y an g menggun akan tools dalam internet y ang diakses melalu i w eb browser dan dibuat serta digunakan oleh berbagai unit bisnis ataupun individu dalam perusahaan.

2.1.3 Pengertian Ekstranet

Menurut Turban (2010, p 49) ekstranet adalah jarin gan y ang men ggunakan internet untuk menghubun gkan b eberapa intranet secara aman.

Menurut O’Brien (2005, p 268) ekstranet adalah jarin gan y ang men ghubun gkan sumber daya tertentu dari suatu p erusahaan dengan pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis lainny a, dengan men ggunak an internet atau jaringan p ribadi untuk menghubungk an intranet organisasi.

Jadi, dari beberap a p endapat diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa ekstranet adalah jarin gan y ang men ghubun gkan b eberap a intranet melalui internet.

2.2 Konsep e-Commerce dan e-Business 2.2.1 Pengertian e-Commerce

Menurut Simchi-Levi (2004, p 57) e-commerce ad alah kemamp uan untuk melakukan transaksi jual beli secara elektronik.

Menurut Turban (2010, p46) e-commerce adalah p roses membeli, menjual, memind ahkan, atau menuk ar produk, jasa, d an informasi melalui jaringan ko mp uter, y ang biasany a berup a intranet ataup un internet.

Jadi, dari beberap a pendap at diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa e-commerce adalah kegiatan jual beli y ang dilakuk an secara digital melalui jaringan ko mp uter.

(3)

E-commerce dap at didefinisikan dari beber apa prespektif. Presp ektif tersebut antara lain :

• Proses bisnis

Dari p ersp ektif p roses bisnis, e-commerce adalah melakuk an bisnis secara elektronik den gan mengimplementasikan p roses bisnis ke dalam jarin gan elektronik, y ang menggantikan p roses p ertukaran informasi secara manual pada p roses bisnis menjadi secara elektronik.

• Jasa

Dari p ersp ektif jasa, e-commerce ad alah alat y ang d igunakan o leh pemerintah, p erusahaan, pelanggan, dan manajemen untuk mengurangi biay a namun tetap menin gkatkan kualitas pelayanan pelanggan mereka dan menin gkatkan kecep atan penyampaian p elay anan.

• Pembelajaran

Dari p erspektif pembelajaran, e-commerce memun gkinkan kegiatan pelatihan dan pendidikan online dilakukan di sekolah, un iversitas, dan organisasi lain, termasuk dunia b isnis.

• Kolaborasi

Dari p ersp ektif kolaborasi, e-commerce adalah ran gka kerja untuk kolaborasi dalam d an antara organ isasi.

• Komunitas

Dari p ersp ektif komunitas, e-commerce menyediakan tempat untuk berkumpul bagi anggota komunitas untuk belajar, bertransaksi, dan berkolaborasi. Tip e komunitas yang paling pop uler saat ini adalah jaringan sosial.

(4)

2.2.2 Pengertian e-Business

Menurut Simchi-Lev i (2004, p57) e-business adalah kumpulan dari proses bisnis dan model bisnis yang dilakukan den gan menggunakan teknologi internet dan berfokus p ada peningkatan p erforma perusahaan.

Menurut Turban (2010, p47) e-business adalah definisi yang lebih luas dari e-commerce yang melib atkan tidak hany a kegiatan jual beli barang dan jasa, tetap i juga p elay anan p elanggan, b erkerjasama dengan rekan bisnis dan melakukan transaksi elektronik dalam organisasi.

Jadi, dari beberap a pendap at diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa e-business adalah definisi lebih lu as dari e- commerce, y ang m elip uti kegitan pelayanan pelanggan, kerja sama dengan p erusahaan rekanan, dan transaksi elektronik lainnya melalui jaringan ko mp uter.

E-business dap at memilik i beber apa bentuk, bergantung p ada tingkat digitalisasi (p erubahan dari manu al ke digital) dari: (1) produk atau jasa, (2) proses bisnis, dan (3) metode peny ampaian. Bila ketiga dimensi tersebut masih dilakukan secara manual, berarti kegiatan bisnis masih dilakukan secara tradision al. Bila sebagian dari ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan secara digital, berarti kegiatan b isnisny a merup akan partial e-business. Bila ketiga dimensi tersebut sudah dilakukan secara elektronik, berarti bisnisny a sudah dap at dikategorikan sebagai p ure e-business.

E-business berdasarkan transaksi dan hubungan antar p ihak y ang terlibat dap at dikelompokkan menjadi:

• Business to business (B2B)

Model e-business dimana semua peserta yang berp artisip asi di dalamnya terdiri dari organisasi ataupun unit bisnis.

(5)

• Business to customer (B2C)

Model e-business dimana perusahaan menjual k epada individu. • Electronic tailing

Bisnis retail secara online, biasanya berupa B2C. • Business to business to customer (B2B2C)

Model e-business dimana p erusahaan meny ediakan barang atau jasa kep ada p erusahaan lain yang menyediakan p roduk dan jasa tersebut kep ada individu.

• Customer to business (C2B)

Model e-business dimana individu men ggunakan internet untuk menjual produk atau jasa mereka kep ada p erusahaan.

• Intrabusiness electronic commerce

Kategori e-business y ang melibatkan semua kegiatan internal p erusahaan, termasuk pertukaran barang, jasa, dan informasi antara unit dalam organisasi.

• Business to employee (B2E)

Model e-business dimana organisasi menyediakan p roduk, jasa, dan informasi kep ada p ekerja mereka sendiri.

• Customer to customer (C2C)

Model e-business dimana seoran g p elan ggan melakukan penjualan lan gsung k epada p elanggan lain.

• Collaborative commerce

Model e-business dimana individu ataup un kelomp ok berkomunikasi dan berkolaborasi secara online.

(6)

• Electronic learning

Model e-business y ang memun gkinkan p eny amp aian informasi secara online untuk tujuan p elatihan ataupun p endidikan.

• Electronic government

Model e-business dimana pemerintah meny ediakan atau membeli barang, jasa, atau informasi dari ataup un kep ada perusahaan maupun individu.

2.3 Konsep Supply Chain 2.3.1 Pengertian Supply Chain

Menurut Kalakota (2001, p 274) supply chain adalah seran gkaian proses yang terdiri dari pembuatan produk p erusahaan dan pengiriman ke pelanggan dengan melibatkan jaringan hubun gan y ang ru mit antara perusahaan dan rekanny a untuk meny ediakan bahan baku, memp roduksi produk, dan meny amp aikanny a ke p elanggan.

Menurut Pujawan (2005, p5) supply chain adalah jaringan y an g terdiri dari beberap a p erusahaan yang secara bersama sama b erkerja untuk mencip takan dan mengh antarkan suatu p roduk ke tangan p emakai akhir. Perusahaan tersebut biasany a terdiri dari supplier, p abrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan p erusahaan p endukung lainnya, sep erti perusahaan jasa lo gistik.

Menurut Turban (2010, p278) supply chain adalah aliran material, informasi, uan g, dan jasa dari supplier bah an baku, k e p abrik, ke gudang, sampai ke pelanggan akhir.

(7)

Jadi, dari beberap a p endapat diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa supply chain adalah jaringan p erusahaan yang salin g berkerja sama dan terdiri dari aliran material, informasi, uan g, dan jasa dari supplier, perusahaan, samp ai ke pelanggan akhir.

2.3.2 Pembagian Supply Chain

Menurut Turban, (2010, p 288) secara umum supply chain dapat dibagi menjad i tiga bagian utama :

1. Upstream supply chain

Bagian upstream dari supply cha in terdiri dari aktivitas y ang melibatkan perusahaan dengan p emasokny a (dapat berup a p erusahaan manufaktur, maupun jasa). Kegiatan utama dalam supply chain bagian upstream adalah procurement y ang merup akan proses dimana p erusahaan melakukan kegiatan kegiatan dengan tujuan untuk medap atkan akses terhadap sumber day a (dapat berup a p roduk, keteramp ilan, kemamp uan, fasilitas) y ang diperlukan p erusahaan untuk melakuk an proses bisnis utama mereka.

2. Internal supply cha in

Bagian internal dari supply chain melib atkan semua p roses internal y ang dilakukan untuk men gubah inp ut dari supplier menjadi outp ut y ang dihasilkan perusahaan. Aktivitas internal utama ini juga dikenal den gan istilah value chain, y ang merupakan penghubun g antara pelan ggan (B2C) dan pemasok (B2B) y ang dalam hubunganny a men gubah p roduk dan jasa yang didap atkan dari supplier menjadi produk dan jasa y ang memiliki nilai b agi p elan ggan.

(8)

3. Downstream supply chain

Bagian downstream dari supply chain melibatkan semua aktivitas y ang bertujuan untuk meny ampaikan p roduk akhir p erusahaan ke pelanggannya. Perhatian utama dalam bagian downstream dari supply chain dip usatkan pada kegiatan distribusi, p eny imp anan atau pergudangan, transportasi, dan layanan p asca p enjualan.

2.3.3 Decoupling Point dalam Supply Chain

Kep utusan sampai di mana aktivitas p roduksi dap at dilakukan tanp a menun ggu permintaan y ang p asti dari p elanggan merup akan kep utusan y ang sangat penting bagi suatu supply chain d an akan secara lan gsun g b erp engaruh terhadap kemampuanny a untuk mencip takan efisiensi fisik maupun kecepatannya untuk merespon p asar.

Menurut Pujawan (2005, p 37) titik temu samp ai di man a suatu kegiatan bisa dilakukan atas dasar ramalan (tanpa harus menunggu permintaan dari p elanggan) dan dari mana kegiatan harus ditunggu sampai ada permintaan y ang p asti dinamakan decoupling point (DP). Istilah lain d ari decoupling po int adalah order pen etration po int (OPP).

Pengaturan dan cara p engelolaan supply chain akan b erbeda tergantung dari d ecoupling point p rodukny a. Walaup un secara tradisional istilah decoupling point digunakan untuk suatu sistem produksi, namun konsep ini juga sangat relev an dalam konteks yang lebih luas, y aitu supply chain management.

(9)

2.3.4 Tipe Supply Chain Berdasarkan Decoupling Point

Walaup un istilah decoupling poin t merup akan istilah y ang jarang digunakan untuk suatu sistem p roduksi, analogi y ang san gat mirip bisa kita gunak an untuk memahami order penetration point pada supply chain. Secara umum, terdap at emp at macam posisi decoupling point (DP) p ada supply chain : (Pujawan, p 39, 2005)

1. Make-to-stock (MTS)

MTS adalah sistem dimana DP berada pada p roses terkhir, yaitu p ada pengiriman ke p elan ggan. Produk akhir d ibuat berdasarkan ramalan. Hanya kegiatan p engiriman yang dilakuk an setelah ada p esanan dari pelanggan. Bagi supply chain tip e ini efisiensi fisik menjad i fokus dalam pengelolaanny a. MTS cocok untuk produk yang variasinya sedikit dan ketidakpastian p ermintaanny a relatif rendah. Asp ek kunci dalam men gelola supply cha in yan g berop erasi p ada lin gkun gan M TS adalah penentuan berap a p ersediaan p roduk akhir y ang harus disimp an dan bagaimana mekanisme p engiriman p roduk jadi k e suatu lokasi p emasaran. Keseimban gan antara tingkat lay anan pelanggan dan banyaknya persediaan produk juga menjadi hal penting y ang harus d itentukan p ada supply chain y ang beroperasi den gan sistem MT S.

2. Assemble-to-order (ATO)

ATO adalah sistem dimana hanya kegiatan p erakitan y ang menun ggu pesanan dari p elanggan, sedangkan kegiatan fabrikasi komponen dilakukan atas dasar ramalan. ATO cocok diterap kan pada sistem y ang memp roduksi banyak variasi produk dengan kesamaan an atra komponen dari tiap p roduk y ang cukup tinggi. Jad i, DP ditempatkan setelah proses

(10)

fabrikasi atau d iawal p roses p erakitan y ang berarti bahwa p ersediaan akan disimp an dalam bentuk komp onen siap rakit. Asp ek kunci dalam men gelola supply cha in yan g berop erasi p ada lin gkun gan ATO adalah lamany a p roses p erakitan setelah ada p esanan dari pelanggan dan jumlah variasi p roduk yang dap at ditawarkan ke p elanggan. Kecep atan perusahaan dalam memenuhi pesanan p elan ggan sangat ditentukan oleh lead time p erakitan.

3. Make-to-order (M TO)

MTO adalah sistem dimana kegiatan fabrik asi tidak bisa dikerjakan tanpa menun ggu p esanan dari p elan ggan k arena setiap pesanan memiliki variabilitas y ang tinggi dan berbed a beda. Untuk mengatasi masalah variabilitas ini perusahaan harus memproduksi p esanan pelanggan setelah pelanggan melakukan p esanan. Usaha p erusahaan untuk meny iap kan produk sebelum adany a p esanan dari p elanggan dianggap memilik i biaya yang mahal dan resiko y ang tinggi. Asp ek kunci dalam mengelola supply chain yang beroperasi p ada lingkungan MT O adalah kecep atan perusahaan dalam menerima, menterjemahkan, dan memp roses p esanan dari pelan ggan sehingga p roduksi dap at berjalan secepat mungkin.

4. Engineer- to-order (ETO)

ETO adalah sistem dimana p erancangan p roduk baru dilakukan setelah ada p esanan dari p elan ggan. Model ini cocok digun akan bila tiap pelanggan memerlukan p roduk den gan ran can gan y an g spesifik. Rancan gan sp esifik ini nantiny a akan berimplikasi p ada kebutuhan material dan urutan p roses y ang berbeda untuk tiap produk. Aspek kunci dalam men gelola supply cha in yang berop erasi p ada lin gkungan ETO

(11)

adalah kesepakatan waktu dan rancangan p roduksi antara p erusahaan dan pelanggan serta fleksibilitas dari bagian produksi dan p erancan gan untuk dap at meny erap p ermintaan dari p elanggan y an g berbed a beda.

Pada keny ataanny a, masih bany ak perusahaan y ang memp roduksi produk dengan fokus op erasi y ang berbeda beda. Di sebuah perusahaan mungk in ada seb agian sistem p roduksi yang memproduksi p roduk produk yang relatif standar dan sebagian lagi digunakan untuk memp roduksi produk produk dengan bany ak variasi. Pada situasi ini, kegiatan kegiatan supply chain ak an memiliki fokus yang b erbeda dan manajer h arus bisa membedakan bagaiman a p engelolaan masin g masing sistem p roduksi tersebut.

2.4 Konsep Supply Chain Management 2.4.1 Pengertian Supply Chain Management

Menurut Kalakota (2001, p 275) supply chain management adalah koordinasi aliran material, informasi, dan keuan gan antara semua perusahaan yang terlibat dalam suatu transaksi bisnis.

Menurut Turban (2010, p 289) supply chain management adalah proses kompleks y ang membutuhkan koordianasi dari berbagai kegiatan agar pengiriman baran g dan jasa dari supplier ke pelanggan dilakukan secara efektif dan efisien bagi semua pihak y ang terlib at.

Menurut Council of Logistic Management (Pujawan, 2005, p7) supply chain management adalah koordinasi fungsi bisnis tradisional dalam perusahaan dan di dalam supply chain secara sistematis dan strategis den gan

(12)

tujuan untuk meningkatkan performa jangka p anjang dari tiap perusahaan yang berp artisipasi dan p erforma supply chain secara k eseluruhan.

Menurut Simchi-Levi (2004, p 2) supply chain management adalah sekelompok p endekatan yang digun akan untuk mengintegrasikan supplier, produsen, gudang, dan toko secara efisien agar produk dap at dip roduksi dan didistribusikan dengan jumlah y ang tep at, ke lokasi yang tepat, dan p ada waktu yang tepat untuk meminimalkan biay a sistem secara keseluruhan sekaligus men cap ai service level y an g diinginkan.

Jadi, dari beberap a p endapat diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa supply chain management adalah proses kompleks yang mengkoordinasi berbagai kegiatan dalam jarin gan supply cha in untuk menin gkatkan p erforma pihak p ihak y ang terlibat dalam supply chain secara keseluruhan

2.4.2 Arus dalam Supply Chain Management

Menurut Kalakota (2001, p 275) terdap at tiga aliran utama dalam supply chain management :

1. Aliran Material

Aliran material melibatkan p roduk fisik y ang mengalir d ari supplier ke pelanggan, dan ju ga arus balik material, sep erti produk retur, produk rusak, dan produk daur ulang.

2. Aliran informasi

Aliran informasi melibatkan peramalan permintaan, p engiriman p esanan pelanggan, dan status pengiriman barang.

3. Aliran keuangan

Aliran keuangan melibatkan informasi kartu kredit, jadwal p embay aran, penagihan, dan lainny a.

(13)

2.4.3 Proses dalam Supply Chain Management

Menurut Chop ra (2007, p 15) dalam supply chain terdap at 3 proses utama y ang saling berhubungan, y aitu :

1. Customer Relationship Manag ement (CRM)

Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dan p elangganny a. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan permintaan p elanggan d an memfasilitasi penempatan dan pelacakan pesanan.

2. Internal supply cha in management (SCM )

Proses ini terdiri dari semua p roses y ang ada di d alam internal perusahaan. Proses ini bertujuan untuk memenuhi pesanan y ang berasal dari proses CRM dalam waktu y ang sesingk at mun gkin dan dengan biaya yang seminimal mun gkin.

3. Supplier relationship management (SRM )

Proses ini terdiri dari semua proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dan p emasokny a. Proses ini bertujuan untuk mengelo la dan men gatur sumber bahan b aku untuk jasa dan produk perusahaan.

2.4.4 Strategi Supply Chain Management

Menurut Pujawan (2005, p 29) strategi supply chain management adalah ku mpulan kegiatan dan aksi strategis di sep anjang supply cha in y ang mencip takan rekonsiliasi antara apa y ang dibutuhkan p elan ggan akhir den gan kemampuan sumber daya yang ad a p ada supply chain tersebut.

(14)

Menurut Simchi-Levi (2004, p 42) strategi dalam supply chain management dapat dikelomp okkan menjadi tiga kategori :

1. Push-based supply chain

Di dalam push-based supply chain keputusan p roduksi dan distribusi didasarkan p ada peramalan jan gka p anjan g. Produsen b iasany a akan mendasarkan p eramalan mereka pada p ermintaan dari distributor mereka. Di dalam push-based supply chain kita biasany a akan men emukan biaya transp ortasi y ang tinggi, tingk at p ersediaan yang tinggi, dan biaya produksi y ang besar. Berdasarkan karakteristik di atas, push-based supply chain cocok untuk diterap kan terhadap p roduk make-to-stock.

2. Pull-based supply chain

Di dalam pull-based supply chain produksi dan distribusi dip icu oleh adany a permintaan dari p elanggan, jadi p rosesny a dikoordinasi den gan permintaan pelanggan yang ada, bukan d en gan men ggunak an peramalan. Bahkan, dalam pull system murni p erusahaan tidak memiliki persediaan sama sekali dan hany a merespon p ada permintaan pelanggan. Proses ini akan dimungk inkan d en gan adanya mekanisme transfer informasi y ang cep at antara anggota dalam supply chain men genai p ermintaan pelanggan. Di dalam pull-based supply chain kita biasany a menemukan tingkat persediaan y ang minim, koordinasi y ang baik, dan biay a yang lebih rendah. Berdasark an karakteristik di atas, p ull-based supply chain cocok untuk diterap kan terhadap produk make-to-order.

3. Push-pull supply cha in

Push-pull supply cha in m erupakan kombin asi antara push-based supply chain den gan pull-based supply cha in. Di d alam push-pull supply chain

(15)

beberap a bagian dalam supply chain dilakukan den gan cara push-supply chain dan sisanya dilakuk an den gan cara pu ll-supply chain. B erdasarkan karakteristik di atas, push-p ull supply chain cocok untuk diterap kan terhadap p erusahaan den gan p roduk make-to-order dan make-to-stock. Strategi push memiliki tin gkat ketidakpastian y ang lebih rendah. Untuk itu, fokus utama dari strategi push adalah minimalisasi biay a. Strategi push memiliki kar akteristik ketidakpastian permintaan y ang rendah, skala ekonomis dalam p roduksi, dan lead time y ang lama. Strategi pull memiliki tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi. Untuk itu, fokus utama dari strategi pull ad alah service level. Service level y ang tin ggi akan dap at dicapai den gan supply chain y ang fleksibel d an resp onsif. Strategi pull memiliki karakteristik ketidakpastian permintaan yang tinggi dan siklus yang singk at.

2.4.5 Tujuan Supply Chain Management

Menurut Turban (2010, p289) supply chain management bertujuan untuk meminimalkan persediaan, mengoptimalkan produksi, meminimalkan waktu produksi, men gop timalkan distribusi dan logistik, memp ercepat proses pemenuhan p esanan, dan p enguran gan biay a y ang berhubungan den gan aktivitas aktivitas tersebut secara umum.

Menurut Simchi-Levi (2004, p3) supply chain management bertujuan untuk mencip takan efektifitas dan efisiensi biay a di dalam sistem secara keseluruhan, y ang melip uti minimalisasi biay a transportasi dan distribusi persediaan bahan baku, b aran g seten gah jad i, dan baran g jadi secara keseluruhan. Untuk itu, penekanan yang dilakukan bukan h any a terhadap fasilitas tunggal saja, tetapi terhadap seluruh fasilitas y ang ada dalam supply chain sebagai sebuah sistem.

(16)

2.4.6 Tantangan dalam Supply Chain Management

Mengelola supply chain bukanlah hal y ang mudah. Ber ikut ini adalah beberap a tantangan y an g harus dih adapi dalam mengelola supply chain (Pujawan, 2005, p 19):

1. Komp leksitas struktur supply chain

Suatu supply chain biasanya melibatkan banyak pihak yang ada di dalam maupun di luar p erusahaan. Pihak pihak tersebut sering kali memiliki kep entingan y ang berbeda bed a, sehin gga serin g terjadi p ertentangan antara yang satu den gan y ang lainny a. Di dalam p erusahaan, konflik kep entingan ini serin g terjadi antara bagian yang berbeda. Di dalam supply chain konf lik kep entingan ini serin g terjadi antara p erusahaan yang terlibat. Selain itu, kompleksitas sebuah supply chain juga dip engaruhi oleh p erbedaan bah asa, zona waktu, dan bud aya antara satu perusahaan dengan p erusahaan lain.

2. Ketidakpastian

Ketidakpastian merup akan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply chain. Ketidakp astian menimbulkan ketidakp ercayaan diri terhadap rencana y ang sudah dibuat. Sebagai akibatny a, perusahaan sering mencip takan p engaman di sepanjan g supply chain dalam bentuk safety stock, safety time, kap asitas p roduksi, dan kap asitas transportasi. Di sisi lain ketidakp astian sering meny ebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level akan lebih rend ah p ada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi.

Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada supply chain. Pertama ad alah k etidakp astian p ermintaan. Ketidakpastian

(17)

permintaan yang tidak dikelo la d engan baik bila dibiarkan terus akan semakin membesar. Akibatny a ketidakp astian p ermintaan kecil y ang terjadi di hilir akan semakin membesar saat samp ai di hulu. Penin gkatan ketidakpastian permintaan dari hilir ke hulu p ada supply chain inilah y ang dinamakan dengan bullwh ip effect.

Ketidakpastian kedua adalah ketidakp astian supplier, y ang dapat berupa harga barang, kualitas baran g, lead time, dan lainny a. Ketidakpastian ketiga adalah ketidakpastian internal y ang dap at berupa kerusakan mesin, kekuran gan tenga kerja, dan lainnya. Tingkat ketidakp astian y ang ada di tiap perusahaan selalu bersumber p ada tiga hal di atas dan selalu berbeda tingkatanny a p ada masing masin g perusahaan.

Sedan gkan menurut Simch i-Levi (2004, p 3) tantangan dalam men gelola supply chain ad alah :

1. Merancang d an men gop erasikan supply chain agar biaya sistem secara keseluruhan menjadi min imal dan service level sistem secara keseluruhan dap at dikelola den gan baik. Usaha y ang dip erlukan untuk memin imalkan biay a dan mengoptimalkan service level semak in berat bila semakin banyak fasilitas y ang dilib atkan di dalam sistem.

2. Ketidakpastian adalah h al y ang umum di dalam semua supply chain. Permintaan p elanggan tidak pernah dap at dipastikan melalui peramalan, waktu pengiriman tidak p ernah sama, mesin dap at mengalami kerusakan. Supply chain perlu dirancan g untuk meminimalk an sebanyak mungkin ketidakpastian dan mengelola ketidakpastian y ang ada den gan cara y ang seefisien mun gkin.

(18)

2.4.7 Penggerak Supply Chain Management

Menurut Chop ra dan Meindl (2004, p 44) ada empat faktor utama y ang menjad i p enggerak utama SCM dan p enentu performa dari SCM, y aitu : 1. Fasilitas (Chop ra dan Meindl, 2004, p 48)

Fasilitas adalah lokasi fisik di sep anjang jaringan supply chain y ang menjad i temp at untuk perakitan, p eny imp anan, ataup un p roduksi. Fasilitas y ang ada dikelo mp okkan menjadi fasilitas produksi dan fasilitas penyimpanan. Beberap a komponen fasilitas yang harus dip ertimbangkan antara lain :

• Peranan, fungsi utama dari fasilitas produksi, baik fokus kepada produk (1 p roduk) maupun fungsional (bany ak produk). Fasilitas persediaan, apakah hany a merupakan cross-docking ataupun merup akan tempat penyimpanan.

• Lokasi, terpusat bila ingin meraih economic of scale, dan terdesentralisasi bila in gin meraih respon yang cepat untuk pelanggan. • Kapasitas, berapa jumlah kapasitas yang tepat untuk memenuhi

permintaan pelanggan.

2. Persediaan (Chop ra dan M eindl, 2004, p 50)

Persediaan terdiri dari p ersediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi. Persediaan timbul karen a adany a perbedaan antara penawaran dan p ermintaan. Beb erap a komponen p ersediaan y ang harus dip ertimbangkan antara lain :

• Cycle inventory, jumlah rata rata persediaan yang diperlukan untuk memenuh i permintaan selama menun ggu pengiriman d ari p emasok.

(19)

• Safety inventory, persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang berlebih.

• Seasonal inventory, persediaan untuk mengantisipasi variasi permintaan musiman.

• Sourcing, proses bisnis yang diperlukan untuk mendapatkan barang ataupun jasa y ang dip erlukan p erusahaan. Perusahaan dalam supply chain dap at memp eroleh keuntun gan komp etitif dengan memilih dan menjalin hubungan erat den gan supplier terp ilih melalui kontrak jan gka panjan g. (Ho Ha dan Krishnan, 2008, p1303)

• Terdapat tiga tipe sourcing yang ada (Yu, Zeng, dan Zhao, 2009, p790), yaitu (1) Sole Sourcing, di industri hany a terdapat 1 supplier. (2) Single Sourcing, di industri terdapat bany ak supplier, tetap i perusahaan memilih untuk menjalin kontrak pengadaan baran g hanya dari 1 supplier. Manfaatny a terjalin hubun gan y ang b aik, penghematan biay a karena skala ekonomis, dan komitmen tinggi dari supplier. (3) Multiple Sourcing, di industri terdap at bany ak supplier dan p erusahaan memilih untuk membeli bahan baku dari beberapa supplier. Manfaatnya perusahaan memiliki day a tawar menawar y ang kuat.

3. Transp ortasi (Chopra dan Meindl, 2004, p53)

Transp ortasi berfungsi untuk memindahkan produk antara tahap satu ke tahap lain di sep anjan g supply chain. Beberap a komp onen transportasi yang harus dip ertimbangk an antara lain:

• Pemilihan rute, jalur mana yang harus dilewati dalam melakukan pemindahan baran g.

(20)

• Jenis transportasi, apakah melalui udara, truk, kereta, ataupun perairan.

4. Informasi (Chopra dan M eindl, 2004, p56 )

Informasi adalah p enghubun g antara berbagai tahapan tahapan y ang ada di dalam supply chain. Beberap a komp onen informasi y ang harus dip ertimbangkan antara lain:

• Push versus pull, menyesuaikan dengan proses yang ada di supply chain, informasi untuk p roses push umumny a berup a perencanan kebutuhan bahan baku dari rencana p roduksi, sementara untuk proses pull umumny a berup a permintaan aktual yang diinformasik an den gan cep at.

• Koordinasi dan pembagian informasi, bagaimana cara informasi dapat dikelola agar koord inasi di sep anjan g supply chain menjadi baik. • Peramalan dan perencanaan agregat, melakukan peramalan akan

keadaan di masa dep an, dan melakukan perencanaan dari peramalan yang dibuat.

• Manajemen harga dan pendapatan, menentukan tingkat harga yang sesuai den gan keadaan yang ada.

• Teknologi pendukung, menentukan penerapan teknologi yang mendukun g aliran dan p engelolaan informasi di sep anjang supply chain.

(21)

2.5 Konsep e-Supply Chain Management 2.5.1 Pengertian e-Supply Chain Management

Menurut Turban (2010, p289) e-supply chain management adalah penggunaan teknolo gi secara kolaboratif untuk meningkatkan op erasi aktivitas supply chain dan juga aktivitas dalam supply chain management.

Menurut Ross (2003, p18) e-supply chain management adalah filosofi manajemen strategis dan taktis y ang bertujuan untuk menghubun gkan secara kolektif kapasitas produksi dan sumberday a yang ada dalam jarin gan supply chain den gan men gap likasikan teknolo gi internet untuk menemukan solusi inovatif dan sinkronisasi kemamp uan supply chain dalam menyediakan nilai yang unik bagi pelanggan.

Jadi, dari beberap a pendap at diatas, dap at ditarik kesimp ulan bahwa e-supply chain management adalah p enggunaan teknolo gi dan internet secara kolaboratif untuk menyediakan solusi inovatif dan sinkronisasi kemamp uan supply chain dalam meny ediakan nilai bagi p elan ggan.

2.5.2 Karakteristik dari e-Supply Chain Management

Menurut Ross (2003, p 19) e-supply chain management memiliki beberap a karakteristik, antara lain:

1. E-supply chain management memberik an gambaran baru tentang fungsi dari informasi di dalam supply chain. Internet memungkink an p erusahaan untuk mengumpulkan, melacak, dan memantau informasi dari berbagai sumber dalam supply chain kapanpun p erusahaan membutuhkannya melalui cara y ang efektif.

2. E-supply chain management memun gkink an p erusahaan untuk membentuk relasi den gan rekanan bisnis p erusahaan dalam supply chain

(22)

yang memberikan keunggulan kompetitif. E-supply chain management memun gkinkan p erusahaan untuk melakukan integrasi den gan p ihak pihak y ang terlibat dalam supply chain d an membu at keseluruhan supply chain salin g berk erja sam a untuk memenuhi kebutuhan p elanggan secara efektif dan efisien.

3. E-supply cha in management memungkink an sinkronisasi antara p ihak yang terlibat dalam supply chain sehin gga pertukaran informasi secara elektronik men jadi lebih cep at dan tepat.

2.5.3 Kunci Sukses e-Supply Chain Management

Kesuksesan e-supply chain management bergantung pada beberapa hal berikut (Turban, King, Mckay , 2010, p290) :

1. Kemampuan semua rekanan p erusahaan dalam supply chain untuk memandan g kolaborasi mereka seb agai sebuah aset strategis. Integrasi yang tinggi dan k ep ercay aan antara berbagai p ihak dalam supply chain akan menghasilkan k ecep atan dan p enurunan biaya.

2. Strategi supply chain yang jelas. Hal ini melip uti pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada, penetapan rencana p engemb an gan, dan p enetapan tujuan lintas organisasi dalam supply chain. Komitmen dari eksekutif juga merup akan hal y ang p enting d an harus ditunjukkan dalam alokasi sumb er daya yang sesuai dan penetap an prioritas y ang beralasan.

3. Keterbukaan terhadap informasi antara semua p ihak dalam supply chain. Informasi men genai p ersediaan, permintaan p roduk, kap asitas p roduksi, pengkoordinasian aliran p roduk, waktu p engiriman, dan informasi relevan lainny a harus dap at diakses semua p ihak dalam supply chain setiap saat.

(23)

Oleh karen a itu, informasi harus dik elola secara baik, d engan aturan y ang ketat, disip lin, dan pengawasan berkelanjutan.

4. Kecep atan, biaya, kualitas, dan pelayanan pelanggan. Ini adalah ukuran yang dap at digunakan untuk men gukur p erforma supply chain. Perusahaan harus mamp u mengukur dan menetap kan tingkat y ang diin ginkan dari tiap ukuran y ang disebutkan di atas. Tingkat target y ang ditetap kan juga harus dap at dicap ai dan men arik bagi rekan an bisnis. 5. Mengintegrasik an supply chain dengan lebih baik. E-supply chain

management akan diuntungkan d en gan integrasi y ang erat antara semua pihak y ang terlibat dalam supply chain.

2.5.4 Preliminary Steps

Menurut Ross (2003, p 131) dalam mencapai penentuan kep utusan strategi e-supply chain management (e-SCM ), ada 5 tahap y ang dap at diikuti: Tahap 1: Energize the Organization

Memp ersiapkan p erusahaan terhadap e-SCM memerluk an usaha d ari manajemen p uncak untuk memimp in perubahan dan usaha untuk men gintegrasikan semua p ihak y ang terlibat untuk berpartisip asi dalam tekonologi e-SCM .

Manajemen p uncak harus mendapatkan pendidikan tentang dasar dari supply chain management dan e-business. Setelah itu mereka harus mampu bertindak sebagai p emimpin untuk mengadop si perubahan. M ereka juga harus memastikan bahwa supply chain yan g ada d ap at disesuaikan den gan teknologi e-business y ang diterap kan. Partisipasi aktif dari semua pihak y ang dip engaruhi dapat dip eroleh dengan menun jukkan manfaat dari perubahan yang dilakukan oleh teknologi terhadap aktivitas yang mereka lakukan.

(24)

Tahap 2: Enterp rise Vision

Lan gkah berikutny a y ang perlu dilakukan dalam memban gun strategi e-SCM y ang efektif adalah men getahui dan mensukseskan visi d ari perusahaan. Untuk mencapai visiny a, p erusahaan perlu men getahui tingkat kompetitif dari bisnis yang dilakukan. Tahap ini mend efinisik an kompetensi kompetitif yang ada p ada infrastruktur saat ini dan y ang ada pada jarin gan supply chain dalam usaha perusahaan untuk mencap ai visi y an g ada.

Tahap 3: Supply Chain Value Assessment

Kep utusan untuk mengimplementasikan teknologi harus didasarkan pada p emahaman mend alam men genai p roses bisnis mana y ang dapat dikemban gkan menjadi e-business. Salah satu cara untuk mencocokkan inisiatif p enerapan teknologi, proses bisnis, dan visi strategis adalah den gan men ggunakan supply chain value assessment (SCVA).

Tujuan dari SCVA adalah untuk menentukan dan memp rioritaskan inisiatif e-business man a y ang p erlu diambil agar dapat menghasilkan manfaat maksimal bagi p erusahan dan an ggota lainnya dalam supply chain. Step 4: Opportunity Identification

Setelah SC VA dilakukan, akan timbul beberap a p ilihan inisiatif y ang mungk in untuk dilakukan dan p eluang ap a saja yang dimiliki o leh perusahaan. Setelah dip rioritaskan, tahap ini akan menentukan tip e imp lementasi strategi e-SCM seperti apa yang dap at dilakukan, p eluang kompetitif yang ditimbulkan, dan perkiraan biay a y ang ditimbulkan.

Step 5: Strategy Decision

Sekaran g eksekutif p erusahaan dap at berfokus p ada inisiatif dan pemanfaatan p eluang yang dip ilih. Kep utusan yang dibuat harus berfokus

(25)

pada manfaat yang diharapkan. Tidak p eduli inisiatif yang dipilih berfokus untuk melakukan otomatisasi, men gintegrasikan p roses, men gurangi biaya, memp erlancar arus informasi, ataup un merancang ulang proses bisnis dan pembentukan nilai bagi pelanggan. Hal y ang terpenting adalah eksekutif perlu memahami bahwa teknolo gi itu sendiri tidak dap at mencap ai apa apa. Tujuan utama dari inisiatif e-SCM adalah memanfaatkan kekuatan bersama antara anggota dalam supply cha in untuk meningkatkan keuntun gan dalam pasar ataup un menyadari cara baru untuk mencip takan nilai bagi p elan ggan.

2.6 Five Forces Po tter

Menurut Potter (2011, p106) untuk mengetahui lingkun gan kompetitif dalam suatu industri dapat dilihat dari lima keku atan utama yang ad a :

1. Ancaman persaingan dari perusahaan yang telah ada

Persaingan antara perusahaan yang telah ada merup akan kekuatan utama dalam p ersain gan. Sesuatu y ang dilakuk an p erusahaan hanya berarti bila aktivitas y ang mereka lakukan itu dap at memberikan keun ggu lan kompetitif terhadap p esaing mereka.

Beberapa hal y ang meny ebabkan p ersaingan yang tinggi antara perusahaan adalah :

- Jumlah perusahaan p esaing y ang banyak

- Perusahaan yang ada memiliki kemamp uan y ang sama - Penurunan permintaan ataup un harga produk

- Perusahaan pesaing memilik i produk yang mirip - Perusahaan memiliki biay a tetap yang tinggi

(26)

2. Ancaman persaingan dari perusahaan baru

Ketika perusahaan baru d ap at dengan mudah masuk ke industri, maka persaingan dalam industri tersebut cenderun g akan menin gkat. Beberapa hambatan bagi p erusahaan baru untuk dap at memasuki industri tertentu antara lain : penguasaan terhadap teknologi, kuran gny a p engalaman, loy alitas pelanggan yang tin ggi, k ebutuhan modal yang tin ggi, terbatasny a akses terhadap bahan baku, pembatasan oleh p eraturan pemerintah, adany a hak p aten, dan hambatan y ang dibuat oleh perusahan yang telah ada sebelumnya. Perusahaan yang telah ada akan men gidentifik asi ancaman p emain baru, men gawasi pemain baru, dan melakukan tindakan y ang dip erlukan untuk men gantisipasi ancaman dari pemain baru. Tindakan y ang biasa dilakukan oleh p erusahaan yang telah ada antara lain : menurunkan harga, meningkatkan pelayanan, menambahkan fitur baru, ataupun menawarkan p endanaan khusus.

3. Ancaman persaingan dari produk substitusi

Dalam berbagai industri, banyak perusahaan y ang men ghad ap i komp etisi dengan perusahaan d ari industri lain yang memp roduksi p roduk substitusi dari p roduk p erusahaan tesebut, contohnya p roduk pembungkus makanan dari kertas dan dari styrofoam. Persaingan dari p roduk substitusi semakin menin gkat saat harga produk pesaing menjadi lebih murah dan switching cost p elanggan men jadi m enurun. Kekuatan komp etitif dari produk substitusi dap at dinilai dari p angsa p asar produk tersebut dan kemamp uan perusahaan untuk meningkatkan kap asitasnya serta melakukan p enetrasi pasar.

(27)

4. Ancaman dari daya tawar menawar supplier

Day a tawar menawar supplier dap at mempengaruhi tingkat persaingan dalam suatu industri, khususny a ketika terdap at sedikit supplier, hany a ada sedikit substitusi dari bahan baku, atau switching cost untuk bahan baku y ang tin ggi. Untuk men gatasi k ekuatan p ersaingan dari day a tawar menawar supplier, banyak p erusahaan y ang melakukan kerjasama den gan supplier dengan tujuan untuk :

- Menurunkan biay a persediaan dan lo gistik - Memp ercepat proses p eny ediaan barang

- Meningkatkan kualitas dari bahan baku yang dip eroleh dan menurunkan tingkat kerusakan baran g

- Meminimalkan biaya bagi perusahaan dan supplier-nya. 5. Ancaman dari daya tawar menawar konsumen

Ancaman persaingan dari daya tawar menawar konsumen menin gkat ketika jumlah pembeli sedik it dan p embeli membeli dalam jumlah besar. Hal ini dap at membuat p erusahan dalam industri bersaing semak in ketat untuk memp erebutkan pelanggan. Beb erap a kondisi y ang dapat menin gkatkan day a tawar menawar konsumen antara lain :

- Ketika konsumen dap at berp indah ke merek lain ataup un ke produk substitusi dengan mud ah

- Ketika konsumen merupakan konsumen yang p enting b agi p erusahaan - Ketika perusahaan menghadap i p ermintaan konsumen y ang menurun - Ketika konsumen memiliki informasi yang lengk ap men genai p roduk,

(28)

- Ketika konsumen memiliki keb ebasan untuk menentukan apakah mereka p erlu memb eli produk tersebut dan kap an mereka harus membeliny a.

2.7 Value Chain Analysis

Menurut Ward and Pepp ard (2002, p 244) agar sebuah p erusahaan dap at mengidentifikasi imp likasi e-business terhadap bisnis mereka dalam cakup an p eluang dan an caman secara u mum, perusahaan p erlu melakukan analisis value cha in.

Menurut Michael Potter setiap p erusahaan memilki sekelomp ok aktivitas y ang dilakukan untuk merancan g, memp roduksi, memasarkan, men girimkan, dan mendukung produk dan jasa yang mereka tawarkan. Semua aktivitas ini dapat digambark an dalam value chain. Value chain hanya dap at dimengerti dalam konteks unit bisnis tersebut.

Analisis value chain b ertujuan untuk membedakan ap a y ang dilakukan perusahaan den gan bagaimana p erusahaan melakuk annya. Setiap aktivitas dalam p erusahaan dilakukan untuk menamb ah nilai dalam produk dan jasa y ang d iberik an kepada p elan ggan ataup un memastikan aktivitas y ang menambah nilai bagi pelanggan dap at dilakukan d en gan baik. Value chain membedakan aktivitas bisnis dalam p erusahaan menjad i dua bagian :

1. Aktivitas utama

Aktivitas utama adalah aktivitas yang memun gkink an perusahaan untuk memenuh i p erannya dalam industri dan memuaskan pelanggannya. Semua aktivitas y ang termasuk ke dalam aktivitas utama harus dilakukan dengan baik dan harus dihubun gkan antara satu den gan lainny a secara

(29)

efektif agar p erforma bisnis secara keseluruhan dapat dioptimalkan. Keberhasilan aktivitas utama dap at dinilai d ari tin gkat kepuasan pelanggan yan g didap atkan p erusahaan.

2. Aktivitas pendukung

Aktivitas p endukung adalah aktivitas y ang dibutuhkan untuk men gendalikan dan men gemban gkan bisnis dari waktu ke waktu dan dap at menambahkan nilai secara tidak lan gsun g. Keberh asilan aktivitas pendukung dap at dinilai dari keberh asilan aktivitas utama.

Dalam model value chain-ny a, Potter meny esuaikan struktur aktivitas perusahaan berdasarkan struktur aktivitas y ang ada pada perusahaan manufaktur secara umum. Untuk itu, Potter membagi aktivitas utama menjadi lima bagian, y ang berawal dari supplier dan berakhir di p elanggan. Lima bagian yang ada dalam aktivitas utama adalah :

1. Inbound logistic

Merup akan p roses untuk mendap atkan, menerima, meny imp an, dan meramalkan input utama yang d iperlukan p erusahaan dalam jumlah dan kualitas y ang tep at. Hal ini dap at berupa perekrutan staff, pembelian material, memperoleh jasa, serta berurusan dengan perusahaan kontraktor ataupun p engadaan p eralatan.

2. Operations

Mengubah inp ut menjadi p roduk ataupun jasa y ang diperlukan oleh pelanggan. Hal in i melip uti p engumpulan sumber day a dan bahan baku yang dip erlukan untuk membuat sebuah produk ataup un melakukan pelayanan jasa.

(30)

3. Outbound logistic

Mendistribusikan produk ke p elanggan, baik secara lan gsung maup un melalui jalur distribusi agar pelan ggan dap at mengakses dan membeli produk perusahaan dengan mudah.

4. Sales and marketing

Meny ediakan cara agar p elan ggan d ap at meny adari tentang keberad aan produk dan jasa p erusahaan dan mengetahui cara bagaimana agar mereka dap at memperoleh produk dan jasa tersebut.

5. Services

Menambahkan nilai bagi pelan ggan dengan memastikan mereka mendap atkan nilai dan k euntungan maksimum dari produk y ang mereka beli. Hal ini dapat berupa garansi dan informasi manual.

Setelah melakukan an alisis value cha in p erusahaan dap at mengetahui: 1. Informasi yang men galir dalam industri serta seberap a penting

informasi tersebut bagi fun gsional industri dan bagi kesuksesan perusahaan. Hal ini dicap ai den gan menentukan kap an dan dimana informasi tersebut dapat diakses, siap a p emiliknya, cara mendap atkannya, dan penggunaanny a untuk keuntungan p erusahaan. 2. Informasi apa saja y ang dap at dip ertukarkan dengan pelanggan dan

supplier di sepanjan g suppy chain untuk menin gkatkan p erforma bisnis ataupun meningkatkan p erforma bersama dengan berb agi manfaat dari informasi tersebut.

3. Seberap a efektif informasi mengalir dalam p roses utama dan penggunanny a dalam p erusahaan :

(31)

- Dalam tiap aktivitas untuk meningkatkan performa p erusahaan. - Dalam penghubun g antara aktivitas untuk mengurangi biaya dan

memanfaatkan peluan g y ang ada.

- Dalam memb antu aktivitas p endukung agar tidak menjadi penghambat dalam mendukun g aktivitas utama.

Gambar 2.1 Contoh value chain p erusahaan manufaktur Sumber : Ward and Peppard (2002, p265)

2.8 Konsep Make-to-Order dan Make-to-Stock

Strategi p ada p roses manufaktur berbeda dengan strategi p ada proses jasa. Pada p erusahaan manufaktur perusahaan harus memp ertimbangkan tentang p ersediaan. Tiga p endekatan umum untuk proses produksi dan persediaan adalah : (Krajewski, 2007, p 125)

(32)

1. Strategi Make-to-Order (MTO)

Strategi make-to-order merup akan strategi y ang d igunakan o leh perusahaan manufaktur y ang membuat produk setelah adany a p esanan dari pelan ggan.

2. Strategi Assemble-to-Order (ATO)

Strategi assemble-to-order merupakan strategi y ang d igunakan o leh perusahaan dengan p roduk y ang memiliki banyak komp onen dan baru dirakit menjadi satu setelah ada p esanan dari pelanggan.

3. Strategi Make-to-Stock (MTS)

Strategi make-to-stock merup akan strategi y ang digun akan oleh perusahaan diman a p erusahaan memiliki persediaan baran g jadi dan kemudian mengirimkan baran g jadi den gan segera setelah adanya pesanan dari p elanggan.

Untuk memahami konsep make-to-order dan make-to-stock, dip erlukan p emahaman tentang konsep p ersediaan dan produksi terlebih dahulu.

2.8.1 Konsep Persediaan 2.8.1.1 Pengertian Persediaan

Persediaan adalah seju mlah p roduk yang d isimpan perusahaan untuk memfasilitasi kegiatan produksi ataup un memenuhi kebutuhan pelanggan.

Tip e p ersediaan y ang ada pada p erusahaan p ada umumnya terdiri d ari tiga macam, y aitu: (Heizer, 2011, p501)

1. Bahan mentah

Bahan mentah adalah bahan yang sudah dibeli p erusahaan, tap i belum dimasukkan ke dalam proses produksi.

(33)

2. Produk setengah jadi

Produk setengah jadi adalah p roduk yang sudah memasuki proses produksi, bukan termasuk bahan mentah, tap i belu m juga termasuk produk jadi.

3. Produk jadi

Produk jadi adalah p roduk akhir yan g sudah selesai diproduksi dan siap untuk dijual ke pelan ggan.

2.8.1.2 Biaya dalam Persediaan

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p 105) p ada umumnya struktur biaya dari persediaan terdiri dari:

1. Biaya p embelian

Biaya pembelian merup akan biay a y ang dikeluarkan untuk membeli barang. Dalam teori p ersediaan, pada umumnya komponen biaya pembelian tidak dimasukkan dalam perhitungan total biaya sistem persediaan. Hal in i karen a diasumsikan bahwa h arga baran g per-unit tidak dip engaruhi oleh jumlah baran g y ang dibeli. Jadi, komp onen biaya pembelian untuk p eriode waktu tertentu adalah konstan.

2. Biaya p engadaan

Biaya p engadaan terbagi men jadi du a jen is, y aitu : • Biaya pemesanan / ordering cost

Biaya pemesanan adalah semua p engeluaran y ang timbul untuk mendatan gkan baran g dari luar. Biaya ini meliputi biaya penentuan supplier, biay a pembuatan p esanan, biay a p engiriman, biaya penerimaan, dan seterusnya. Biaya pemesanan diasumsik an konstan untuk setiap kali p emesanan.

(34)

• Biaya pembuatan / setup cost

Biaya pembuatan adalah semua p engelu aran y ang timbul dalam memp ersiapkan p roduksi suatu barang. Biay a ini meliputi biay a penyusunan p eralatan produksi, mempersiap kan mesin, memp ersiapkan gambaran kerja, d an seterusnya.

3. Biaya p eny imp anan

Biaya penyimpanan adalah semua p engeluaran yang timbul akibat menyimpan baran g. Biay a ini melip uti biay a memiliki persediaan, biaya op erasional gudan g, biay a kerusakan atau p eny usutan, biay a kadaluwarsa, biay a asuransi, dan biaya administrasi.

4. Biaya kekuran gan persediaan

Biaya kekuran gan p ersediaan adalah semua kerugian yang d iderita perusahaan karena k ekuran gan persediaan, contohny a adalah keru gian karena jadwal produksi y ang tergan ggu, kehilan gan kesempatan menjual, sampai kehilangan pelanggan. B iaya kekurangan persediaan dapat dihitung dari kuantitas y ang tidak dapat dip enuhi, waktu y ang dip erlukan untuk memenuhi p esanan, dan biaya pengadaan tak terduga.

Dalam p erhitungan, biay a p ersediaan termasuk sulit untuk dip erhitungkan. Untuk itu, biaya persediaan dap at diperoleh dengan p erkiraan yang didasark an p ada catatan data historis perusahaaan. (Schroeder, 1993, p585)

(35)

2.8.2 Konsep Produksi 2.8.2.1 Pengertian Produksi

Aktivitas produksi adalah bagian dari fun gsi perusahaan y ang bertanggun g jawab terhadap p engolahan bahan baku menjadi p roduk jadi yang dapat dijual. (Nasution, 2003, p 1).

Kegiatan p roduksi terdiri dari tiga fun gsi utama. Ketiga fun gsi utama tersebut adalah :

• Proses produksi

Merup akan metode dan teknik y ang d igunakan dalam mengolah bahan baku menjadi bah an jadi.

• Perencanaan produksi

Merup akan tindakan antisipasi p roduksi untuk masa mendatan g, b iasanya dibuat dalam p eriode waktu tertentu.

• Pengendalian produksi

Tindakan y ang menjamin bahwa semua kegiatan y ang d irencanakan telah dilakukan sesuai dengan target y ang telah d itetap kan.

2.8.2.2 Biaya dalam Produksi

Dalam melakukan p roses p roduksi, biasanya biay a dikelompokkan menjad i dua kelompok, y aitu : (Sritomo, 2003, p 204)

1. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang berkaitan dengan p engop erasian fasilitas produksi dalam suatu p eriode tertentu dimana biay a tersebut relatif tetap/konstan selama aktivitas p roduksi berlangsung tanp a dipengaruhi oleh jumlah atau volu me p roduksi y ang dihasilk an. Biay a ini d apat berup a

(36)

biay a dep resiasi, p ajak, asuransi, sewa gudan g dan alat, maupun overhead cost lainny a.

Setup cost yang merupakan biay a y ang tidak dipengaruhi oleh besarnya volume produksi juga merup akan bagian dari biaya tetap. Setup cost dapat berupa biaya administrasi p roduksi, biaya untuk menyiapkan p roduksi (p embersihan area p roduksi, pengaturan mesin, p ersiap an peralatan, dan persiap an bahan baku, penjadwalan, dan lainny a)

2. Biaya variabel

Biaya variabel ad alah b iaya yang besarny a bergantung atau bervariasi terhadap jumlah/volume p roduksi. Biay a ini dap at berupa biay a langsung sep erti biaya tenaga kerja dan biay a bahan baku ataup un biay a tidak lan gsung seperti operasional mesin d an listrik.

2.8.3 Konsep EOQ, ROP, dan Safety Stock

Perusahaan selalu berusaha untuk meminimalkan biaya persediaan perusahaan, menentukan berapa banyak kuantitas yang p erlu dipesan, dan kap an pemesanan harus dilakukan. Metode y ang paling b any ak digunakan untuk mengelola biaya p ersediaan p erusahaan dan untuk men getahui kuantitas y ang perlu dipesan adalah model EOQ (Economic Order Quantity). Model EOQ adalah suatu model teknik p engendalian p ersediaan y ang memin imalkan biaya pemesanan dan p eny imp anan. EOQ banyak digunakan karena EOQ merupakan mod el y ang robust, model ini mamp u memberikan jawaban y ang memuaskan dengan sedikit perubahan bila terjadi variasi di biay a p emesanan, biay a p eny imp anan, dan p ermintaan. (Heizer, 2011, p507)

Model EOQ memilik i beberap a asumsi dalam p erhitungan, asumsi tersebut antara lain :

(37)

1. Permintaan atas p roduk tersebut diketahui.

2. Lead time (waktu antara pemesanan b aran g k e supplier sampai barang diterima oleh p erusahaan) diketahui.

3. Baran g yang dipesan diterima sekaligus seluruhnya. 4. Tidak ada diskon kuantitas.

5. Biaya variabel terdiri dari biay a p emesanan dan biay a p eny imp anan. 6. Stockout / kekosongan p ersediaan saat memenuhi p ermintaan pelanggan

dap at dihindari bila semua p emesanan dilakukan pada saat dan jumlah yang tepat.

Jumlah p emesanan optimum tiap pesanan (EOQ) dap at dihitung dengan menggunakan rumus :

EOQ : economic order quantity

D : p ermintaan tahunan terhadap p roduk

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier H : biaya penyimpanan p er unit per tahun

Jumlah p esanan yang p erlu dilakukan k emudian dap at dihitung dengan menggunakan rumus :

N : jumlah p emesanan y ang perlu dilakukan k e supplier D : p ermintaan tahunan terhadap p roduk

(38)

Dari hasil perhitungan EOQ dan jumlah pemesanan, ju mlah total biay a p ersediaan dap at dihitung dengan menjumlahkan biaya p emesanan dan biay a p eny imp anan. Perhitungan in i dapat dihitung den gan menggunakan rumus :

TC : total biay a p ersediaan EOQ : economic order quantity

D : p ermintaan tahunan terhadap p roduk

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier H : biaya penyimpanan p er unit per tahun

Sedan gkan untuk menjawab p ertany aan kap an perusahaan harus memesan p ersediaan, dap at dijawab den gan kep utusan reorder point (ROP). Kep utusan ROP akan dip engaruhi oleh service level y ang diinginkan perusahaan. Service level mencerminkan tingkat pemenuhan p esanan pelanggan yang d iin gink an p erusahaan. Untuk mencap ai service level y ang diin ginkan, p erusahaan akan menetap kan safety stock yang merup akan persediaan pengaman untuk melindun gi p erusahaan dari keadaan stockout (keadaan d imana persediaan perusahaan tidak men cukup i untuk memenuhi permintaan dari pelanggan). Perh itungan ROP memiliki asumsi bahwa permintaan sifatny a bervariasi dan lead time sifatny a konstan.

(39)

ROP dan safety stock dapat dihitung den gan menggunakan rumus (Heizer, 2011, p522) :

Z : Z score dari service level, d idap atkan dari tabel normal δdLT : standar deviasi p ermintaan selama lead time (δd x √lead time)

δd : Standar deviasi p ermintaan

ROP : reorder point SS : safety sto ck

Bila p erusahaan memilki safety sto ck, maka tingkat p ersediaan rata rata p erusahaan akan berubah karena ada tamb ahan p ersediaan dari safety stock y ang dimiliki p erusahaan. Safety stock akan membuat biaya persediaan perusahaan menjadi bertambah. Biay a total persediaan perusahaan y ang memiliki safety sto ck dap at dihitung dengan men ggunakan rumus:

TC : total biay a p ersediaan EOQ : economic order quantity

D : p ermintaan tahunan terhadap p roduk SS : safety stock

S : biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan ke supplier H : biaya penyimpanan p er unit per tahun

(40)

2.8.4 Karakteristik Make-to-Order dan Make-to-Sto ck

Menurut Sipp er dan Bulfin (1997, p 321) MTS diterapkan oleh perusahaan y ang memproduksi barangnya dalam kelo mp ok jumlah (ba tch) tertentu dan memiliki persediaan y ang didominasi oleh baran g jadi. Perusahaan meny imp an p ersediaan barang jadi untuk memenuhi p ermintaan penjualan di masa dep an. Perusahaan mendap atkan keuntungan dari menin gkatnya kecepatan p erusahaan dalam memenuhi p ermintaan pelanggan, namun kecepatan ini harus ditukar dengan biay a yang dikelu arkan p erusahaan untuk menyimp an p ersediaan. Karena p erusahaan melakukan p roduksi sebelum p ermintaan dik etahui den gan p asti, biasanya perusahaan p erlu melakukan peramalan dan meny esuaikan ju mlah p roduk y ang harus mereka produksi dengan nilai y ang merek a dapat dari p eramalan. MTS biasanya diterap kan oleh perusahaan dengan p roduk yang standar dan memiliki peramalan yang baik. Di dalam MTS, aktivitas y ang berjalan di sep anjang supply chain antara supplier (upstream), perusahaan, dan pelanggan (downstream) akan terus terjadi tanp a p erduli apa yang terjadi den gan lin gkun gan downstream, karena aktivitas dilakuk an berdasarkan p erencanaan.

Sementara itu, MTO diterap kan oleh perusahaan y ang tidak memiliki persediaan. Perusahaan hany a akan memu lai produksi ketika perusahaan mendap atkan p esanan dari p elan ggan. Lingkun gan MTO biasanya melibatkan produk dengan bany ak variasi dan jumlah kebutuhan pelanggan sulit untuk dip astikan. Di dalam MTO, tidak ada aktivitas y ang berjalan di sep anjang supply chain antara supplier (upstream), perusahaan, dan pelanggan (downstream) sampai ada p ermintaan (informasi) dari aktivitas downstream pelanggan.

(41)

Gambar 2.2 Aliran dalam MTO dan MTS Sumber : Sipper dan Bulfin (1997, p322)

Menurut Schroeder (2000, p60) p roses MTO dimulai saat ada p esanan dari p elan ggan. Setelah pesanan diterima, desain p roduksi harus segera diselesaik an dan pemesanan bahan baku untuk p roduksi harus segera dilakukan. Ketika bahan baku y ang dip erlukan untuk p roduksi telah tersedia, produksi dap at segera dimulai. Bila sudah selesai, p roduk jadi akan dikirimkan kep ada p elanggan. Siklus MTO selesai saat p elanggan melunasi semua tanggun g jawab p embay aranny a kepada p erusahaan. Dalam proses MTO, setiap pesanan tunggal dari p elan ggan d apat diidentifikasi dalam proses produksi. Karena proses produksi baru dimulai setelah ada p esanan dari p elan ggan, jadi p roses p roduksi harus dap at dihubungkan den gan pelanggan.

Sementara itu, proses MTS memiliki proses yang sama sekali b erbeda dengan proses MTO. Proses MTS dimulai saat p erusahaan menentukan untuk memp roduksi produk tertentu untuk mengantisipasi p ermintaan y ang timbul dari p elan ggan di masa dep an. Hal in i dilakukan agar perusahaan dapat memenuh i p esanan pelanggan den gan cepat saat p elanggan melakukan pesanan di masa dep an. Ketika pesanan p elanggan terjadi, p erusahaan akan memenuh i pesanan p elanggan d en gan persediaan baran g y ang ada. Bila barang tidak tersedia di persediaan, perusahaan dapat melakukan p roduksi kembali (back order) atau perusahaan terpaksa harus kehilangan p esanan dari

(42)

pelanggan. Dalam proses MTS, setiap p esanan tunggal dari p elan ggan tidak akan dap at diidentifikasi dalam p roses p roduksi. Proses p roduksi hany a men ggamb arkan h arap an perusahaan terhadap jumlah permintaan pelanggan yang akan mun cul di masa depan dalam p eriode tertentu.

Beberapa karakteristik utama dari MTS dan MTO dap at dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik MTS dan MTO

Karakteristik MTS MTO

Produk Ditentukan oleh p erusahaan Ditentukan oleh pelanggan Variasi rendah Variasi tinggi

M urah M ahal Tujuan M eny eimbangkan

p ersediaan, kapasitas, dan servis

M engelola tenggan g waktu p engiriman dan kap asitas Masalah utama

dalam operasional

Peramalan Deadline pesanan Perencanaan Produksi Waktu y ang dip erlukan

untuk memenuhi pesanan Kontrol Persediaan

Sumber : Schroeder (2000, p60)

2.8.5 Pertimbangan Make-to-Order dan Make-to-Stock

Secara umum tujuan akhir dari suatu p erusahaan adalah untuk memp eroleh keuntun gan serta tercapainy a kelanjutan dan p engemban gan usaha. Untuk itu, p erusahaan harus b erusaha terus menerus melakukan kegiatanny a secara efektif dan efisien, begitu juga dengan p engelolaan kegiatan p ersediaan d an produksi. Kegiatan p roduksi dan p ersediaan harus dirancang sedemikian rupa agar dap at meminimalkan biay a y ang p erlu dikeluarkan p ersediaan dan memenuhi permintaan p elan ggan d engan b aik. Selain biay a, menurut beberap a sumber literatur, ada b erbagai ko mponen yang akan mempengaruhi kep utusan MTO/MTS.

(43)

Menurut Schroeder (2000, p60) kunci utama dalam M TO adalah waktu yang dip erlukan untuk men ghasilkan sebu ah produk yang dipesan oleh pelanggan. Waktu yang diperlukan untuk memp roduksi sebuah p roduk akan memp engaruhi kemampuan p erusahaan dalam memenuhi p esanan pelanggan secara tep at waktu sesuai dengan waktu y ang telah dijanjik an perusahaan kep ada pelanggan seb elumny a.

Sementara itu, kunci utama d alam M TS adalah jumlah pesanan y ang dap at dip enuhi perusahaan dengan tin gkat p ersediaan y an g dimiliki perusahaan. Istilah ini lebih d ikenal den gan sevice level y ang dap at berkisar antara 90% - 99%, sesuai dengan target p erusahaan. Hal lain yang menjadi pertimbangan d alam MTS adalah lama waktu y ang dip erlukan untuk men gisi ulan g p ersediaan dan tin gkat p enggunaan kap sitas. Jadi, MTS memusatkan pada service level, efisiensi pengisian kembali persediaan, dan p enggun aan kap asitas produksi sementara M TO memusatkan p ada kemamp uan perusahaan untuk memenuhi p esanan pelan ggan den gan tep at waktu.

Menurut Wanke dan Zinn (2004, p 472) ada dua variabel utama y ang menentukan keputusan MTO atau MTS, kedua variabel tersebut adalah waktu pengiriman dan koefisien variansi. Waktu pengiriman menunjukkan waktu yang dip erlukan dari p emesanan sampai pesanan dikirimkan. Koefisien variansi menunjukkan rasio antar standar deviasi p enjualan den gan persediaan rata rata. Ketika nilai ko efisien variansi tinggi dan waktu pengiriman lama, mak a p erusahaan akan memilih M TO, begitu juga sebaliknya.

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p 5) bila produk y ang dihasilkan memilik i ju mlah y ang kecil, variasi y ang besar dan d idasarkan atas

(44)

pesanan, maka produk harus dip roduksi secara MTO. Produksi M TO hany a akan dilakukan bila p erusahaan menerima ord er terhadap p roduk tersebut. Pada kasus M TO ada kemungkinan p elan ggan bersed ia menun ggu hin gga produk selesai dip roduksi.

Menurut Rajagop alan (2002, p241) dalam membu at kep utusan MTO/MTS, ada faktor faktor selain tin gkat permintaan terhad ap produk itu sendiri yang p erlu mendap at p erhatian. Faktor faktor tersebut antara lain waktu persiap an (setup) produksi, waktu p emrosesan p roduksi, dan biay a persediaan. Hal in i disebak an karena keputusan MTO/M TS akan berhubungan den gan persediaan dan kegiatan p roduksi, yang terdiri dari elemen elemen seperti kapasitas, biay a p roduksi, dan waktu p roduksi dan memun gkinkan terjadiny a p ertukaran kep entingan diantara elemen elemen tersebut dimana satu elemen dikorbankan untuk mendap atkan keuntungan dari elemen lain. Contoh dari kasus diatas adalah keputusan MTO untuk sebuah produk dapat menguran gi p ersediaan p roduk tersebut, namun dapat memp engaruhi safety stock produk MTS dan memp engaruh i p enggun aan kap asitas p roduksi karena adany a p eny esuaian p roduksi dengan kep erluan produksi MTO yang dilakukan setiap adany a pesanan p elanggan.

Berikut ini adalah beb erap a p ertimbangan d alam MTO dan MTS: Tabel 2.2 Pertimbangan dalam M TO dan MTS

Pertimbangan Sumber

Waktu Variasi Biay a Kap asitas

Schroeder

Wanke & Zinn Arman Hakim

Nasution

(45)

2.8.6 Alat Bantu Keputusan Make-to-Order dan Make-to-Stock

Berdasarkan p ada beberapa pendap at tentang pertimbangan dalam MTO dan MTS, dap at ditarik kesimp ulan bahwa ada beberap a hal y ang memp engaruhi kep utusan MTO/MTS, y aitu: (1) waktu, terutama waktu y ang dip erlukan untuk memenuhi p esanan pelanggan (2) variasi p roduk dan permintaan pelanggan (3) biay a p ersediaan dan b iay a p roduksi dan (4) tingkat kap astitas y ang dimilik i p erusahaan.

Pertimbangan pertimbangan y ang ad a tersebut sesuai dengan beberapa alat bantu kep utusan MTO dan MTS secara kualitatif yang dituturkan oleh Van Donk et al. (2005, p1163), y aitu : p ertimbangan p elay anan (waktu), pertimbangan permintaan (variasi), p ertimbangan ekonomis (biay a), dan pertimbangan kap asitas. Hasil dari p erhitungan p ertimbangan pertimban gan yang ada nantinya akan membantu dalam penentuan kep utusan MTO/MTS. 1. Pertimbangan Pelayanan

Petimbangan pelayanan menggamb arkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan p elan ggan dari segi waktu. Istilah y ang sering dip ergunakan dalam p ertimbangan waktu adalah waktu deadline pelanggan dan waktu produksi. Waktu deadline pelanggan merup akan waktu maksimum untuk pemenuhan pesanan y ang dap at diterima oleh pelanggan. Waktu ini dap at dip eroleh dari catatan transaksi perusahaan dengan pelanggan. Sementara waktu p roduksi dap at dip eroleh dari catatan p roses p roduksi ataupun p erkiraan dari b agian p roduksi. Menurut Rajagop alan (2002, p 243) total waktu p roduksi juga d ap at didefinisikan sebagai total waktu y ang dip erlukan perusahaan untuk melakuk an setup p roduksi ditambah den gan

(46)

waktu yang diperlukan untuk mengubah p roduk dari bahan baku menjadi produk jadi.

Bila p erusahaan memiliki waktu produksi y ang leb ih lama dari p ada waktu yang tersedia dari dead line p elan ggan, maka perusahaan harus memenuh i pesanan dari p ersediaan y ang telah ada secara MTS. Namun, bila perusahaan mamp u meny elesaikan p roduksi p roduk y ang dip esan pelanggan sebelum waktu deadline y an g disepakati den gan pelanggan, perusahaan dapat memilih untuk memp roduksi produk secara MTO ataup un MTS. Untuk kasus ini, analisis selanjutnya terhadap p ertimbangan lain y ang ad a p erlu untuk dilakukan.

2. Pertimbangan Permintaan

Pertimbangan p ermintaan memasukkan pertimban gan terhadap ketidakpastian jumlah kuantitas p ermintaan dari berb agai produk y ang dip roduksi p erusahaan. Variansi dari p ermintaan pelanggan akan menunjukkan kestabilan p ola permintaan p elanggan terhadap produk perusahaan. Variansi dari permintaan dapat dinyatakan dalam nilai koefisien variansi p enjualan, y ang did ap atkan dari hasil bagi antara standar deviasi penjualan den gan rata rata penjualan. Perhitungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

CoV p enjualan = standar deviasi p enjualan / rata rata p enjualan CoV : koefisien dari variansi penjualan.

Dalam perhitunganny a, Van Donk men ghubun gkan koefisien variansi penjualan den gan nilai rata rata p enjualan p roduk tersebut dalam bentuk sebuah grafik. Grafik tersebut nantiny a akan dibagi menjadi emp at daerah,

(47)

yaitu (a) p roduk dengan volume p enjualan y ang tin ggi d an variansi b esar, (b) produk dengan volume p enjualan tin ggi d an variansi k ecil, (c) p roduk den gan volume penjualan rendah dan variansi besar, dan (d) p roduk den gan volu me penjualan rendah d an variansi kecil. Produk den gan vo lume y ang tinggi dan variasi yang kecil adalah kandid at untuk MTS, p roduk dengan volume rendah dan variasi y ang tin ggi adalah kandid at untuk MTO, sementara produk dengan volume dan variasi y ang tinggi dapat dip roduksi secara MTS. Namun, dalam melakukan perhitunganny a, p roses ini cukup sulit dilakukan, karena memerlukan p ertimbangan subjektif dari pihak penjualan dan p roduksi untuk menentukan batas antara volume yang tinggi, volu me yan g rend ah, variansi yang tinggi, d an variansi y ang rendah.

Gambar 2.3 Contoh grafik hubun gan antara CoV dan Permintaan rata rata Sumber : Van Donk et al. (2005, p1168)

(48)

Selain Van Donk, Wanke dan Zinn (2004, p470) juga menggunakan CoV dalam p ertimbangan MTO/MTS. Perbedaanny a adalah Wanke dan Zinn memasangk an CoV dengan lead time p engiriman (waktu dari saat p esanan pelanggan dilakukan sampai p esanan p elanggan dikirimkan, dalam satuan hari). Hubunganny a adalah sebagai berikut : semakin tin ggi nilai koefisien variansi dari p enjualan, mak a resiko perusahaan dalam meny impan persediaan ju ga semakin besar. Bila perusahaan memiliki koefisien variansi penjualan yang tinggi perusahaan akan memilih MTO, dan bila perusahaan memiliki koefisien variansi p enjualan y ang rendah, perusahaan ak an memilih MTS. Sedangkan untuk lead time p engiriman, bila perusahaan memiliki lead time p engiriman y ang tinggi, p erusahaan akan melakukan MTO, dan bila perusahaan memiliki lead time pengiriman y ang rendah, perusahaan akan melakukan M TS. Hubungan antara variansi, lead time p engiriman, dan kep utusan MTO/M TS digamb arkan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Contoh grafik hubun gan antara Co V dan lead time pengiriman Sumber : Wanke dan Zinn (2004, p472)

Wanke dan Zinn memutuskan bila p erusahaan memilik i koefisien variansi y ang tin ggi (diatas 0.9) maka perusahaan akan melakukan MTO tanpa mempertimbangkan lead time pengiriman. B ila perusahaan memiliki lead time pengiriman y ang tinggi (diatas 18 hari) mak a p erusahaan akan

Gambar

Gambar 2.1 Contoh  value chain p erusahaan manufaktur  Sumber : Ward and Peppard (2002, p265)
Gambar 2.2 Aliran dalam MTO dan MTS  Sumber : Sipper dan Bulfin (1997, p322)
Tabel 2.1 Karakteristik MTS dan MTO
Tabel 2.2 Pertimbangan dalam M TO dan MTS  Pertimbangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Esktrak Etanol Echinacea Purpurea terhadap Profil Darah dan Fungsi Kognitif Mencit Jantan Putih yang Diinduksi Swimming Test “ di

Tabel 6 menunjukkan, bahwa pemberian pupuk kandang dengan dosis 15 ton/ha ( K3 ) pada umur 40 dan 50 hari setelah tanam menghailkan rata-rata jumlah daun pertanaman yang

Citra wanita Mesir yang terdapat dalam novel ini yang tidak sesuai dengan syariat Islam adalah wanita sebagai seorang istri yang didholimi dan ditakuti oleh

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Chandra, 2012 tentang ”Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial dengan Tindakan Pencegahan

Akuifer ditemukan pada sumur uj1 yaitu W5, W3, dan W4.. Terdapat empat satuan geomorfologi yang dihitung dari permukaan. Akuifer ini termasuk.;ents dan batubara. Umur

Dengan mempertimbangkan latar belakang yang telah diutarakan diatas kami berinisiatif untuk membentuk pengabdian masyarakan bagi siswa dan siswi kelas 3 melalui progam

ϑ Dalam penilaian terhadap bahan pangan, sifat pertama kali yang menentukan diterima atau ditolaknya bahan tersebut oleh konsumen adalah sifat-sifat inderawi yang

By doing this study I want to analyze Morrie’s character and the influence of Buddhist philosophies in Morrie’s view of life as seen in Morrie himself as the main character of