• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN ALANTOIN DENGAN

PIRIMETAMIN – SULFADOKSIN TERHADAP GAMBARAN

LEUKOSIT DAN JUMLAH TAKIZOIT PADA MENCIT YANG

DIINFEKSI DENGAN Toxoplasma gondii

(The Effect of Allantoin and Pyrimethamine-Sulfadoxin Combination on

Leucocyte Propile and numbers of Tachyzoite on mice infected by

Toxoplasma gondii)

TOLIBIN ISKANDAR

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

ABSTRACT

Pyrimethamine and Sulfadoxin combination or Fansidar (F medicine) is one of the choices for toxoplasmosis infection medication. But one of the side effects of this medicine is leucopenia condition when the leucocytes decreases to 5000/mm3 blood. Allantoin has the ability to increase the cells proliferation, so the experiment was conducted in order to find out the allantoin influence to eliminate the side effect of pyrimethamine-sulfadoxin combination. Seventy mice BALB/c strain were used in this research. The number of leucocyte and tachyzoite in the mice were measured. These mice were randomly divided into 7 groups consisting of 10 mice each. Normal control group (K1) was only given pure water; Negative Control Group (K2) was infected but not obtained medication; Allantoin Group 0.4% (K3) was infected and given allantoin 0.4% 0.2 ml ≅ 0.8mg/20gBB; Allantoin 0.8% (K4) infected and has been given allantoin 0.8% 0.2 ml ≅ 1.6mg/20gBB; Combination Group 0.4% (K5) was infected and given F medicine 0.168 ml ≅ 0.105mg/20gBB + allantoin 0.4% 0.2 ml ≅ 0.8mg/20gBB; Combination Group 0.8% (K6) was infected and given F medicine 0.168 ml ≅ 0.105 mg/20gBB + allantoin 0.8% 0.2 ml ≅ 1.6 mg/20 gBB; F Medicine Group (K7) was infected and given F medicine 0.168 ml ≅ 0.105mg/20gBB. ANOVA (P < 0.05) was used for data analysis and continued with statistical assessment Significance Difference (P < 0.05). The experiment results show that the allantoin and F medicine has the capability to reduce the side effect of leucopenia caused by F medicine. Even though based on the statistical test, the result is insignificant. The leucocytes that has been decreased by F medicine are monocyte, lymphocyte and neutrophile. The leucocytes that was increased by allantoin is lymphocyte, eosinophile and neutrophile. The combination between F medicine and allantoin can help to decrease the numbers of tachyzoite in mice infected by T. gondii.

Key Words: Toxoplasmosis, Tachyzoite, Leucocyte, Allantoin, Pyrimethamine-Sulfadoxin ABSTRAK

Obat kombinasi Pirimetamin dan Sulfadoksin atau Fansidar (obat F) merupakan obat pilihan untuk infeksi toksoplasmosis. Salah satu efek samping obat ini adalah leukopenia yaitu berkurangnya sel darah putih. Alantoin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan proliferasi sel, oleh karena itu ingin dilihat pengaruh pemberian alantoin untuk meniadakan efek samping obat kombinasi pirimetamin-sulfadoksin. Pada penelitian ini yang dilakukan adalah menentukan jumlah jenis sel darah putih. Selain itu diamati juga jumlah takizoit. Hewan coba yang digunakan adalah mencit betina galur BALB/c sebanyak 70 ekor dikelompokan menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok 10 ekor dan dilakukan secara acak. Kelompok kontrol normal (K1) hanya diberi air suling; kelompok kontrol negatif (K2) diinfeksi tapi tidak diobati; kelompok alantoin 0,4% (K3) diinfeksi + alantoin 0,4% sebanyak 0,2 ml ≅ 0,8mg/20gBB; kelompok alantoin 0,8% (K4) diinfeksi + alantoin 0,8% sebanyak 0,2 ml ≅ 1,6 mg/20 gBB; kelompok kombinasi 0,4% (K5) diinfeksi + Obat F sebanyak 0,168 ml ≅ 0,105 mg/20 gBB + alantoin 0,4% sebanyak 0,2 ml ≅ 0,8mg/20gBB; kelompok kombinasi 0,8% (K6) diinfeksi + Obat F sebanyak 0,168 ml ≅ 0,105 mg/20 gBB + alantoin 0,8% sebanyak 0,2 ml ≅ 1,6 mg/20 gBB; kelompok Obat F(K7) diinfeksi + Obat F sebanyak 0,168 ml ≅ 0,105mg/20gBB. Data dianalisa dengan ANOVA (P < 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (P < 0,05).

(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian alantoin bersama Obat F mampu mengurangi efek samping leukopenia yang disebabkan oleh Obat F walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Sel darah putih yang mengalami penurunan oleh Obat F adalah monosit, limfosit dan neutrofil. Jenis sel darah putih yang berhasil dinaikkan oleh alantoin adalah limfosit, eosinofil dan neutrofil. Pemberian alantoin bersama Obat F juga mampu menurunkan jumlah takizoit pada mencit yang terinfeksi T. gondii.

Kata Kunci: Toksoplasmosis, Takizoit, Leukosit, Alantoin, Pirimetamin-Sulfadoksin

PENDAHULUAN

Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh protozoa golongan koksidia yakni Toxoplasma gondii, yang mampu menginfeksi semua jenis sel berinti termasuk sel fagosit dan leukosit, dan tersebar luas pada hewan dan manusia. Hospes definitif parasit ini adalah kucing dan hewan sejenis Felidae, sedangkan manusia sebagai hospes perantara (HARYONO, 2000). Parasit ini mempunyai tiga bentuk infektif yaitu tropozoit (takizoit), kista (bradizoit) dan ookista. Tropozoit terdapat di cairan tubuh, kista terdapat di dalam jaringan tubuh, sedangkan bentuk ookista bersporulasi dan terdapat dalam tinja kucing (ISKANDAR, 1999). Takizoit dapat bereplikasi dengan cepat karena terhindar dari mekanisme pertahanan tubuh hospes sehingga takizoit dapat dengan cepat menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe atau melalui peredaran darah ke hati, menuju paru-paru dan yang kemudian beredar keseluruh tubuh (GANDAHUSADA et al., 2003).

Takizoit T. gondii pada dasarnya dapat berkembang biak pada hampir semua sel berinti. Salah satu sel berinti yang menjadi sasaran takizoit serta sering kali dipergunakan untuk berkembang biak dan menyebar ke berbagai jaringan dan organ adalah leukosit. Sel monosit, limfosit dan neutrofil dilaporkan cukup sering dan dominan diinfeksi (SUBEKTI

et al., 2005).

Di Indonesia kasus toksoplasmosis pada manusia dan hewan dilaporkan cukup tinggi. Pada hewan kasus toksoplasmosis berkisar antara 6 – 72% tergantung wilayah dan jenis hewannya. Pada kasus seropositif toksoplasmosis pada manusia dari 20 propinsi di Indonesia dilaporkan berkisar antara 29 – 88% (SUBEKTI et al., 2005). Parasit ini berkembang biak dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah. Parasit yang baru keluar dari sel hospes akan masuk kembali kedalam sel hospes dan menyerang sel lain di sekitarnya.

Toksoplasma dapat tetap hidup dalam makrofag karena mampu membentuk vakuola parasitoforus, sehingga dapat menyebar keseluruh tubuh (SUBEKTI et al., 2005). Satu takizoit T. gondii yang menginfeksi satu sel hospes dalam satu siklusnya (24-48 jam) akan menghasilkan 64 – 128 takizoit baru, sehingga akan menyebabkan kerusakkan jaringan yang lebih luas (BARAGAN danSIBLEY, 2002).

Kecepatan replikasinya yang tinggi dan dengan daya rusak yang luas, maka diperlukan obat-obatan yang mampu membunuh takizoit secara cepat. Obat-obatan yang dapat dipakai untuk penderita toksoplasmosis diantaranya adalah sulfonamida, pirimetamin, spiramisin dan klindamisin. Pengobatan yang dianggap paling efektif adalah kombinasi antara pirimetamin dan sulfadoksin (GANDAHUSADA

et al., 2003). Obat tersebut efektif untuk

pengobatan toksoplasma (GARCIA, 1996), tetapi efek sampingnya cukup berbahaya yaitu leukopenia dan bahkan bersifat teratogenik pada hewan (GANISWARA et al., 1995).

Bahan yang berpotensi dapat menstimulasi proliferasi sel, tentu dapat pula melakukan regenerasi sel-sel dan jaringan yang rusak. Salah satu bahan yang dapat berperan sebagai stimulator sel adalah alantoin. Alantoin selama ini lebih dikenal sebagai salah satu bahan yang banyak digunakan dalam produk kosmetik (SUBEKTI, 1996). Penggunaan alantoin sebagai stimulator proliferasi sel untuk tujuan regenerasi sel yang rusak dan akselerasi proliferasi sel pada luka telah banyak dilaporkan dan memberikan hasil yang memuaskan (SUBEKTI et al., 1998).

Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk meneliti efek kombinasi alantoin dengan pirimetamin – sulfadoksin, dengan harapan alantoin dapat meregenerasi sel-sel berinti seperti sel hati maupun sel darah putih pada mencit yang diinfeksi dengan T.

gondii.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat jumlah jenis leukosit pada mencit terinfeksi

(3)

takizoit yang diberi pengobatan kombinasi alantoin dengan pirimetamin - sulfadoksin dalam mengurangi efek samping leukopenia dan memberikan informasi yang bermanfaat tentang efek penggunaan alantoin bila diberikan bersama pirimetamin - sulfadoksin.

MATERI DAN METODE

Serbuk alantoin diperoleh dari PT Viva Pharm tbk, Surabaya. Buat larutan stok alantoin yaitu alantoin 0,4% dengan cara 0,4 g alantoin dilarutkan dalam 100 ml air suling, homogenkan dan alantoin 0,8% dengan cara 0,8 g alantoin dilarutkan dalam 100 ml air suling, homogenkan. Kemudian pembuatan larutan pirimetamin-sulfadoksin yang disebut obat F dengan cara 1 tablet obat F dilarutkan dalam 20 ml DMSO, tambahkan air suling ad 50 ml, homogenkan. Komposisi 1 tablet obat F terdiri dari 500 mg Sulfadoksin dan 25 mg Pirimetamin.

Hewan coba yang digunakan adalah mencit betina galur BALB/c sebanyak 70 ekor dikelompokan menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok 10 ekor dan dilakukan secara acak. Setiap hewan ditimbang berat badannya.

Pembuatan inokulum takizoit dengan konsentrasi 5.104 (ISKANDAR, 1998) dengan cara stabilat (1,8.108takizoit/ml) dalam media pembeku dikeluarkan dan dicairkan kemudian dibiarkan pada ruang tertutup selama kurang lebih 30 – 60 menit.

Takizoit diperiksa di bawah mikroskop untuk dihitung ulang dan dilihat motilitasnya.

Stok takizoit dari stabilat dibuat sampai konsentrasi 5 x 104 sel takizoit/0,3 ml.

Perlakuan hewan coba mencit yang telah diadaptasi selama satu minggu. Pada hari ke-0 ditimbang berat badannya. Pada kelompok 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 diinfeksi dengan takizoit T.

gondii sebanyak 5.104 sel takizoit. Setiap hari

dari hari ke-0 sampai hari ke-7: kelompok 2 diberi air suling, kelompok 3 diberi alantoin 0,4% (0,8 mg/20gBB), kelompok 4 diberi alantoin 0,8% (1,6 mg/20 gBB), kelompok 5 diberi obat F 0,105 mg/20 gBB + alantoin 0,4% (0,8 mg/20 gBB),

Kelompok 6 diberi obat F 0,105 mg/20 gBB + alantoin 0,8% (1,6 mg/20 gBB), dan kelompok 7 diberi obat F 0,105 mg/20 gBB, kelompok 1 sebagai kontrol.

Pada hari ke-4, hari ke-7 dan hari ke-11 dari masing-masing kelompok diambil tiga ekor mencit kemudian ditimbang dan diambil darah melalui ekor untuk pembuatan sediaan apus darah untuk menghitung jumlah dan jenis leukosit (GANDASOEBRATA, 2001).

Pemeriksaan jumlah takizoit dengan cara menyedot cairan peritoneum kemudian ditampung di tabung konikal disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C, pelet diresuspensi dengan 5 ml larutan NaCl 0,9% dan 3 ml ammonium klorida pH 7,4, kemudian di inkubasi pada shaking waterbath pada suhu 4°C selama 10 menit, ulangi kira-kira 3 – 4 kali atau sampai tidak ada sel darah merah, larutan diresuspensi dalam 1 ml NaCl 0,9% dan suspensi dilewatkan pada jarum 27 gauge untuk memecah parasit intraseluler pada sel-sel peritoneal. Ambil larutan dengan mikropet dan hitung jumlah takizoit pada empat kamar hitung ”bidang besar” (ISKANDAR, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh pemberian kombinasi alantoin dengan obat F terhadap jumlah jenis leukosit yaitu monosit, limfosit, eosinofil dan neutrofil. Uji dihitung dengan cara membuat sediaan apus darah terlebih dahulu, total jumlah sel darah putih yang dihitung 100 sel leukosit, sehingga dapat diperoleh persentase tiap jenis sel pada masing-masing kelompok tertera pada Tabel 1.

Persentase yang diperoleh kemudian dikonfersikan menjadi jumlah sel per mm3 darah. Grafik nilai rata-rata masing-masing jenis sel leukosit tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 – 4.

Berdasarkan hasil statistik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) antara kelompok negatif dengan kelompok kombinasi 0,8% dan kelompok negatif dengan kelompok obat F pada pengambilan sampel hari ke-4. Sedangkan pada pengambilan sampel hari ke-7 dan hari ke-11 tidak terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) antar kelompok.

Hasil statistik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok alantoin 0,4% dengan kelompok obat F pada pengambilan sampel hari ke-4.

(4)

Serta kelompok negatif dengan kelompok kombinasi 0,8% dan kelompok alantoin 0,4% dengan kelompok kombinasi 0,8% pada pengambilan sampel hari ke-7. Sedangkan pada pengambilan sampel hari ke-11 tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok.

Hasil statistik pada Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok alantoin 0,8% dengan kelompok normal, kelompok alantoin 0,8% dengan kelompok kombinasi 0,8% dan kelompok

alantoin 0,8% dengan kelompok obat F pada pengambilan sampel hari ke-4. Pada pengambilan sampel hari ke-7 tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok. Sedangkan pada pengambilan sampel hari ke-11 terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok normal dengan kelompok kombinasi 0,4%, kelompok normal dengan kelompok kombinasi 0,8% dan kelompok normal dengan kelompok obat F.

Tabel 1. Persentase masing-masing jenis leukosit

Jumlah rata-rata jenis leukosit (%) sel/ml

Hari ke-4 Hari ke-7 Hari ke-11

Kel M L E N M L E N M L E N 1 8,33 71 3,33 17,33 6,33 75,33 4 14,33 9,25 64 4,75 22 2 20,33 57,67 7,67 14,33 6,5 74,5 9,5 9,5 - - - - 3 10 67,67 6 16,33 4,5 71,75 7,25 16,5 - - - - 4 12,67 57,33 14 16 - - - - - - - - 5 9,33 73,67 6,33 10,67 5 85,67 5 4,33 11,33 59,33 12,67 16,67 6 5,33 76 6,33 12,33 3,33 84,33 5 7,33 10,33 61,67 14,33 13,67 7 6 66 10 18 5,67 81,67 5 7,67 9,33 66 10,67 14

M: Monosit; E: Eosinofil; L: Limfosit; N: Neutrofil; K1: Normal, air suling; K2: Infeksi (kontrol negatif); K3: infeksi + Alantoin 0,4%; K4: infeksi +Alantoin 0,8%; K5: infeksi + Obat F+ Alantoin 0,4%; K6: infeksi + Obat F+ Alantoin 0,8%; K7: infeksi + Obat F

Gambar 1. Diagram batang jumlah monosit

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal satu superskrip yang sama antar kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata; Pada hari ke-7 dan k-11 ada data beberapa kelompok yang tidak dapat diperoleh karena mencitnya mengalami kematian

Monosit 0 200 400 600 800 1000 1200 4 7 11 Hari ke sel/mm 3

K. normal K. negatif K. alantoin 0,4% K. alantoin 0,8% K. kombinasi 0,4% K. kombinasi 0,8% K. obat F

ab ab ab ab a b b d d d d d d g g g g

(5)

Gambar 2. Diagram batang jumlah limfosit

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal satu superskrip yang sama antar kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata; Pada hari ke-7 dan ke-11 ada data beberapa kelompok yang tidak dapat diperoleh karena mencitnya mengalami kematian

Gambar 3. Diagram batang jumlah eosinofil

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal satu superskrip yang sama antar kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata; Pada hari ke-7 dan ke-11 ada data beberapa kelompok yang tidak dapat diperoleh karena mencitnya mengalami kematian

Limfosit 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 4 7 11 Hari ke sel/mm 3

K. normal K. negatif K. alantoin 0,4% K. alantoin 0,8% K. kombinasi 0,4% K. kombinasi 0,8% K. obat F

ab ab ab ab ab a b de d e d de de g g g g Eosinofil 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 4 7 11 Hari ke- sel/mm 3

K. normal K. negatif K. lantoin 0,4% K. alantoin 0,8% K. kombinasi 0,4% K. Kombinasi 0,8% K. obat F

a abab ab b a a d d d d d d h g g g

(6)

Gambar 4. Diagram batang jumlah neutrofil

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal; Pada hari ke 7 dan ke 11 ada data beberapa kelompok yang tidak dapat diperoleh karena mencitnya mengalami kematian

Hasil statistik pada Gambar 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok pada pengambilan sampel hari ke-4, hari ke-7 maupun hari ke-11.

Pengaruh pemberian kombinasi alantoin dengan obat F terhadap jumlah takizoit T.

Gondii

Pengamatan hari ke-4

Gambar 5. Diagram batang nilai rata-rata jumlah takizoit dalam cairan peritoneum pada

hari ke-4

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal satu superskrip yang sama antar kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata; K1: Normal, air suling; K2: Infeksi (kontrol negatif); K3: infeksi + Alantoin 0,4%; K4: infeksi +Alantoin 0,8%; K5: infeksi + Obat F + Alantoin 0,4%; K6: infeksi + Obat F + Alantoin 0,8%; K7: infeksi + Obat F

Hari ke-4 0 0,0273 0,3893 0,182 0,002 0 0 0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Kelompok 10 7 sel/ mm 3 a a c b Neutrofil 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 4 7 11 Hari ke-sel/mm 3

K. normal K. negatif K. alantoin 0,4% K. alantoin 0,8% K. kombinasi 0,4% K. kombinasi 0,8% K. obat F

a a a a a a a g g g g d d d d d d

(7)

Berdasarkan hasil statistik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok negatif dengan kelompok alantoin 0,4%, kelompok negatif dengan kelompok alantoin 0,8%, kelompok negatif dengan kelompok kombinasi 0,4%, kelompok alantoin 0,4% dengan kelompok kombinasi 0,4% dan kelompok alantoin 0,8% dengan kelompok kombinasi 0,4%.

Pengamatan hari ke-7

Hasil statistik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok pada pengambilan sampel hari ke-7.

Efek pemberian alantoin dan obat F terhadap jumlah jenis leukosit dan jumlah takizoit T. gondii. Bentuk infektif dari T.

gondii yaitu bentuk takizoit. Takizoit mampu

menginfeksi semua sel yang berinti dan mampu berkembang biak dengan cepat di

dalam sel, dan selanjutnya akan menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih parah. Pada infeksi intraperitoneal menggunakan mencit diketahui bahwa takizoit akan segera ditemukan dalam peredaran darah paling lama 2 hari paska infeksi, selanjutnya penyebaran ke berbagai organ dapat dideteksi paling lama 4 hari paska infeksi (SIBLEY et al., 2002).

Obat pilihan yang sering diberikan pada kasus toksoplasmosis adalah kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadoksin (obat F). Obat F mengandung 25 mg pirimetamin dan 500 mg sulfadoksin. Pirimetamin dan sulfadoksin bekerja secara sinergis pada perbandingan 1 : 20 dan pada perbandingan tersebut diharapkan telah memberikan efek terapi. Obat F adalah obat yang bekerja dengan mekaninsme menghambat enzim dihidrofolat reduktase (DHFR) yang ada pada sel takizoit dan sel leukosit, sehingga menimbulkan terhambatnya pembelahan sel takizoit dan leukosit. Akibat yang ditimbulkan adalah penurunan

Gambar 6. Diagram batang nilai rata-rata jumlah takizoit dalam cairan peritoneum pada

hari ke-7

*: data hanya didapat dari 1 mencit, 2 mencit lain tidak terdeteksi karena sudah mengalami kematian

Superskrip dicantumkan berdasarkan hasil perhitungan dengan program minitab: Bila ada minimal satu superskrip yang sama antar kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata

K1: Normal, air suling; K2: Infeksi (kontrol negatif); K3: infeksi + Alantoin 0,4%; K4: infeksi +Alantoin 0,8%; K5: infeksi + Obat F+ Alantoin 0,4%; K6: infeksi + Obat F+ Alantoin 0,8%; K7: infeksi + Obat F

Hari ke 7 0 21,75 25,82 28,50 0 0 0 0 5 10 15 20 25 30 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Kelompok 10 7 sel/mm 3 a* a a

(8)

jumlah takizoit dan jumlah leukosit. Penurunan jumlah leukosit ini dapat menyebabkan leukopenia. Leukopenia adalah berkurangnya sel darah putih sampai 5.000/mm3 darah (GANISWARA et al., 1995). Jumlah leukosit normal 6000 – 12600/mm3 darah (PEARCE, 1979). Terjadinya efek samping ini terdeteksi pada penelitian sebelumnya bahwa pada mencit yang diinfeksi T. gondii dan diobati dengan obat F terjadi penurunan jumlah jenis leukosit terutama neutrofil dan eosinofil (PUSPOSARI, 2006). Berdasarkan literatur dan penelitian sebelumnya ingin dicoba cara untuk mengurangi efek samping ini dengan penambahan alantoin dikombinasi dengan obat F.

Alantoin bersifat sebagai stimulator proliferasi sel untuk tujuan regenerasi sel yang rusak dan akselerasi proliferasi sel pada luka (KANEKO, 1995). Secara oral maupun intravena dapat meningkatkan neutrofil dan dapat pula digunakan dalam pengobatan tukak lambung maupun intestinal (JENKINS et al., 1975). Sebagai agen sikatriks, alantoin mampu merangsang sikatrikasi yaitu proses luka kulit yang mengalami kesembuhan yang ditandai dengan adanya serabut kolagen dari sel fibroblas. Peningkatan kecepatan epitelisasi dan fibroblasia menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel serta jaringan baru yang sehat menjadi lebih cepat untuk menggantikan jaringan atau sel yang rusak (HARRY, 1975). Penelitian yang pernah dilakukan mengenai pemberian alantoin secara oral pada mencit yang diinfeksi T. gondii ternyata mampu meningkatkan jumlah leukosit (DIANI, 2006).

Penelitian ini dilakukan, dengan tujuan untuk mengetahui apakah alantoin juga mampu berpengaruh dalam meningkatkan jumlah jenis leukosit pada mencit yang diinfeksi T. gondii bila dikombinasi dengan obat F. Infeksi takizoit T. gondii pada leukosit akan menyebabkan terjadinya proses destruksi leukosit yang parah sehingga akan berdampak pada penurunan jumlah jenis leukosit terlebih bila diberi pengobatan obat F.

GANDAHUSADA (1990) menyatakan bahwa efek samping pengobatan dengan obat F adalah leukopenia. Infeksi takizoit juga menyebabkan rendahnya jumlah leukosit. Hal ini disebabkan karena takizoit menyerang sel berinti. Sel darah putih atau sel leukosit adalah sel yang paling mudah terinfeksi.

Hasil pengamatan pada hari ke-4 (Gambar 1, 2, 3 dan 4) terlihat bahwa mencit kelompok yang diobati dengan obat F menampakkan gejala leukopenia walaupun secara statistik tidak bermakna dibandingkan dengan kelompok normal. Sel leukosit yang mengalami penurunan adalah monosit, limfosit dan neutrofil. Penurunan monosit, limfosit dan neutrofil tersebut pada kelompok yang diberi obat F, penurunan pada kelompok kombinasi alantoin - obat F lebih kecil dibanding dengan kelompok obat F. Dari hasil tersebut terlihat bahwa ada kemungkinan alantoin dapat mengurangi leukopenia karena pemberian obat F walaupun tidak berbeda bermakna.

Pada pengamatan hari ke 7 kecendrungan efek leukopenia oleh obat F tidak terlihat. Hal ini disebabkan pada hari ke 7 takizoit sudah tidak terdeteksi dalam tubuh mencit melalui pengamatan cairan peritoneum (Gambar 6), karena takizoit sebagian besar bahkan semua telah dihambat pertumbuhannya oleh obat F.

Jumlah takizoit pada kelompok alantoin 0,4% jauh lebih tinggi dari kelompok alantoin 0,8% pada pengamatan hari ke 4. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian takizoit pada kelompok alantoin 0,8% menginvasi langsung ke beberapa organ sehingga takizoit dalam cairan peritoneum hanya sebagian yang terdeteksi. Pada pengamatan hari ke 7, jumlah takizoit pada kelompok alantoin 0,8% lebih tinggi dari kelompok alantoin 0,4% karena telah terjadi destruksi sel organ sehingga makrofag dan limfosit dalam rongga peritoneum menjadi sel target takizoit.

Pada pengamatan hari ke-11, mencit kelompok negatif dan kelompok alantoin mengalami kematian. Kematian mencit disebabkan kemungkinan takizoit sudah mencapai jumlah yang sangat tinggi, karena satu takizoit T. gondii yang menginfeksi satu sel hospes dalam satu siklusnya (24 – 48) jam akan menghasilkan 64 – 128 takizoit baru (GANDAHUSADA et al., 2003), sedangkan mencit kelompok normal dan kelompok yang diberi obat F 100% masih hidup. Dapat dikatakan bahwa obat F mempunyai efek menghambat pertumbuhan takizoit. Hasil yang didapat dari pengamatan sesuai dengan penelitian terdahulu, bahwa alantoin tidak mempunyai kemampuan membunuh takizoit. Bahkan jumlah takizoit pada kelompok alantoin pada hari ke-7 justru meningkat (Gambar 6).

(9)

KESIMPULAN

Kesimpulan bahwa alantoin dapat mengurangi efek leukopenia oleh obat F pada mencit terinfeksi T. gondii, namun demikian alantoin tidak mempunyai daya bunuh terhadap takizoit, justru sebaliknya dapat meningkatkan jumlah takizoit pada mencit. Hal tersebut mungkin karena alantoin mempunyai efek regenerasi sel secara umum. Pembelahan takizoit pada sel target lebih cepat dibanding dengan pembelahan leukosit, maka pemberian alantoin kemungkinan dapat membahayakan mencit terinfeksi. Alantoin bersifat sebagai stimulator proliferasi sel untuk tujuan regenerasi sel yang rusak maka penambahan alantoin dianjurkan bila dikombinasi dengan obat F.

DAFTAR PUSTAKA

BARAGAN,A.andL.D.SIBLEY. 2002. Transepithelial migration of T. gondii is linked to parasite motility and virulence. J. Exp. Med. 195: 1625 – 1633.

DIANI,E.F. 2006. Efek pemberian alantoin terhadap jumlah takizoit dalam cairan peritoneum, jumlah leukosit dan limpa mencit (Mus

musculus) yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii. Skipsi. Fakultas Farmasi Universitas

Pancasila, Jakarta.

GANDAHUSADA, S. 1990. Toksoplasmosis: Epidemologi, patogenesis dan diagnostik. Dalam kumpulan makalah simposium toksoplasmosis. Kumpulan makalah simposium toksoplasmosis. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. hlm. 1 – 5.

GANDAHUSADA, S., L. SUSANTO dan R. MULJONO. 2003. Invasi Toxoplasma gondii ke dalam sel hospes serta deferensiasinya dari takizoit ke bradizoit. Majalah Kedokteran Indonesia 49(6): 209 – 212.

GANDASOEBRATA,R. 2001. Penuntun laboratorium klinik. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. hlm. 15 – 25.

GANISWARA, G. SETIABUDI, R. SUYATNA dan NAFRIALDI. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI, Jakarta. hlm. 549 – 555.

GARCIA, B. 1996. Diagnostik parasitologi kedokteran. Diterjemahkan oleh: ROBBY, M. Jakarta. hlm. 68 – 73.

HARRY,R.G.1975. Harry’s Cosmetology. Leonard Hill Books, London.

HARYONO, T. 2000. Serebral toksoplasmosis. Medika. hlm. 377.

ISKANDAR, T. 1998. Pengisolasian Toxoplasma

gondii dari otot diafragma seekor domba yang

mengandung titer antibodi tinggi dan tanah-tinja dari seekor kucing. JITV 2: 111 – 115. ISKANDAR, T. 1999. Perbandingan angka infeksi

serologis toksoplasmosis pada peternakan kambing dataran rendah (Pasar Minggu, Jakarta Selatan) dan dataran tinggi (Cibadak, Sukabumi). J. Parasitologi Indonesia. hlm. 17. JENKINS, G.L., HARTUNG, W.H. and K.E. HAMLI. 1975. The Chemistry of Organic Medicinal Product. John Wiley and Sons, Inc. New York.

KANEKO, J.J. 1995. Clinical Chemical Pathology. The Williams and Wilkins Company. London. pp. 167 – 172.

PEARCE, E. 1979. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Diterjemahkan oleh Sri Y. PT. Gramedia. Jakarta. hlm. 166 – 197.

PUSPOSARI, E.S. 2006. Pengaruh ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap jumlah leukosit dan jumlah jenis leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii galur RH. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.

SIBLEY,L.D.,D.G.MORDUE,P.M.ROBBEN andD.K. HOWE. 2002 Genetic approaches to studying virulence and pathogenesis in Toxoplasma

gondii. Phil. Trans. R. Soc., London. pp. 81 –

88.

SUBEKTI,D.T. 1996. Pengantar Alantoin. Universitas Airlangga, Surabaya. hlm. 3 – 15.

SUBEKTI,D.T.,N.H.AMAYANTI,ISWAHYUDI danA.

PRASETYO. 1998. Urin sapi sebagai sumber alantoin untuk penyembuhan luka insisi pada kelinci. Media Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. hlm. 208.

SUBEKTI,D.T.,T.ISKANDAR,S.EKA,D.RATIH dan R.W.DWI. 2005. Leukositopenia pada mencit setelah diinfeksi Toxoplasma gondii dengan dosis tinggi dan dosis rendah. J. Biologi Indonesia. hlm. 1 – 13.

(10)

DISKUSI Pertanyaan:

1. Bagaimana cara memperoleh Alantoin? 2. Apa bahan bakunya?

3. Apa yang dimaksud dengan obat F dan apa zat aktifnya?

Jawaban:

1. Bahan baku alantoin bisa alami bisa sintetis. Yang alami dari belatung (larva) lalat hijau atau urin sapi, domba, dari nabati tunas gandum, gula bit.

2. Alantoin diperoleh dari PT Viva Pharm tbk Surabaya dalam bentuk serbuk. 3. Fansidar mengandung pirimetamin dan sulfadoksin.

Gambar

Gambar 1. Diagram batang jumlah monosit
Gambar 2. Diagram batang jumlah limfosit
Gambar 5.  Diagram batang nilai rata-rata jumlah takizoit dalam cairan peritoneum pada  hari ke-4
Gambar 6.  Diagram batang nilai rata-rata jumlah takizoit dalam cairan peritoneum pada  hari ke-7

Referensi

Dokumen terkait

Doa yang pertama adalah sharing dengan semua orang yang percaya kepada Allah, Pencipta yang mahakuasa atas alam semesta, sedangkan doa yang kedua adalah doa umat Kristen agar

Nilai keterampilan komputer, nilai matematika dan bahasa Inggris pada masa sekarang digunakan untuk menentukan kemungkinan tingkat ketercapaian kompetensi pembelajaran KKPI di kelas

Untuk menunjang pembinaan yang dilakukan tersebut supaya berjalan dengan sukses dan lancar maka dibutuhkan beberapa peralatan yang nantinya akan digunakan antara

Diketahui sebuah rangka batang statis tertentu dengan bentuk, pembebanan dan perletakan sendi-rol seperti terlihat pada gambar berikut. Hitung reaksi-reaksi

Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang paling sering digunakan karena metode ini merupakan metode yang paling sederhana, dilakukan dengan cara merendam

Stylized realism dipengaruhi oleh ekspresionisme, yaitu gerakan yang memiliki gaya berlebihan, ukuran yang distortif, dan memiliki intensitas warna terang. Gaya

Keeratan hubungan tersebut dilakukan uji korelasi Spearman’s, didapatkan hubungan positif kuat antara kadar albumin dan kalsium yang bermakna pasien sindrom nefrotik

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan