• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Islam dan Perkembangan Pemikiran Ekonomi

Kontribusi kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan barat. Menurut Chapra, meskipun sebagian kesalahan terletak di tangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai kontribusi kaum muslimin, tapi barat memiliki andil dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain bagi kemajuan pengetahuan manusia. Berkaitan dengan hal itu, M. Nejatullah Siddiqi menguraikan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tiga fase, yaitu fase-fase dasar ekonomi Islam, fase-fase kemajuan dan fase-fase stagnansi. Penjelasan fase-fase-fase-fase pemikiran ekonomi Islam adalah sebagai berikut :

1. Fase Pertama (fase abad awal – 11 masehi)

Fase ini dirintis oleh para fuqaha, diikuti sufi dan kemudian para filsuf. Para tokoh pemikir Islam pada masa ini adalah :

a. Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)

- Menurutnya penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip saling ridha antara kedua belah pihak

- Kasus yang biasa terjadi adalah pembelian barang secara kredit atau transaksi yang pembayarannya ditangguhkan. Dalam kasus ini harga yang lebih tinggi ditentukan penjual (jika pembeli menangguhkan pembayaran dengan mencicil) adalah sebagai kompensasi kepada penjual karena memberikan kemudahan kepada pembeli dalam melakukan pembayaran

b. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)

- Pada masa hidupnya, masyarakat sekitar banyak yang melakukan transaksi salam, yaitu menjual barang yang akan dikirimkan kemudian sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akad disepakati. Abu Hanifah orang yang

(2)

meragukan keabsahan akad tersebut yang dapat mengarah kepada perselisihan. Ia lalu berusaha menghilangakan ketidakjelasan dalam akad salam denagan diharuskannya merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam akad, seperti jenis komoditi, mutu, dan kuantitas serta waktu dan tempat pengiriman.

c. Abu Yusuf (113-182 H/ 731-798 M)

- Hal yang paling dikenal dari Abu Yusuf tentang pemikirannya mengenai masalah pengendalian harga (tas‟ir). Ia menentang penguasa yang menetapkan harga, argumennya di dasarkan pada sunah Rosul. Abu Yusuf menyatakan hasil panen yang melimpah bukan alas an untuk menurunkan harga panen, dan sebaliknya kelangakaan tidak mengakibatkan harganya melambung. Pendapat Abu Yusuf ini merupakan hasil observasi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada kemungkinan kelebihan hasil dapat berdampingan dengan harga yang tinggi dan kelangkaan dengan harga yang rendah. Namun, disisi lain, Abu Yusuf juga tidak menolak peranan permintaan dan penawaran dalam penentuan harga.

d. Muhammad bin Al Hasan Al Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)

Pandangan Al Syaibani mengenai ekenomi cenderung memperhatikan perilaku ekonomi seorang Muslim sebagai individu. Dalam risalahnya berjudul al-ikhtisab fi

ar-rizq al-mustahab banyak membahas mengenai pendapatan dan belanja rumah

tangga. Dia juga membagi jenis pekerjaan ke dalam 4 hal, yaitu ijaroh (sewa-menyewa), tijaroh (perdagangan), zira‟ah (pertanian), dan shina‟ah (industri)

e. Ibnu Miskawih (w.421 H/1030M)

Salah satu pandangannya yang terkenal adalah mengenai pertukaran dan pertukaran uang. Untuk memenuhi kebutuhan, manusia harus bekerjasama dan saling membantu sesama. Konsekuensinya, mereka akan menuntut suatu kompesansi yang pantas.

2. Fase Kedua (abad 11-15 masehi)

Para pemikir ekonomi Islam pada saat ini adalah : a. Al Ghazali (451-505 H/1055-1111 M)

Fokus utama Al Ghazali tertuju pada perilaku individual yang dibahas secara rinci dengan menunjuk pada Al Qur‟an, sunnah, ijma‟ sahabat dan Tabi‟in, serta pandangan sufi. Menurutnya, seseorang harus memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dalam kerangka melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah. Ia juga mengemukakan alasan pelarangan riba fadhl, yakni karena melanggar sifat dan fungsi

(3)

uang serta mengutuk mereka yang melakukan penimbunan uang dengan dasar uang itu sendiri dibuat untuk memudahkan pertukaran.

b. Ibnu Taimiyah (w. 728 H/1328 M)

Fokus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat, fondasi moral, dan bagaimana mereka harus membawakan dirinya sesuai dengan syariah. Secara umum, pandangan-pandangan ekonomi Ibnu Taimiyah cenderung bersifat normatif. Namun demikian, terdapat beberapa wawasan ekonominya yang dapat dikategordan ikan sebagai pandangan ekonomi positif. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah menyadari sepenuhnya permintaan dan penawaran dalam menentukan harga. Ia juga mencatat pengaruh dari pajak tidak langsung dan bagaimana beban pajak tersebut digeserkan dari penjual yang seharusnya menanggung pajak kepada pembeli yang harus membayar lebih mahal untuk barang-barang yang terkena pajak.

c. Al Maqrizi (845 H/1441 M)

Al Maqrizi melakukan studi khusus tentang uang dan kenaikan harga-harga yang terjadi secara periodik dalam keadaan kelaparan dan kekeringan. Menurut Al Maqrizi, kelangkaan pangan selain disebabkan karena sebab alami oleh kegagalan hujan juga disebabkan hal lain. Al Maqrizi mengidentifikasi tiga sebab dari peristiwa ini, yaitu korupsi dan administrasi yang buruk, beban pajak yang berat terhadap penggarap dan kenaikan pasokan mata uang fulus.

3. Fase Ketiga (1446-1932 masehi)

Fase ini merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad yang mengakibatkan fase ini dikenal juga fase stagnansi. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada fase ini antara lain diwakili oleh Shah Wali Allah (w. 1176 H), Jamaluddin Al Afghani (w. 1315 H), Muhammad Abduh (w. 1320 H), dan Muhammad Iqbal (w. 1357 H).

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa Pemerintahan Rosulullah saw

A. Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rosulullah Saw, berakar dari prinsip-prinsip Al Qur‟an. Sistem ekonomi menurut Al Qur‟an adalah sebagai berikut :

(4)

2. Manusia hanyalah khilafah Allah Swt di muka bumi bukan pemilik sebenarnya

3. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah Swt. Oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekeyaan yang dimiliki saudaranya

4. Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun

5. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba harus dihilangkan

6. Menerapkan system warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat mengeliminasi berbagai konflik individu

7. Menerapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak mampu

B. Keuangan dan Pajak

a. Sumber-sumber pendapatan negara

Sumber pendapatan negara berasal dari tiga sumber, yaitu dari kaum muslimin, non muslim, dan umum. Berikut adalah rincian ketiga sumber pendapatan negara di Zaman Rosulullah :

 Bersumber dari kaum muslimin 1. Zakat

2. Ushr (zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan) 3. Zakat fitrah

4. Wakaf

5. Amwal fadhilah (harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang muslim yang telah murtad dan meninggalkan negaranya)

6. Nawaib (pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama masa darurat

7. Sedekah lain (seperti hewan kurban dan kafarat yaitu denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim saat melakukan kegiatan ibadah, seperti berburu pada musim haji)

8. Khums (bagian yang disisihkan dari harta rampasan perang atau dari harta terpendam yang ditemukan)

(5)

1. Jizyah (pajak yang dikenakan kepada kaum non muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer)

2. Kharaj (pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim)

 Bersumber dari umum 1. Ghanimah

2. Fai

3. Uang tebusan

4. Pinjaman dari kaum Muslimin atau non muslim 5. Hadiah dari pemimpin atau pemerintah negara lain

b. Sumber-sumber keuangan negara

Sumber-sumber keuangan Negara dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengeluaran primer dan pengeluaran sekunder. Rincian pengeluaran adalah sebagai berikut :

Primer Sekunder

 Biaya perjalanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan

 Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al Qur‟an, termasuk para pemungut zakat  Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat Negara lainnya

 Pembayaran upah secara sukarelawan  Pembayaran utang Negara

 Bantuan untuk musafir

 Bantuan untuk orang yang belajar agama di madinah

 Hiburan untuk para delegasi keagamaan  Hiburan untuk para utusan suku dan

Negara serta biaya perjalanan mereka  Hadiah untuk pemerintah Negara lain  Pembayaran untuk pembebasan kaum

muslimin yang menjadi budak

 Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh tidak sengaja oleh para pasukan kaum muslimin

 Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin

 Pembayaran tunjangan untuk orang miskin

 Tunjangan untuk sanak saudara Rosulullah

(6)

 Pengeluaran rumah tangga Rosulullah (hanya sejumlah kecil 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)  Persediaan darurat

C. Baitul Mal

Pada masa pemerintahan Rosulullah, dibuatlah lembaga pengatur keuangan Negara yang dinamakan Baitul Mal. Lembaga ini berfungsi sebagai pengumpul pemasukan Negara yang disimpan dalam jangka waktu yang singkat lalu segera didistribusikan kepada masyarakat sehingga tidak tersisa sedikit pun.

PEMIKIRAN EKONOMI PARA CENDEKIAWAN MUSLIM PADA MASA KLASIK DAN PERTENGAHAN ISLAM

PEMIKIRAN EKONOMI AL SYAIBANI (132 H/750 M – 189 H/804 M)

A. Pemikiran Ekonomi

Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al Syaibani, para ekonom muslim banyak merujuk pada kitab Al-Kasb. Secara keseluruhan kitab ini mengemukakan kajian mikroekonomi yang berkisar pada teori kasb (pendapatan) dan sumber-seumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi. Beberapa pemikiran ekonomi Al Syaibani adalah sebagai berikut :

1. Al-Kasb (kerja)

Al Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas produksi dalam ekonomi Islam adalah berbeda dengan aktivitas ekonomi dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi terkait dengan halal-haramnya barang atau jasa dan cara memperolehnya.

(7)

Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang disebut sebagai aktivitas produksi.

2. Kekayaan dan kefakiran

Mengenai kekayaan dan kefakiran, Al Syaibani berpendapat bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudia bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi papa dan meminta-minta (kafafah)

3. Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian

Menurut Al Syaibani, usaha-usaha perekonomian dibagi menjadi empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Al Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian daripada usaha yang lain, karena pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajiban.

4. Kebutuhan-kebutuhan ekonomi

Al Syaibani mengatakn bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu makan, minum, pakaian dan tempat tinggal.

5. Spesialisai dan distribusi pekerjaan

Al Syabani mengatakan bahwa manusia membutuhkan yang lain. Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan kalaupun manusia berusaha keras, usia akan membatasi diri manusia. Karea itu diperlukan adanya spesialisasi dan distribusi pekerjaan

PEMIKIRAN EKONOMI ABU UBAID (150-224 H)

A. Pemikiran Ekonomi

Abu Ubaid bernama lengkap Al Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al Harawi Al Azadi Al Baghdadi. Beliau adalah penulis buku terkenal berjudul Al Amwal. Kitab ini khusus memfokuskan perhatiannya pada masalah keuangan publik walaupun di dalamnya mayoritas membahas permasalahan administrasi pemerintahan secara umum. Isi kitab Al Amwal yaitu mengenai hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya serta hak dan kewajiban rakyat dengan pemerintah, mengenai jenis pemasukan Negara yang dipercayakan kepada penguasa

(8)

atas nama rakyat serta berbagai landasan hukumnya, membahas penerimaan fai, membahas mengenai pertanahan, administrasi, hukum internasional, dan hukum perang.

Pemikiran-pemikirannya mengenai ekonomi adalah sebagai berikut : 1. Filosofi hukum dari sisi ekonomi

Jika isi kitab Al Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Pengimplementasian keadilan akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan keselasan sosial. Contoh sikap adil dalam pandangan Abu Ubaid adalah mementingkan kepentingan publik diatas kepentingan individu, perbendaharaan Negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan pribadinya, dan menurut Abu Ubaid bahwa tarif pajak kontraktual tidak dapat dinaikkan, bahkan dapat diturunkan apabila terjadi ketidakmampuan membayar, serta Abu Ubaid berpendapat bahwa diskriminasi atau favoritisme dalam perpajakan serta upaya penghindaran pajak harus dihilangkan. 2. Dikotomi Badui – Urban

Pembahasan mengenai dikotomi badui-urban dilakukan Abu Ubaid ketika menyoroti alokasi pendapatan fai. Abu Ubaid menegaskan bahwa, bertentangan dengan kaum badui, kaum urban :

 Ikut serta dalam keberlangsungan negera dengan berbagai kewajiban administrasi dari semua kaum muslimin

 Memmelihara dan memperkuat pertahan sipil melalui mobilisasi jiwa dan harta mereka

 Menggalakkan pendidikan melalui proses belajar mengajar Al Qur‟an dan Sunnah serta penyebaran keunggulannya

 Memberikan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui pembelajaran dan penerapan hudud

 Memberikan contoh universalisme Islam dengan sholat berjamaah

Atas landasan itulah, Abu Ubaid melandaskan pendistribusian pendapatan fai kepada kaum urban dan badui, bahwa kaum urban memiliki hak yang lebih luas terhadap pendapatan fai daripada kaum badui dikarenakan perbedaan kontribusi.

3. Kepemilikan dalam konteks kebijakan perbaikan pertanian

Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik. Dalam hal kepemilikan, pemikiran Abu Ubaid yang khas adalah mengenai hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan pertanian. Menurutnya tanah-tanah pertanian yang

(9)

selama tiga tahun berturut-turut tidak dikelola oleh pemiliknya maka dapat digantikan status kepemilikannya oleh Negara. Selain itu dalam pandangan Abu Ubaid, sumber daya publik seperti air, padang rumput, dan api tidak boleh dimonopoli.

4. Pertimbangan kebutuhan

Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan secara merata di antara delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi terhadap bagian perorangan. Bagi Abu Ubaid yang paling penting adalah memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan Abu Ubaid ini maka diindikasi adanya tiga kelompok sosio-ekonomi, yaitu :

 Kalangan kaya yang terkena wajib zakat

 Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak menerima zakat

 Kalangan penerima zakat. 5. Fungsi uang

Menurut Abu Ubaid, uang memiliku dua fungsi, yaitu sebagai standar nilai pertukaran dan media pertukaran.

PEMIKIRAN EKONOMI YAHYA BIN UMAR (213 -289 H)

A. Pemikiran Ekonomi

Yahya bin Umar merupakan salah satu fuqaha mazhab Maliki. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf Ak Kannani Al Andalusi. Kitab yang berhasil dibuatnya adalah kitab al-Muntakhabah fi Ikhtisar al-Mustakhrijah fi al-Fiqh al Maliki dan kitab Ahkam

al-Suq. Kitab Ahkam al-Suq dilatarbelakangi oleh dua persoalan mendasar, yaitu pertama,

hukum syara‟ tentang perbedaan kesatuan timbangan dan perdagangan dalam satu wilayah;

kedua, hukum syara‟ tentang harga gandum yang tidak terkendali akibat pemberlakuan

liberalisasi harga, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kemudharatan bagi para konsumen.

Penekanan pemikiran ekonomi Yahya bin Umar adalah pada masalah penetapan harga

(al-tas‟ir). Ia berpendapat bahwa penetapan harga tidak boleh dilakukan. Hujjahnya adalah

(10)

melonjaknya harga barang namun ditolak oleh Rosulullah dengan alasan Allah-lah yang mengusai harga. Dalam konteks ini, penetapan harga yang dilarang oleh Yahya bin Umar adalah kenaikan harga karena interaksi permintaan dan penawaran. Namun jika harga melonjak karena human error maka pemerintah mempunyai hak intervensi untuk kesejahteraan masyarakat.

Lebih luas lagi mengenai larangan penetapan harga, Yahya bin Umar mengijinkan pemerintah melakukan intervensi apabila :

1. Para pedagang tidak memperdagangkan barang dagangan yang dibutuhkan masyarakat sehingga dapat merusak mekanisme pasar

2. Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighraq atau banting harga (dumping) yang dapat menimbulakan persaingan tidak sehat dan dapat mengacaukan stabilitas harga.

B. Wawasan Ekonomi Modern Yahya bin Umar

Berikut adalah wawasan modern Yahya bin Umar yang dikemukakan pada masanya : a. Ihtikar (Monopoly‟s Rent-Seeking)

Islam secara tegas melarang ihtikar yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi. Ihtikar akan merusak mekanisme pasar dan akan meberhentikan keuntungan yang akan diperoleh orang lain serta menghambat proses distribusi kekeyaan diantara manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri ihtikar adalah, pertama, objek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan diatas keuntungan normal

b. Siyasah Al-Ighraq (Dumping Policy)

Berbanding terbalik dengan ihtikar, dumping bertujuan untuk meraih keuntungan dengan cara menjual barang pada tingkat harga lebih rendah daripada yang berlaku dipasar. Hal ini dilarang dengan keras karena dapat menimbulkan kemudharatan di tengah masyarakat luas.

PEMIKIRAN EKONOMI AL GHAZALI (405 – 505 H)

Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di khurasan, Iran, pada tahun 450 H. Dalam hal ekonomi, pemikirannya berdasarkan pada pendekatan tasawuf karena pada masanya, orang-orang kaya, berkuasa, dan

(11)

syarat prestise sulit menerima pendekatan fiqih dan filosofis dalam mempercayai Hari Pembalasan. Pemikiran sosio-ekonomi Al Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut “ Fungsi Kesejahteraan Sosial Islam”. Menurut Al Ghazali, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan, yaitu agama, hidup atau jiwa, keluarga atau keturunan, harta atau kekayaan, dan intelek atau akal.

Selanjutnya ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas ekonomi, yaitu, pertama, untuk mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; kedua, untuk mensejahterakan keluarga; ketiga, membantu orang lain yang membutuhkan.

A. Pemikiran Ekonomi

1. Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar

Al Ghazali menyuguhkan pembahasan terperinci tentang peranan dan signifikansi aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan sukarela serta proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba. Selain itu Al Ghazali juga berpendapat bahwa “mutualisme” dalam pertukaran ekonomi, yang mengharuskan spesialisasi pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.

Al Ghazali juga mengemukakan pemikiran mengenai interaksi permintaan dan penawaran. Ia mengatakan, harga yang timbul dari interaksi permintaan dan penawaran adalah tsaman

al-adil (harga yang al-adil) atau equilibrium price. Selain itu, Al Ghazali juga mengemukakan

mengenai etika pasar. Ia melarang keras aktivitas penimbunan dan iklan palsu. 2. Aktivitas Produksi

Dalam pemikirann mengenai aktivitas produksi, Al Ghazali membagi aktivitas produksi ke dalam tiga bagian, yaitu :

a. Industri dasar, yaitu industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia. Kelompok ini terdiri dari empat jenis aktivitas, yaitu agrikultur, tekstil, konstruksi, dan aktivitas Negara

b. Aktivitas penyokong, yaitu aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar, seperti industry baja dan eksplorasi

c. Aktivitas komplementer, yaitu yang berkaitan dengan industry besar seperti penggilingan dan pembakaran produk-produk agrikultur

3. Barter dan Evolusi Uang

Secara umum, Al Ghazali menjelaskan secara komprehensif mengenai permasalahan dalam barter. Beberapa permasalahan barter menurutnya adalah :

(12)

b. Barang tidak dapat dibagi-bagi

c. Keharusan adanya dua keinginan yang sama

Lalu secara khusus, Al Ghazali membahas mengenai uang sebagi alat tukar, yaitu dinar dirham. Menurutnya uang akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Namun Al Ghazali juga membahas mengenai permasalahan mengenai uang, yaitu terkait penimbunan uang dan mengubah bantuk uang ke dalam bentuk lain. Untuk permasalahan ini, Al Ghazali mengutuk keras, terhadap pelakunya. Selain itu dia juga mengecam, pencampuran uang dinar dan dirham dengan logam lain yang bernilai rendah, karena hal ini dapat mengurangi nilai uang.

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH (1263-1328 M)

A. Pemikiran Ekonomi

Beberapa pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut : a. Harga yang adil, mekanisme pasar, dan regulasi harga

Secara umum, para fuqaha mendefinisikan harga yang adil adalah harga yang dibayar untuk objek yang serupa. Oleh karena itu mereka lebih mengenalnya sebagai harga yang setara. Namun Ibnu Taimiyah dalam pembahasan mengenai harga yang adil, ia sering kali menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara („iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Perbedaan keduanya adalalah terletak dalam konteks pembahasan. Menurut Ibnu Taimiyah, harga yang adil merupakan harga yang dibentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Namun kompensasi yang adil yaitu ketika berkaitan dengan pembahasan mengenai :

1. Ketika seseorang harus bertanggung jawab karena membahayakan orang lain atau merusak harta atau keuntungan

2. Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian orang

3. Ketika seseorang diminta untuk menentukan akad yang rusak dan akad yang shahih dalam suatu peristiwa yang menyimpang dalam kehidupan dan hak milik

Setelah membahas mengenai harga yang adil, maka Ibnu Taimiyah melanjutakan pembahasan mengenai mekanisme pasar. Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang

(13)

jelas tentang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh keuatan permintaan dan penawaran. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kenaikan harga barang di zamannya tidak selalu dikarenakn kezaliman pedagang namun juga dikarenakan mekanisme pasar itu sendiri. Untuk menggambarkan permintaan terhadap suatu barang tertentu, ia menggunakan istilah

raghbah fi al-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat merupakan salah

satu faktor terpenting dalam permintaan, faktor lainnya yaitu pendapatan tidak disebutkan oleh Ibnu Taimiyah.

Perubahan dalam supply digambarkan sebagai kenaikan atau penurunan dalam persediaan barang-barang, yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu produksi lokal dan impor. Pernyataan tersebut kita kenal dengan namanya perubahan fungsi penawaran dan fungsi permintaan, yakni ketika terjadi peningkatan permintaaan pada harga yang sama dan penurunan persediaan pada harga yang sama atau sebaliknya, penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan permintaan pada harga yang sama. Apabila disertai penurunan persediaan yang disertai kenaikan permintaan, harga-harga dipastikan akan mengalami kenaikan, dan begitu pula sebaliknya. Namun bisa juga terjadi harga naik ketika permintaan meningkat dan persediaan tetap

Berkaitan dengan regulasi harga, Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply dan demand.

c. Uang dan Kebijakan Moneter

Secara khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi uang sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ibnu Tamiyah sangat menentang keras praktek perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya.

Ibnu Taimiyah juga menentang keras terjadinya penurunan nilai uang dan pencetakan uang yang berlebihan. Pernyataannya tersebut memperlihatkan bahwa Ibnu Taimiyah memahami pemikiran tentang hubungan antara jumlah uang, total volume transaksi dan tingkat harga. Ibnu Taimiyah juga meminta para penguasa untuk mencetak mata uang sesuai nilai riilnya agar kesejahteraan masyarakat tetap terjamin karena nilai uang sesuai dengan nilai intrinsiknya.

(14)

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU KHALDUN (732 – 808 H)

A. Pemikiran Ekonomi 1. Teori Produksi

Bagi Ibnu Khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional. Selain itu, menurut Ibnu Khaldun perlunya spesialisasi kerja dan kerjasama sosial sehingga upaya manusia menjadi berlipat ganda. Menurutnya spesialisasi kerja memberikan produktivitas tinggi, hal ini perlu untuk penghasilan dari suatu penghidupan yang layak.

Ibnu Khaldun menambahkan, bahwa selain terdapat pembagian kerja di dalam negeri, terdapat pula pembagian kerja secara internasional. Pembagian kerja internasional ini tidak didasarkan kepada sumber daya alam dari negeri tersebut, tetapi dilandaskan pada ketrampilan penduduknya, karena bagi Ibnu Khaldun, tenaga kerja adalah factor produksi yang paling penting.

2. Teori Nilai, Uang, dan Harga

Bagi Ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya. Demikian pula kekayaan bangsa-bangsa tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi barang dan jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat.

Namun demikian, ukuran ekonomis terhadap nilai barang dan jasa perlu bagi manusia bila ia ingin memperdagangkannya. Pengukuran nilai ini harus memiliki sejumlah kualitas tertentu. Ukuran ini harus diterima oleh semua sebagai tender legal, dan penerbitannya harus bebas dari semua pengaruh subjektif. Karena itu Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter.

Selain itu Ibnu Khaldun juga memiliki pemikiran mengenai harga. Harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian hukum ini adalah harga emas dan perak yang merupakan standar moneter.

3. Teori Distribusi

Harga suatu produk dari tiga unsur, yaitu gaji, laba, dan pajak. Gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang, dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai

(15)

negeri dan penguasa. Menurut Ibnu Khaldun ketiga unsure tersebut memiliki tingkat optimum. Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika laba terlalu rendah pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaharuinya karena tidak ada modal, dan jika pajak terlalu rendah pemerintah tidak dapat menjalankan fungsinya. Dapat disimpulkan bahwa penentuan besar ketiga unsur tersebut harus pada titik optimum.

4. Teori Siklus

Ibnu Khaldun mengemukakan teori siklus kedalam dua jenis, yaitu siklus populasi dan siklus keuangan publik. Teori siklus ini menggambarkan bahwa aktivitas ekonomi merupakan sebuah siklus yang terus berputar.

a. Siklus populasi

Produksi ditentukan oleh populasi. Semakin banyak populasi, semakin banyak produksinya. Demikian pula, semakin besar populasi semakin besar permintaanya terhadap pasar dan semakin besar produksinya.

Namun populasi sendiri ditentukan oleh produksi. Semakin besar produksi, semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja di pasar. Hal ini menyebabkan semakin tinggi gajinya, semakin banyak pekerja yang berminat untuk masuk ke lapangan tersebut dan semakin besar kenaikan populasinya. Akibatnya, terdapat suatu proses kumulatif dari pertumbuhan populasi dan produksi, pertumbuhan ekonomi menentukan pertumbuhan populasi dan sebaliknya.

b. Siklus keuangan publik

Negara juga merupakan faktor produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, Negara meningkatkan produksi dan dengna pajaknya, Negara membuat produksi menjadi lesu.

1. Pengeluaran pemerintah

Menurut ilmu khaldun, pengeluaran pemerintah merupakan aspek yang penting sebagai stimulus ekonomi melalui pembangunan. Oleh karenanya menurut ilmu khaldun, semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi perekonomian

2. Perpajakan

Uang yang dibelanjakan pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya jika pemerintah menaikkan pajaknya, tetapi tekanan fiscal yang terlalu tinggi akan melemahkan semangat

(16)

kerja orang. Jadi, bagi Ibnu Khaldun terdapat optimum fiscal tapi juga mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak yang menimbulkan siklus produksi.

PEMIKIRAN EKONOMI AL MAQRIZI (766 – 845 H)

A. Pemikiran Ekonomi

Pemikiran ekonomi Al Maqrizi banyak berkutat dalam masalah mengenai uang dan inflasi. Pemikiran Al Maqrizi dalam dua hal ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi modern

a. Konsep Uang

Menurut fakta sejarah, bahwa Al Maqrizi berpendapat mata uang yang paling dapat diterima sebagai standar nilai, baik hukum, logika, maupun tradisi hanya yang terdiri dari emas dan perak. Oleh karena itu, mata uang yang menggunakan selain kedua logam tersebut tidak layak disebut mata uang. Namun lebih lanjut ia tetap mengijinkan adanya mata uang fulus (mata uang dari tembaga) untuk digunakan sebagai alat pertukaran, namun untuk hal-hal yang sifatnya bernilai kecil.

b. Teori inflasi

Berkaitan dengan inflasi, Al Maqrizi mengemukakan ada dua penyebab terjadinya inflasi yaitu inflasi alamiah, yang disebabkan oleh bencana alam yang mengakibatkan barang langka sehingga harga barang naik. Menurutnya kenaikan harga yang terjadi karena bencana alam meruapakan kewajaran kerena kenaikan harga merupakan implikasi. Selanjutnya, menurut Al Maqrizi juga menyatakan jenis inflasi kedua yaitu inflasi yang disebabkan karena permasalahan manusia. Beberapa sikap manusia yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah adminintrasi pemerintahan yang buruk, korupsi, pajak yang berlebihan (karena sikap korupsi) , dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus.

(17)

BAB II

PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI

KONVENSIONAL

Ekonomi islam

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat 3.

Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas dari sifat buruknya.

Ilmu ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.

Pentingnya mempelajari karakteristik ekonomi islam:

1. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis tidak bertentangan dengan metode ekonomi islam

2. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi islam

3. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi islam dengan ekonomi konvensional.

Ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani (sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah) dan Insani (dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia).

Dalam ekonomi islam, yang menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi islam dari berbagai sumber daya yang ada (surat 14: 32-34).

Perbedaan azas antara ekonomi islam dengan ekonomi kapitalisme:

• Ekonomi Islam menjadikan Aqidah Islam dan Syariatnya sebagai landasan sistem ekonominya ( azas halal haram )

• Ekonom Kapitalisme menjadikan Sekulerisme, yang menghalangi agama terlibat dalam kebijakan ekonomi ( azas manfaat )

(18)

Solusi Islam Terhadap Ekonomi Neo Libralisme

Aspek Neo Libralisme Islam

1. Persoalan Ekonomi: Distribusi atau Produksi 2. Peran Negara : Perlu atau Tidak? 3.Subsidi bagi rakyat: Penting atau tidak? Persoalan ekonomi terletak pada masalah produksi. Negara tidak terlalu berperan. Negara hanya menjamin keamanan pelaku ekonomi Subsidi adalah racun bagi rakyat.

- Persoalan ekonomi terletak pada masalah distribusi kekayaan.

- Negara menjamin kebutuhan sadang, pangan, & perumahan tiap2 individu rakyatnya.

- Negara menjamin pendistribusian kekayaan berdasarkan syariah

- Negara bertanggung jawab mengelola kepemilikan umum (milkiyah „amah) untuk kepentingan rakyat banyak

- Prinsip ekonomi islam adalah menjamin kebuthan kebutuhan pokok tiap individu rakyat, adalah wajar bahkan wajib negara memberikan bantuan secara gratis kalau memang ada rakyat yang tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya

(19)

Karaktersitik ekonomi islam:

1. Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.

a. Semua harta baik benda maupun alat-alat produksi adalah milik Allah SWT. Seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 284.

b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Seperti tercantum dalam surat al-Hadiid ayat 7. Terdapat pula sabda Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa segala bentuk harta yang dimiliki manusia pda hakikatnya adalah milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan untuk menjadi khalifah “ Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini”.

Dalam islam, kepemilikan pribadi sangat dihargai walaupun tidak bersifat mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan ajaran islam dan tidak pula bertentangan dengan orang lain. Seperti tercantum dalam surat An-Nisaa‟ ayat 32, serta Surat Al-Maidah ayat 38.

2. Ekonomi Terikat dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral Bukti-bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam:

a. Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)

b. Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah “Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”. c. Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat

mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti tercantum dalam QS 9:34.

d. Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu dalam masyarakat.

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

Aktivitas keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau bahkan mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk mencapai tujuan akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan duniawi saja. Hal ini jelas ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:

(20)

                                  

77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang berbuat kerusakan.

4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum.

Islam tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam surat Al Hasyr ayat 7, al maa‟uun ayat 1-3, serta surat al-Ma‟arij ayat 24-25.

5. Kebebasan individu dijamin dalam islam

Islam memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi namun tentu saja tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah, seperti tercantum dalam surat al Baqarah ayat 188.

6. Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian

Dalam islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari keridakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai negara lain, berkewajiban memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup dengan layak. Seperi sabda Rasulullah “ Brangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-Ku, karena akulah maula (pelindung)nya” (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim)

(21)

Dalam hal konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup kemewahan dan bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-A‟raaf ayat 31 seta Al-Israa ayat 16.

8. Petunjuk investasi

Kriteria yag sesuai daalm melakukan investasi ada 5: a. proyek yang baik menurut isla

b. memberikan rezeki seluas mungkin pda masyarakat

c. memberantas kekafiran,memperbaiki pendapatan dan kekayaan d. memelihara dan menumbuhkembangkan harta

e. melindungi kepentingan anggota masyaakat.

9. Zakat

Adalah karakteristik khusu yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya manapun, penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di masyarakat.

10. Larangan riba

Islam sangat melarang munculnya riba (bunga) karean itu merupakan salah satu penyelaewangan uang dari bidangnya. Seperi tercermin dalam surat al-baqarah ayat 275.

Kelihatannya tiak ada ciri-ciri istimewa yang dapat dianggap sebagai organisasi dalam suatu kerangka Islam. Tetapi ciri-ciri khusus berikutnya dapat diperhatikan, untuk memahami peranan organisasi dalam ekonomi Islam. Pertama, dalam ekonomi Islam pada hakikatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi deviden di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan diantara mitra sutau usaha ekonomi. Kekuatan – kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudaraba, musyarika, dll).

Kedua, pengertian keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak diperkenankan. Modal manusia yang diberikan manajer harus diitegerasikan dengan modal yang berbentuk uang. Pengusaha

(22)

penanam modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam organisasi dimana keuntungan biasa menjadi urusan bersama.

Ketiga, karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketetapan dan kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh lebih diperlukan daripada dalam organisasi sekular mana saja, dimana para pemilik modalnya mungkin bukan meruapakn bagian ari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan dan kesungguhan dalam urusan perdagangan, karena hal itu mengurangi biaya penyediaan (supervisi) dan pengawasan. Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.

(23)

BAB III

EKONOMI MAKRO ISLAM

Referensi:

Karim, Adimawarman. Ekonomi Makro Islami. Jakarta. RajaGrafindo Persada. Edisi Kedua.

Muhammad. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta. Salemba Empat.

EKONOMI MAKRO SEDERHANA

Dalam ekonomi ada 2 cabang yaitu ekonomi makro dan mikro. Perbedaan keduanya adalah: 1. Adanya uang dalam ekonomi makro, sehingga nominal price menjadi kajian penting,

sedangkan dalam ekonomi mikro yang terpenting adalah relative price. Uang inilah yang akan menghasilkan cabang ilmu ekonomi moneter.

2. Adanya penjual dan pembeli raksasa dalam ekonomi makro yaitu pemerintah. Kemampuan & perilaku pemerintah dalam mengelola uang dalam jumlah besar inilah yang menghasilkan cabang ilmu ekonomi fiskal.

Awalnya fungsi uang terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Fungsi asli uang : alat tukar dan satuan nilai.

2. Fungsi turunan uang : alat penyimpan nilai dan ukuran pembayaran yang tertunda.

Dalam perekonomian modern fungsi uang berubah menjadi: Fungsi Khusus

1. Alat pertukaran (Medium of Exchange) 2. Satuan nilai (Unit of Account)

(24)

4. Ukuran pembayaran yang tertunda (standard for deffered payment) 5. Alat pembayaran (means of exchange)

6. Alat ukuran umum dalam menilai sesuatu (common measure of value)

Fungsi Umum

1. Aset likuid (liquid asset)

2. Faktor dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of the market allocative system)

3. Faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy) 4. Faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy)

Perkembangan fungsi uang:

1. Uang barang (commodity money), yang harus memenuhi syarat: langka, tahan lama, nilai tinggi.

2. Uang tanda (token money), deposit emas atau perak pada bank dengan ditandai receipt/bank notes yang bisa digunakan sebagai uang (alat tukar)

3. Uang giral (deposit money), simpanan pada bank dengan cheque sebagai order tertulis untuk mentransfer uang.

UANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Dalam ekonomi islam, uang bukanlah capital dan bersifat flow concept, sedangkan capital capital sendiri bersifat stock concept. MV = PT (Rumus Fisher) yang menyatakan semakin cepat perputaran uang (V) maka income (PT) semakin besar, ini menunjukkan uang bersifat flow concept. Fisher juga menegaskan tidak ada hubungan antara kebutuhan memegang uang dengan tingkat suku bunga.

Uang dalam islam juga dikategorikan sebagai public goods. Uang yang mengalir adalah public goods (flow concept), lalu mengendap ke dalam kepemilikan sesorang (stock concept) dan uang tersebut menjadi milik pribadi (private goods).

Islam mengakui dan mendorong tegak-nya fungsi asli uang. 1. Larangan menimbun (kanz) emas dan perak

(25)

“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkan-nya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS At-Taubah: 34)

2. Penimbunan akan menghilangkan fungsi medium of exchange dan unit of account dari emas dan perak, sehingga transaksi ekonomi terhenti dan perkembangan ekonomi terhambat.

3. Larangan menimbun harta (kanzul mal) hanya dikhususkan untuk emas dan perak. 4. Di dalam Islam, uang adalah barang publik (public goods).

Islam membolehkan menabung (saving)

Menabung (idkhar) adalah menyimpan uang untuk tujuan dan keperluan tertentu sehingga tidak mempengaruhi transaksi ekonomi dan perekonomian.Misal: untuk investasi, membeli rumah, menikah, dsb.

Islam melarang riba

1. Riba adalah perolehan harta dengan harta lain yang sejenis dengan saling melebihkan. 2. Sharf adalah perolehan harta dengan harta lain yang sejenis dengan saling menyamakan

atau yang berbeda jenis-nya dengan menyamakan atau melebihkan.

Dalam ekonomi islam fungsi uang yaitu: alat tukar dan satuan nilai. Imam Ghazali menyatakan “Uang itu seperti cermin. Tidak berwarna tetapi dapat merefleksikan warna, uang tidak mempunyai harga tetapi dapat merefleksikan semua harga”. Memperdagangkan uang = memenjarakan fungsi uang.

INFLASI DALAM ISLAM

Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara agregat selama jangka waktu tertentu. Dampak buruk inflasi:

1. Mengganggui fungsi uang sebagai nilai simpan, pembayaran di muka dan satuan hitung. 2. Melemahkan semangat menabung.

3. Mendorong konsumsi barang-barang non-primer dan mewah. 4. Menimbulkan hoarding (penimbunan kekayaan).

(26)

1. Natural inflation, diakibatkan sebab-sebab alamiah seperti turunnya aggregate supply atau naiknya aggregate demand.

Penyebabnya antara lain:

- Turunnya jumlah barang dan jasa yang diproduksi. - Naiknya daya masyarakat secara riil.

- Mata uang asing yang masuk ke dalam negeri terlalu banyak.

2. Human error inflation, yang diakibatkan oleh kesalahan manusia itu sendiri (QS Al-Rum:41). Penyebabnya:

- Korupsi dan administrasi yang buruk - Pajak yang berlebihan (excessive tax)

- Pencetakan uang yang berlebihan (seignorage)

TEORI NILAI TUKAR DALAM ISLAM

Kebijakan nilai tukar uang dalam islam menggunakan sistem “Managed Floating”, nilai tukar merupakan kebijakan pemerintah namun pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri.

Perubahan harga di dalam negeri disebabkan fluktuasi mata uang, penyebabknya dibedakan menjadi 2 (dua):

1. Natural exchange rate fluctuation, fluktuasi nilai tukar uang disebabkan adanya perubahan-perubahan pada aggregate supply dan aggregate demand.

2. Human error exchange rate fluctuation, fluktuasi nilai tukar yang disebabkan karena perilaku manusia seperti korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang yang terlalu tinggi, dan pencetakan uang berlebihan dengan tujuan mencari untung banyak.

Sedangkan, perubahan harga di luar negeri dapat disebabkan 2 (dua) hal:

1. Non-engineered/non-manipulated changes, perubahan yang terjadi tidak disebabkan adanya manipulasi (yang merugikan) oleh pihak-pihak tertentu.

Unsterilized intervention  menambah jumlah mata uang dalam negeri dengan mencetak

Sterilized intervention  menambah jumlah mata uang dalam negeri dengan menjual aset lain.

(27)

2. Engineered/manipulated changes, perubahan ini disebabkan adanya manipulasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk merugikan pihak lainnya.

- Ikhtikar, melakukan penimbunan mata uang dan dilepaskan ketika nilai tukarnya melemah.

- Ba‟i najasy, dengan adanya forward transaction yang dikombinasikan dengan margin trading.

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

Al-Qur‟an dan Sunnah tidak mengahruskan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai standar nilai tukar uang. Khalifah umar pernah menggunakan kulit sebagai uang fiducier. Imam Ghazali memperbolehkan adanya uang yang tidak dikaitkan emas ataupun perak namun pemerintah harus mampu menjaga nilainya, mengatur jumlah peredarannya dan memastikan tidak ada perdagangan uang.

Jika pada ekonomi konvensional tingkat suku bunga menjadi variabel kunci yang dapat menyebabkan investasi yang tidak produktif dan spekulasi maka para ekonom Islam mengandalkan 3 (tiga) variabel dalam manajemen permintaan uang:

1. Nilai-nilai moral

2. Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik, termasuk mekanisme harga 3. Tingkat keuntungan riil sebagi pengganti keberadaan suku bunga

Ada 3 madzab dalam permintaan uang dalam ekonomi islam: 1. Iqtishoduna

Md = Md trans + Md Prec

Md ditentukan untuk transaksi dan berjaga-jaga atau investasi

Md untuk transaksi merupakan tingkat pendaptan yang dimiliki oleh seseorang (hubungan positif)

2. Mainstream

Menurut Metwally Md dikategorikan untuk transaksi & berjaga-jaga. Landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang untuk berjaga-jaga, bahwa Islam mengarahkan sumber daya yang ada untuk alokasi secara maksimal dan efisien. Pelarangan penimbunan uang (hoarding money) merupakan kejahatan penggunann uang yang harus diperangi.

(28)

Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan mazhab ini.

Md = Md trans + Md Prec Md = f(Y/µ)

dimana: Y = pendapatan, µ = tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas 3. Alternatif / Kritis

Menurut Choudhury permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dlm sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat, maka permintaan uang akan meningkat.

Dasar dalam manajemen moneter islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif.

Dalam ekonomi kovensional dengana adanya motif spekulatif menjadikan suku bunga berfluktuatif dan menjadikan investor berusaha mengurangi resiko karena fluktuasi ini dengan berinvestasi pada investasi jangka pendek. Hal ini menyebabkan fundamental perekonomian melemah. Sedangkan dalam ekonomi islam, apabila terjadi penurunan actual return di sektor riil maka investor akan mengurangi nilai investasinya dan cenderung memegang uas kas riil (permintaan uang kas meningkat). Pemerintah dapat merespon dengan menaikkan biaya atas aset menganggur sehingga investor kembali menginvestasikan uangnya.

Ada 3 mazhab dalam penawaran uang dalam ekonomi islam: 1. Iqtishoduna

Pendukungnya antara lain Dr. Kadim Sadr, Dr. Baqir Al-hasani dan Dr. Abbas Mirakhot. Dalam mazhab ini jumlah uang beredar merupakan elastis sempurna. Jika permintaan uang naik maka dilakukan ekspor barang dan sebaliknya jika permintaan uang turun maka dilakukan impor barang.

2. Mainstream

Penawaran uang sepenuhnya dipegang oleh negara. Penawaran uangnya bersifat inelastis sempurna, artinya penawaran uang bebas dari biaya atas aset yang menganggur dan pasar tidak bisa mempengaruhinya.

(29)

3. Alternatif /Kritis

Jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand. Pendukung mazhad ini antara lain M.A. Choudury. Penawaran uang dalam mazhab ini bersifat elastis.

INSTRUMEN MONETER ISLAM 1. Iqtishoduna

Tidak hanya sistem perbankan sehingga tidak ada alasan untuk merubah penawaran uang Ms dengan kebijakan diskresioner. Kredit tidak memiliki peranan dalam penciptaan uang. Uang dipertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

Sistem yang ditetapkan pemerintah dalam konsumsi, tabungan, investasi, dan perdagangan secara otomatis menciptakan instrumen moneter itu sendiri. Adanya imbalan pahala oleh Allah SWT akan memotivasi kaum muslimin untuk berpartisipasi dalam perekonomian.

2. Mainstream

Mazhab ini merancang instrumen kebijakan untuk mempengaruhi besar kecilnya Md agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas. Dues of idle of fund adalah instrumen yang dikenakan pada semua aset produktif yang idle. Adanya instrumen ini menjadikan msyarakat enggan menganggurkan asetnya dan dengan sukarela mengalokasikannya untuk kegiatan yang produktif.

3. Alternatif /Kritis

Mazhab ini menganjurkan sistem syuratiq process yaitu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter berdasarkan musyawarah terlebih dulu dengan otoritas sektorl riil. Sehingga kebijakan moneter yang ada adalah hasil harmonisasi antara sektor riil dan moneter.

Aplikasi instrumen moneter di Indonesia:

1. Giro Wajib Minimum yaitu simpanan wajib bank-bank umum di Bank Indonesia sebesar 8% yang berasal dari dana pihak ketiga (Giro Wadiah, Tabungan Mudharabah, Deposito Investasi Mudharabah, dll).

(30)

2. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA), diterbitkan bank umum pusat untuk mendanai bank syariah lain yang kekurangan dana dan diperkenankan mengambil keuntungan.

3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang digunakan dalam open market

operation.

PEMERINTAH DALAM EKONOMI ISLAM Fungsi pemerintah:

- Alokatif - Distributif - Stabilisator - Dinamisator

Sejak zaman rasulullah sudah dikenal kebijakan fiskal dengan adanya Baitul Mal pada saat itu. Dalam perekonomian Islam sangat jarang terjadi anggaran defisit. Pada zaman rasulullah hanya terjadi sekali anggaran defisit yaitu setelah perang Hunayn dan hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun utang yang menyebabkan defisit itu dilunasi. Dalam pengenaan pajak pada ekonomi islam menggunakan sistem proporsional sehingga tercipta automatic stabilizer pada perekonomian.

Beberapa ciri kebijakan Baitu Mal pada zaman rasulullah: 1. Sangat jarang terjadi defisit.

2. Proportional Taxation.

3. Rate kharraj (pajak tanah) berdasar produktivitas lahan, bukan zona. 4. Regressive rate untuk zakat peternakan.

5. Zakat perdagangan dihitung berdasar keuntungan bukan harga jual. 6. Porsi yang besar untuk pembangunan infrastruktur.

7. Manajemen yang baik  hasil yang baik.

8. Jaringan kerja yang baik antara Baitul Mal Pusat dan Baitul Mal Daerah.

Pada zaman rasulullah negara atau Baitul Mal mempunyai beberapa sumber penerimaan, yaitu:

1. Kharraj (pajak tanah)

(31)

3. Khums, terdiri dari rampasan perang, barang temuan dan barang tambang. (QA Al-Anfal:41)

4. Jizyah (Poll Tax), yaitu pajak yang dibayar oleh non-muslim atas fasilitas yang diperoleh dan perlindungan keamanan dari pemerintah.

5. Penerimaan lainnya, misalnya: kaffarah (denda), warisan seseorang yang tidak mempunyai keturunan, zakat jembatan (zaman Umar), dll.

(32)

BAB V

KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

Fiscal Policy Of An Islamic State Abiddin Ahmad Salama

Resume by : Sylva Alif Rusmita

Kebijakan fiscal menurut ekonomi sekuler adalah untuk mencapai kesejahteraan, dimana kesejahteraan itu difefinisikan mencapai keuntungan maksimum untuk individu di dunia ini. Tanpa adanya sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan rohani manusia. Kebijakan fiscal di suatu Negara bertujauan untuk efisiensi alokasi sumber, satbilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan keadilan dalam distribusi pendapatan. Di Negara Islam kebijakan fiscal digunakan untuk mencapai tujuan syariah, seperti halnya dijelaskan oleh Al-Ghazali yang menjelaskan bahwa kesejahteraan seseorang bergantung pada perlindungan terhadap agama, hidup atau jiwa, intelek, keturunan dan harta. Ibn Al-Qayim menekankan bahwa dasar dari syariah adalah keadilan dan kesejahteraan seseorang di dunia dan akhirat. Kesejahteraan itu berupa keadilan, kemurahan hati, kebahagiaan dan kebijaksanaan. Dan segala sesuatu yang melenceng dari itu bukan merupakan syariah, seperti hanya ketidak adilan, kekerasan, kesengsaraan dan kebodohan. Secara eksplisit tujuan kebijakan fiskal negara muslim sama dengan sekuler, yaitu sama-sama bertujuan untuk kesejahteraan ssseorang di bumi, namun di negara muslim konsep ini lebih luas dengan adanya kesejahteraan kehidupan selanjutnya. Jadi nilai moral Islam akan menjaga dalam menyusun kebijkan fisal di negara muslim.

1. Fiscal Policy and Allocation of Resources in an Islamic State

Kebijakan fislkal di negara sekuler digunakan untuk mencapai efisiensi dalam pengalokasian sumber dengan hasil yang maksimal untuk kepentinagn masyarakat. Di negara

(33)

muslim konsep efisiensi itu diartikan sebagai keharmonisan antara spiritual dan jasmani (kebutuhan akan barang). Sumber itu harus digunakan hanya untuk mencapai kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. Sumber harus digunakan secara optimal tanpa berlebihan dan memenuhi untuk kebutuhan generasi berikutnya. Barang tersebut harus di produksi, baik oleh sektor publik maupun swasta yang dalam penggunaanya harus sesuai dengan syariah.

Sektor pulik harus memproduksi suatu barang yang melayani kepentingan publik secara keseluruhan. Seperti barang yang tidak dapat dibagi dan juga sebagai sumber energi. Ibn Tayymiah mencontohkan pemikiran yang harus negara Muslim berikan untuk negara berupa pertahanan, keamanan dalam negeri, jalan, jembatan, pelabuhan perairan dan pendidikan. Di saat ini mungkin ada penambahan kebutuhan barang berupa kekuatan militer yang bergantumg pada perkembangan ekonomi.

Pembuatan sektor publik juga harus memperhatikan nilai moral untuk sosial. Pemerintah juga harus melihat ketersediaan sumber daya ada untuk mencapai tujuan. Pemerintah telah membuat suatu peraturan dalam sistem pasar dengan benar utnuk menjamin kesejahteraan manusia mulai dari di dunia hingga di akhirat. Sektor privat (swasta) dan publik harus bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Menentukan proyek yang melayani tujuan negara muslim, seperti barang harus disediakan dengan biaya yang minimum tanpa membatasi efisiensi.

2. Fiscal Policy and Economics Stabilization

Di dalam ekonomi ketika kapasitas produksi meningkat, kebijakan fiskal dapat memegang peranan penting untuk mengatur aggregate demand. Di beberapa negara, perkembangan pajak dan sistem kesejahteraan sosial merupaka suatu kebijakan fiskal yang rendah untuk bekerja secara fleksibel dalam mengkombinasikaninflasi dan deflasi.

Di negara Islam stabilitas nilai real uang benar-benar wajib untuk di pertimbangkan dan pada dasarnya bila perekonomian sedang tumbuh secara perlahan. Kebijakan fiskal dapat mengurangi aggregat demand dan manaikan produktivitas dengan mudah ketika perekonomian berada dalam kondisi inflasi. Demi mencapai stabilitas ekonomi yang efisien untuk negara muslim, seperti negara yang lain, membutuhkan sumber yang fleksibel dan elastis serta sistem pengeluaran. Pajak progresif pendapatan dan pengeluaran sebagai pembayaran keamanan sosial boleh juga diterima jika mereka tidak menimbulkan efek kerugian untuk ekonomi.

(34)

3. Fiscal Policy and Economics Growt and Development

Saat ini kebijakan fiskal dipercaya dapat memajukan pertumbuhan ekonomi hingga mengerahkan sumber dari konsumsi yang tidak esensial dan meneruskan sumber itu untuk investasi kemudian merubah produkstivitas dengan menyediakan dorongan untuk menabung dan investasi. Kebijakan fiskal harus menciptakan kondisi yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi dengan rancangan pajak dan pengeluaran pemerintah yang paling sedikit bukan pendorong untuk menabung dan investasi. Pajak dan kebijakan pengeluaran harus menjadi alat yang dapat menjalankan tujuan ini dan banyak konfik yang mungkin timbul harus terpecahkan. Banyak perhatian yang diberikan untuk pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi sumber dasar akan miningkat juga.

Banyak negara muslim yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi negara. Pembentukan modal meliputi semua pengeluaran yang dapat menigkatkan produktivitas dan termasuk investasi dari sektor privat (swasta) serta sektor publik. Pembentukan modal di negara muslim akan termasuk investasi dalam pengembangan manusia dan sumber material dan juga perkembangan investasi spiritual serta nilai moral manusia. Perkembangan material harus manjadi alat untuk mencapai tujuan menciptakan manusia di dunia ini yang beribadah kepada Allah SWT dan mengembangkan perekonomian harus dipoerasikan denag batasan syariah Islam.

Kebijakan fiskal di negara muslim bertujuan untuk mencapai full employment of resources. Menimbun harta tidak diperkenankan dalam Islam dan akan terkena zakat bila melakukannya. Pajak atas tanah seperti Kharaj yang berdasarkan atas kesuburan dan tempat dari pada produktivitas dan perbaikan (kemajuan) akan menghalangi pemanfaatan atas tanah. Untuk mencapai tujuan full employment of resources negara harus mengambil langkah fiskal dan non-fiskaldan mengenakan hukuman bagi yang menyimpan sumber yang dapat dimanfaatkan. Di masa lalu nagara muslim akan menggunakan Zakat dan Kharaj atau pajak tanah. Langkah non-fiskal juga dapat diambil untuk menambah ajaran moral Islam yang dapat mendorong Muslim bekerja. Saat ini sudah banyak negara yang menggunakan fiskal sebagai alat dan mungkin digunaka untuk mencapaipertumbuhan produkrivitas. Beberapa ukuran yang akan mencapai tujuan ini :

1. Menggerakan (memanfaatkan) sumber dari konsumsi yang tidak penting (esensial) ke pembentukan modal.

(35)

2. Negara muslim menigkatkan investasi dan menjamin ini langsung manuju are yang dipriorotaskan.

3. Sumber data alam yang terbatas

4. Memberi teknologi ke negara muslim, investasi dari negara laur muslim akan penting jka marubah dan memperluas kapasitas produksi untuk mencapai tujuan.

4. Fiscal Policy and Income Distribution

Keadilan merupak prinsip dari Islam. Islam menggunakan standar keadilan baik secara vertikal dan horisontal. Islam mengarahkan adanya keadilan dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan, serta membenci adanya peredaran uang di tangan orang kaya saja. Ketika masa khalifa Umar keadilan dan ancaman yang adil juga diberlakukan untuk orang-orang non-muslim. Beliau memerintahkan Audie Ibn Arta‟a untuk mencataan warga non-muslim yang berhak mendapatkan bantuan dari Baitui-Mal. Keputusan ini didasarkan pada apa yang telah Umar Ibn El-Khatab telah lakuakn pada kaum dhimmi yang beliau lihat. Umar memberikan suatu kata yang diberikan oleh kaum Dhimmi bahwa mereka tidak terkena Jizia apabila kamu muda dan tidak peduli kamu saat ini bila kamu tua.

Tujuan dari kebijakan fiskal di negara muslim membutuhkan alat kebijakan fiskal. Negara muslim menggunakan zakat dan kharaj serta sumber lain. Alat ini digunakan untuk memyediakan barang publik seperti pertahanan, pendidikan, jasa pengiriman, dan banyak layanan yang lain. Zakat dikumpulkan oleh negara. Kharaj merupakan alat fiskal yang penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, alokasi sumber dan stabilitas ekonomi. Nagara muslim saat ini mungkim bisa memanfaatkan perkembangan teknik dalam menyusun kebijakan fiskal. Mengikuti bagian dari gambaran pegalaman masa lalu dari alat fiskal di negara muslim, merupakan tinjauan perkembangan baru dan usaha untuk menentukun krangka kebijakan fiskal di negara Muslim saat ini.

Sources of Revenue in an Islamic State : Past

Mayoritas sumber pendapatan negara Islam sejak masa kepemimpinan Umar bin Khattab hingga hilangnya peradapan Islam berasala dari retribusi khataj atau pajak atas tanah. Pada halaman ini akan dibahas mengenai analisis fisik dari kharaj dan menjelaskan secara pokok mengenai arti atau maksud dari kharaj dan bagaimana kharaj bisa menciptakan suatu keadilan, efisiensi ekonomi, administrasi (tatausaha) yang baik dan krtiteria sumber.

(36)

Pengertian bagaimana pajak memenuhi kriteria ini akan digambarkan melalui cuplikan di negara muslim ketika menentukan suatu pajak.

1. Difinition of Kheraj

Kharaj digunakan untuk pajak sebagai pengganti sewa atas tanah. Arab menggunakan kata kharaj untuk menyebutkan sewa tanah atau sewa rumah. Umar mangatasi sewa atas tanah pada ornag sebagai penganti untuk pajak tanah dan ini disebut dengam kharaj. Para pemimpin telah membenarkan untuk menilai kharaj sebagi suatu kepentingan di negara Islam. Flesebilitas ini menjadikan kharaj suatu kebijakan fiskal yang penting dengan kelenturan nilai pajak itu sendiri. Kharaj berdasarka atas pajak dan digunakan untuk mencapai tujuan dari kebijakan fiskal di negara mulim. Kharaj berbeda dengan zakat, pengunaannya untuk pembayaran gaji para tentara dan santunan anak untuk negara muslim ketika zakat merupakan digunakan untuk pajak. Adanya kharaj, merupakan sumber pendapatan yang digunakan negara Islam dimasa lampau untuk membuat barang-barang publik dan pangeluaran distributif.

2. Assessment of Kheraj

Kharaj semenjak masa Umar hingga pemerintahan masa Abbasiyyah, telah mengadakan pajak atas tanah berdasarkan atas jumlah luas bukan hasil panen. Mayoritas terjadi pengembangan sebelum masa pemerintahan El-Mahadi‟s dan negara mengambuil El Mugasama atau bagi hasil dari hasil pertanian dengan sitem penyewaan. Hal ini membuktikan bahwa kharaj adalah sumber pendapatan yang tidak tetap tetapi berubah ubah seseuai dengan variasi dari total hasil pertanian. Abu Uabaid menyarankan suatu perhitunagan baru yang berdasarkan atas irigasi suatu pertanian. Perhitungan tarip ini tetap saja sulit. Rata-rata perhitungan selalu bervariasi berdasarkan nilai pasar. Abu Yusuf mendukung suatu sistem yang sesuai dengan Syariah. Beliau juga menganjurkan agar buah juga terkena Kharaj. Beliau juga menyarankan kharaj berdasarkan atas kemampuan pemeliharaan. Keuntungan sistem ini, sistem ini menimbulkan suatu produktivitas dalam pemanfaatan tanah.

3. Equitiy Criterion

Kharaj memberikan suatu keadilan baik secara vertikal maupun horosontal. Saat kharaj bebbasis pada luas tanah, Umar memerintahkan para pegai pajak untuk menarik ke petani sebesar 4 dinardan mengumpulkannya setelah panen. Abu Yusuf menekankan bahwa memungut kharaj terlalu tinggi sangat tidak adil dan tidak sesuai dengan syariah. Keadilan

(37)

secara verikal adalah memenuhi kharaj sesuai dengan variasi rata-rata dati tingkat kesulitan irigasi dan variasi harga pasar.

4. Economic Criterion

Kharaj merupakan suatu rancangan yang seharusnya tidak merusak dasar-dasar pajak. Umar Abdul Aziz menyarankan untuk memiliki pegawai pajak dala Kufa untuk mengawasi penggunaan kharaj dalam pembuatan jalan. Ibn al Muqaffa menasehati Abu gafar Al- Mansour menggambakan dua tipe pegawai pajak. Orang yang menentukan pengumpulan kharaj dan yang kedua orang yang memungut pajak kapade seseorang ynag meninggalkan pengolahan tanahnya sehingga terkena hukuman berupa memberikan kontribusi kepada negara yang nantinya digunakan untuk perkembangan ekonomi. Disamping itu beliau menasehati untuk menspesifikan kharaj atas suatu tanah dan membuat suatu catatan pajak sebagai bukti pembayaran. Menurut para intelektual muslim pajak tidak selalu menghalani pertumbuhan ekonomi bahkan dengan adanya pertumbuhan dasar pajak akan memperluas pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan.

Abu Yusuf menekankan suatu poin ketika beliau berkata bahwa hukum kharaj akan mendorong pertumbuhan pendapatan kharaj dan pertumbuhan ekonomi. Pengumpulam kharaj dengan melanggar hukum akan menurunkan kondisi ekonomi dan pendapatan dari kharaj. Beliau juga menasehati Harun El- Rashid untuk membuat tanggul sungai atau memperoleh tanah demi menigkatkan hasil kharaj walaupun harus mengeluatrkan biaya. Abu Yusuf menasehatkan untuk mengirim para petugas kharaj yang paham untuk berrunding dengan orang lokal untuk melihat pengeluaran kharaj, yang mugkin akan melebihi pengeluaran yang telah ditetapkan, sehingga tidak ada orang yang dirugikan karean memnbayar kharaj.

Rancangan pajak dalam kharaj mungkin memiliki instrumental untuk perkembangan ekonomi secara umumdan terutama produksi pertanian. Perubahan yang efisien dari pengeluaran pemerintah dalam perkembangan anggaran dasar selalu mengimplikasikan ini kan mudah untuk ditarik. Susunan administratif yang efisien akan membuat beberapa ahli mengambil keputusan menganai pertumbuhan anggaran dasar. Hal ini sayangnya tidak terjadi disaat ini, hingga anggaran dasar merupakan campuran untuk administrasi pajak. Beberapa mungkin merupakan kebutuhan dan negara muslim akan mengambilnya untuk dijadikan pertimbangan ketika merancang sistem pajak. Anggaran dasar di negara kita mengalami defisit dan tidak memberikan suatu solusi dari fenomena yang ada.

Gambar

Gambar  2  :  permintaan  terhadap  investasi  dalam  sebuah  perekonomian,  diatur  oleh  hukum Islam
Gambar 3 : permintaan uang dalam ekonomi Islam  U

Referensi

Dokumen terkait

Gas tersebut terdiri dari N molekul berada dalam wadah yang terisolasi dan dibagi dalam dua bagian yang sama (A dan A`)..

iskurus tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan di kalangan umat Islam di Indonesia telah memasuki dasawarsa keempat, namun hasil sosialisasi yang dilakukan oleh berbagai pihak

Dari berbagai skenario yang dilakukan ternyata kombinasi peningkatan harga ekspor minyak goreng Indonesia yang disertai penurunan suku bunga riil dan kenaikan upah

Berdasarkan hasil penelitian M.idrus (2006) tentang uji aktivitas immunoglobulin M (IgM) mencit akibat pengaruh pemberian minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil)

Penurunan produksi kedelai di Bali ini diperkirakan karena adanya penurunan luas panen sebesar 242 hektar (4,52 persen) sebagai akibat penurunan luas tanam dan pengalihan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik arus laut di setiap lapisan kedalaman perairan, mengetahui korelasi pergerakan angin dan arus,

produk kerajinan coran aluminium dan kuningan hanya berdasarkan pesanan, sehingga omset penjualan yang dihasilkan tidak kuntinyu dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal

penelitian ini adalah penelitian deskriptif, seperti pendapat Whitney (Nazir, 2003: 16) bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang