• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-JK TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-JK TAHUN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONFIGURASI POLITIK PEMERINTAHAN SBY-JK

TAHUN 2004-2009

1. Kekuasaan Eksekutif

Setelah mengalami perubahan sebanyak empat kali maka terjadi pula perubahan kekuasaan eksekutif yang sangat drastis. Ini merupakan implikasi dari terauma masa orde baru yang mana lembaga eksekutif sangat dominan. Sehingga masyarakat sipil dan organisasi masyarakat menginginkan penyempurnaan batasan kekusaan lembaga eksekutif.

Berikut adalah kekuasaan eksekutif menurut UUD 1945

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam kewenangannya sebagai kepala pemerintahan tentu juga presiden juga menjabat sebagai kepala Negara. Ini menanadakan bahwa Negara Indonesia menganut sistem presidensialisme. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan.

Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam kewenangan presiden tersebut hanya sebatas mengajukan rancangan undang-undang dan membahasnya bersaman. Akan tetapi pemegang kekuasaan membentuk undang-undang berada pada lembaga legislatif. Pada awalnya sebelum mengalami perubahan presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan

(2)

Rakyat. Dari perubahan tersebut terjadi pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang yang semula berada pada presiden ke lembaga DPR. Presiden hanya berhak mengajukan undang-undang.

Pasal 5 ayat (2) berbunyi Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang sebagaimana mestinya. Setelah rancangan undang mendapat persetujuan bersama oleh eksekutif dan legislatif menjadi undang-undang, maka presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang tersebut.

Pasal 10 mengatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara memegang kendali atau sebagai panglima tertinggi atas angkatan bersenjata.

Pasal 11 ayat (1) berbunyi Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.39

Pasal 11 ayat (2), Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam hal ini kewenangan presiden masih terikat juga oleh kewenangan legislatif berupa bentuk persetujuan. Semua hal diatas tidak berlaku tanpa persetuajuan lembaga legislatif.

40

39

Perubahan keempat UUD 1945

40

Perubahan ketiga UUD 1945

Tidak semua perjanjian internasional diharuskan mendapat persetujuan dari DPR. Jelas disebutkan

(3)

bahwa perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat seperti kedaulatan Negara, keuangan Negara dan perjanjian yang mengharuskan pembentukan undang-undang baru seperti ratifikasi perjanian internasional.

Pasal 12 berisis Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Kewenangan presiden dalam menyatakan keadaan bahaya tentu dengan alasan yang kuat seperti dalam menyataka darurat militer atau darurat sipil

Pasal 13 ayat (1) Presiden mengangkat duta dan konsul dan ayat (2) dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.41 Serta ayat (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan menperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.42

Pasal 14 ayat (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Dalam mekanisme pemberian pertimbangan DPR selama ini adalah melakukan pemanggilan satu perstau calon duta besar yang diajukan presiden. DPR melakukan semacam uji kelayakan dan menyampaikan hasil uji kelayakan tersebut kepada presiden sebagai bahan pertimbangan presiden untuk mengambil keputusan tentang pengangkatan duta besar tersebut. Demikian halnya dengan penerimaan penempatan duta besar Negara lain. Presiden seyogianya memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada DPR dalam penerimaan duta besar Negara lain sehingga DPR dapat memberikan pertimbangan.

43

41

Perubahan pertama UUD 1945

42

Perubahan pertama UUD 1945

43

Perubahan pertama UUD 1945

Dalam hal ini presiden memegang kekuasaan dalam hal kehakiman berupa pemberian grasi dan rehabilitasi.

(4)

Akan tetapi pemberian grasi dan rehabilitasi tersebut dengan memperhatikan pertimbangan daru Mahkamah Agung. Grasi merupakan dihapuskannya sanksi hukuman terhadap narapidana demikian juga rehabilitasi merupakan pemulihan nama baik seseorang yang rusak akibat putusan pengadilan.44

Pasal 14 ayat (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.45

Pasal 15 menyatakan bahwa Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Dalam memberi amnesty dan abolisi memperhatikan pertimangan DPR karena ini bersifat politis.

46

Pasal 16 berbunyi Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutanya diatur dalam undang-undang.47

Pasal 17 yat (2) menyatakan bahwa Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ini merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki presiden. Pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Dalam Dewan pertimbangan inilah yang sering disebut Wantimpres yang pada masa pemerintahan SBY-JK beranggotakan sembilan orang yaitu: Ali Alatas, Emil Salim, Sjahrir, Rachmawati Soekarno Putri, T.B Silalahi, Yenny Wahid, A.Gani, dan lainnya. Jika sebelumnya ada lembaga Negara yang memberikan pertimbangan kepada presiden yang setingkat dengan presiden yaitu Dewan Pertimbangan Agung. Namun lembaga itu dihapus dan dibuat Wantimpres yang secara langsung melekat pada lembaga presiden

44

Jimly Asshiddiqie. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 50

45

Perubahan pertama UUD 1945

46

Perubahan pertama UUD 1945

47

(5)

pembentukan kabinet, presiden memiliki kekuasaan tunggal dalam menyususn kabinetnya. Presiden terbebas dari intervensi partai politik dan lebih mengedepankan profesionalisme dan kemampuan daripada akomodatif terhadapa kepentingan partai politik. Namun dalam kenyataannya, pembentukan kabinet Indonesia Bersatu SBY-JK sangat kental dengan pembentukan kabinet dalam sistem pemerintahan parlementer.

Pasal 20 ayat (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

Pasal 20 ayat (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

Pasal 22 ayat (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Dalam hal darurat, presiden dapat menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengharuskan Presiden menetapkan sesuatu kebujakan atau melakukan suatu tindakan yang melanggar undang-undang yang sah. Untuk itu perlu diadakan perubahan undang-undang itu, akan tetapi waktu yang tersedia tidak mencukupi, sementara kebijakan yang bersangkutan sudah sangat mendesak dibutuhkan segera, maka timbullah keadaan yang disebut kegentingan yang memaksa. Untuk itulah pasal ini memberikan fasilitas konstitusional kepada presiden untuk menerbitkan perpu yang dari segi bentuknya adalah PP, tetaoi berisi materi yang seharusnya diatur dalam UU.48

48

Jimly. Komentar, op cit, hal. 70

Apabila Perpu tersebut ditolak oleh DPR maka otomatis Perpu tersebut batal demi hukum.

(6)

Pasal 23 ayat (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.49

Pasal 23F ayat (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

Dalam hal ini presiden melalui amanat presiden memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan dalam menyusun RAPBN dan membahasnya bersama DPR untuk mendapat persetujuan bersama menjadi undang-undang. Undang-undang RAPBN akan selalu datang dari presiden sebagai pelaksana anggaran.

50

Pasal 24B ayat (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden membentuk panitia seleksi untuk memilih calon anggota BPK untuk diajukan ke DPR. DPR akan memilih calon yang telah ditentukan oleh presiden dan setelah itu diresmikan oleh presiden.

Dalam pasal 24A ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan hakim agung dari calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan.

51

Dalam pasal 24C ayat (3) presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang anggota hakim konstitusi. Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden tersebut adalah yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

49

Perubahan ketiga UUD 1945

50

Perubahan ketiga UUD 1945

51

(7)

1.2. Presiden-Partai Politik

Pola relasi kekuasaan presiden dan partai politik pada era pemerintahan SBY-JK yang memiliki kekuatan signifikan di DPR sangat dipengaruhi sejauh mana intervensi partai politik terhadap Presiden Yudhoyono dan sebaliknya sejauh mana presiden mengakomodasi kepentingan partai politik dalam komposisi dan proses penyususnan kabinet.52

Kompromi politik dalam penyusunan dan perombakan kabinet selama pemerintahan SBY-JK selalu disertai maneuver dan intervensi partai politik yang tergabubg dalam koalisi pendukung pemerintah. Intervensi partai politik terhadap presiden terlihat bila Presiden Yudhoyono berencana mencopot seorang menteri dari partai politik. Partai politik tersebut mengancam akan mencabut dukungannya kepada pemerintah. Model lain, apabila ada menteri tidak loyal kepada partainya, partai itu Dalam pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sangat jelas ada kompromi politik antara SBY dan partai politik pendukung pemerintah. SBY-JK mengakomodasi kepentingan partai tersebut dengan menempatkan kader-kader partai tersebut di kabinetnya. Partai Persatuan Pembangunan menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Suryadarma Ali sebagai Menteri Koprasi dan Usaha Menengah dan Bachtiar Chamsah sebagai menteri sosial. Partai Amanat Nasional juga menempatkan dua kadernya di kabinet yaitu Hatta Radjasa sebagai Menteri Perhubungan dan Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang Yang masing-masing menempatkan kadernya 2 orang di kabinet serta PKPI mendapatkan 1 kursi kabinet.

52

(8)

mendesak presiden agar menteri tersebut dicopot dari kabinet. Jika tidak diganti, partai tersebut mengancam menarik dukungannya kepada presiden.53

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan demikian kekuasaan Presiden Yudhoyono tersandera oleh kepentingan pragmatis partai politik yang ingin mendapatkan jatah kekuasaan. Dan hal ini tidak dapat diabaikan oleh presiden karena hal itu menjadi keharusan dalam sistem pemerintahan yang menganut paham multi partai.

1.3. Presiden-DPR

Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla merupakan hasil pemilihan secara langsung oleh rakyat. Pemerintahan tersebut merupakan pemerintahan pertama di Indonesia hasil dari pemilihan langsung oleh rakyat. Sebagai bukti bahwa karakteristik presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK telah terpenuhi dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Pada pemerintahan sebelumnya pemilihan presiden dilakukan oleh parlemen. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6A :

(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

53

(9)

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Model pemilihan presiden secara langsung ini merupakan hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bentuk penyempurnaan sistem pemerintahan presidensial.

Implikasi dari pemilihan presiden secara langsung adalah hubungan presiden dan parlemen hanya sebatas pengawasan dan keseimbangan. Presiden dan parlemen sebagai lembaga mandiri menjalankan kekuasaan masing-masing. Antara kedua lembaga tersebut tidak dapat saling membubarkan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 7C menyebutkan presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.54

54

Perubahan ketiga UUD 1945

Ini untuk menguatkan sistem presidensialisme dan menjaga keberlangsungan pemerintahan selama masa jabatannya. Tidak seperti sistem parlementer keberlangsungan pemerintahan sangat rawan sekali akibat dari kepentingan-kepentingan partai politik di parlemen. Namun dalam prakteknya pemerintahan SBY-JK selalu di bawah ancaman pemakzulan oleh DPR dalam mekanisme check and balances. Pemerintahan SBY-JK sering sekali mendapat tekanan dari DPR dalam pemerintah melaksanakan kebijakannya. Akan tetapi ini semua tidak terlepas dari kompleksnya kepentingan yang terangkum dalam lembaga DPR. Mungkin ini akibat dari kita menganut sistem banyak partai.

(10)

Setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, relasi kedua lembaga tersebut semakin mandiri dan setara. Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-undang tidak lagi mendominasi kekuasaan sebagiaman terjadi sebelum Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen. Presiden hanya sebatas melaksanakan undang-undang dan sedikit terlibat dalam pembahasan undang-undang-undang-undang dan parlemen melaksankan kekuasaan membuat undang-undang dan menjalankan fungsi kontrol bagi pemerintah terhadap pelaksanaan undang-undang tersebut. Namun dalam pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial dalam pemerintahan SBY-JK terlihat sekali bahwa DPR sangat dominan. Ini telihat dalam penunjukan Kapolri dan Pangliam TNI yang dalam strukutur setingkat dengan menteri dan berada di bawah presiden harus mendapat persetujuan DPR. Demikian juga dengan penunjukan duta besar juga harus mendapat persetujuan DPR. Dalam proses penunjukan Kapolri dan Panglima TNI terjadi dinamika yang sangat keras sekali antara Presiden dan DPR. Sebagai contoh ketika Presiden SBY menunjuk Jenderal Sutanto sebagai calon tunggal Kapolri sangat banyak pertentangan dari kalangan DPR karena membuat mereka tidak memungkinkan melakukan deal-deal politik dengan calon. Demikian juga dengan calon Panglima TNI ketika itu Jenderal Endriartono Sutarto yang juga dalam hal ini Presiden mengajukan calon tunggal.

Rapuhnya ikatan koalisi juga sangat terlihat dalam pemerintahan SBY-JK terutama dalam hal menyangkut kebijakan pemerintah. Banyaknya hak interpelasi yang digunakan DPR menandakan ikatan koalisi sangat cair dan tidak dapat mengamankan jalannya kebijakan pemerintahan. Akan tetapi mereka sebaliknya mengabaikan ikatan koalisi dan melakukan tekanan terhadapa pemerintah. Dan yang

(11)

paling memojokkan pemerintah adalah lolosnya hak angket DPR terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Ini juga menandakan terjadinya kontrol DPR terhadap pemerintah yang terlalu kuat yang membuat pemerintahan SBY-JK berjalan tidak efektif.

Potensi pemakzulan oleh DPR juga sangat jelas adanya, walaupun pemakzulan tersebut masih melalui pengadilan di Mahkamah Konstitusi.

2. Partai Politik Indonesia dan Sistem Kepartaian 2.1. Partai politik di Indonesia

Politik kepartaian di Indonesia dimulai sejak Wakil Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan eksekutif, yang sehari-hari dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP.

Selain mengeluarkan Maklumat No. X, Mohammad Hatta juga pernah mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang anjuran kepada rakyat untuk membentuk partai-partai politik, yang isinya berbunyi sebagai berikut:

Berhubung dengan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat kepada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi bahwa partai-partai politik itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu, bahwa:

(12)

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.

2. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun, sebelum dilangsungkannya pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946.

Dengan anjuran itu, berdirilah 10 partai politik, yaitu:

1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang dipimpin oleh Dr. Soekiman Wirjosandjoyo, berdiri 7 November 1945.

2. PKI (Partai Komunis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Moch. Yusuf, berdiri 7 November 1945.

3. PBI (Partai Buruh Indonesia), yang dipimpin oleh Njono, berdiri 8 November 1945.

4. Partai Rakyat Jelata, yang dipimpin oleh Sutan Dewanis, berdiri 8 November 1945.

5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia), yang dipimpin oleh Ds. Probowinoto, berdiri 10 November 1945.

6. PSI (Partai Sosialis Indonesia), yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin, berdiri 10 November 1945.

7. PRS (Partai Rakyat Sosialis), yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, berdiri 20 November 1945. PSI dan PRS kemudian bergabung dengan nama Partai Sosialis, yang dipimpin oleh Sutan Syahrir, Amir Sjarifuddin, dan Oei Hwee Goat, pada Desember 1945.

(13)

8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia), yang dipimpin oleh I.J. Kasimo, berdiri 8 Desember 1945.

9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), yang dipimpin oleh J.B. Assa, berdiri 17 Desember 1945.

10. PNI (Partai Nasional Indonesia), yang dipimpin oleh Sidik Djojosukarto, berdiri 29 Januari 1946. PNI didirikan sebagai hasil penggabungan antara PRI (Partai Rakyat Indonesia), Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing telah berdiri antara bulan November dan Desember 1945.

Sejak keluarnya maklumat tersebut, partai poiltik di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sampai pada pemilu 1971. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, satu hal yang cukup menyakitkan bagi nafas demokrasi dan politik kepartaian adalah kebijakan penciutan partai politik atau fusi partai yang dibuat oleh rezim Orde Baru. Jika pada pemilu sebelumnya diikuti oleh banyak partai, maka sejak pemilu tahun 1971 sampai 1997 hanya diikuti oleh tiga partai saja, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar)

Pada masa rentang itu, pemilihan umum hanya dapat diikuti oleh ketiga partai tersebut. Penguasa Orde baru berkeinginan untuk menjaga stabilitas perpolitikan dengan cara fusi partai tersebut. Seperti dalam salah satu konsideran UU No. 3/1975 mengenai Partai Politik dan Golkar disebutkan,”Dengan adanya tiga organisasi kekuatan sosial politik tersebut, diharapkan agar partai-partai politik dan Golkar benar-benar dapat menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas

(14)

nasional serta terlaksananya proses percepatan pembangunan. Dari hal itu jelas sekali pemerintah ingin mengkooptasi kebebasan yang seharusnya dimiliki partai politik dengan dalih stabilitas nasional.55

Partai-partai baru yang bermunculan dengan susah payah mencari konstituen dengan berbagai ideologi dan cara pandang terahadap demokrasi. Dengan demikian partai politik dihadapkan pada kenyataan yang dapat menjaga eksistensi mereka sebagai partai politik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberlanjutan dari sebuah partai politik yaitu, pertama, massa anggota yang kelak diperkuat dengan massa pemilih meski keduanya tidak selalu sama, pemilih tidak dengan sendirinya anggota. Kedua, tingkat kompetensi pengurus. Perpecahan sendiri sudah merupakan pertanda jenis kepemimpinan partai yang bersangkutan. Sentralisasi kepemimpinan partai ke dalam tangan Dewan Pimpinan Pusat memberikan pengaruh yang tidak sedikit. Ketiga, tingkat kompetensi para anggota perwakilan sebagai anggota

Akan tetapi peranan partai politik dalam sistem politik di Indonesia kembali mencuat seiring dengan jatunya pemerintahan Orde Baru. Partai-partai politik di Indonesia semakin bebas untuk berekspresi dan berserikat. Ini akibat dari dikeluarkannya paket revisi undang politik salah satunya adalah undang-undang partai politik yang dirancang oleh tim tujuh yang beranggotakan Ryaas Rasyid, Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Ramlan Surbakti, Affan Gafar, Djohermansyah Djohan dan Luthfi Mutty. Sampai pada pemilu tahun 2004 yang melahirkan parlemen tahun 2004, parati-partai politik semakin berperan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

55

Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakart, Pustaka Pelajar, 2004, hal. 45-46

(15)

parlemen. Keempat, tingkat penguasaan sumber daya finansial. Kelima, kemampuan eksekutif dan potensi melakukan pekerjaan eksekutif dari sumber daya di dalam partai.56

Partai-partai politik Indonesia pada era pemerintahan SBY-JK gagal menjalankan fungsi pengawasan dan perimbangan di tingkat pemerintahan. Menurut Kuskridho Ambardi partai-partai politik malah membentuk kartel yang menghalangi munculnya oposisi. Tanpa kehadiran oposisi di parlemen, tidak ada pertanggungjawaban horizontal antara parlemen dan pemerintah.57

Parpol

kartelisasi partai politik dapat dilihat dalamkomposisi kabinet SBY-JK tahun 2004. setelah perombakan kabinet yang kedua, ada 8 partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah dari berbagai macam ideologi. Ini tercermin dari komposisi kabinet Pemerintahan SBY-JK. Adapun komposisi kabinet tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Jatah Partai Poltik di Kabinet Indonesia Bersatu pasca Reshufle II

Jatah Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Demokrat Menteri Negara-PAN: Taufik Effendi

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata: Jero Wacik Golkar Menko Kesra: Aburizal Bakrie

Menteri Perindustrian: Fahmi Idris Menteri Negara PPN: Paskah Suzetta Menteri Huku m dan HAM: Andi Matalatta PPP Menteri Sosial: Bachtiar Chamsyah

Menteri Koperasi dan UKM: Suryadarma Ali PKS Menteri Pertanian: Anton Apriyantono

Menpora: Adhyaksa Dault

Menpera: Muhammad Yusuf Ashari

PAN Menhub: Hatta Radjasa

Mendiknas: Bambang Sudibyo

PKB Menteri Negara PDT: Lukman Edy

56

Daniel Dhakidae. Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009. Jakarta, Kompas Media Nusantara, 2004, hal. 12

57

(16)

Menakertrans: Erman Suparno

PBB Menhut: M.S.Kaban

PKPI Meteri Negara PP: Meutia Hatta Sumber: Hanta Yuda,Op cit hal. 150

Bagaimanan partai-partai peserta pemilu 2004 secara kolektif mengabaikan perbedaan ideologis, membentuk koalisi secara permisif, mengaburkan oposisi dan membuat hasil pemilu tak lagi menjadi faktor penentu koalisi. Puncaknya, mereka bertindak seragam sebagai satu kelompok tunggal demi kepentingan bersama. Ini memelihara sistem kepartaian yang terkartelisasi. Semua indicator kartelisasi tersbut tercermin pada pilpres 2004 ketika berbagai koalisi berbasis ideology muncul, mencair dan kemudian berubah menjadi koalisi kemenangan-minimal. Koalisis jenis ini kemudian berpadu dalam pembentukan kabinet dimana semua partai kecuali PDIP dan PDS bergabung dalam kabinet. Akhirnya, semua partai di DPR merekayasa satu mekanisme untuk mendistribusikan keuntungan politik dalam bentuk pembagian posisi ketua komisi. Kesepakatan yang dicapai di antara partai-partai di DPR itu jelas-jelas mengingkari gagasan tentang sistem kepartaian yang kompetitif. 58

58

Kuskridho, Op cit 249

2.2. Sitem Kepartaian

Semangat untuk membangun sistem multi partai yang bermartabat di mulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Sebelum pemerintahan Orde Baru sebenarnya Negara kita telah menganut sistem multi partai. Dimulai tahun 1945 sampai tahun 1971. Namun sistem multi partai hilang akibat kebijakan fusi partai yang dibuat Rezim Soeharto. Sejak reformasi tahun 1999 dukungan terhadap keberadaan sistem multi partai datang dari berbagai lapisan masyarakat.

(17)

Banyak partai yang bemunculan menumbuhkan harapan dan kecemasan. Sebagian masyarakat menyambut gembira dengan penuh antusias dan dengan cepat menjadikan kemunculan partai-partai politik baru sebagai sarana untuk menyalurkan kembali naluri politik yang selama ini dikekang oleh rezim Soeharto. Namun ada juga masyarakt yang resah dengan banyaknya partai baru yang muncul pada saat itu yang mencapai ratusan partai politik akhirnya bukan memperlancar arus reformasi, tetapi sebaliknya mengganggu proses reformasi.59 Banyak faktor yang mempengaruhi sistem kepartaian di suatu Negara. Untuk konteks politik Indonesia, ada tiga faktor penyebab sistem multi partai sulit dihindari. Pertama, tingginya tingkat pluralitas masyarakat (faktor pembentuk). Faktor ini yang menyebabkan keharusan bagi penerapan sistem multi partai. Sementara kemajemukan masyarakat merupakan suatu yang bersifat harus diterima dalam struktur masyarakat indonesia. Kedua, dukungan sejarah sosio-kultural masyarakat (faktor pendorong). Ketiga, desain sistem pemilihan proporsional dalam beberapa sejarah pemilihan umum (faktor penopang).60

59

Bambang Cipto. Partai, Kekuasaan dan Militersisme. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, hal. 2

60

Hanta Yuda. Op cit, hal 102

Untuk konteks pemilihan umum 2004 partai politik peserta pemilu adalah sebanyak 24 partai. Melihat jumlah partai sebanyak itu kita menganut sistem multi partai yang ekstrim. Dalam sistem ini sangat sulit mendapatkan suara mayoritas pemenang pemilu dan hal itu memang betul dan terjadi di pemilu Indonesia tahun 2004 yang lalu. Berikut ini merupakan partai politik peserta pemilu tahun 2004 beserta perolehan suara masing-masing partai.

(18)

Tabel 2.2 Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2004 Beserta Perolehan Suara

No Partai politik Perolehan Suara Jlh kursi

DPR Jumlah Persen

1 Partai Golongan Karya 24.480.757 21,58 128 2 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 21.026.629 18,53 109 3 Partai Kebangkitan Bangsa 11.989.564 10,57 52 4 Partai Persatuan Pembangunan 9.248.764 8,15 58

5 Partai Demokrat 8.455.225 7,45 57

6 Partai Keadilan Sejahtera 8.325.020 7,34 45 7 Partai Amanat Nasional 7.303.324 6,44 52

8 Partai Bulan Bintang 2.970.487 2,62 11

9 Partai Bintang Reformasi 2.764.998 2,44 13 10 Partai Damai Sejahtera 2.414.254 2,13 12 11 Partai Karya Peduli Bangsa 2.399.290 2,11 2 12 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.424.240 1,26 1 13 Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 1.313.654 1,16 5 14 Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 1.230.455 1,08 1 15 Partai Patriot Pancasila 1.073.139 0,95 0 16 Partai Nasional Indonesia Marhaenisme 923,159 0,81 1 17 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah

Indonesia 895.610 0,79 0

18 Partai Pelopor 878.932 0,77 2

19 Partai Penegak Demokrasi Indonesia 855.811 0,75 1

20 Partai Merdeka 842.541 0,74 0

21 Partai Sarikat Indonesia 679.296 0,60 0 22 Partai Perhimpunan Indonesia Baru 672.952 0,59 0 23 Partai Persatuan Daerah 657.916 0,58 0 24 Partai Buruh Sosial Demokrat 636.056 0,56 0

Total 113.462.414 100 550

Sumber: www.kpu.go.id

Berdasarkan data tersebut di atas maka partai politik yang memiliki wakil yang duduk di parlemen ada 17 partai politik. Tidak ada partai politik yang memperoleh suara mayoritas sehingga sulit membentuk pemerintahan tanpa koalisi di parlemen. Dalam perkembangan selanjutnya bahwa di parlemen partai politik membuat fraksi masing-masing atau bergabung dengan partai tertentu untuk membentuk satu fraksi. Ada 10 fraksi di DPR RI yaitu:

(19)

Tabel 2.3 Kelompok Fraksi di DPR RI Tahun 2004-2009

No Kelompok Fraksi % Kursi

1 Fraksi Partai Golkar (F-PG) 23 129

2 Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) 20 109

3 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 10 58

4 Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 10 57

5 Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 10 53

6 Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) 9 52

7 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 8 45 8 Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (Fraksi Gabungan) 4 20 9 Fraksi Partai Bintang Reformasi (F-PBR) 2 14 10 Fraksi Partai Damai Sejahtera (F-PDS) 2 13

Sumber: www.dpr.go.id

Melihat data di atas sangat mungkin dan suatu keharusan pemerintahaan SBY-JK membuat koalisi di parlemen untuk menopang pemerintahan mereka. SBY-SBY-JK yang awal pencalonanya hanya didukung oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan pada putaran kedua bergabung Partai Keadilan Sejahtera belum mendapat dukungan mayoritas di DPR. Gabungan keempat partai tersebut hanya mencakup112 kursi dari 550 kursi. Kenyataan ini akan sangat rawan bila pemerintahan SBY-JK tidak melakukan koalisi di DPR. Dan atas dasar itulah dalam perkembangannya pemerintahan SBY-JK mengakomodasi kepentingan partai politik yang bersedia memberikan dukungan terhadap keberlangsungan pemerintahan mereka dan di sisi lain partai-partai politik melakukan intervensi terhadap presiden dalam penyusunan kabinet.. Bergabunglah Partai Amanat Nasional, Partai kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan dan berikutnya Partai Golkar sehubungan dengan kemenangan Jusuf Kalla dalam

(20)

perebutan ketua umum Partai Golkar. Dengan demikian hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Damai Sejahtera yang berada di luar pendukung pemerintah.

Bila mayoritas anggota DPR menenukan pilihan politik yang berbeda dengan presiden, sering kali sistem presidensial terjebak dalam pemerintahaan yang terbelah antara pemegang kekuasaan legislatif dan pemegang kekuasaan eksekutif. Biasanya, dukungan legislatif semakin sulit didapat jika sistem pemerintahaan presidensial dibangun dalam sistem multi partai.61

Menurut Hanta Yuda, ketika presiden mengakomodasi kepentingan partai politik yang mengintervensi presiden itu sendiri dalam penyususnan kabinet merupakan bentuk kompromi eksternal. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kekuasaan internal hak prerogatif presiden semakin tereduksi. Dia juga menemukan bahwa ada empat kompromi dalam struktur internal kekuasaan kepresidenan di era Pemerintahan SBY-JK.62

Indikasi presidensialisme yang kompromis di era pemerintahan SBY tergolong dalam presidensialisme setengah hati terlihat dari beberapa aspek kompromi eksternal berikut ini: Pertama, kompromi dalam pembentukan dan perombakan kabinet yang tidak terlepas dari intervensi partai-partai politik mitra koalisi pemerintahan SBY-JK dan akomdasi pemerintah terhadap kepentingan partai

Berdasarkan fakta bahwa masih sangat kentalnya kompromi-kompromi politik dalam pelaksanaan kekuasaan presiden dalam Pemerintahan SBY-JK maka kita belum melihat sistem pemerintahan presidensial murni dalam pemerintahan tersebut.

61

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010, hal.269

62

(21)

politik tersebut berupa kursi di kabinet. Kedua, rapuhnya ikatan koalisi partai pendukung pemerintah. Koalisi yang terbangun sangat cair dan sarat dengan kepentingan sesaat partai anggota koalisi. Ketiga, adanya kontrol parlemen terhadap pemerintah secara berlebihan yang mengakibatkan jalannya pemerintahan kurang efektif. Dan keempat, perjalanan pemerintahan SBY-JK rentan dengan ancaman pemakzulan dari DPR. Pemerintah masih sangat rentan pemakzulan oleh DPR karena alasan politis atau disebabkan kebijakan pemerintah yang ditentang DPR.63

Ada juga kompromi internal yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-JK. Adapun kompromi internal Era Pemerintahan SBY-JK dapat kita lihat dalam tabel ini.

64

Aspek Kompromi

Tabel 2.4 kompromi Internal Presidensialisme Era Pemerintahan SBY-JK

Praktek dan Karakteristik Kompromi

Hak Prerogatif Presiden Hak prerogatif Presiden Yudhoyono untuk menyusun/merombak kabinet tereduksi akibat intervensi partai politik. Penggunaan hak prerogatih presiden dalam pembentukan kabinet selalu disertai intervensi elite-elite partai politik. Tereduksinya hak prerogatif presiden ini merupakan akibat dari kuatnya intervensi partai politik yang juga didukung oleh gaya kepemimpinan presiden yang cenderung akomodatif dan kurang percaya diri dalam menghadapi interpensi partai politik.

Komposisi Kabinet Kabinet koalisi yang dibentuk oleh Presiden Yudhoyono terdiri atas koalisi delapan partai politik. Sementara komposisi antara unsusr parpol dan nonparpol dalam kabinet Indonesia Bersatu relatif seimbang. Persnalitas dan gaya kepemimpinan presiden cenderung akomodatif terhadap partai politik dan pertimbangan presiden dalam mengangkat menteri cenderung lebih dominant karena factor tawar-menawar disbanding faktor kompetensi dan profesionalitas.

Loyalitas Menteri Adanya dualisme loyalita para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dari unsure partai politik. Satu sisi loyalitas kepada presiden sebagai kepala pemerintahan, di sisi lain

63

Ibid. hal 134

64

(22)

loyalitas kepada parpol asalnya juga. Bahkan beberapa anggota kbinet juga sebagai ketua umum partai dan memegang jabatan strategis lainnya di partai politik. Dualisme loyalitas ini merupakan implikasi dari pola rekrutmen menteri dari unsur partai politik dan proses pengangkatnnya cenderung atas pertimbangan akomodatif presiden terhadap rekomendasi dari partai politik. Potensi dualisme itu semakin memuncak menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 karena para menteri juga berkepentingan untuk membesarkan partainya masing-masing

Hubungan Presiden dan Wakil Presiden

Relasi politik Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengalami keretakan dan semakin menguat menjelang tahun terakhir masa kepemimpina mereka. Salah satu penyulut disharmonisasi ini adalah implikasi dari posisi politik wakil Presiden lebih kuat daripada Presiden Yudhoyono di parlemen. Golkar menguasai 23% kursi di DPR, sementara Demokrat hanya 10%. Pola hubungan presiden dan wakil presiden bersifat persaingan, baik secara terselubung maupun terbuka. Kondisi ininjuga memeiliki kecenderungan terjadinya persaingan terbuka antara presiden dan wakil presiden menjelang pemilu legislative, apalagi jika keduanya memutuskan untuk berpisah di pemilihan presiden selanjutnya.nkeretakan dan disharmonisasi itu akan semakin terbuka.

Berdasarkan keempat aspek kompromi internal tersebut jelas bahwa penerapan sistem pemerintahan presidensialisme dalam pemerintahan Yudhoyono-Kalla masih setengah hati. Presidensialisme yang diterapkan belumlah presidensialisme efektif dimana hak prerogatif presiden dilakukan dilaksanakan sepenuhnya oleh presiden tanpa intervensi partai politik.

3. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat

Setelah mengalami perubahan Undang-Undang Dasar 1945, tugas dan fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat semakin kuat. Ini dilakukan untuk dapat melakukan kontrol yang kuat terhadap lembaga eksekutif yang melaksanakan jalannya pemerintahan.

(23)

Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah :

Pasal 7B ayat (1) menyaebutkan bahwa Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.65

Dalam pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan dalam menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Dalam konteks ini Dewan Perwakilan Rakyat dengan kewenangannya dapat mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau wakil presiden

66

Pasal 20 ayat (1) menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Pemberian pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan duta (pasal 13 ayat 2), dalam menerima penempatan duta Negara lain (pasal 13 ayat 3) dan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi (pasal 14 ayat 2)

67

65

Perubahan ketiga UUD 1945

66

Perubahan keempat UUD 1945

67

(24)

Pasal 20A ayat (1) menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.68

Dalam menjalankan fungsi legislasi tidak serta-merta hanya dijalankan oleh DPR akan tetapi bersama-sama dengan presiden. Dalam hal ini pula yang menyebabkan perlunya koalisi pendukung pemerintah untuk memuluskan proses legislasi berupa pembentukan Undang-undang. Dalam pemerintahan Presiden Yudhoyono, ketegangan yang terjadi antara DPR dan Presiden sejak awal pemerintahannya berdampak terhadap jumlah undang-undang yang dihasilkan. Misalnya, pada tahun 2005 proses legislasi hanya menghasilkan 14 undang-undang. Sangat jauh dari target yang ditetapkan yaitu 55 rancangan undang-undang.

Fungsi legislasi yaitu sebagai pembuat kebijakan dan undang-undang yang sebagai patron pihak eksekutif untuk melaksanakan tugas. Atas dasar itulah maka melekat hak pada legislatif yaitu hak inisiatif yaitu hak untuk melakukan perubahan undang-undang yang diusulkan pemerintah.

69

Fungsi Anggaran dapat kita lihat dalam penyusunan RAPBN. Legislatif turut serta dalam penuyusan Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk mencapai

Dalam menjalankan fungsinya tersebut, dalam DPR juga sangat dinamis dan cair karena membawa berbagai macam kepentingan dari partai politik.

Fungsi kontrol yang dijalankan badan legislatif untuk mencegah pemerintah menjalankan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Badan legislatif menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah agar program-program yang dicanangkan pemerintah berjalan sesuai dengan harapan rakyat.

68

Perubahan kedua UUD 1945

69

(25)

kemakmuran rakyat banyak. Pada umumnya anggota DPR membawa ususlan-usulan proyek dari daerah yang diwakilinya. Demikian juga untuk memastikan bahwa anggaran yang akan dilaksanakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat banyak.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.70

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Hak Interpelasi merupaka hak untuk meminta keterangan kepada eksekutuf terkait dengan kebijakan yang dijalankannya. Hal ini dilaksanakan untuk memastikan kebijakan eksekutif tersebut tidak mencederai rasa keadilan rakyat banyak dan tetap sesuai dengan undang-undang.

Hak Angket merupakan hak untuk langsung melakukan penyelidikan terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan oleh eksekutif. Hak ini digunakan sebelumnya karena ada kecurigaan legislatif terhadap kebijakan eksekutuif yang terindikasi tidak tepat dan melanggar undang-undang

Hak menyatakan pendapat merupakan lanjutan dari hak angket. Apabila dalam penyelidikan legislatif memang ditemukan pelanggaran, maka legislative menggunakan hak tersebut. Hak menyatakan pendapat biasanya berujung kepada pemakzulan terhadap pemerintah yang melakukan pelanggaran tersebut.

71

70

Perubahan kedua UUD 1945

71

(26)

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.72

72

Perubahan pertama UUD 1945

Pasal 22 ayat (2) Dewan Perwakilan Rakyat berhak memberikan persetujuan atas peraturam pemerintah pengganti undang-undang

Banyak sekali kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Seperti dalam pemilihan anggota komisi-komisi yang ada di Negara Indonesia, dalam hal ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak dan masih banyak lagi.

Gambar

Tabel 2.1 Jatah Partai Poltik di Kabinet Indonesia Bersatu pasca Reshufle II  Jatah Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu
Tabel 2.2 Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2004 Beserta Perolehan Suara
Tabel 2.3 Kelompok Fraksi di DPR RI Tahun 2004-2009
Tabel 2.4 kompromi Internal Presidensialisme Era Pemerintahan SBY-JK  Praktek dan Karakteristik Kompromi

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Unit : Unit ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang diperlukan untuk menyusun dan memilih huruf menjadi susunan tulisan/ naskah (type

[r]

Dengan tanggung jawab juga orang akan lebih memiliki simpati yang besar untuk kita, dengan sendirinya derajat dan kualitas kita dimata orang lain akan tinggi karena memiliki

Implementasi yang dilakukan pada responden 1 adalah dengan masalah kekurangan volume cairan pada tanggal 10-12 juni 2017 adalah melakukan manajemen nutrisi,

Berdasarkan data hasil pengkajian pada Ny “J” mengalami hiperemesis gravidarum dengan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

Menguraikan /menjelaskan /menyusun/ mengkalkulas i dengan benar hanya 1 dari 7 indikator penilaian pertemuan

Berdasar- kan hasil rangkuman sidik ragam pada Tabel 1, perlakuan rasio tanaman induk jantan dan betina (r), serta interaksi antara rasio tanaman dengan pupuk boron

MATA KULIAH “ILMU AKHLAK” DOSEN Dr. Pengertian Birrul Walidain... HUKUM, Dalil al-Qur’an dan hadist Birrul Walidain..... Keutamaan Birru Walidain... 1) Termasuk Amalan Yang